Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PERPAJAKAN (EKU216A)

OLEH :
Ida Ayu Mirah Dwi Sasmitha (2007531266 / 32)
Ni Ketut Puspita Gayatri (2007531257 / 31)
Ni Made Ayu Novitarini (2007531270 / 33)

Dosen Pengampu :
Dr. I Ketut Budiartha, S.E., M.Si., Ak., CPA

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
BAB 1
PEMBAHASAN

10.1 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


Istilah Wajib Pajak sudah sering kali terdengar dalam dunia perpajakan
Indonesia. Akan tetapi, sebagian besar orang mengartikan Wajib Pajak sebagai
orang yang sudah memiliki NPWP dan wajib untuk melakukan pembayaran pajak.
Untuk memahami perihal wajib pajak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan berikut ini akan dibahas pengertian, persyaratan, hak dan kewajiban
wajib pajak.
 Pengertian Wajib Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah beberapa kali dilakukan perubahan dan
yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP) disebutkan
bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dengan demikian, penjelasan lebih lanjut mengenai Wajib Pajak dijelaskan lebih
lanjut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 tahun 2008 (UU PPh) adalah sebagai berikut;
 Wajib Pajak Orang Pribadi:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Usaha,
contoh : pengusaha toko, pengusaha cafe, pengusaha bengkel dan lain-lain.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Pekerjaan
Bebas, contohnya dokter, notaris, arsitek, artis, dan lain-lain.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Pekerjaan,
contoh : PNS, Anggota TNI/Polri, Pegawai Swasta, Pegawai BUMN, dan
lian-lain.

 Wajib Pajak Badan:


1. Badan milik Pemerintah (BUMN dan BUMD)
2. Badan milik Swasta (PT, CV, Koperasi, Lembaga dan Yayasan)
 Wajib Pajak Bendahara sebagai pemungut dan pemotong pajak:
1. Bendahara Pemerintah Pusat
2. Bendahara Pemerintah Daerah
3. Bendahara Pemerintah Desa (Bendahara Desa).
4. Badan Layanan Umum (BLU).
5. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
disebutkan bahwa Wajib Pajak itu adalah orang pribadi atau badan yang memenuhi
(tatbestand) definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh
penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan kata lain dua unsur yang harus
dipenuhi untuk menjadi Wajib Pajak adalah Subjek Pajak dan Objek Pajak. Maka
tidak ada aturan yang menyatakan bahwa wajib pajak adalah orang yang sudah
memiliki NPWP dan wajib untuk membayar pajak, karena pengertian yang
terkandung di dalam pasal di atas menyatakan bahwa orang yang belum memiliki
NPWP pun dapat dikategorikan sebagai Wajib Pajak apabila benar-benar sudah
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan.

 Peryaratan Menjadi Wajib Pajak


Dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (untuk selanjutnya disebut UU KUP) tepatnya di
penjelasan Pasal 2 ayat 1 disebutkan persyaratan menjadi wajib pajak :
1. Persyaratan Subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan
ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya.
2. Persyaratan Objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk
melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
 Subjek Pajak
Subjek Pajak merupakan orang pribadi maupun badan yang telah ditetapkan
oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Satu hal
penting lainnya, hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap subyek pajak berbeda-
beda satu sama lain. Atau secara sederhana subjek pajak bisa disebut siapa yang
berpotensi dikenakan pajak. Bahkan kenyataannya, tidak seluruh subyek pajak
memiliki kewajiban perpajakan seperti halnya membayar dan melaporkan pajak
pada umumnya. Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak;
3. badan; Bentuk Usaha Tetap (BUT). Kemudian subjek pajak tersebut
digolongkan kembali menjadi Subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri. Berikut ini pembahasan untuk masing-masing
subjek pajak tersebut.

