9 - Party and Society - 10
9 - Party and Society - 10
Disusun Oleh:
Pada awalnya sekitar abad ke-19, partai politik adalah organisasi masyarakat sipil.
Partai muncul sebagai ekspresi terhadap konflik sosial dan politik yang terorganisir secara
lembaga. Organisasi berideologi liberal, konservatif, maupun sosial demokrat mencoba
menegaskan kembali posisi mereka di dalam dan melalui organisasi partai. Melalui
partisipasi dalam pemilihan umum, perwakilan di parlemen dan partisipasi dalam
pemerintahan yang dipilih secara demokratis, mereka berusaha untuk turut serta
melaksanakan reformasi sosial dan politik sesuai dengan ideologi partai masing-masing.
Singkatnya, partai politik dapat dianggap sebagai organisasi politik masyarakat sipil
yang menghimpun kepentingan suatu kelompok (atau beberapa kelompok) tertentu,
mengartikulasikan dan mewakili mereka. Melalui keikutsertaan dalam pemilihan umum yang
demokratis, mereka bertujuan untuk menyampaikan kepentingan tersebut kepada perwakilan
atau lembaga formal politik.
A. Parties and Civil Society
Model Pembentukan Partai Politk
Partai biasanya didirikan dengan dua orientasi. Pertama, oleh elit sosial yang
mengumpulkan sekelompok pendukung berpengaruh untuk mempertahankan/merebut posisi
kekuasaan. Dengan menggunakan pendekatan top-down untuk pembangunan partai, seperti
yang terjadi pada partai-partai liberal barat pertama. Sementara di Indonesia, hal ini juga
lumrah terjadi di beberapa partai politik. Dimana partai dibuat bertujuan sebagai kendaraan
politk oleh para elit, untuk maju dalam pemilihan umum
Kedua, oleh sekelompok masyarakat sipil yang menghimpun dukungan dari orang-
orang yang berpikiran sama untuk mencapai perubahan politik atau sosial. Contoh cara
pembentukan partai politik ini tidak hanya ada dalam sejarah Partai Eropa Barat di akhir abad
ke-19. Namun ada juga gerakan reformasi di bekas negara komunis Eropa Timur, seperti
"Charta 77" di Cekoslowakia, "Solidarnosc", gerakan serikat buruh dan reformasi sosial di
Polandia, atau gerakan warga negara demokratis di bekas negara Jerman Timur, seperti
"Initiative for Peace and Human Rights", “New Forum” dan “Democratic Departure”, muncul
dari masyarakat sipil dan kemudian dibentuk menjadi partai politik atau bergabung dengan
partai yang sudah ada.
Eksistensi Partai Ditengah Tantangan Arus “Gerakan Sosial Isu Baru”
Sejak tahun 1990-an, mulai tumbuh kritik umum terhadap partai politik oleh para
aktivis sosial dan juga ilmuwan sosial, dimana ada perdebatan internasional yang intens
tentang konsep representasi dan partisipasi. Timbulnya krisis demokrasi, berupa krisis
perwakilan dimana partai politik dirasa tidak lagi dapat mewakili aspirasi masyarakat sipil,
terkhusus ditengah perkembangan isu dan masalah yang kian kompleks. Disinilah organisasi
masyarakat sipil tampil sebagai wujud perluasan partisipasi langsung, dengan membentuk
“gerakan sosial baru” seperti gerakan perdamaian, perempuan, dan lingkungan. Gerakan
sosial ini, menjadi tantangan baru bagi partai mengingat ketidakmampuan mereka untuk
menyelesaikan masalah yang ada dan karena demobilisasi anggotanya. Jumlah gerakan
tersebut dalam banyak kasus, yang disebut juga sebagai “gerakan isu tunggal”. Telah
meningkat secara signifikan selama dua dekade terakhir. Di beberapa negara telah terbentuk
partai politik baru yang berkonsentrasi hanya pada satu atau beberapa isu (partai anti-
imigrasi, “partai internet”, partai hijau dll). Dalam banyak kasus, untuk mengakomodasi isu
baru tersebut. Parpol tradisional mulai mengintegrasikan isu-isu baru, seperti perlindungan
terhadap lingkungan, energi alternatif, pembangunan berkelanjutan dll, kedalam program
kerja mereka. Isu-isu tersebut kini menjadi bagian dari program partai-partai mapan. Di sisi
lain, beberapa gerakan sosial baru telah berhasil mengambil alih fungsi partai, terutama
fungsi artikulasi dan representasi kepentingan sosial.
Problematika Keterwakilan Antara Partai Politik dan Civil Society
Dalam beberapa tahun terakhir, ada tanda-tanda kekecewaan mengenai kapasitas dari
organisasi masyarakat sipil dalam fungsi representasi dan perwakilan. Terbukti dari
demokrasi massa yang hanya berfungsi kedalam bentuk demokrasi perwakilan, dan pada
akhirnya partai adalah satu-satunya lembaga yang memiliki legitimasi karena
keikutsertaannya dalam pemilihan umum. Sehingga menjustifikasi keterwakilan dan
legitimasi mereka melalui keikutsertaannya dalam pemilihan tersebut. Sementara, organisasi
masyarakat sipil tidak dapat membuktikan keterwakilan mereka yang secara nyata karena
memiliki berbagai keterbatasan. Mereka kekurangan struktur, proses, pengalaman, dan juga
personel yang diperlukan untuk menjalankan fungsi dasar dari partai politik, seperti
legitimasi, pemilihan calon, dan yang terpenting, pemerintahan yang demokratis. Pada
akhirnya organisasi masyarakat sipil tidak bisa menggantikan partai politik.
Namun demikian, perlu ditekankan bahwa organisasi masyarakat sipil memberikan
kontribusi penting bagi proses politik dan stabilisasi demokrasi di setiap masyarakat.
Banyaknya jumlah dan semakin pentingnya organisasi masyarakat sipil di seluruh dunia
membuktikan bahwa di mana-mana, hampir sebagian besar warga negara ingin mengambil
bagian dalam proses politik. Akan tetapi, demobilisasi partai hanya dapat sebagian
dikompensasi oleh organisasi masyarakat sipil karena berbagai keterbatasan seperti yang
dijelaskan sebelumnya.
Organisasi masyarakat sipil dapat menjalankan fungsi tertentu yang juga berlaku
untuk partai. Namun, mereka tidak dapat memenuhi fungsi terpenting dari partai yakni
partisipasi dalam pemilihan umum, yang tidak hanya memberikan bagian kekuasaan politik
kepada partai, tetapi juga memastikan keterwakilan mereka. Sebaliknya, representasi nyata
dari organisasi masyarakat sipil tetap tidak jelas meski mereka mampu menggerakkan massa
untuk tujuan-tujuan tertentu. Organisasi sosial hanya dapat membuktikan dukungan nyata
mereka dalam masyarakat jika mereka berubah menjadi partai politik.