Anda di halaman 1dari 5

REVIEW MATA KULIAH KEPARTAIAN

“PARTY & SOCIETY”


Dosen Pengampu: Dr. George Towar Ikbal Tawakkal, S.IP., M.Si.

Disusun Oleh:

Matthew Justico Harya Putra : 185120600111030


Muhammad Andi Alfian : 185120600111041
Mirza Tahmidan Susanto : 185120607111019

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
Party & Society

Pada awalnya sekitar abad ke-19, partai politik adalah organisasi masyarakat sipil.
Partai muncul sebagai ekspresi terhadap konflik sosial dan politik yang terorganisir secara
lembaga. Organisasi berideologi liberal, konservatif, maupun sosial demokrat mencoba
menegaskan kembali posisi mereka di dalam dan melalui organisasi partai. Melalui
partisipasi dalam pemilihan umum, perwakilan di parlemen dan partisipasi dalam
pemerintahan yang dipilih secara demokratis, mereka berusaha untuk turut serta
melaksanakan reformasi sosial dan politik sesuai dengan ideologi partai masing-masing.
Singkatnya, partai politik dapat dianggap sebagai organisasi politik masyarakat sipil
yang menghimpun kepentingan suatu kelompok (atau beberapa kelompok) tertentu,
mengartikulasikan dan mewakili mereka. Melalui keikutsertaan dalam pemilihan umum yang
demokratis, mereka bertujuan untuk menyampaikan kepentingan tersebut kepada perwakilan
atau lembaga formal politik.
A. Parties and Civil Society
Model Pembentukan Partai Politk
Partai biasanya didirikan dengan dua orientasi. Pertama, oleh elit sosial yang
mengumpulkan sekelompok pendukung berpengaruh untuk mempertahankan/merebut posisi
kekuasaan. Dengan menggunakan pendekatan top-down untuk pembangunan partai, seperti
yang terjadi pada partai-partai liberal barat pertama. Sementara di Indonesia, hal ini juga
lumrah terjadi di beberapa partai politik. Dimana partai dibuat bertujuan sebagai kendaraan
politk oleh para elit, untuk maju dalam pemilihan umum
Kedua, oleh sekelompok masyarakat sipil yang menghimpun dukungan dari orang-
orang yang berpikiran sama untuk mencapai perubahan politik atau sosial. Contoh cara
pembentukan partai politik ini tidak hanya ada dalam sejarah Partai Eropa Barat di akhir abad
ke-19. Namun ada juga gerakan reformasi di bekas negara komunis Eropa Timur, seperti
"Charta 77" di Cekoslowakia, "Solidarnosc", gerakan serikat buruh dan reformasi sosial di
Polandia, atau gerakan warga negara demokratis di bekas negara Jerman Timur, seperti
"Initiative for Peace and Human Rights", “New Forum” dan “Democratic Departure”, muncul
dari masyarakat sipil dan kemudian dibentuk menjadi partai politik atau bergabung dengan
partai yang sudah ada.
Eksistensi Partai Ditengah Tantangan Arus “Gerakan Sosial Isu Baru”
Sejak tahun 1990-an, mulai tumbuh kritik umum terhadap partai politik oleh para
aktivis sosial dan juga ilmuwan sosial, dimana ada perdebatan internasional yang intens
tentang konsep representasi dan partisipasi. Timbulnya krisis demokrasi, berupa krisis
perwakilan dimana partai politik dirasa tidak lagi dapat mewakili aspirasi masyarakat sipil,
terkhusus ditengah perkembangan isu dan masalah yang kian kompleks. Disinilah organisasi
masyarakat sipil tampil sebagai wujud perluasan partisipasi langsung, dengan membentuk
