KELOMPOK 6 :
Nuansa Dea Framesti (A1C019181)
Nurfajrian (A1C019184)
Nurlaila Hidayati (A1C019187)
Nurul Haerani (A1C019189)
Pieter Umbu Resi Ndapamede (A1C019193)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Auditor sangat dituntut akan kemampuannya memberikan jasa yang terbaik dalam
setiap pengauditan, dan sesuai dengan yang dibutuhkan serta diperintahkan oleh
pimpinan tertinggi instansi atau badan. Agar audit dapat bermanfaat bagi para
pemakainya, auditor independen memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan
pendapat yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki obyektivitas
yang tinggi. Oleh karena itu sebelum menjalankan proses audit, tentu saja proses audit
harus direncakan terlebih dahulu.
Salah satu tahap audit ialah perencanaan (audit planning). Perencanaan audit
adalah suatu tahapan yang terperinci, yang menyangkut prosedur dan rencana auditor
yang akan digunakan dalam pelaksanaan suatu audit. Tujuan audit, jadwal kerja audit,
dan staf yang akan diikutsertakan dalam proses audit, harus diterangkan secara jelas
dalam perencanaan audit. Tujuan audit planning ialah untuk menentukan pada area
mana, bagaimana, kapan serta oleh siapa (anggota tim yang mana) audit akan
dilakukan. Langkah penting dalam audit planning mengidentifikasikan faktor risiko.
Untuk itu auditor menyiapkan rencana kerja audit (audit program) mengenai
batas, jadwal, dan prosedur untuk mencapai sasaran audit. Setelah audit program
disusun dan team auditor telah dibentuk, selanjutnya para anggota team harus
melakukan pengenalan terhadap sistem yang akan diaudit.
Oleh karena itu, disini akan membahas mengenai langkah kedelapan yang
merupakan langkah terakhir dalam fase perencanaan audit. Langkah yang paling
penting ini karena akan menentukan keseluruhan program audit yang akan diikuti oleh
auditor, termasuk semua prosedur audit, ukuran sampel, unsure-unsur yang dipilih
serta waktunya. Pentingnya membuat keputusan yang tepat dalam membentuk
perencanaan audit secara keseluruhan dan mengembangkan suatu program audit yang
terperinci dengan mempertimbangkan efektivitas bukti maupun efisiensi audit.
C. Tujuan
A. Jenis-Jenis Pengujian
Prosedur pengukuran risiko dilakukan untuk menilai risiko salah saji material
dalam laporan keuangan. Auditor melakukan pengujian pengendalian, pengujian
substantif transaksi, prosedur analitis serta pengujian atas perincian saldo dalam
melakukan penilaian terhadap salah saji mataerial sebagaimana diharuskan dalam
PSA 26 (SA 350). Gabungan dari keempat jenis prosedut audit lanjutan ini akan
memberikan dasar bagi opini auditor.
2. Pengujian Pengendalian
4. Prosedur Analitis
Pengujian terperinci saldo memfokuskan pada saldo akhir buku besar baik
untuk akun-akun neraca maupun laba rugi. Penekanan utama dalam sebagian besar
pengujian atas perincian saldo adalah pada neraca. Pengujian auditor atas perincian
saldo harus memenuhi semua tujuan audit terkait saldo untuk setiap akun-akun
neraca yang signifika. Pengujian terperinci saldo membantu menciptakan
ketepatan moneter akun-akun yang terkait, sehingga merupakan pengujian
substantif.
- Makin banyak jenis bukti, yang jumlah totalnya adalah enam digunakan untuk
menguji peperincian saldo dibandingkan untuk setiap jenis pengujian lainnya.
- Hanya pengujian terperinci saldo yang melibatkan pemeriksaan fisik dan
konfirmasi.
- Tanay jawab dengan klien dilakukan untuk setiap jenis pengujian
- Dokumentasi digunakan setiap jenis pengujian kecuali prosedur analitis.
- Pengerjaan ulang digunakan setiap jenis pengujian kecuali prosedur analitis,
dengan satu pengecualian.
- Perhitungan ulang digunakan untuk memverifikasi akurasi matematis atas
transaksi kaetiak melakukan pengujian substantif transaksi dan saldo akun
ketika melakukan pengujian atas perincian saldo.
