Anda di halaman 1dari 58

SURGICAL PROCEDURE IN MEDICALLY COMPROMISED PATIENTS

drg. Abul Fauzi, Sp. BM

Pendahuluan

 Kondisi medis yang ada dapat menempatkan pasien pada risiko yang lebih tinggi selama
pembedahan
 Manajemen pasien tersebut pada perawatan dental (termasuk ekstraksi gigi) membutuhkan
modifikasi bergantung dengan kondisi medis mereka

Perioperatif

Preoperatif  intraoperative  postoperative

Tujuan

 Mengoptimalkan keadaan pasien


 Memahami, mengenail, dan mengobati keadaan yang berpotensi penyulit selama dan pasca
bedah
 Mengupayakan keseimbangan antara risiko dan manfaat prosedur yang dilaksanakan

Evaluasi Perioperatif

 Identifikasi penyakit penyerta


 Optimalkan keadaan pasien
 Kenali faktor risiko operasi
 Kenali keadaan yang berpotensi penyulit – intra dan post operasi
 Upayakan keseimbangan antara risiko dan manfaat prosedur

Kondisi Medis yang Umum

 Diabetes Mellitus
o Suatu penyakit yang secara klinis dan genetik bersifat metabolic heterogen yang
ditandai dengan kenaikan abnormal tingkat glukosa darah (hiperglikemia) dan
disregulasi karbohidrat, protein, dan metabolisme lipid
Defek pada Resistensi sel
sekresi insulin tubuh terhadap
dari pankreas -> aksi insulin -->
Tipe 1 Tipe 2

Hiperglikemia
kronis

o Hiperglikemia kronis menyebabkan masalah


Mikrovaskular : sel, ginjal, mata
Makrovaskular : otak, jantung, otot
o Komplikasi pembedahan :
Hiperglikemia  vasculopathy  infeksi
o Cara mendiagnosis :
Pengambilan riwayat – 3P : Poliphagia, Polidipsi, Poliuria, Penurunan berat badan,
Neuralgia
Pemeriksaan fisik
Laboratorium
o Diagnosis Diabetes :
1. 3 P + GDS ≥200 mg/dl
2. GDP ≥126 mg/dl
3. TTGO ≥200 mg/dl
4. HbA1c ≥6.5
o Perioperatif Pasien Diabetes
Masalah :
Prosedur pembedahan lebih banyak
25% pasien diabeters akan membutuhkan pembedahan
Meningkatkan morbiditas dan mortalitas postoperative
Risiko yang lebih tinggi untuk komplikasi dari pembedahan daripada orang non –
diabetes

Diabetes yang Stress akibat


tidak terkontrol pembedahan

Hiperglikemia
pada
perioperatif

o Manifestasi Oral dan Komplikasi :


Meningkatkan risiko infeksi
Alasan kurang diketahui, tetapi metabolisme makrofag berubah dengan inhibisi
fagositosis
Neuropathy peripheral dan sirkulasi perifer yang buruk
Defisiensi imun
Produksi Ab menurun
Infeksi Candida lebih sering dengan ditambah efek xerostomia
o Tujuan Manajemen Perioperatif
Menghindari hiperglikemia
Menghindari hipoglikemia
Menghindari hilangnya cairan dan abnormalitas elektrolit
Menghindari dekompensasi metabolic
Menurunkan morbiditas dan mortalitas
 SEHINGGA DAPAT MENURUNKAN RISIKO KOMPLIKASI SELAMA DAN
SETELAH POST OPERATIVE
o Fakta Mengenai Kontrol Glikemik yang Baik
Kontrol glikemik yang optimal pada periode perioperative menurunkan tingkat
infeksi dan komplikasi lain
Terdapat berbagai bukti bahwa kontrol glukosa yang agresif pada pasien DM yang
akan menjalani pembedahan menurunkan mortalitas dan morbiditas
Terdapat hubungan yang kuat antara kontrol glukosa pre operatif dan tingkat infeksi
post operatif
Risiko relatif untuk infeksi post operatif yang serius adalah 5.7 kali lebih tinggi
dibandingkan normalnya ketika tingkat glukosa serum > 220 mg/dl
 Penyakit Kardiovaskular
o Documented or asymptomatic ischaemic heart disease (IHD)  ECG
o Disfungsi ventrikel kiri, dan valvular heart disease (VHD)  echocardiography
o Endocarditis
o Yang menjalani prosedur yang berhubungan dengan hemodinamik panjang dan cardiac
stress
o Cara Mendiagnosis :
Pengambilan riwayat – medikasi oral : isosorbide, aspirin
Pemeriksaan fisik : JVP, murmur, bunyi jantung tambahan, heart enlargement,
arritmia
ECG – Echocardiography
o Infective Endocarditis
Salah satu faktor pencetus endocarditis infektif adalah ekstraksi gigi atau tindakan
lain pada mulut  AB Profilaksis
Sumber infeksi di mulut dan gigi, sisa akar, pulpitis kronik, periodontal pocket dan
penyakit periodontal lainnya, penyakit periapical kronis dan gigi nonvital yang
tidak dirawat
Mikroorganisme, staphylococcus aureus, selain itu streptococcus fecalis,
streptococcus dan staphylococcus lain, bakteri gram negatif aerob dan anaerob,
jamur, virus, ragi, dan candida
Diagnosis :
 Pengambilan riwayat :
 Gejala umum termasuk demam, anemia, kultur darah positif, dan heart
murmur
 Gejala lain dapat termasuk kelelahan, penurunan berat badan, keringat
dingin, anorexia, dan arthralgia

 Pemeriksaan fisik :
 Petechiae, dapat terjadi pada kulit atau jaringan mukosa dan linear
hemorrhage dapat terlihat dibawah kuku
 Osler’s node (subkutan), Janeway lesion (datar, tidak lunak, bintik
kemerahan pada telapak tangan dan tapak kaki yang memutih pada
tekanan dan retinal hemorrhage dapat terjadi
Revised AHA Guidelines on Prophylaxis for Infective Endocarditis (2007)
Profilaksis direkomendasikan pada semua prosedur dental yang meliputi manipulasi
jaringan gingival atau daerah periapical gig atau perforasi mukosa oral hanya untuk
pasien yang memiliki resiko tinggi adverse outcome dari infective endocarditis
 Epilepsy
o Sistem yang kompleks, terdiri dari serangan paroxysmal berulang yang tidak sadar dan
biasanya terjadi spasme otot tonik / klonik
o Sering terjadi fraktur pada gigi
o Ekstraksi Gigi pada Pasien Epilepsi
Jadwalkan pasien pada pagi hari
Pastikan pasien telah meminum obat-obatan mereka  Phenytoin efektif dalam
mengontrol kejang, namun dapat menyebabkan hiperplasia gingiva
Konsultasi dengan dokter sebelum ekstraksi gigi untuk penambahan antikonvulsan
atau medikasi sedative
Aspirin dan NSAIDs sebaiknya tidak diadministrasikan pada pasien yang
meminum valproic acid
Propoxyphene (obat analgesic) dan erythromycin tidak diberikan pada pasien yang
meminum carbamazepine
Waspada gejala yang mengindikasikan awal kejang
Bersiap untuk menangani kejang apabila terjadi pada klinik dental
 Tempatkan pasien pada lantai
 Menjaga jalur napas
 Pasangkan oksigen
 Mencegah terjadinya tongue bite
 Administrasikan 5 – 10 mg diazepam IV
 Kelainan Hematologi
o Diagram :
Leukosit abnormal  Anemia  Gangguan platelet  Kelainan hematologi
o Kelainan hemostatic :
Primer :
 Gangguan platelet
 Waktu perdarahan lebih lama
 Petechiae dan purpura

Sekunder :
 Defisiensi faktor koagulasi
 Perdarahan dalam yang terlambat
 Hemarthrosis

o Sirkulasi platelet
Platelet normal : 150000 – 400000
95% dari manusia yang sehat memiliki jumlah platelet pada range tersebut
Masa hidup normal 7 – 10 hari
Sekitar 1/3 terjebak dalam limpa
Thrombocytopenia adalah keadaan ketika jumlah platelet < 150000 per microliter
Fungsi :
 Pembentukan mechanical plug selama respon hemostatic normal terhadap
injury vascular
 Fungsi platelet adalah pemeliharaan hemostasis
 Hal ini dapat dicapai dengan pembentukan thrombi, ketika terjadi cidera pada
endothelium pembuluh darah
 Sebaliknya, pembentukan thrombus harus diinhibisi ketika tidak terjadi cidera
pada endothelium
Abnormalitas platelet :
 Thrombocytopenia : Resiko perdarahan
 Kegagalan dalam produksi platelet
 Naiknya tingkat kehilangan platelet pada sirkulasi
 < 150000/mm3
 Pada fungsi platelet normal, thrombocytopenia jarang merupakan
penyebab perdarahan kecuali jumlahnya < 50000/mm3
 30000 – 50000/mm3 : memar dengan trauma minor
 15000 – 30000/mm3 , memar spontan akan terlihat (umumnya pada lengan
dan kaki)
 Diagnosis :
 Pengambilan riwayat
- Epistaxis
- Metromenorrhagia
- Sering terjadi perdarahan gusi
- Medikasi
 Pemeriksaan fisik
- Purpura
- Petechiae
- Hemorrhage mukosa
- Splenomegaly
 Pemeriksaan lab  < 150000