“gerakan sosial baru” seperti gerakan perdamaian, perempuan, dan lingkungan. Gerakan
sosial ini, menjadi tantangan baru bagi partai mengingat ketidakmampuan mereka untuk
menyelesaikan masalah yang ada dan karena demobilisasi anggotanya. Jumlah gerakan
tersebut dalam banyak kasus, yang disebut juga sebagai “gerakan isu tunggal”. Telah
meningkat secara signifikan selama dua dekade terakhir. Di beberapa negara telah terbentuk
partai politik baru yang berkonsentrasi hanya pada satu atau beberapa isu (partai anti-
imigrasi, “partai internet”, partai hijau dll). Dalam banyak kasus, untuk mengakomodasi isu
baru tersebut. Parpol tradisional mulai mengintegrasikan isu-isu baru, seperti perlindungan
terhadap lingkungan, energi alternatif, pembangunan berkelanjutan dll, kedalam program
kerja mereka. Isu-isu tersebut kini menjadi bagian dari program partai-partai mapan. Di sisi
lain, beberapa gerakan sosial baru telah berhasil mengambil alih fungsi partai, terutama
fungsi artikulasi dan representasi kepentingan sosial.
Problematika Keterwakilan Antara Partai Politik dan Civil Society
Dalam beberapa tahun terakhir, ada tanda-tanda kekecewaan mengenai kapasitas dari
organisasi masyarakat sipil dalam fungsi representasi dan perwakilan. Terbukti dari
demokrasi massa yang hanya berfungsi kedalam bentuk demokrasi perwakilan, dan pada
akhirnya partai adalah satu-satunya lembaga yang memiliki legitimasi karena
keikutsertaannya dalam pemilihan umum. Sehingga menjustifikasi keterwakilan dan
legitimasi mereka melalui keikutsertaannya dalam pemilihan tersebut. Sementara, organisasi
masyarakat sipil tidak dapat membuktikan keterwakilan mereka yang secara nyata karena
memiliki berbagai keterbatasan. Mereka kekurangan struktur, proses, pengalaman, dan juga
personel yang diperlukan untuk menjalankan fungsi dasar dari partai politik, seperti
legitimasi, pemilihan calon, dan yang terpenting, pemerintahan yang demokratis. Pada
akhirnya organisasi masyarakat sipil tidak bisa menggantikan partai politik.
Namun demikian, perlu ditekankan bahwa organisasi masyarakat sipil memberikan
kontribusi penting bagi proses politik dan stabilisasi demokrasi di setiap masyarakat.
Banyaknya jumlah dan semakin pentingnya organisasi masyarakat sipil di seluruh dunia
membuktikan bahwa di mana-mana, hampir sebagian besar warga negara ingin mengambil
bagian dalam proses politik. Akan tetapi, demobilisasi partai hanya dapat sebagian
dikompensasi oleh organisasi masyarakat sipil karena berbagai keterbatasan seperti yang
dijelaskan sebelumnya.
Organisasi masyarakat sipil dapat menjalankan fungsi tertentu yang juga berlaku
untuk partai. Namun, mereka tidak dapat memenuhi fungsi terpenting dari partai yakni
partisipasi dalam pemilihan umum, yang tidak hanya memberikan bagian kekuasaan politik
kepada partai, tetapi juga memastikan keterwakilan mereka. Sebaliknya, representasi nyata
dari organisasi masyarakat sipil tetap tidak jelas meski mereka mampu menggerakkan massa
untuk tujuan-tujuan tertentu. Organisasi sosial hanya dapat membuktikan dukungan nyata
mereka dalam masyarakat jika mereka berubah menjadi partai politik.