A. Subjek Pajak Dalam Negeri


Yang termasuk dalam subjek pajak dalam negeri adalah sebagai berikut.
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia; berada di Indonesia
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dalam suatu tahun
pajak.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan adalah harta
warisan dari pewaris yang harus dibayarkan terlebih dahulu oleh ahli waris
sebelum mereka membagi-baginya. Kewajiban pajak bagi ahli waris
dimulai saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir
pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
3. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah dengan kriteria:
4. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
pembiayaannya bersumber dari APBN/APBD;
1. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah; dan
2. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
B. Subjek Pajak Luar Negeri
Kriteria subjek pajak luar negeri adalah lawan dari subjek pajak dalam
negeri. Contohnya sebagai berikut.
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia; dan
2. Badan yang tidak berdomisili atau tidak didirikan di Indonesia yang
menjalankan kegiatannya dengan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap
di Indonesia.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha pribadi dari orang
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia seperti WNA atau WNI
belum lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan berada di
Indonesia, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia. BUT dapat berupa tempat kedudukan
manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung, pabrik,
bengkel, gudang, dan lain-lain. Jadi BUT (Bentuk Usaha Tetap)
adalah semacam cabang atau perwakilan perusahaan dari luar negeri
yang didirikan di Indonesia.
4. Perbedaan yang penting antara subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya,
antara lain:
5. Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
6. Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
neto dengan tarif umum. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai
pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan alias
tarif tunggal terhadap semua objek pajak berapa pun nilainya.
7. Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT ) Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan
pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Sedangkan subjek pajak
luar negeri tidak menyampaikan SPT Pajak Penghasilan karena
kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat
final.

Objek Pajak
Objek pajak merupakan suatu objek yang dapat berupa barang, kegiatan
atau peristiwa yang menjadi sasaran dalam pajak yang akan dikenakan wajib pajak.
Objek pajak diklasifikasikan menjadi:
1. Objek Pajak berupa Kekayaan, yaitu harta yang dimiliki seseorang
dapat berupa harta berwujud, tak berwujud, bergerak dan tak gerak
dengan ukuran harta tersebut mempunyai nilai sosial dan nilai
ekonomis. Nilai Sosial yang dimaksud adalah kekayaan itu
mempunyai nilai dalam kehidupan masyarakat. Harta mempunyai
fungsi sosial berarti harta tersebut diperlukan dalam kehidupan sosial.
Sedangkan nilai ekonomis yaitu harta tersebut dapat dinilai dengan
uang.
2. Objek Pajak berupa penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
3. Objek Pajak berupa Kegiatan dalam Lalu lintas Hukum, objek pajak
ini berupa suatu peristiwa yang menimbulkan adanya transaksi/ tukar
menukar barang / jasa kena pajak.

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


Sebagai warga negara yang taat pajak, wajib pajak memiliki hak dan
kewajiban yang perlu dipatuhi. Keduanya telah diatur dalam Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Mengacu dari undang-undang yang
sama, pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan kalau wajib pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Jadi, siapapun, baik yang sudah memiliki NPWP
atau belum, sudah termasuk ke dalam wajib pajak jika sudah mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan. Berikut ini pembahasan apa saja yang menjadi hak dan
kewajiban wajib pajak.