 Thrombocytosis : thrombosis, gangguan myeloproliferative

 Penyakit Renal
o Masalah potensial termasuk :
1. Prolonged half – life of renal excreted drugs
2. Anemia
3. Kecenderungan perdarahan
4. Retensi cairan dengan masalah elektrolit
5. Terapi antikoagulan  kecenderungan perdarahan
6. Penyembuhan luka terganggu
7. Infeksi sekunder
8. Hipertensi
9. Infeksi
10. Renal osteodystrophy (hypocalcaemia)
o Ekstraksi gigi pada pasien dengan gangguan ginjal :
Progression to CRF menyebabkan kebutuhan untuk dialysis dan kemungkinan
transplantasi
Perawatan dental sebaiknya dilakukan sehari setelah dialysis
Pasien CRF dapat sedang mengkonsumsi kortikosteroid dan obat-obatan
immunosupresi lainnya  meningkatkan kerentanan infeksi  antibiotik
profilaksis
Anastesi lokal aman kecuali ada kecenderungan perdarahan yang parah 
profilaksis hemostatic sebelum pembedahan
Mencegah obat-obatan yang bergantung pada metabolisme ginjal, seperti :
 Tetracycline (antibiotik aminoglycoside) harus dicegah pada gagal ginjal
kronis
 Aspirin dan NSAIDs
 Kodein dan dyhydrocodein lebih dipilih sebagai analgesic
 Acetaminophen dapat digunakan sebagai analgesic dan diazepam sebagai
sedasi
Apabila GA dibutuhkan, pasien dapat diberikan cairan IV sebelum tindakan untuk
mencegah dehidrasi dan deplesi garam
Risiko fraktur mandibula selama ekstraksi oleh akibat renal bone disease (renal
osteodystrophy)
o Dialysis
Respon imun menurun  administrasi antibiotik
Administrasi heparin  dapat menyebabkan komplikasi selama ekstraksi dan
bedah mulut
Ekstraksi gigi sebaiknya dilakukan sehari setelah dialysis ketika antikoagulan
minimal dan keuntungan dialysis maksimal
GA dapat bersifat hazardous bagi pasien karena berhubungan dengan hipertensi,
arterioscelorsis, dan anemia
 Asthma Bronchial
o Obstruksi keseluruhan jalan napas yang pada taham awal bersifat paroxysmal dan
reversible  kontraksi otot bronchial, pembengkakan mukosa dan peningkatan
produksi mukus  wheezing
o Implikasi medis :
Fungsi paru-paru terbatas
Dyspnea
Risiko terjadinya acute respiratory distress
Hypoxaemia kronis
o Ekstraksi gigi pada pasien asthma bronchial
Mencegah kecemasan, waktu kunjungan yang lama, dan pemicu asthma
Penggunaan anastesi umum atau regional harus didiskusikan dengan dokter umum
Pilihan perawatan ditunda pada pasien asthma yang parah hingga mereka berada
pada keadaan yang lebih baik
Pasien sebaiknya tidak ditangani ketika sedang sakit, contoh : gejala flu
Mencegah penggunaan anastesi lokal yang mengandung vasokonstriktor
Mencegah penggunaan aspirin dan NSAIDs
Mencegah penggunaan antihistamin seperti promethazine dan diphenhydramine 
efek kering  eksaserbasi pembentukan mukus tenacious pada serangan akut
Vigilant preventive regimen  steroid prophylaxis as indicated (salbutamol,
inhaled steroid, or systemic steroid)
 Gangguan Liver
o Komplikasi potensial :
Detoksikasi obat yang terganggu
Gangguan perdarahan
Transmisi virus hepatitis
Edema sekunder akibat hypoalbuminemia
o Ekstraksi gigi pada pasien dengan gangguan liver :
Gangguan perdarahan  cek PT, PTT, INR, jumlah platelet
Oleh karena :
 Thrombocytopenia
 Penurunan faktor pembekuan
 Fibrinolysis yang berlebihan
 Absorpsi vitamin K terganggu
Edema sekunder akibat hypoalbuminemia  penyembuhan terganggu
Kegagalan metabolisme berbagai obat  mencegah obat-obatan hepatotoxic
Antimikroba seperti penicillin, cephalexin dan cefazolin dapat dengan aman
digunakan pada dosis normal
Acetaminophen dapat digunakan untuk analgesia dengan dosis dibawah normal
Aspirin dan NSAIDs sebaiknya dicegah karena memiliki resiko perdarahan
lambung
Obat antifungal miconazole dikontraindikasikan apabila terjadi gangguan hepar dan
fluconazole membutuhkan pengurangan dosis
Anastesi lokal  lidocaine, mepicaine, prilocaine atau articaine lebih baik
digunakan daripada lidocaine
 Hipertensi
o Sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau diastolik ≥ 90 mmHg
o Faktor risiko stroke, penyakit arteri coroner, penyakit ginjal kronis
o Alasan medis paling umum untuk menunda pembedahan
o Aktivasi symphatetic selama induksi anatesi dapat menyebabkan tekanan darah
meningkat hingga 20 – 30 mmHg dan denyut jantung meningkat hingga 15 – 20 denyut
per menit pada individu normotensive
o Anastesi (inhibisi saraf simpatis)  hipotensi (gangguan perfusi)

o JNC VII
o Cara Mendiagnosis :
Pengambilan riwayat
Pemeriksaan fisik – sphygmomanometer
o Manajemen Perioperative
Tindakan elektif : pengendalian hipertensi selama rawat jalan (beberapa minggu)
Tindakan emergensi : antihipertensi IV (konsul)
Hipertensi ringan – sedang yang tidak mendapat resep (TDD 90 – 100 mmHg),
operasi (kecuali operasi plastic, retina, neurologi) dapat dilakukan, dan
antihipertensi segera diberikan setelah operasi
Hipertensi terkontrol obat, terapi lanjut hingga pagi jelang operasi
 Infeksi
o Infeksi Human Immunodeficiency Virus / AIDS
Progresifitas penyakit HIV umumnya tidak dipengaruhi operasi
Komplikasi pasca operasi pada ODHA dikaitkan status imnnya dan infeksi
aportunistik serta komplikasi yang sudah ada serta berat ringannya operasi
Risiko berkaitan dengan jumlah CD4 dan viral load
Makin rendah CD4 (200 sel / ml) dan makin tinggi viral load (300000 kopi / cc)
makin besar risiko dapat komplikasi
Risiko komplikasi operasi berhubungan dengan rendahnya kadar albumin
praoperasi
Risiko Penularan HIV
 Petugas kesehatan memiliki risiko tertular
 Melalui tusukan jarum atau tergores alat tajam yang terkontaminasi darah yang
mengandung HIV
 Paparan melalui mukosa atau kulit yang tidak intak
 Jika terpapar, harus sesegera mungkin mendapat obat antiretroviral pencegahan
dalam waktu 36 jam pasca paparan (lapor tim AIDS RS)
CARA RASIONAL MENEGAKKAN DIAGNOSIS

Dr. drg. Muh. Ruslin, M.Kes., Sp. BM, Ph.D

Pendahuluan

Penegakan suatu diagnosis pada tingkat klinis atau laboratoris mengharuskan pemeriksaan
melalui beberapa jalur. Mendapatkan gambaran mengenai faktor lokal dan sistematis adalah
sangat penting, kemudian disertai pemeriksaan terhadap pasien serta penyusunan diagnosis
banding dan akhirnya diagnosis pasti

Pengumpulan Informasi

Pencatatan identitas pasien meliputi :

1. Nama Pasien  dicatat dengan benar sesuai yang dimaksud pasien


2. Umur  diperlukan untuk mengetahui apakah masih proses pertumbuhan, struktur jaringan
keas, dosis obat
3. Alamat  agar operator dapat menghubungi pasien dengan cepat bila diperlukan, mudah
komunikasi
4. Jenis kelamin  berhubungan segi psikologi perawatan, wanita lebih sensitive  perawatan
lemah lembut, lebih telaten, faktor hormonal, hamil, estetik / penampilan
5. Pendidikan  sangat penting agar operator dapat menyesuaikan cara memberi penjelasan,
motivasi
6. Pekerjaan  sangat berhubungan dengan perawatan, penampilan, estetik, kekuatan,
ekonomi

Anamnesis

Dari kata Yunani artinya mengingat kembali. Yaitu suatu cara pemeriksaan yang dilakukan
dengan wawancara baik langsung pada pasien (auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber
lain (allo anamneses). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnese.

