PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan
dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang
enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini
lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka
sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada
keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan
sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga
yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami
kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami
kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena
perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan
pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
c. Kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh, hubungan
sosial)
Gejala dan tanda mayor subjektif berupa merasa sedih, merasa bersalah atau
menyalahkan orang lain, tidak menerima kehilangan, merasa tidak ada harapan.
Kemudian tanda objektifnya berupa menangis, pola tidur berubah, dan tidak mampu
berkonsentrasi.
2.2 Tipe kehilangan
Kehilangan dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu ;
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasikan oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti/ di cintai.
2. Presepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk membuktikan, misalnya;
seseorang berhenti bekerja/ PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.
4
becus. Respon fisik yang terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Fase Tawar Menawar (bargaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ Kalau saja kejadian ini
bisa ditunda maka saya yang akan sering berdoa” Apabila proses berduka ini
dialami oleh keluarga maka pernyataan sebagai berikut sering dijumpai “Kalau saja
yang sakit bukan anak saya”.
4. Fase Depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunujukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mau bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut, atau dengan ungkapan-ungkapan yang menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak
makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran
tentang objek atau irang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima biasanya dinyatakan
dengan kata-kata “Saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju
saya yang baru manis juga,” atau “Apa yang dapat saya lakukan agar saya dapat
cepat sembuh?”.
5
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984)
Menurut Burgers dan Lazare tahun 1976, karakteristik berduka antara lain:
Berduka yang menunjukkan reaksi syok dan ketidakyakinan.
Berduka yang menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila teringat
tentang kehilangan orang yang disayangi.
Berduka yang menunjukkan perasaan tidak nyaman dan sering disertai
dengan menangis, serta keluhan-keluhan sesak pada dada, rasa tercekik,
napas pendek.
Mengenang almarhum terus menerus.
Memperoleh pengalaman perasaan berduka.
Cenderung menjadi mudah tersinggung dan marah.
Sedangkan karakteristik dari jenis kehilangan antara lain:
Kehilangan orang bermakna, misalnya akibat kematian atau dipenjara.
Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita penyakit,
amputasi, kehilangan pendapatan, kehilangan perasaan tentang diri,
kehilangan pekerjaan, kehilangan kedudukan dan kehilangan kemampuan
seksual.
Kehilangan milik pribadi (misalnya uang, perhiasan).
2.5 Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka.
2.5.1 Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien:
apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang
mereka iagn dan rasakan adalah :
Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
Perilaku koping yang adekuat selama proses
Terdapat 7 faktor yang mempengaruhi rentang respon kehilangan, yakni:
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
6
Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup
yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress
yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami
gangguan fisik
Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama
yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan
tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang
suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan
mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang negatif, perasaan
rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang
tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih iagno secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi:
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan
Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan
sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien
7
depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut
sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
Respon Spiritual
Kecewa dan marah terhadap Tuhan
Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
Tidak memilki harapan; kehilangan makna
Respon Fisiologis
Sakit kepala, insomnia
Gangguan nafsu makan
Berat badan turun
Tidak bertenaga
Palpitasi, gangguan pencernaan
Perubahan sistem iagno dan endokrin
Respon Emosional
Merasa sedih, cemas
Kebencian
Merasa bersalah
Perasaan mati rasa
Emosi yang berubah-ubah
Penderitaan dan kesepian yang berat
Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
benda yang hilang
Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
Respon Kognitif
Gangguan asumsi dan keyakinan
Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.
Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
Menangis tidak terkontrol
Sangat gelisah; perilaku mencari
8
Iritabilitas dan sikap bermusuhan
Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang yang telah meninggal.
Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
Kemungkinan menyalahgunakan obat atau iagnos
Kemungkinan melakukan iagnos, upaya bunuh diri atau pembunuhan
Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
9
b) Gangguan Konsep Diri
c) Defisit Perawatan diri
2.5.3 Perencanaan
10
Dengarkan dengan empati, jangan member respons yang mencela.
Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.
c) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap tawar menawar adalah membantu
pasien mengidentifikasikan rasa bersalah dan perasaan takutnya.
Tindakan keperawatan:
Amati perilaku pasien.
Diskusikan bersama pasien mengenai perasaannya.