Hak Wajib Pajak


Hak wajib pajak disebutkan secara jelas dalam undang-undang, yaitu:
1. Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak. Ketika besaran pajak terutang yang
dibayar atau dipotong atau dipungut ternyata lebih kecil daripada jumlah
kredit pajak, wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan tersebut.
Secara sederhana wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan bayar
ketika membayar pajak lebih banyak daripada jumlah yang sebenarnya.
Apabila wajib pajak termasuk dalam kriteria wajib pajak patuh,
pengembalian ini dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1
bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Jika Ditjen Pajak terlambat
mengembalikan kelebihan bayar pajak, wajib pajak berhak menerima bunga
sebesar 2% per bulan dengan maksimum 24 bulan.
2. Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan. Berdasarkan ruang
lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua jenis, yaitu pemeriksaan
kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan,
terhitung dari tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan untuk
melakukan pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal laporan hasil
pemeriksaan. Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 8
(delapan) bulan, terhitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai
dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. Dalam pemeriksaan yang
dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak, wajib pajak berhak untuk:
(a) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.
(b) Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa .
(c) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.
(d) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.
(e) Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan
3. Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali.
Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat ketetapan
pajak yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih bayar, atau
nihil perpajakannya. Jika wajib pajak tidak sependapat dengan surat
tersebut, dapat mengajukan keberatan. Lalu bila belum puas dengan
keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan banding.
Langkah terakhir dalam sengketa pajak, wajib pajak dapat mengajukan
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
4. Hak kerahasiaan. Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan
perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang disampaikan kepada
Ditjen Pajak dalam melaksanakan kegiatan perpajakan. Di sisi lain, pihak
yang bertugas di bidang perpajakan dilarang untuk mengungkapkan
kerahasiaan wajib pajak. Kerahasiaan wajib pajak yang dilindungi adalah:
(a) Surat Pemberitahuan,
(b) Laporan keuangan, dan
(c) Dokumen lainnya yang dilaporkan wajib pajak.
(d) Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
(e) Dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai ketentuan
perpajakan
5. Hak untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran. Wajib pajak dapat
mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak
dalam kondisi tertentu.
6. Hak untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan. Wajib pajak dapat
menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi maupun PPh Badan dengan alasan tertentu.
7. Hak untuk Pengurangan PPh Pasal 25. PPh Pasal 25 adalah pajak yang
dibayar secara angsuran dengan tujuan untuk meringankan beban wajib
pajak, mengingat pajak terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun.
Dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan, wajib pajak memiliki
hak untuk mengajukan permohonan pengurangan besaran angsuran PPh
Pasal 25 dengan alasan tertentu.
8. Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Karena kondisi
atau sebab tertentu, seperti rusaknya bumi dan bangunan yang terkena
bencana alam, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan
pajak terutang PBB. Wajib pajak yang merupakan anggota veteran pejuang
dan pembela kemerdekaan juga dapat mengajukan pengurangan PBB.
9. Hak untuk Pembebasan Pajak. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan
pembebasan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan dengan alasan
tertentu.
10. Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Wajib pajak
yang termasuk ke dalam wajib pajak patuh dapat diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling
lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh terhitung sejak tanggal
permohonan.
11. Hak untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah. Untuk pelaksanaan
proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar
negeri, PPh terutang atas penghasilan yang diterima kontraktor, konsultan,
dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
12. Hak untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan. Dalam lingkup PPN, Barang
Kena Pajak (BKP) atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan
PPN. BKP tersebut di antaranya kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-
buku, perlengkapan TNI/Polri yang diimpor maupun yang diserahkan di
area pabean oleh wajib pajak tertentu. Fasilitas PPN tidak dipungut ini turut
diberikan pada perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu,
seperti kawasan berikat, di antaranya atas impor dan perolehan bahan baku.

 Kewajiban Wajib Pajak


Selain hak, ada kewajiban yang harus dipatuhi oleh wajib pajak, di
antaranya:
1. Kewajiban Mendaftarkan Diri.
1. Wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP) atau
kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP).
Saat ini, pendaftarakan NPWP juga dapat dilakukan melalui online.
2. Wajib pajak yang merupakan pengusaha, wajib dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah
memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya pengusaha orang
pribad atau badan melakukan penyerahan barang kena pajak atau
jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp4.800.000.000
dalam setahun. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tetap dapat
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
3. Setelah dikukuhkan sebagai PKP, maka wajib untuk memungut
pajak pertambahan nilai (PPN) dari setiap pembeli/pengguna
jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN tersebut kemudian
dilaporkan dalam SPT Masa. Jika ada yang harus disetorkan, wajib
pajak perlu menyetorkan PPN itu ke KPP tempat mendaftar, atau
bisa secara online.
2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, wajib pajak harus melakukan
penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya sendiri.
3. Kewajiban dalam Hal Diperiksa
Ditjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak untuk menguji
kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kewajiban yang diperiksa di antaranya:
1. Memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan sesuai waktu
yang ditentukan, khususnya jenis Pemeriksaan Kantor.
2. Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi dasar
serta berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.
Untuk jenis Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak harus memberikan
akses untuk melihat dan menyimpan data.
3. Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang yang dianggap
perlu serta memberi bantuan untuk memperlancar proses
pemeriksaan.
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat pemberitahuan
hasil pemeriksaan.
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan
Publik, khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang
diperlukan.
4. Kewajiban Memberi Data
Data di sini adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat
menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau
kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan
dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar
Ditjen Pajak. Kewajiban ini tidak hanya dipatuhi oleh wajib pajak, tetapi juga oleh
setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. Jika sengaja tidak
memenuhi kewajiban ini, wajib pajak akan terkena pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.