Tujuan Anamnesis :

 Untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai penyakit passion


 Membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa penyakit yang sudah dapat
ditegaskan dengan anamneses saja
 Menetapkan diagnosa banding
 Membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya

Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis meliputi :

 Keluhan utama : yang menyebabkan penderita datang berobat kemudian ditanya keluhan
tambahan. Keluhan utama tidak harus sejalan dengan diagnosa utama. Walaupun jika
tampaknya terdapat beberapa keluhan yang saling berhubungan erat.
 Dari keluhan yang telah dikemukakan itu akan dapat diketahui :
o Apa maksud kedatangan pasien
o Apakah keluhan itu memungkinkan untuk ditanggulangi
o Apakah keluhan itu menyangkut faktor fungsional
o Apakah ada rasa sakit?
o Kalau sakit :
Sakitnya sejak kapan?
Apakah ada hubungan dengan makanan, minuman, manis dan dingin?
Apakah sakit terus menerus, sebentar sakit kemudian hilang?
Apakah spontan, atau muncul bila ada rangsangan?
Apakah masih bisa menunjuk daerah yang sakit?
Sakitnya menjalar apa tidak?
Obat yang pernah digunakan pada saat sakit apa saja?
 Riwayat Perjalanan Penyakit
o Harus disusun secara kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan pasien sejak
sebelum terdapat keluhan sampai dibawa berobat
o Bila sudah berobat sebelumnya, ditanyakan kapan, dengan siapa, serta obat apa yang
telah diberikan
o Perkembangan penyakit kemungkinan terjadinya komplikasi
o Pada penyakit keturunan perlu ditanyakan apakah saudara sedarah ada yang mempunyai
penyakit alergi, dll
o Ditanyakan keadaan atau penyakit yang mungkin berkaitan dengan penyakit sekarang.
Misal : penyakit sistemik
o Keluhan dan gejala tambahan ditanyakan secara teliti
o Perlu diketahui mengenai keluhan / gejala sebagai berikut :
Lamanya keluhan berlangsung
Bagaimana sifat-sifat terjadinya gejala, apakah mendadak, perlahan-lahan, atau
terus menerus (ada hubungan dengan akut / kronis)
Untuk keluhan lokal harus dirinci lokalisasi dan sifatnya : menetap, menjalar,
menyebar
Berat ringannya keluhan  apakah menetap, bertambah berat atau berkurang
Apakah keluhan tersebut baru pertama kali / sudah pernah sebelumnya
Apakah terdapat saudara sedarah yang menderita keluhan yang sama
o Riwayat penyakit sekarang : yakni sejak pasien menunjukkan gejala pertama sampai
saat dilakukan anamnesis yaitu :
Gejala yang menyertai
a. Nyeri (kualitas)
b. Disfungsi (trismus)
c. Keluhan sistemik (demam, malaise, dll)
Perubahan pada tempat keluhan
a. Ukuran
b. Kecepatan perubahan
c. Warna
Waktu ketika pembengkakan / gejala lain dirasakan  saat apa
Perubahan transmisi saraf  kesemutan (parastesia), mati rasa (anesthesia)
Alergi  makanan, obat-obatan, kosmetik dll
Trauma  pembedahan, kecelakaan
 Riwayat Penyakit Sistemik
Tujuan untuk mengetahui :
o Adakah penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi kondisi oral
o Penyakit yang kemungkinan dapat menular ke operator
o Apakah sekarang masih sementara perawatan
o Penyakit sistemik yaitu : HT, DM, HIV/AIDS, Hepatitis, Asthma, TBC, dan jantung

Pemeriksaan Objektif

 Keadaan Umum
o Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum yang
mencakup :
Kesan keadaan sakit  apakah sakit ringan, sedang, berat
Lemah, lesu, letih
Kesadaran
Kesan status gizi  proporsi tubuh kurus, gemuk
o Tanda-tanda vital
Nadi
Tekanan darah
Pernafasan
Suhu
A. Ekstra Oral
1. Inspeksi
Pemeriksaan klinis pembengkakan wajah. Dimulai dengan deskripsi yang akurat
(ukuran, bentuk, konsistensi). Informasi ini memberi petunjuk utama kearah diagnosis
 Lokasi Anatomi
o Wajah :
Sepertiga atas (infra orbital sampai garis batas rambut)
Sepertiga tengah (bibir atas sampai infra orbital)
Sepertiga bawah (dagu sampai bibir atas)
o Kelenjar Getah Bening

1 = submental
2 = submandibular
3 = supraclavicular
4 = retropharyngeal
5 = buccal
6 = superficial cervical
7 = jugular
8 = parotid
9 = retroauricular &
occipital
2. Palpasi
Informasi klinis yang dinyatakan meliputi tekstur, suhu, konsistensi, nyeri
3. Perkusi
Jarang digunakan pada pemeriksaan klinis pembengkakan wajah
B. Intra Oral
 Mukosa pipi

 Palatum  Kelainan struktur gigi


 Dasar mulut  Ukuran gigi
 Lidah  Kelainan jumlah gigi
 Gingiva  Gigi dalam kondisi karies
 Karang gigi o Karies superfisial
 Poket o Karies media
 Oklusi o Karies profunda
 Oral hygiene

Pemeriksaan Tambahan
 Data laboratoris meliputi hasil dari :
Pemeriksaan radiografis memperkuat temuan klinis dan dilakukan setelah pemeriksaan
klinis
a. Radiografis wajah :
o Panoramik
o Oklusal
o Periapical
b. Radiologi khusus
o Arterografi, digunakan untuk membedakan lesi vaskuler, malformasi
o Magnetic resonance imaging (MRI) untuk jaringan lunak
o Sialografi, untuk diagnosis jenis penyakit kelenjar ludah
 Tes Laboratorium
a. Hitung sel darah lengkap
b. Serologi
 Teknik Diagnostik Jaringan
a. Biopsy
b. Biakan dan tes sensitivitas
ASEPSIS DAN ANTISEPSIS DALAM TINDAKAN BEDAH MULUT

drg. Muh. Ruslin, Sp. BM

MULUT Streptococcus salivarius

Streptococcus mutans

Streptococcus viridans
BAKTERI
Staphylococcus

Dypteroid

Lactobacillus

Sphyrochaeta anaerobic

Bacteriodes

Dll

Perlekatan bakteri pada sel diibaratkan dengan tangan yang selalu siap untuk menerkam

Infeksi

Sel Bakteri Eksotoksin & endotoksin Sel host

Mempertahankan diri,
Mengirimkan sel-sel darah

Gejala
Peradangan
Tubuh
(Tumor,
Rubor)

Sistem pertahanan tubuh


Sistem pertahanan hematome
rendah & patogenitas
tubuh baik
bakteri tinggi


PROSES
INFLAMASI  INFEKSI
PENYEMBUHAN
Infeksi menyebabkan Gangguan fungsi
laesa organ

Keras dan kenyal


Kelenjar-kelenjar (Peradangan kronis)
(mempertahankan Bila dipalpasi
diri)
Lunak dan sakit
(Peradangan akut)

ASEPSIS Suatu tindakan untuk


mengurangi atau
mengeliminasi
kontaminan
(mikroorganisme)
khususnya dalam suatu
Prinsip-prinsip asepsis proses operasi untuk
harus diperhatikan karena menghindari infeksi
ini merupakan suatu
tindakan yang sangat
membantu dalam
penyembuhan penyakit

Hal yang Harus Diperhatikan dalam Bedah Mulut

 Kebersihan dan kesterilan alat


o Sebaiknya gunakan spon kasa lembut dengan air steril selama prosedur operasi untuk
menyeka instrument dan menghilangkan debris organic dan darah
o Lumen sunction atau kanul harus dibilas dengan air untuk menghilangkan darah atau
cairan, yang dapat kering dan melekat di permukaan
o Gunaka spon tidak berserat untuk menyeka mikrooganisme dan pada ujung-ujung halus
yang lain
o Alat tajam, potong dan berlistrik ditangani tersendiri untuk menghindari kerusakan alat-
alat operasi
o Alat yang terlalu besar untuk dimasukkan dapat dilapisi dengan handuk yang telah
direndam dalam air untuk menjaga agar debris organic dan darah tidak mengering di
atas permukaan instrument