B. Parties and Associations


Kelompok kepentingan/asosiasi adalah bentuk dari masyarakat sipil yang terorganisir.
Mereka mengatur dan mengartikulasikan kepentingan sosial setiap warga negara, sosial
kelompok atau organisasi sosial lainnya, kedalam bentuk asosiasi seperti APINDO (Asosiasi
Pengusaha Indonesia) atau KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia). Mereka
menjalankan fungsi serupa seperti partai politik. Namun, fokus mereka terletak pada sektor
tertentu, berbeda dengan partai politik yang merepresentasikan kepentingan umum.
Perbedaan Fungsi Parpol dan Asosiasi
Walaupun kelompok kepentingan menjalankan beberapa fungsi partai, namun mereka
dapat dibedakan dari partai dengan tiga ciri utama:
 Mereka tidak melibatkan diri dalam persaingan politik kursi parlemen.
 Misi, tujuan, program, kegiatan dan wilayah mereka minat biasanya terbatas pada
masalah atau perhatian tertentu kelompok sosial tertentu, sementara partai umumnya
bertujuan lebih desain umum dan fungsi representasi atau integrasi kelompok sosial
yang lebih luas.
 Mereka lebih terhubung dengan kelompok yang kepentingannya mereka wakili.
Misalnya, asosiasi bisnis mewakili kepentingan perusahaan anggotanya dan
perwakilan mereka. Serikat pekerja mewakili kepentingan pekerja dan buruh,
terutama menyangkut bidang tawar-menawar upah dan kondisi kerja. Sementara
organisasi lain fokus pada isu sosial, budaya atau lingkungan, seperti asosiasi
kesejahteraan yang berfokus pada jaminan layanan sosial.
Hubungan Antara Partai Politik dan Asosiasi
Hubungan antara partai politik dan asosiasi dapat dilihat dari prefrensi kepentingan
serta orientasi jangka panjangnya. Hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah keharusan proses
yang harus dilewati untuk mencapai tujuan masing - masing. Sebagai contoh, asosiasi
bertujuan untuk menyelesaikan segala isu yang menjadi fokus utamanya. Akumulasi
kepentingan dari asosiasi sendiri dapat diakomodir lewat sebuah kebijakan publik. Dimana
tindakan tersebut hanya dapat dilakukan oleh anggota partai politik yang sedang menjabat di
pemerintahan. Sehingga asosiasi harus memilih agar kepentingannya dapat terakomodir.
Sedangkan anggota partai politik sendiri, walaupun mereka belum tentu mewakili
kepentingan masyarakat secara umum, akan tetapi mereka juga membutuhkan dukungan
suara dari para asosiasi dalam ajang pemilihan umum. Disini menjadikan para calon pejabat
harus paham betul terkait apa saja isu atau kebutuhan masyarakat yang harus segera
tuntaskan. Salah satu keuntungan asosiasi dalam hubungan ini adalah mereka dapat akses
untuk ikut serta dalam menentukan sebuah kebijakan sejak awal (proses legislasi).
Dampak Berkepanjangan Hubungan Parpol dan Asosiasi
Fakta dilapangkan menyebutkan bahwa proses pembuatan kebijakan tidak selalu
sesuai dengan norma proses yang dijelaskan diatas. Hal ini disebabkan oleh perubahan
keputusan kebijakan oleh anggota pejabat yang ternyata tidak mewakili orientasi asosiasi.
Jika proses negosiasi dalam pengambilan kebijakan tidak berjalan sesuai kebutuhan asosiasi.
Maka kedudukan parlemen dapat terancam, karena pada akhirnya asosiasi akan
menggunakan alternatif lain yaitu melalui konflik. Alternatif ini digunakan untuk mengancam
parlemen dengan maksud untuk merevisi kebijakan yang akan diputuskan atau yang sudah
ditetapkan. Bentuk ancaman tersebut dapat berupa pemogokan kerja dan lain sebagainya.
Tindakan tersebut jelas akan akan menimbulkan efek domino yang berakhir pada
ketidakstabilan politik.
Dalam teori Political Opportunities Structure Theory (POST) dijelaskan bahwa adanya
kesempatan politik yang terbuka akan mendorong kelompok - kelompok gerakan sosial
menggunakannya sebagai sebuah momentum untuk melakukan penekanan agar agenda
sosialnya dapat terpenuhi. Konflik ini bisa bersumber dari keinginan para elit
mempertahankan kewenangannya atau para elite yang telah berani melanjutkan suatu
kebijakan pemerintah yang nyatanya merugikan rakyat. Belum lagi ada faktor kuat lainnya
seperti adanya kebebasan berorganisasi, berkumpul dan menyampaikan. Hal ini jelas tidak
dirasakan pada saat rezim otoriter berkuasa. Ditambah lagi adanya Pers yang mampu
menggerakkan massa melalui publikasi fakta yang terjadi dilapangan. Sebagai penegasan,
gerakan tersebut bukan didominasi oleh banyaknya kekuatan asosiasi melainkan atas adanya
peluang politik.
Akan tetapi perlu diwaspadai juga, tidak seluruh kegiatan asosiasi merepresentasikan
kepentingan umum, ada juga yang memang hanya berorientasi kepentingan pribadi asosiasi.
Sebagai contoh yang terjadi pada Negara Jerman, kekuatan asosiasi yang lebih besar
cenderung akan lebih mudah diloloskan dari pada asosiasi kecil. Hal ini penting untuk
dilakukan tindakan preventif melalui regulasi agar kepentingan-kepentingan pribadi dapat
segera dihilangkan.
Kontribusi Anggota

Nama anggota : Matthew Justico Harya Putra


Kontribusi : Mereview halaman 61-67
Menyunting hasil review

Nama anggota : Muhammad Andi Alfian


Kontribusi : Mereview halaman 61-67
Membuat ppt presentasi

Nama anggota : Mirza Tahmidan Susanto


Kontribusi : Mereview halaman 61-67
Membuat materi presentasi

Anda mungkin juga menyukai