10.2 Hak dan Kewajiban Fiskus

Hak Fiskus

 Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan atau melakukan


pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan
 Menerbitkan surat tagihan pajak
 Melakukan pemeriksaan dan penyegelan
 Melakukan penyidikan
 Menerbitkan surat paksa dan melaksanakan penyitaan
Kewajiban Fiskus

1. Kewajiban Umum Fiskus

 Kewajiban umum fiskus yaitu melakukan pembimbingan, penyuluhan dan


penerangan kepada wajib pajak agar mereka memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2. Kewajiban Khusus Fiskus

 Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sementara dalam waktu 3


hari setelah formulir pendaftaran diterima.
 Menerbitkan NPWP dalam jangka waktu 3 bulan setelah formulir
pendaftaran diterima.
 Menerbitkan suatu surat keputusan atas pengukuhan pengusaha kena pajak
(sebagai wajib pajak pertambahan nilai), dalam jangka waktu tujuh hari
sejak formulir pendaftaran diterima.
 Menerbitkan surat keputusan kelebihan pajak dalam jangka waktu satu
bulan setelah tanggal diajukannya surat keputusan kelebihan pajak oleh
wajib pajak.
 Menerbitkan sebuah surat perintah untuk membayar kelebihan pajak dalam
jangka waktu satu bulan setelah diajukannya surat keputusan kelebihan
pembayaran pajak.
 Menerbitkan surat keputusan angsuran/penundaan pembayaran pajak dalam
jangka waktu dari 3 bulan untuk angsuran/penundaan surat ketetapan pajak,
surat ketetapan pajak tambahan, serta surat pemberitahuan pajak dan dalam
waktu 10 hari untuk pengurangan angsuran pajak penghasilan.
 Memberikan suatu keputusan atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak
dalam waktu 3 bulan sejak diterimanya surat permohonan keberatan.
 Memberikan keputusan atas pengurangan/penghapusan bunga, denda, serta
kenaikan dan pengurangan/pembatalan terkait ketetap pajak dalam waktu 3
bulan sejak tanggal penerimaan permohonan.
 Merahasiakan data atau informasi mengenai wajib pajak yang telah
disampaikan.

10.3 Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak ini ialah perlawanan aktif yang berasal dari wajib pajak.
Hal ini dilakukan ketika SKP (Surat Ketetapan Pajak) belum dikeluarkan.
Penghindaran pajak ini dilakukan untuk mengindari kewajiban perpajakan atau
untuk mengurangi kewajiban perpajakan. Dalam perundang-undangan di Indonesia
penghindaran pajak belum diatur secara gamblang.

Target penerimaan pajak di tahun 2020 adalah sebesar Rp1642 triliun.


Target penerimaan pajak tersebut harus meningkatkan kewaspadaan petugas pajak
khususnya bagi Account Representative dan Pemeriksa Pajak seluruh KPP dalam
mengawasi dan memeriksa wajib pajak yang terindikasi melakukan praktik
penghindaran pajak.

Karakteristik dan Praktik

Karakteristik wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak dapat


dibedakan menurut golongan wajib pajak, mulai dari wajib pajak besar sampai
wajib pajak biasa-biasa saja. Wajib pajak besar cenderung memanfaatkan
kemampuan keuangannya yang besar untuk menyewa orang yang andal dan tahu
celah-celah di dalam undang-undang perpajakan sedangkan wajib pajak biasa
biasanya menahan untuk membeli, mempergunakan, bekerja pada sesuatu hal
untuk menghindari pengenaan pajak.

Praktik penghindaran pajak masih dilakukan karena adanya pepatah kuno


yang menyatakan “tak seorang pun suka membayar pajak”. Banyak cara dilakukan
wajib pajak dalam menghindari pajak. Cara yang dilakukan antara lain sebagai
berikut:
1. Pinjaman ke bank yang nominalnya besar

Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan memasukkan


bunga menjadi biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
kegiatan usaha. Wajib pajak meminjam ke bank dengan nominal yang besar
sehingga bunga pinjaman semakin besar pula, bunga pinjaman ini dibebankan
dalam laporan keuangan fiskal wajib pajak, tetapi pinjaman tersebut bukan untuk
menambah modal wajib pajak sehingga penjualan tidak berkembang dan membuat
keuntungan tidak bertambah.

2. Pemberian natura dan kenikmatan

Pemberian natura (kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh


pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu tidak boleh dibebankan menjadi biaya yang dapat dikurangkan.