2. Biaya-biaya relative
PSA 07 (SA 326) dan PSA 69 (SA 319) memberikan peluang bagi para auditor
dari entitas-entitas yang menyebarkan, memproses dan menyimpan atau mengakses
informasi penting secara elektronik. Standar audit mengakui bahwa ketika sejumlah
besar bukti audit muncul dalam bentuk elektronik, akan tidak praktis atau tidak
mungkin untuk mengurangi risiko deteksi hingga ke tingkat yang dapat diterima
dengan hanya melakukan pengujian substantif. Meskipun beberapa pengujian
substantif masih dibutuhkan, auditor dapat secara signifikan mengurang pengujian
substantif jika hasil pengujian pengendalian mendukung efektivitas pengendalian.
Dalam audit atas suatu perusahaan public, pengendalian yang dilakukan oleh
komputer (yang disebut dengan pengendalian otomatis) harus diuji jika auditor
menganggapnya sebagai pengendaliankunci untuk mengurangi kemungkinan salah
saji material dalam laporan keuangan.Karena konsistensi bawaan dalam pemrosesan
yang berdasarkan teknologi informasi,auditor mungkin dapat mengurangi pengujian
pengendalian otomatis. Jika seorangauditor memutuskan bahwa pengendalian
otomatis berjalan dengan tepat, auditor dapatmemfokuskan pada pengujian
selanjutnya untuk menilai apakah setiap perubahan yangterjadi akan membatasi
efektivitas pengendalian.Jika keberadaan pengendalian umumyang efektif akan
menyebabkan efisiensi audit yang signifikan, Standar 2 PCAOB mengharuskan
auditor perusahaan public untuk menguji pengendalian setiap tahun. Untuk menguji
pengendalian otomatis atau data, auditor mungkin memerlukan teknik audit yang
dibantu oleh komputer atau menggunakan laporan yang dihasilkan oleh teknologi
informasi untuk menguji efektivitas pengendalian umum teknologi informasi seperti
pengendalian untuk perubahan program-program dan pengendalian atas akses.Ketika
auditor menguji pengendalian manual yang berdasarkan pada laporan yang
dihasilkan oleh teknologi informasi, auditor harus mempertimbangkan baik
efektivitas hasil penelaahan manajemen maupun pengendalian terhadap akurasi
informasi dalam laporan tersebut.
D. Bauran Bukti
a. Analisis Audit 1
b. Analisis Audit 2
c. Analisis Audit 3
d. Analisis Audit 4
Rencana awal pada audit ini adalah mengikuti pendekatan yang digunakan
dalam Audit 2. Namun,auditor mungkin menemukan penyimpangan pengujian
pengendalian yang ekstensif dan salah sajiyang signifikan meskipun melakukan
pengujian substantif atas transaksi dan prosedur analitissubstantif. Karena itu,
auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal tidak efektif.
Pengujianrincian saldo yang ekstensif dilakukan untuk mengoffset hasil
pengujian lain yang tidak dapatditerima. Biaya audit ini lebih tinggi karena
pengujian pengendalian dan pengujian substantif atastransaksi telah dilakukan
tetapi tidak dapat digunakan untuk mengurangi pengujian rincian saldo
Prosedur ini meneliti hubungan yang dapt diterima antara data keuangan dan
data non-keuangan untuk mengembangkan harapan atas saldo laporan keuangan.
b. Prosedur awal
d. Pengujian pengendalian
Adalah pengujian pengendalain intern yang ditetapkan oleh strategi audit dari
auditor.
e. Pengujian transaksi
f. Pengujian Saldo
Berfokus pada perolehan bukti secara langsung tentang saldo akun serta item-
item yang membentuk saldo tersebut.
Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung data yang disajikan dalam
laporan keuangan , yang terdiri dari data akuntansi dan informasi pendukung lainnya,
yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Dasar pembahasan bukti audit adalah Standar Pekerjaan Lapangan khususnya
standar ketiga ,mendasari pembahasan bukti audityang berbunyi : “ Bukti audit
kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan dan konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit “.
5. Evaluasi Bukti
Evaluasi bukti harus lebih teliti bila menghadapi situasi audit yang
mengandung resiko besar. Situasi tersebut adalah sebagai berikut :
G. Proses Audit
2. Pengumpulan Bukti
4. Menyampaikan Ke Pengguna
1. Kesimpulan