Setelah dibersihkan, alat-alat kemudian disterilkan dari segala mikroorganisme baik


vegetatif maupun spora

 Ruang operasi
o Langit-langit, dinding dan lantai harus didesinfeksi secara teratur
o Ruangan harus bebas dari kontaminasi bakteri sebagus mungkin
o Orang dalam ruangan operasi harus terbatas pada personil-personil operasi
o Ruang operasi kontemporer harus dibangun dengan lantai yang kondusif
o Kanul nasal sekali pakai didesain untuk dibuang setelah sekali pakai. Masker nasal dan
pipa-pipa yang mengarahkan masker dari sumber gas sebaiknya merupakan barang
sekali pakai
 Persiapan operasi
o Alas kaki yang kondusif
o Pakaian scrub
o Penutup kepala operasi
o Penutup mata
o Masker
o Teknik pencucian tangan (Teknik Scrubbing)  dengan menggunakan alat dan bahan
seperti : sikat, sabun (atau deterjen hexachlorophene) dan air serta alcohol yang
digunakan untuk menggosok tangan dan lengan bawah hingga siku. Penyikatan ini
dapat dilakukan sebanyak dua kali. Kuku jari harus dibersihkan dengan baik. Setelh
digosok, dikeringkan di ruang operasi dengan handuk kecil.
o Baju operasi
o Sarung tangan
Perawatan Lapangan Operasi

 Instrument harus disterilkan dan didesinfeksi dengan cara yang tepat agar bebas dari
kontaminasi yang organism easing hingga flora maksilofasial pasien. Gunakan wadah besi
untuk menaruh bungkusan instrument. Buka ujung instrument dengan cara yang steril
 Menggunakan antiseptic yang cocok digunakan untuk lapangan operasi. Ujung tabung
endotrakea dan pipa-pipa anestesi harus ditutup dengan handuk operasi dalam sirkumntansi
yang normal
 Sepasang handuk dengan lembar tahan air ditempatkan di bawah kepala pasien dan dilipat
melintangi wajah. Gunakan klip handuk atau penjepit handuk. Hati-hati agar tidak melukai
telinga dan mata
 Lembaran steril digunakan menutupi kaki dan panggul pasien dan ditarik hingga di bawah
dagu, dijepit pada handuk di tiap sisi kepala. Gunakan dua handuk, satu ditempatkan di sisi
kepala, satu untuk melapisi sisi meja
 Persiapkan area, yang belum dibutuhkan hingga menjelang operasi ditutupi dengan handuk
steril. Handuk dibuka tepat sebelum operasi dimulai.

Sebagai seseorang yang berpredikat dokter dan dokter gigi ataupun perawat, sebaiknya prinsip-
prinsip asepsis harus diperhatikan karena ini merupakan suatu tindakan yang sangat membantu
dalam penyembuhan penyakit. Dimulai dari menerapkan tata cara cuci tangan yang benar yaitu
dengan melakukan hand scrub sebelum melakukan penanganan medis, serta memperhatikan
kesterilan alat bahannya
EQUIPMENT, INSTRUMENTS, AND MATERIALS

 Retractors  Bowl untuk larutan saline


 Needle holder dan needle  Larutan saline NaCl 0.9%
 Tang operasi dan tang anatomis  Povidone iodine 10%
 Gunting  Suture (silk)
 Syringe disposable  Sterile gauze
 Suction tip  Sterile powdered latex
 Handpiece  Surgical gloves

Tahap Prosedur Pembedahan

Prosedur pembedahan untuk pencabutan gigi impaksi termasuk tahap berikut :

 Aseptis dan antisepsis


 Anestesi lokal

Pendahuluan

Pencegahan infeksi dalam pembedahan adalah salah satu metode penting pencegahan untuk
mencapai kontrol infeksi di klinik

Tujuan

Tujuan metode ini yaitu :

 Untuk mengurangi lokasi infeksi pembedahan


 Untuk melindungi tenaga medis
 Untuk meningkatkan penyembuhan luka
 Untuk meminimalkan disabilitas, morbiditas, & mortalitas
 Untuk mengurangi biaya rumah sakit (?)

Definisi

 Sterilisasi : proses dimana mikroorganisme patogen & non patogen, termasuk spora,
dibunuh
 Desinfeksi : proses kimiawi atau fisika dari menghancurkan seluruh mikroorganisme
patogen, kecuali spora yang tahan; digunakan untuk benda mati, tetapi tidak pada jaringan
 Dekontaminasi : proses atau metode dimana material yang terkontaminasi yang dapat
menyebabkan penyakit dibuang
 Teknik aseptik : metode dimana kontaminasi dengan mikroorganisme dicegah
 Teknik antiseptic : pencegahan dari sepsis dengan pengeluaran, pengrusakan, atau
penghambatan pertubuhan dan multiplikasi dari mikroorgansime dari jaringan dan cairan
tubuh

Mengapa kita harus menggunakan Teknik aseptik dan antisepsis?

Latar Belakang

 Ignas Sammelweis (1818 – 1865)


o Puerperal fever  meningkatakan mortalitas maternal
o Hand scrub dengan larutan chlorinated – lime diperiksa terlebih dahulu
o Bapak infeksi nosocomial
 Louis Pasteur
o Menemukan proses fermentasi oleh mikroorgnasime

Sterilisasi

 Tujuan pembedahan modern


 Untuk benda mati
 Masalahnya : beberapa benda tidak tahan terhadap panas

Teknik Sterlisasi

 Fisik :
o Panas (Heat)
Kering :
 Umumnya menyebabkan kerusakan
 Untuk powder, oil, dan jelly
Lembab
 Steam (uap)
 Tekanan tinggi ↑  spora ↓
 Vacuum  temperature konstan
 Autoclave
o Radiasi / sinar ultraviolet
o Air mendidih
o Ultrasound
 Kimiawi
o Liquid
o Gas
Formaldehyde
Ethylene – oxide
β – propionolactone
o Umumnya sebagai desinfektan
o Mekanisme kerja :
Koagulasi protein
Denaturasi protein dalam sel
Lysis
o Bergantung kepada : jumlah mikroorganisme, soiling, konsentrasi, dan temperature

Larutan

 Jodium dan Jodophor


o Bakterisida baik, tapi mengiritasi
o Campuran : povidone – iodine 10%
 Larutan alcohol 70% atau 90%
 Glutaraldehyde (larutan formaldehyde dalam alcohol 2%)
 Hexachlorophene (Halogenated phenol)
o Bakterio – static, umumnya bakteri gram +
o Untuk scrubbing
 Chlorhexidine gluconate
o Bakterisida : gram + dan –
o Bagus untuk antiseptic

The Operating Theater

S
Clean C
Transitional Zone R
Zone U Sterile
Restricted Area
B core
Semi – S
Restricted U
Area I
T

Unrestricted Area
 Elevators
 Koridor diluar ruang operasi
 Pintu masuk
 Meja resepsionis
 Kamar pasien

Transitional Zone

 Ruang locker
 Ruang ganti baju

Clean Zone

 Kamar operasi dan koridor


 Sterile core

Teknik Aseptik

1. Aturan di clean zone 2. Prosedur di area steril


3. Bicara seperlunya 6. Hindari dang anti handuk / tirai operasi
4. Batasi gerakan yang tidak diperlukan yang basah
5. Instrument steril, lepaskan yang tidak
sterik
ARMAMENTARIUM ANASTESI LOKAL

drg. Hasmawati Hasan, M.Kes

Armamentarium Anestesi Lokal

 Syringe
 Needle
 Cartridge

Syringe

Tipe syringe

1. Reusable
2. Disposable
3. Combination type
 Aspirasi
 Non aspirasi

Needle

Bagian-bagian needle

 Shank
 Bevel
 Hub
 Plastic syringe adaptor
 Syringe end

Ukuran

 Panjang untuk blok (3,5 cm)


 Pendek untuk infiltrasi

Gauge

 23 gauge
 25 gauge
 27 gauge
 30 gauge

Cartridge

 Dental cartridge
 Isi : 1,8 ml

Anestesi Lokal tanpa Jarum Suntik

1. Anestesi dental elektronik


Teknik pengendalian rasa sakit, pasien dengan riwayat anestesi lokal atau phobia suntikan.
Menggunakan teknologi TENS.
Mekanisme Kerja
Rangsang elektrik ke daerah yang sakit melalui permukaan elektroda dan arus yang dialirkan
akan memblokir jalur perangsangan syaraf di daerah tersebut.
Indikasi :
 Takut jarum suntik
 Tidak menyukai rasa kebal
 Alergi bahan anestesi lokal
 Perawatan konservasi dengan anestsi lokal

Kontraindikasi :

 Penyakit jantung
 Pasien neurologic
 Pasien yang hamil
 Pengguna narkotik
 Penyakit epilepsy
 Pasien tidak kooperatif / terlalu takut

Kelebihan :

 Memberikan rasa aman pada pasien


 Memberikan kenyamanan psikologis
 Dapat dilakukan beberapa regio tanpa suntikan berulang0ulang
 Dapat hindari toksisitas & reaksi sensitive anestesi lokal
 Kebal hilang setelah alat dimatikan