Praktik ini misalnya pegawai diberi tunjangan beras (natura) di daerah yang
bukan daerah tertentu dalam bentuk beras utuh. Praktik ini sebenarnya tidak boleh
dibiayakan dalam laporan keuangan fiskal perusahaan karena beras tersebut bukan
merupakan penghasilan bagi karyawannya.

Perusahaan mencari cara agar pemberian natura tersebut dapat dibiayakan


dengan cara memberi tunjangan beras dalam bentuk uang. Bagi karyawan
tunjangan tersebut merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak sedangkan
bagi perusahaan tunjangan tersebut merupakan beban yang dapat dibiayakan dalam
laporan keuangan fiskal. Atas beban ini tetap dapat dibiayakan karena perusahaan
memberi uang kepada yayasan penyalur beras (hal ini bisa menjadi biaya yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf

3. Hibah

Hibah yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 UU No.36 tahun
2008 mengatur bahwa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dikecualikan dari objek Pajak. Harta hibahan
seperti tanah dan bangunan yang diberikan oleh kakek kepada cucunya merupakan
objek pajak karena harta hibahan yang diterima bukan dalam garis keturunan lurus
satu derajat.

Wajib pajak seperti kakek tersebut mencari celah agar tidak dikenakan PPh
dengan cara memberi harta hibahan ke Tn. A yang merupakan anak dari sang kakek,
kemudian harta yang secara sah sudah menjadi milik Tn. A diberikan lagi ke Tn. B
yang merupakan anak dari Tn. A (cucu sang kakek).

4. Pemanfaatan PP Nomor 23 tahun 2018

Pengusaha dan pelaku UMKM yang memiliki pendapatan kurang dari


Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak dapat membayar pajak sebesar 0,5 persen dari
peredaran brutonya. Pengusaha nakal dapat saja menggunakan fasilitas ini bila
wajib pajak tersebut memiliki usaha pribadi dan badan dengan cara memecah-
mecah laporan keuangan dari semua usaha wajib pajak tersebut.

Contoh kasus bila Tn. A memiliki usaha pribadi dengan peredaran bruto
sebesar lima miliar rupiah dan perusahaan CV. TXN yang dimiliki Tn. A dengan
peredaran bruto sebesar satu miliar rupiah. Tn. A memecah peredaran bruto usaha
pribadinya sebesar dua miliar rupiah ke CV. TXN yang dimiliki Tn.A.

10.4 Rahasia Jabatan

Pejabat/Tenaga Ahli dilarang memberitahukan rahasia Wajib Pajak kepada


pihak lain kecuali:
1. Sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan
2. Memberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkan Menteri
Keuangan
3. Untuk kepentingan negara
4. Untuk pemeriksaan perkara pidana/perdata atas permintaan hakim dengan
izin tertulis Menteri Keuangan
 Data dan Informasi Perpajakan:
Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain wajib memberikan
data dan informasi perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Apabila data dan
informasi perpajakan tidak mencukupi, Dirjen Pajak berwenang menghimpun dari
instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. Data dan informasi
perpajakan berupa informasi kegiatan/usaha, peredaran usaha, penghasilan
dan/atau kekayaan Wajib Pajak termasuk informasi tentang nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan
dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar
Direktorat Jenderal Pajak.
 Dasar Hukum
 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/2000 Tentang Pihak
Lain Yang Dapat Diberikan Keterangan Oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang
Ditunjuk Mengenai Segala Sesuatu yang diketahui atau Diberitahukan
Kepadanya Oleh Wajib Pajak Dalam Rangka Jabatan atau Pekerjaannya
untuk menjalankan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan
 Kerahasiaan
UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 34 ayat (1), PP Nomor 74 Tahun 2011 Yang wajib
merahasiakan keadaan wajib pajak antara lain :
 Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
 Tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu
dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 Data Yang Dirahasiakan
Sesuai penjelasan pasal 34 UU Nomor 28 Tahun 2007 Setiap pejabat, baik
petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan,
antara lain:
 Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh
Wajib Pajak;
 data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;
 dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat
rahasia;
 dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkenaan.
 Pengecualian
Pihak yang dikecualikan dari kewajiban merahasiakan keadaan wajib pajak
(UU Nomor 28 Tahun 2007 Ps 34 ayat (2), PP Nomor 74 Tahun 2011). Untuk
kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada
pejabat dan/atau tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) supaya
memberikan keterangan dan/atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang
Wajib Pajak kepada pihak tertentu yang ditunjuk dalam izin tertulis Menteri
Keuangan tersebut dalam hal :
 Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam
sidang pengadilan;atau
 pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk
memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi
Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang
keuangan negara.

