Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
Ida Ayu Mirah Dwi Sasmitha (2007531266 / 32)
Ni Ketut Puspita Gayatri (2007531257 / 31)
Ni Made Ayu Novitarini (2007531270 / 33)
Dosen Pengampu :
Dr. I Ketut Budiartha, S.E., M.Si., Ak., CPA
Objek Pajak
Objek pajak merupakan suatu objek yang dapat berupa barang, kegiatan
atau peristiwa yang menjadi sasaran dalam pajak yang akan dikenakan wajib pajak.
Objek pajak diklasifikasikan menjadi:
1. Objek Pajak berupa Kekayaan, yaitu harta yang dimiliki seseorang
dapat berupa harta berwujud, tak berwujud, bergerak dan tak gerak
dengan ukuran harta tersebut mempunyai nilai sosial dan nilai
ekonomis. Nilai Sosial yang dimaksud adalah kekayaan itu
mempunyai nilai dalam kehidupan masyarakat. Harta mempunyai
fungsi sosial berarti harta tersebut diperlukan dalam kehidupan sosial.
Sedangkan nilai ekonomis yaitu harta tersebut dapat dinilai dengan
uang.
2. Objek Pajak berupa penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
3. Objek Pajak berupa Kegiatan dalam Lalu lintas Hukum, objek pajak
ini berupa suatu peristiwa yang menimbulkan adanya transaksi/ tukar
menukar barang / jasa kena pajak.
Hak Fiskus
Penghindaran pajak ini ialah perlawanan aktif yang berasal dari wajib pajak.
Hal ini dilakukan ketika SKP (Surat Ketetapan Pajak) belum dikeluarkan.
Penghindaran pajak ini dilakukan untuk mengindari kewajiban perpajakan atau
untuk mengurangi kewajiban perpajakan. Dalam perundang-undangan di Indonesia
penghindaran pajak belum diatur secara gamblang.
Praktik ini misalnya pegawai diberi tunjangan beras (natura) di daerah yang
bukan daerah tertentu dalam bentuk beras utuh. Praktik ini sebenarnya tidak boleh
dibiayakan dalam laporan keuangan fiskal perusahaan karena beras tersebut bukan
merupakan penghasilan bagi karyawannya.
3. Hibah
Hibah yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 UU No.36 tahun
2008 mengatur bahwa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dikecualikan dari objek Pajak. Harta hibahan
seperti tanah dan bangunan yang diberikan oleh kakek kepada cucunya merupakan
objek pajak karena harta hibahan yang diterima bukan dalam garis keturunan lurus
satu derajat.
Wajib pajak seperti kakek tersebut mencari celah agar tidak dikenakan PPh
dengan cara memberi harta hibahan ke Tn. A yang merupakan anak dari sang kakek,
kemudian harta yang secara sah sudah menjadi milik Tn. A diberikan lagi ke Tn. B
yang merupakan anak dari Tn. A (cucu sang kakek).
Contoh kasus bila Tn. A memiliki usaha pribadi dengan peredaran bruto
sebesar lima miliar rupiah dan perusahaan CV. TXN yang dimiliki Tn. A dengan
peredaran bruto sebesar satu miliar rupiah. Tn. A memecah peredaran bruto usaha
pribadinya sebesar dua miliar rupiah ke CV. TXN yang dimiliki Tn.A.
Pihak yang dapat diberikan Keterangan oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang
Ditunjuk (UU Nomor 28 Tahun 2007 Ps 34 ayat (2a), 539/KMK.04/2000)
Pejabat dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang
melakukan pemeriksaan di bidang keuangan negara yaitu Badan Pemeriksa
Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang
sedang menjalankan tugas sesuai dengan surat tugas yang diterima dan
ditunjukkan kepada pejabat atau tenaga ahli.
Surat tugas sebagaimana dimaksud harus menyebutkan nama Wajib Pajak
dan keterangan yang ingin diketahui tentang Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Yang dimaksud dengan kuasa wajib pajak adalah orang yang menerima kuasa
khusus dari Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan tententuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan. Wajib Pajak atau wakil wajib pajak
menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk melaksanakan hak
dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu. Seorang kuasa hanya
mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu sesuai dengan surat kuasa.
Jadi, dalam surat kuasa khusus harus menyebutkan hak dan/kewajiban perpajakan
apa yang dikuasakan. Kuasa terdiri dari dua macam :
Pada saat membuat surat kuasa khusus, Wajib Pajak atau wakil Wajib Pajak
harus mencantumkan informasi berikut dalam surat kuasa khusus:
nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai serta Nomor Pokok Wajib
Pajak dari Wajib Pajak pemberi kuasa;
nama, alamat, dan tanda tangan serta Nomor Pokok Wajib Pajak penerima
kuasa; dan
hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan yang
mencakup keperluan perpajakan, jenis pajak, dan Masa Pajak/Bagian Tahun
Pajak/Tahun Pajak.
Tidak ada persyaratan khusus untuk surat penunjukkan. Siapa pun boleh
ditunjuk unutk menerima dokumen atau menyampaikan dokumen ke kantor pajak.
Dokumen yang dimaksud misalnya melaporkan SPT Tahunan, SPT Masa,
menyampaikan surat permohoanan. Dalam hal wajib pajak sedang diperiksa,
biasanya pemeriksa pajak meminta dokumen pembukuan wajib pajak. Dengan surat
penunjukkan, siapapun boleh memberikan dokumen milik wajib pajak. Atau jika
proses pemeriksaan selesai, pihak yang ditunjuk menerima pengembalian dokumen
dari pemeriksa.
BAB 2
PENUTUP
10.6 Kesimpulan
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dengan demikian, penjelasan lebih lanjut mengenai Wajib Pajak dijelaskan lebih
lanjut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 tahun 2008 (UU PPh).