Kekurangan :

 Butuh waktu memahami kerja alat tersebut


 Tidak dapat diterapkan semua prosedur perawatan gigi
 Efektivitas anestesi tidak sama smeua lokasi
 Tidak dapat menggantika semua metode kontrol rasa sakit
2. Anestesi jet
Teknik anestesi tanpa jarum suntik yang mendistribusikan anestetikum lokal atau obat-obat
lainnya yang menggunakan tekanan jet dengan kecepatan yang tinggi.
a) Powder Jet
 Dental powder jet
 Mengirimkan anestesi lokkal bubuk kering
b) Dermo jet
Tabung tanpa jarum yang mengaplikasikan injeksi segala tipe cairan pada intra dermal
c) Injex
Ampul injeksi dengan lubang sangat kecil (0,17 mm). Tekanan tinggi oleh pegas

Indikasi

 Pasien phobia jarum


 Anestesi lokal dengan perawatan dental sederhana
 Pemberian obat-obatan secara intra dermal

Kontraindikasi

 Terdapat lesi
 Pasien penyakit sistemik
Keuntungan

 Mengurangi / menghilangkan rasa sakit akibat injeksi


 Dapat mencegah penularan penyakit
3. Dentipatch
 Strip adhesive kecil yang mengandung lidokain
 Strip melepaskan lidokain ketika diaplikasikan pada gusi
ANESTESI LOKAL

Tiga tipe injeksi anestesi lokal :

1. Infiltrasi lokal
Larutan AL disuntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal sehingga efek anestesi hanya
terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan dilakukan
instrumentasi. Teknik ini terbatas hanya untuk anestesi jaringan lunak
2. Field block
Field block terbatas pada jaringan yang meliputi satu atau dua gigi
3. Nerve block
Larutan anestesi disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utma, sehingga mampu
menganestesi daerah yang luas yang mendapat innervasi dari percabangan saraf utama
tersebut.
Teknik ini sering digunakan di rongga mulut khususnya di rahang bawah. Kerugian dari
Teknik ini adalah bahwa biasanya pembuluh darah letaknya berdekatan dengan batang saraf,
maka kemungkinan terjadi penetrasi pembuluh darah cukup besar.
Nerve block biasanya meliputi daerah yang luas, seperti mandibular nerve block
Contoh : inferior alveolar nerve blok

ANESTESI INTRALIGAMENT

 Suntikan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligament. Suntikan intraligamen


dapat dilakukan dengan jarum dan syringe khusus karena lebih mudah memberikan tekanan
yang diperlukan untuk menyuntikkan ke dalam periodontal ligament

Teknik Anestesi Infiltrasi

1. Hilangkan semua kalkulus dari tempat penyuntikan, bersihkan sulkus gingiva dalam rubber
cup dan pasta profilaksis dan berikan desinfektan dengan menggunakan cotton pellet kecil
2. Masukkan jarum kedalam sulkus gingiva pada bagian mesial distal gigi dengan bevel jarum
menjauhi gigi. Tekan beberapa tetes larutan ke dalam sulkus gingiva. Gerakkan jarum ke
apical sampai tersendat diantara gigi dan crest alveolar biasanya kira-kira 2 mm
3. Tekan perlahan-lahan. Jika jarum ditempatkan dengan benar harus ada hambatan pada
penyuntikan dan jaringan di sekitar jarum memutih. Jika tahanan tidak dirasakan, jarum
mungkin tidak benar posisinya dan larutan yang disuntikkan akan mengalir ke dalam mulut.
Suntikkan perlahan-lahan 0,2 ml
4. Untuk gigi posterior, berikan suntikan di sekitar tiap akar. Dapat pula diberikan penyuntikan
di bagian mesial dan distal akar tetapi dianjurkan bahwa tidak lebih dari 0,1 ml larutan
disuntikkan ke tiap akar. Cartridge harus dibuang dan tidak boleh digunakan untuk pasien
yang lain, walaupun sedikit sekali larutan yang digunakan

ANESTESI TOPIKAL

Anestesi topical diperoleh melalui aplikasi agen anestesi tertentu pada daerah kulit maupun
membran mukosa yang dapat dipenetrasi untuk memblok ujung-ujung saraf superficial.

Semua agen anestesi topical sama efektifnya sewaktu digunakan pada mukosa dan menganestesi
dengan kedalaman 3 mm dari permukaan jaringan jika digunakan dengan tepat.

Bahan yang digunakan berupa :

1. Semprotan (spray form)


Mengandung agen anestesi lokal tertentu dapat digunakan untuk tujuan ini karena aksinya
berjalan cukup cepat. Bahan aktif yang terkandung dalam larutan adalah lignokain
hidroklorida 10% dalam basis air yang dikeluarkan dalam jumlah kecil kontainer aerosol. 
Penambahan berbagai rasa buah-buahan dimaksudkan untuk membuat preparat tersebut
lebih dapat ditolerir oleh anak, namun sebenarnya dapat menimbulkan masalah karena
merangsang terjadinya salivasi berlebihan. Bila anestesi dilakukan dengan menggunakan
semprotan, larutan umumnya dapat didistribusikan dengan lebih mudah dan efeknya akan
lebih luas daripada yang kita inginkan. Waktu timbulnya anastesi adalah 1 menit dan
durasinya adalah 10  menit.
2. Salep
Mengandung  lignokain hidroklorida 5% juga dapat digunakan untuk tujuan yang sama,
namun diperlukan waktu 3-4 menit untuk memberikan efek anastesi. Beberapa industri
farmasi bahkan menyertakan enzim hialuronidase dalam produknya dengan harapan dapat
membantu penetrasi agen anastesi lokal dalam jaringan.
Amethocaine dan benzocaine umumnya ditambahkan dalam  preparat ini.
3. Emulsi
Mengandung lignokain hidroklorida 2% juga dapat digunakan. Emulsi ini akan sangat
bermanfaat bila kita ingin mencetak seluruh rongga mulut dari pasien yang sangat mudah
mual. Sesendok teh emulsi dapat digunakan pasien untuk kumur-kumur disekitar rongga
mulut dan orofaring dan kemudian dibiarkan satu sampai dua menit, sisanya diludahkan
tepat sebelum pencetakan. Emulsi ini juga dapat bermanfaat untuk mengurangi rasa nyeri
pascaoperatif seperti setelah gingivektomidan tidak berbahaya bila tertelan secara tidak
disengaja.
4. Etil klorida,
Disemprotkan pada kulit atau mukosa akan menguap dengan cepat sehingga dapat
menimbulkan anastesi melalui efek pendinginan. Manfaat klinis hanya bila semprotan
diarahkan pada daerah terbatas dengan kapas atau cotton bud sampai timbul uap es.

Cara Melakukan Anestesi Topikal

1. Membran  mukosa dikeringkan untuk mencegah larutnya bahan anastesi topikal.


2. Bahan anastesi topikal dioleskan melebihi area yang akan disuntik ± 15 detik (tergantung
petunjuk pabrik) kurang dari waktu tersebut, obat tidak efektif.
3. Anastesi topikal harus dipertahankan pada membran mukosa minimal 2 menit, agar obat
bekerja efektif. Salah satu kesalahan yang dibuat pada pemakaian anastesi topikal adalah
kegagalan operator untuk memberikan waktu yang cukup bagi bahan anastesi topikal untuk
menghasilkan efek yang maksimum.

Salah satu kesalahan yang dibuat pada pemakaian anestesi topical adalah :

Kegagalan operator untuk memberikan waktu yang cukup bagi bahan anestesi topical untuk
menghasilkan efek yang maksimum

Salah satu aspek yang mengatur tingkah laku anak dalam perawatan gigi adalah dengan
mengontrol rasa sakit. Pengalaman yang tidak menyenangkan membuat anak dimasa datang
phobia terhadap perawatan gigi.

Penggunaan anestesi lokal pada kedokteran gigi anak ada beberapa hal yang memerlukan
perhatian khusus yaitu variasi anatomi tulang yang jauh berbeda dengan orang dewasa, Teknik,
dan obat yang digunakan harus disesuaikan dengan berat badan.
Pengalaman yang tidak menyenangkan membuat anak dimasa datang phobia terhadap perawatan
gigi.

Periksa selalu riwayat kesehatan anak untuk meyakinkan bahwa tidak ada kontra indikasi
terhadap obat anestesi dan untuk menghindari komplikasi yang bisa saja terjadi selama dan
setelah pemberian anestesi lokal.