Pihak yang dapat diberikan Keterangan oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang
Ditunjuk (UU Nomor 28 Tahun 2007 Ps 34 ayat (2a), 539/KMK.04/2000)
 Pejabat dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang
melakukan pemeriksaan di bidang keuangan negara yaitu Badan Pemeriksa
Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang
sedang menjalankan tugas sesuai dengan surat tugas yang diterima dan
ditunjukkan kepada pejabat atau tenaga ahli.
 Surat tugas sebagaimana dimaksud harus menyebutkan nama Wajib Pajak
dan keterangan yang ingin diketahui tentang Wajib Pajak yang
bersangkutan.

Dalam penjelasan dikatakan Keterangan yang dapat diberitahukan adalah


identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan
identiias Wajib Pajak meiiputi:
1. Nama wajib pajak
2. Nomor Pokok Wajib Pajak
3. Alamat wajib pajak
4. Alamat kegiatan usaha
5. Merk usaha, dan/atau
6. Kegiatan usaha wajib pajak
Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan meliputi :
1. penerimaan pajak secara nasional;
2. penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau
per Kantor Pelayanan Pajak;
3. penerimaan pajak perjenis pajak;
4. penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha;
5. jumlah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak terdaftar;
6. register permohonan Wajib Pajak;
7. tunggakan pajak secara nasional; dan/atau
8. tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per
Kantor Pelayanan Pajak.
 Kewajiban Memberikan Keterangan Atau Bukti
Sesuai pasal 35 dan 35 A UU Nomor 28 Tahun 2007 dikatakan apabila
dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan
pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak,
atau penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari
Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau
bukti yang diminta. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain,
wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada
Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
dengan memperhatikan ketentuan. Dalam hal pihak-pihak tersebut terikat oleh
kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau
penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut
ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas
permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.
Yang dimaksud dengan “konsultan pajak” adalah setiap orang yang dalam
lingkungan pekerjaannya secara bebas memberikan jasa konsultasi kepada Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam rangka
pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi
penerapan sistem self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak
lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi dimaksud
adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan
kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang
bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi
keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau
laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Direktorat
Jenderal Pajak.

10.5 Kuasa/wakil Wajib Pajak

Di Undang-undang KUP yang berlaku sekarang (sampai dengan 2018),


ketentuan tentang wakil diatur di Pasal 32 Undang-undang KUP. Tetapi di RUU
KUP baru (masih dalam pembahasan di DPR RI) ketentuan wakil di Pasal 11 dan
kuasa di Pasal 12 RUU KUP. Walaupun demikian, isinya mirip.

 Wakil Wajib Pajak adalah sebagai berikut:


 Badan diwakili oleh pengurus yang tercantum dalam akta pendirian badan
atau dokumen pendirian dan berdasarkan atas surat penunjukkan yang
ditandatangani oleh pimpinan yang berwenang;
 badan yang dinyatakan pailit diwakili oleh kurator;
 badan dalam pembubaran diwakili oleh orang atau badan yang ditugasi
untuk melakukan pemberesan;
 badan dalam likuidasi diwakili oleh likuidator;
 warisan yang belum terbagi diwakili oleh salah seorang ahli warisnya,
pelaksana wasiatnya, atau yang mengurus harta peninggalannya;
 anak yang berada di bawah perwalian diwakili oleh wali; atau
 orang yang berada di bawah pengampuan diwakili oleh pengampunya.

Termasuk dalam pengertian pengurus adalah orang yang nyata-nyata


mempunyai wewenang ikut menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan
dalam menjalankan perusahaan. Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang
dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka
menalankan kegiatan perusahaan, misalnya:

 berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga,


 menandatangani cek, dan sebagainya

Walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus


yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, termasuk dalam
pengertian pengurus. Ketentuan ini berlaku pula bagi komisaris dan pemegang
saham mayoritas atau pengendali. Hal ini diatur di Pasal 32 ayat (4) Undang-undang
KUP.