Tingkatkan harga diri pasien.
Cegah tindakan merusak diri
d) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap depresi adalah mengidentifikasi
tingkat depresi, risiko merusak diri, dan membantu pasien mengurangi rasa
bersalah.
Tindakan Keperawatan:
Amati periaku pasien.
Diskusikan bersama pasien mengenai perasaanya.
Cegah tindakan merusak diri.
Hargai perasaan pasien.
Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif yang terkait dengan
kenyataan.
Beri kesempatan pada pasien mengungkapkan perasaannya, bila perlu
biarkan ia menangis sambil tetap didampingi.
Bahas pikirann yang selalu timbul bersama dengan pasien.
e) Prinsip tindakan perawatan tahap penerimaan adalah membantu pasien untuk
menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan.
Tindakan keperawatan:
Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
11
Tujuan Khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Klien dapat memahami penyebab dari harga diri rendah.
Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan
komunikasi dengan orang lain.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan klien.
Rasional : Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik yang
mendukung dalam mengatasi perasaannya.
Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaannya.
Rasional : Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
Rasional : dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi
dengan perasaannya.
Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
Rasional : empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan
klien, tetapi tidak terlihat secara emosi.
Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
Rasional : meningkatnya harga diri.
Berikan dukungan, support dan pujian setelah klien mampu
melakukanaktivitasnya.
Rasional : pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi
12
Merespon kesadaran diri dengan cara:
Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan
Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya
Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan teraeutik
Rasional:
Kesadaran diri sangan diperlukan dalam membina hubungan terapeutik
perawat/ klien
Menyelidiki diri dengan cara:
Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya
Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan
orang lain melalui keterbukaan
Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah
ada pada klien
Rasional:
Klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan
terhadap dirimya sendiri
Mengevaluasi diri dengan cara:
Membantu klien menerima perasaan dan pikiran
Mengekspresikan respon koping adaptif terhadap masalahnya
Rasional:
Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah
secara konstruktif
Membuat perencanaan yang realistik:
Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah
Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik
Rasional:
Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya
dengan cara menentukan perencanaan yang realistik
Bertanggung jawab dalam bertindak:
Membuat klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah
respon maladaptif dan mempertahankan respon oping yang adaptif
Rasional:
13
Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian
masalah klien
Mengobserfasi tingkat depresi:
Mengamati perilaku klien
Bersama klien membahas perasaannya
Rasional :
Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya
disusun dengan tepat.
Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
Menghargai persaan klien
Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap
kenyataan
Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya
Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul
Rasional:
Individu dalam keadaan terduka sering mempertahankan perasaan
bersalahnya terhadap orang yang hilang
14
Pengertian yang baik dapat menbantu klien dapat mengerti dan diharapkan
dapat melakukan sendiri
Menganjurkan klien untuk mencuci baju
Rasional:
Diharapkan klien mandiri
Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri
Rasional:
Diharapkan klien mandiri
Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi
Rasional:
Diharapkan klien mandiri
2.5.6 Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang sudah disusun.
2.5.7 Evaluasi
1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami.
2. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya.
3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
4. Memanfaatkan faktor pendukung.
5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
7. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.
8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
15
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya dapat disimpulkan bahwa
kehilangan adalah suatu keadaan yang dialami oleh individu yang berpisah akan suatu
hal yang mencakup kejadian nyata atau hanya khayalan (yang diakibatkan persepsi
seorang terhadap kejadian) dalam rentang kehidupannya.
Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan prinsip-prinsip
keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang tua dengan respon
kehilangan (kematian anak). Pengkajian yang dapat dilakukan yaitu dengan
mengidentifikasi factor predisposisi dan factor presipitasi. Dimana factor predisposisi
meliputi Genetic, Kesehatan Jasmani, Kesehatan Mental, Pengalaman Kehilangan di
Masa Lalu dan Struktur Kepribadian.
3.2. Saran
Setelah kami membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan respon kehilangan dan berduka, maka kami menganggap perlu adanya sumbang
saran untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada saat itu.
2. Dalam perumusan diagnose keperawatan, harus diprioritaskan sesuai dengan
kebutuhan maslow ataupun kegawatan dari masalah.
3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis maupun
yang tidak.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Budi, Anna Keliat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
17