BLOK NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR

Target :

Nervus alveolaris inferior, didekat foramen mandibula

Landmarks :

 Coronoid notch
 Raphe pterygomandibular
 Bidang oklusal mandibula
 Posterior / premolar

Area insersi :

 1 cm diatas bidang oklusal dari kontralateral premolar


 ¾ (?) posterior dari coronoid notch ke raphe pterygomandibular

Komplikasi :

 Trismus
 Cedera saraf
 Tingkat aspirasi : 10 – 15%
ANESTESI BLOK RAHANG ATAS DAN BAWAH

Posisi Operator

Untuk rahang bawah sebelah kanan :

Operator berdiri pada posisi jam 8 menghadap pasien.

Untuk rahang bawah sebelah kiri :

Operator berdiri pada jam 10 menghadap arah yang sama dengan pasien

Teknik Indirect

1. Palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel pada linea
obliqua (interna dan externa)
2. Dengan barrel (bagian yang berisi anestetikum) syringe terletak di antara kedua premolar
pada sisi yang berlawanan, arahkan jarum sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi
mandibula ke arah ramus dan jari
3. Sulcus mandibularis terletak ramus mandibulae berisi jaringan ikat longgal yang dilalui oleh
nervus alveolaris dan pembuluuh darahnya. Sebelah medialnya tertutup oleh ligament
sphenomandibularis dan M. Pterygoideus medialis
4. Raphe pterygomandibulaaris terletah tepat dibawah mukosa dan bisa diraba apabila mulut
dibuka lebar-lebar. Raphe membentang daru crista mylohyoideus pada mandibular, di
sebelah posterior molar ketiga, ke hamulus pterygoideus
5. Jarum pada apeks trigonum pterygomandibular dan teruskan gerakan jarum di antara ramus
dan ligamentum-ligamentum serta otot-otot yang menutupi facies interna ramus sampai
ujungnya berkontak pada dinding posterior sulcus mandibularis
6. Di deponirkan kurang lebih 1,5 cc anestetikum di sekitar nervus alveolaris inferior
7. Kedalaman inseris jarum rata-rata 1,5 mm, tetapi bervariasi tergantung pada ukuran
mandibula dan perubahan proporsinya sejalan dengan pertambahan umur
8. Nervus lingualis biasanya teranestesi dengan cara mendeponirkan sejumlah kecil
anestetikum pada pertengahan perjalanan masuknya jarum
9. Aspek bukal gigi-gigi molar karena gigi juga di innervasi oleh nervus buccalis lonugs.
Untuk ekstraksi, injeksi mandibular perlu ditambah dengan injeksi nervus buccalis longus
10. Begitu juga dengan nervus lingualis yang ada di sebelahnya (yang menyuplai lidah). Ini juga
membuat kita kehilangan sensasi di :
 Gigi-gigi (blok nervus alveolaris inferior)
 Bibir bawah dan dagu (blok nervus mentalis)
 Lidah (blok nervus lingualis)
11. Biasanya perlu diberikan waktu jeda 3 – 4 menit setelah perubahan awal terjadi sebelum
anestesi operasi yang menyeluruh dapat diperoleh. Administrasi dari anestesi dekat dengan
foramen mandibula menyebabkan nervus alverolaris inferior terblok
KEGAGALAN ANASTESI LOKAL

drg. Netty N. Kawulusan, M.Kes.,

Penyebab Kegagalan Anastesi Lokal

 Faktor Operator
o Anastetikum yang tidak tepat
Pada beberapa pasien yang beresiko diberikan anastetikum yang bebas adrenalin,
namun kebanyakan kasus, anastetikum dengan adrenalin merupakan standar utama
Pada pasien yang peka terhadap anastetikum lokal dengan sejumlah kecil
anastetikum dapat berdifusi dengan mudah dan memberikan efek anesthesia yang
kuat pada daerah yang luas, sedangkan pasien yang kurang peka diberikan larutan
anastetikum yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama
Penggunaan larutan anastetikum yang sudah kadaluarsa
Dosis Maksimal :

Berat badan 2%Lidocaine & 0.5%Bupivacaine


Epi 1:100,000 & Epi 1:100,000
(4.5mg/kg)
10 kg (22 lb) 44mg (2.2ml) 13mg (2.6ml)
20 kg (44lb) 88mg (4.4ml) 26mg (5.2 ml)
30 kg (66lb) 132mg (6.6ml) 39mg (7.8 ml)
40 kg (88lb) 176 mg ( 8.8ml) 52mg (10.4ml)
50 kg 220 mg (11ml) 65mg (13ml)
(110lb)
60 kg 264 mg (13.2ml) 78 mg (15.6ml)
(132lb)
70 kg 300 mg (15ml) 90 mg (18ml)
(154lb)
o Teknik yang salah
Penetrasi jarum yang tidak adekuat
 Jarum ditempatkan dibawah apeks gigi
 Jarum ditempatkan terlalu jauh dari tulang (bevel menghadap ke tulang)
 Kegagalan aspirasi
Kegagalan pada injeksi mandibular :
 Terlalu rendah sehingga terletak dibawah lingula mandibulae
 Terlalu dalam masuk ke dalam glandula parotis
 Terlalu superfisial masuk ke spatium pterygomandibularis
 Terlalu tinggi mencapai collum mandibulae
 Terlalu jauh ke lingual (ke dalam m. pterygoideus medialis)
 Kegagalan anastesi di garis median disebabkan gagalnya menganastesi saraf-
saraf yang saling berhubungan
 Kegagalan pada regio premolar disebabkan karena adanya innervasi tambahan
dari cabang nn. servikalis superfisialis (rami kutaneus kolli)
Kegagalan injeksi mentalis
 Kegagalan akan timbul apabila jarum tidak masuk ke dalam foramen mentale
atau n. lingualis atau nn. servikalis superfisialis tidak teranastesi
Kegagalan injeksi zygomatic
 Kegagalan terjadi apabila syringe terletak hampir parallel terhadap permukaan
dan oklusal dari gigi atas yang mengakibatkan larutan terlalu jauh ke posterior
Kegagalan injeksi Infraorbitalis
 Kegagalan terjadi apabila anastetikum di depostikan dilluar foramen infra
orbitalis.
 Posisi jarum tidak sejajar dengan aksis memanjang gigi premolar
Penempatan jarum yang salah
 Terlau rendah (di bawah foramen mandibula)
 Terlalu dalam (di dalam foramen mandibula)
 Terlalu superfisial (di depan foramen mandibula)
Yang benar  pertengahan raphae pterygomandibular dari regio premolar kontra
lateral yang membagi dua kuku jari dan ditempatkan pada bagian terdalam coronoid
notch

Gambar 1 Letak foramen mandibula

Gambar 2 Penempatan jarum yang salah. Kiri : Jarum diletakkan terlalu jauh ke
anterior (lateral) dari ramus mandibula. Kanan : Jarum diletakkan di posterior
(medial) ramus mandibula.
Kerja yang tergesa-gesa  tunggu reaksi anastetikum (3 – 5 menit)
Membangun hubungan yang baik dengan pasien
Membuat pasien santai
Kegagalan aspirasi sebelum injeksi
 Faktor Pasien
o Kelainan anatomi
Pada rahang atas densitas tulang lebih berpori-pori berarti anastetikum mudah
mencapai akar sedangkan pada RB densitas tulang lebih padat
Gigi dapat menerima inervasi lebih dari satu serabut saraf
Adanya nervus aksesoris
 Suplai inervasi aksesoris dapat berasal dari nervus mylohyoid, nervus aurikulo
temporalis, dan nervus servikal RA.
 Adanya bifid kanalis mandibula yang merupakan variasi foramen
mandibula

 Frekuensi : 0,9%
 Klasifikasi oleh Carter dan Keen :

 Klasifikasi oleh Nortje :

o Kelainan patologi
Adanya inflamasi pulpa, atau inflamasi akut
 Jaringan yang terinflamasi memiliki pH yang rendah sedangkan jaringan yang
tidak terinflamasi pH nya 7,3
 Pada lingkungan yang bersifat asam anasetetikum cenderung tidak efektik
 Risiko penyebaran infeksi melebihi barrier pertahanan tubuh
Trismus
 Buka mulut tidak adekuat, n. alveolaris inferior kendor, jauh dari dinding
medial ramus
 Buka mulut adekuat n. alveolaris inferior mengenai dinding medial ramus
o Kelainan psikologi
Seseorang yang mengalami kecemasan / ketakutan dan gelisah atau stress berat
anastesi lokal mungkin tidak dapat bekerja
Hormon yang dilepaskan pada saat cemas (seperti adrenalin dan epinefrin) dapat
mencegah anastesi lokal bekerja dengan baik.
Efeknya mungkin terhambat tidak mencukupi atau mungkin tidak bekerja sama
sekali
Pasien tidak nyaman dengan anastesi rasa takut, cemas, dan gelisah
Pada pasien seperti ini, penggunaan teknik sedative dapat bermanfaat karena
keberhasilan anastesi lebih mudah dicapai pada pasien yang santai.
KOMPLIKASI AKIBAT ANASTESI LOKAL

Prof. Dr. drg. M. Hendra Chanda

Pendahuluan

Komplikasi lokal anastesi didefinisikan sebagai suatu penyimpangan dari pola normal selama
sesudah terjadi regional analgesia.