 Kuasa Wajib Pajak:

Yang dimaksud dengan kuasa wajib pajak adalah orang yang menerima kuasa
khusus dari Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan tententuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan. Wajib Pajak atau wakil wajib pajak
menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk melaksanakan hak
dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu. Seorang kuasa hanya
mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu sesuai dengan surat kuasa.
Jadi, dalam surat kuasa khusus harus menyebutkan hak dan/kewajiban perpajakan
apa yang dikuasakan. Kuasa terdiri dari dua macam :

1. konsultan pajak; atau


2. karyawan wajib pajak.

Baik konsultan pajak maupun karyawan wajib pajak harus memenuhi


persyaratan (Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan nomor 449/PMK.03/2014):

1. menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;


2. memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa;
3. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
4. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Tahun
5. Pajak terakhir, kecuali terhadap seorang kuasa yang Tahun Pajak terakhir
belum
6. memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan; dan
7. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.

Seorang konsultan pajak dianggap menguasai ketentuan peraturan


perpajakan jika konsultan pajak tersebut telah memiliki izin praktek konsultan
pajak. Sedangkan karyawan dianggap menguasasi kententuan peraturan perpajakan
jika:

 sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga


pendidikan kursus brevet pajak;
 ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, sekurang-kurangnya tingkat
Diploma III, yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta
dengan status terakreditasi A; atau
 sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan oleh Panitia Penyelenggara
Sertifikasi Konsultan Pajak.

Pada saat membuat surat kuasa khusus, Wajib Pajak atau wakil Wajib Pajak
harus mencantumkan informasi berikut dalam surat kuasa khusus:

 nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai serta Nomor Pokok Wajib
Pajak dari Wajib Pajak pemberi kuasa;
 nama, alamat, dan tanda tangan serta Nomor Pokok Wajib Pajak penerima
kuasa; dan
 hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan yang
mencakup keperluan perpajakan, jenis pajak, dan Masa Pajak/Bagian Tahun
Pajak/Tahun Pajak.

Satu kebiasaan yang dilakukan oleh para konsultan pajak adalah


melimpahkan kuasa kepada bawahan konsultan pajak. Hal ini tidak diperbolehkan!
Seorang kuasa tidak dapat melimpahkan kuasa yang diterima dari Wajib Pajak
kepada orang lain. Tetapi kuasa boleh membuat surat penunjukkan untuk
menyampaikan dan/atau menerima dokumen perpajakan tertentu yang diperlukan
kepada dan/atau dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

Tidak ada persyaratan khusus untuk surat penunjukkan. Siapa pun boleh
ditunjuk unutk menerima dokumen atau menyampaikan dokumen ke kantor pajak.
Dokumen yang dimaksud misalnya melaporkan SPT Tahunan, SPT Masa,
menyampaikan surat permohoanan. Dalam hal wajib pajak sedang diperiksa,
biasanya pemeriksa pajak meminta dokumen pembukuan wajib pajak. Dengan surat
penunjukkan, siapapun boleh memberikan dokumen milik wajib pajak. Atau jika
proses pemeriksaan selesai, pihak yang ditunjuk menerima pengembalian dokumen
dari pemeriksa.
BAB 2
PENUTUP
10.6 Kesimpulan
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dengan demikian, penjelasan lebih lanjut mengenai Wajib Pajak dijelaskan lebih
lanjut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 tahun 2008 (UU PPh).

Karakteristik wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak dapat


dibedakan menurut golongan wajib pajak, mulai dari wajib pajak besar sampai
wajib pajak biasa-biasa saja. Wajib pajak besar cenderung memanfaatkan
kemampuan keuangannya yang besar untuk menyewa orang yang andal dan tahu
celah-celah di dalam undang-undang perpajakan sedangkan wajib pajak biasa
biasanya menahan untuk membeli, mempergunakan, bekerja pada sesuatu hal
untuk menghindari pengenaan pajak.

Pejabat/Tenaga Ahli dilarang memberitahukan rahasia Wajib Pajak kepada


pihak lain kecuali:
1. Sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan
2. Memberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkan Menteri
Keuangan
3. Untuk kepentingan negara
4. Untuk pemeriksaan perkara pidana/perdata atas permintaan hakim dengan
izin tertulis Menteri Keuangan

Anda mungkin juga menyukai