Komplikasi sehubungan pemberian anastetik lokal dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu lokal
dan sistemik komplikasi

A. Lokal komplikasi
1. Patahnya Jarum
Penyebab : gerakan tiba-tiba, jarum gauge kecil, jarum yang dibengkokkan
Pencegahan : kenalilah anatomi daerah yang akan dianastesi, gunakan jarum gauge
besar, jangan masukkan jarum sampai porosnya, pakai jarum sekali saja, jangan
merubah arah jarum, beritahu pasien sebelum penyuntikkan
Penanganan : tenang, jangan panik, pasien jangan bergerak, mulut harus tetap terbuka,
kalau fragmen kelihatan angkat dengan hemostat kecil, bila jarum tidak kelihatan,
jangan diinsisi, beritahu pasien, kirim ke ahli bedah mulut
2. Rasa sakit pada injeksi
Penyebab : Teknik injeksi salah, jarum tumpul, deposit larutan cepat, jarum
mengenai periosteum
Pencegahan : penyuntikan yang benar, pakai jarum yang tajam, pakai larutan anastesi
yang steril, injeksikan jarum perlahan-lahan, hindari penyuntikan yang berulang-ulang
Penanganan : tidak perlu penanganan khusus
3. Rasa terbakar pada injeksi
Penyebab : pH larutan melampaui batas, injeksi larutan cepat, kontaminasi larutan
cartridge dengan larutan sterilisasi, larutan anastesi yang hangat
Masalah : bila terjadi iritasi jaringan, jaringan rusak
Pencegahan : gunakan anastetik lokal yang pH kira-kira 5, injeksi larutan perlahan-
lahan (1 ml / menit), cartridge disimpan dalam suhu kamar, lokal anastetik tetap steril
4. Parastesia
Penyebab : Trauma / iritasi mekanis pada nervus akibat insersi jarum atau larutan
anastetik sendiri
Masalah : Dapat terjadi selamanya, luka jaringan
Pencegahan : Injeksi yang tepat, penggunaan cartridge yang baik
Penanganan : Tenangkan pasien, pemeriksaan pasien (lamanya parastesia),
pemeriksaan ulang sampai gejala hilang, konsul ke ahli bedah mulut atau ahli neurologi

5. Trismus
Gangguan membuka mulut
Penyebab : Trauma pada otot pembuka mulut, iritasi larutan, perdarahan / infeksi
rendah pada otot
Masalah : Rasa sakit, hipomobiliti
Pencegahan : Pakai jarum suntik tajam, asepsis daerah suntikan, hindari injeksi
berulang-ulang, volume anastesi minimal
Penanganan : Terapi panas (kompres daerah trismus 15 – 20 menit setiap jam,
analgetik, obat relaksasi otot fisioterapi (buka mulut 5 – 10 menit tiap 3 jam),
mengunyah permen karet, bila ada infeksi beri antibiotik
6. Hematoma
Efusi darah kedalam ruang ekstra vascular
Penyebab : Robeknya pembuluh darah vena / arteri akibat penyuntikkan, tertusuknya
arteri / vena, efusi darah
Pencegahan : Anatomi dan cara injeksi harus diketahui dengan benar, teknik anastesi
sesuai indikasi, jumlah penetrasi jarum minimal mungkin
Penanganan : Penekanan pada pembuluh darah yang terkena, analgetik bila nyeri,
aplikasi panas pada hari berikutnya
7. Infeksi
Penyebab : Jarum dan daerah operasi tidak steril, infeksi mukosa masuk kedalam
jaringan, teknik pemakaian alat yang salah
Pencegahan : Jarum steril, aseptik, hindari injeksi berulang-ulang
Penanganan : Terapi panas, analgetik, antibiotik
8. Edema
Pembengkakan jaringan
Penyebab : Trauma selama injeksi, infeksi, alergi, perdarahan, iritasi larutan
anastetik
Pencegahan : Pemakaian alat anastesi yang betul, injeksi atraumatic, pemeriksaan teliti
pasien sebelum pemberian larutan anastetik
Penanganan : Mengurangi pembengkakan secepat mungkin, bila edema berhubungan
dengan pernapasan maka dirawat dengan epinephrine 0,3 mg IV/IM, antihistamin
IV/IM, kortikosteroid IV/IM, supinasi, berikan basic life support, tracheastomi bila
sumbat napas, evaluasi pasien
9. Bibir Tergigit
Penyebab : Pemakaian long acting anastesi lokal
Masalah : Bengkak dan sakit
Pencegahan : Pilih anastetik durasi pendek, jangan makan / minum panas, jangan
menggigit-gigit bibir
Penanganan : Analgetik, antibiotik, kumur air garam hangat, vaselin pada bibir

10. Paralyse N. Facialis


N. Facialis teranastesi
Penyebab : Masuknya larutan anastesi kedalam kapsul / substansia glandula parotid
Masalah : Kehilangan fungsi motoris otot-otot ekspresi wajah, mata tidak bisa
mengedip dan mengerling
Pencegahan : Teknik yang benar untuk blok n. alveolaris inferior, jarum jangan
menyimpang lebih ke posterior waktu blok n. alveolaris inferior
Penanganan : Beritahu pasien bahwa ini bersifat sementara, anjurkan pasien secara
periodik menutup pelupuk mata atas dengan tangan
11. Lesi intra oral pasca anastesi
Penyebab : Stomatitis aphtosa rekuren, herpes simpleks
Masalah : Pasien mengeluh sensitivitas akut pada daerah ulserasi
Penanganan : Simptomatik, kumur-kumur dengan larutan dipenhidramin dan susu
magnesium
12. Sloughing pada jaringan
Penyebab : Epitel desquamasi, abses steril
Masalah : Sakit hebat
Pencegahan : Pakai topical anastesi, bila memakai vasokonstriktor jangan berlebihan
Penanganan : Secara simptomatik, rasa sakit diobati dengan analgesic (aspirin / kodein
secara topical)
13. Syncope (Fainting)
Merupakan bentuk shock neurogenic
Penyebab : Ischemia cerebral sekunder, penurunan volume darah ke otak, trauma
psikologi
Masalah : Kehilangan kesadaran
Pencegahan : Ventilasi yang cukup, posisi kepala lebih rendah dari tubuh, hentikan
bila terjadi perubahan dari wajah pasien
Penanganan : Posisikan kepala lebih rendah dari tubuh, kaki sedikit diangkat, bila
sadar anjurkan menarik napas dalam-dalam, rangsang pernapasan dengan wangi-
wangian
B. Sistemik komplikasi
1. Toksisitas
Adalah tanda dan gejala klinik akibat pemberian obat berlebihan (konsentrasi obat
tinggi dalam darah), predisposisi dari pasien (umur, BB, seks, penyakit yang ada,
genetik), obat (alami, konsentrasi, cara pemberian, kecepatan injeksi, vaskularisasi,
vasokonstriktor)
Etiologi : Dosis besar, absorpsi larutan anastesi cepat kegagalan pemberian intra
vascular lokal anastesi, biotransformasi obat lambat, pembuangan obat dari tubuh
lambat
Gejala :
 Overdosis ringan  banyak bicara, mengacau, pusing, pucat, nadi naik, tensi naik
 Overdosis sedang  gelisah, sakit kepala, mual / muntah, pandangan kabur, nadi
turun, tensi naik
 Overdosis berat  konvulsi, depresi SSP, depresi tekanan darah, pernapasan cepat
denyut jantung cepat, hipoksia, dan bisa meninggal

Pencegahan : Evaluasi pasien, seleksi obat anastesi, volume sekecil mungkin, deposit
larutan perlahan-lahan, aspirasi sebelum injeksi, gunakan vasokonstriktor

Penanganan :

 Reaksi overdosis ringan


o Serangan cepat  tenangkan pasien, berikan oksigen lewat hidung, periksa
tanda vital
o Serangan lambat  tenangkan pasien, berikan oksigen, monitor tanda vital,
berikan antikonvulsan, berikan diazepam, lakukan test untuk sistem vital,
pasien ditemani pulang, tentukan penyebab reaksi sebelum perawatan gigi
berikutnya
 Reaksi overdosis berat
o Serangan cepat  ditandai dengan gejala hilangnya kesadaran (kemungkinan
penyebab injeksi vena)  posisikan pasien secara supine dengan kaki agak
terangkat, jika terjadi konvulsi lindungi pasien dari luka, lindungi tangan, kaki,
kepala dengan bahan yang lunak, pasang sapu tangan diantara gigi pasien,
berikan basic life support, berikan vasopressor ringan (20 mg methoxamine
IM), istirahatkan pasien
o Serangan lambat  kemmungkinan penyebab adalah dosis total yang besar,
absorbsi cepat biotransformasi abnormal dan disfungsi ginjal  hentikan
perawatan gigi, berikan basic life support, berikan antikonvulsan, berikan
vasopressor IM, evaluasi pasien.
2. Alergi
Alergi adalah keadaan hipersensitif yang spesifik terhadap obat atau bahan kimia yang
diperoleh sebagai hasil reaksi allergen
Penyebab : Suatu reaksi antigen antibody yang spesifik pada pasien yang
sensitive terhadap obat tertentu atau derivate kimiawi
Tanda & Gejala : Urtikaria, angioedema, sesak napas, dyspnoe, muka merah,
cyanosis, berkeringat, takikardi, kecemasan, edema laryngeal, tersumbat jalan napas.
 Alergi dapat menyebabkan anafilaktik dengan gejala : reaksi kulit, spasma otot
polos, sesak napas, kolaps kardiovaskuler.
 Reaksi kulit berupa : sakit, pruritis, eritema, urtikaria, mual, pusing, konjungtivitis,
vasomotor rhinitis, pilomotor erection
 Kerusakan gasointestinal : kejang hebat pada perut, mual & pusing, diare, tidak bisa
menahan feses dan urine
 Kelainan pernapasan : sakit pada dada, batuk, sesak napas, membran mukosa dan
kuku cyanosism edema laring
 Sistem kardiovaskuler : pucat, sakit kepala hebat, palpiitasi, takikardi, hipotensi,
cardiac arrythmia, tidak sadar, cardiac arrest

Pencegahan : Evaluasi preanastesi yang adekuat, jangan berikan obat-obatan


yang termasuk dalam riwayat alergi obat tertentu

Penanganan :

 Reaksi kulit
o Reaksi kulit lambat
Penggunaan antihistamin IM : Dyphenhydramin HCL / Chlorphenhyframine,
konsultasi medis untuk mengetahui penyebab reaksi
o Reaksi kulit sedang
0,3 ml epinephrine 1 : 1000 IM, antihistamin 50 mg diphenhydramine,
konsultasi medis, observasi pasien 60 menit, beri oral antihistamin, evaluasi
reaksi pengobatan gigi selanjutnya
 Reaksi respiratory
o Konstriksi bronchial :
Hentikan perawatan
Posisi pasien setengah tidur
Pemberian oksigen
Pemberian epinephrine
Observasi pasien 60 menit
Gunakan antihistamin
Konsultasi medis
Antihistamin oral dan evaluasi reaksi alergi
o Edema laring :
Posisi pasien telentang
0,3 ml epinephrine 1 : 1000 IV
Pulihkan jalan udara
Berikan oksigen
Gunakan obat tambahan : antihistamin IM, kortikosteroid IM
Cricothyrotomy
 Reaksi anaphylaxis
o Pasien posisi telentang
o Basic life support :
a. Airway : miringkan kepala, perhatikan jalan napas, pernapasan
b. Breathing : periksa denyut nadi, ventilasi buatan, bantu oksigen
c. Circulation : periksa denyut nadi, cardiac compression
o 0,3 ml epinephrine 1 : 1000 IM atau IV
o Monitor tanda-tanda vital
3. Idiosynkrasi
Adalah istilah yang sering digunakan pada reaksi terhadap anastetikum lokal atau obat
yang tidak bisa diklasifikasikan sebagai reaksi toksik atau alergi
Idiosynkrasi tidak mempunyai hubungan dengan farmakologi obat, jenis reaksi ini
terjadi sebagai akibat pengaruh emosional
 Perawatan emergensi untuk jenis reaksi ini tergantung pada gejala-gejala yang
dimanifestasikan
 Airway dan oksigenasi harus diperhatikan
 Tindakan pencegahan harus diberikan untuk melindungi pasien dari luka akibat
gerakan konvulsif atau reaksi lain yang hampir sama. Juga perlu mengetahui latar
belakang preanastetik atau preoperative, serta psikoterapi untuk membantu
mengurangi reaksi akibat faktor emosional
 Premedikasi yang benar akan sangat menguntungkan
EKSTRAKSI NORMAL

drg. Surijana Mappangara, M.Kes., Sp. Perio

Definisi

Bagian dari praktek bedah mulut yang berkaitan dengan ekstraksi gigi dan merupakan prosedur
bedah yang melibatkan jaringan keras & lunak dari rongga mulut

Indikasi

 Karies yang sangat dalam yang tidak dapat direstorasi


 Abrasi parah yang tidak dapat dirawat secara konservatif
 Penyakit periodontal yang parah  kehilangan tulang  gigi goyang
 Lesi periapical, dimana tindakan apikoektomi tidak dapat dilakukan atau menjadi
kontraindikasi
 Gigi yang tidak dapat dilakukan perawatan saluran akar
 Berkaitan dengan tumor, neoplasma atau terkena radiasi  osteo – radionecrosis 
kehilangan tulang yang cukup besar
 Gigi impaksi
 Gigi yang menyebabkan trauma pada jaringan lunak disekitarnya
 Malposisi atau crowding (tidak dapat dirawat orto)
 Gigi yang mengganggu stabilitas dan penempatan gigi tiruan atau jembatan
 Gigi yang mengalami trauma, dapat berupa : gigi fraktur, intrusi, avulsi
 Gigi yang terlibat dalam garis fraktur dimana gigi tersebut dapat menghalangi proses
penanganan fraktur atau dapat menjadi penyebab infeksi dan penundaan penyembuhan

Tindakan Pencegahan pada Pencabutan

 Dirancang dan dilakukan dengan trauma minimal


 Hindari cedera yang terkait dengan struktur rongga mulut
 Control kasus sebelum perawatan
 Hindari komplikasi
Pemeriksaan Klinis Sebelum Ekstraksi Gigi

 Jangan bergantung pada rujukan dokter lain untuk ekstraksi


 Buat pemeriksaan klinis sendiri
1. Periksa gigi RA & RB pada sisi gigi yang menjadi keluhan utama
o Tentukan apabila terdapat nyeri alih atau tidak
o Jangan mencabut gigi yang salah
2. Kondisi gigi dan struktur jaringan pendukung harus diperiksa dengan hati-hati
3. Periksa mobilitas gigi dan tulang alveolar disekitarnya
4. Periksa relasi gigi yang akan dicabut terhadap gigi tetangganya dan struktur vital
penting disekitarnya
5. Periksa oral hygiene pasien, apabila terdapat peradangan atau kondisi patologis

Pemeriksaan Radiografi

Sebuah radiografi yang adekuat harus memperlihatkan :

 Gambaran & struktur keseluruhan dari gigi atau struktur mahkota & akar gigi
 Tulang alveolar
 Struktur lain yang berhubungan, seperti sinus maksilaris & kanal mandibularis
 Radiografi intraoral :
o Periapical radiografi
o Bitewing
o Oklusal
 Radiografi ekstraoral :
o Lateral view
o Panoramic view
o PA view

Faktor Komplikasi Ektraksi Gigi

1. Rongga mulut dibatasi oleh pipi dan bibir


2. Lidah  pergerakan, jaringan lunak
3. Mandibula  struktur, pergerakan bilateral pada TMJ
4. Rongga mulut berhubungan dengan pharynx  larynx dan oesophagus. Adanya benda asing
dari rongga mulut dapat masuk ke dalam paru-paru melalui system respirasi
5. Rongga mulut mengandung saliva  mikroorganisme  menyebabkan infeksi jika pasien
tidak dikontrol secara sistemik
6. Ketidakhati-hatian selama prosedur ekstraksi dapat menyebabkan trauma pada struktur
disekitar daerah operasi
7. Mulut berada dekat dengan dasar tengkoran dan otak, sehingga jika terdapat kerusakan pada
struktur-struktur ini dapat berakibat fatal
Pertimbangan Anatomis Gigi

 Insisivus Sentral Rahang Atas


o Akar tinggal berbentuk bulat
o Lurus
o Tulang alveolar pada labial lebih tipis daripada palatal
o Kontak dengan cavum nasi bervariasi tergantung kasus
 Insisivus Lateral Rahang Atas
o Satu akar yang pipih
o Ujung akar melengkung ke distal
 Kaninus Rahang Atas
o Gigi ini adalah gigi yang paling panjang dan kuat dibanding semua gigi
o Akar tinggal, permukaan mesial dan distal lebar, datar dan memiliki groove
 Premolar Satu Rahang Atas
o Rata-rata 60% memiliki dua akar, akar bukal dan palatal. Bifurkasi di antara akar
mesial dan distal

Anda mungkin juga menyukai