Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021

Mata Kuliah : Korupsi dan Pemerintahan (C.IPM6)

Nama : Matthew Justico Harya Putra

NIM : 185120600111030

Absen :2

Soal UTS:

2.) Jelaskan secara detail, lengkap perbedaan-perbedaan antara whistleblower dengan justice
collaborator? GENAP

4.) Sebut dan Jelaskan bentuk-bentuk kecurangan (fraud) dalam proses pelayanan publik dari pemerintah
(pusat atau daerah) di Sektor Kesehatan? GENAP

6.) Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang memengaruhi implementasi whistleblowing system dalam
sebuah organisasi publik, institusi pendidikan, pemerintahan? Sertakan kasus-kasusnya yang nyata terjadi
di Indonesia? GENAP

Jawaban:

2.) Mengutip dari Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No. 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan
Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator)
di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Disebutkan bahwa Whistleblower merupakan orang yang
mengetahui dan melaporkan tindak pidana dan bukan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
Sedangkan Justice Collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengenai kejahatan
yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai
saksi di dalam proses peradilan.1 Tindak pidana tertentu yang dimaksud SEMA adalah tindak pidana
korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun
tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir, dengan kata lain tergolong dalam extraordinary crime.
Sehingga, tindak pidana tersebut telah menimbulkan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan
masyarakat.

1
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Whistleblower dan Justice
Collaborator di dalam perkara tindak pidana tertentu.
Perbedaan Whistleblower dan Justice Collaborator antara lain:2

a. Subjek Whistleblower adalah masyarakat sedangkan Justice Collaborator adalah salah satu pelaku
tindak pidana (bukan pelaku utama).

b. Motivasi Whistleblower melaporkan atas kesadaran sendiri, sedangkan Justice Collaborator atas dasar
tindakan kooperatif dengan aparat penegak hukum.

c. Hukum acara Whistleblower memberikan keterangan diluar persidangan sedangkan Justice


Collaborator memberikan keterangan didalam persidangan.

d. Jaminan perlindungan Whistleblower dalam hal memberikan keterangan tertutup oleh media
sedangkan Justice Collaborator dalam memberikan keterangan diketahui media dan dilindungi undang-
undang

4.) Fraud dalam layanan kesehatan mulai dikenal dan diperhatikan secara luas ketika munculnya Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia. Besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan, mendorong
pemerintah menerbitkan Permenkes No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) Dalam
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).3 Adapun jenis penyimpangan yang termasuk dalam
kategori ‘Fraud’ dalam pelayanan kesehatan menurut Permenkes No. 36 Tahun 2015 sebagai berikut:4

1. Upcoding yang berarti penulisan kode diagnosis yang berlebihan dengan cara mengubah kode
diagnosis dan atau prosedur menjadi kode yang memiliki tariff lebih tinggi dari yang seharusnya.
2. Cloning yaitu penjiplakan klaim dari pasien lain, dengan cara menyalin dari klaim pasien lain
yang sudah ada.
3. Phantom Billing yaitu melakukan klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan.
4. Services unbundling / fragmentation merupakan klaim atas dua atau lebih diagnose dan atau
prosedur yang seharusnya menjadi satu paket pelayanan dalam episode yang sama, untuk
mendapatkan nilai klaim yang lebih besar pada satu episode perawatan pasien.

2
Laura Naomi Ratua Gultom, “Studi Komparatif Antara Justice Collaborator Dengan Whistleblower Dalam Tindak Pidana
Korupsi”, Corruptio P-ISSN 2723-2573 Volume 1 Issue 2, July-December 2020 :hlm. 135
3
“Peluang Fraud Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional”, Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen
Asuransi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 28 Spetember 2016, diakses pada 2 April 2020 pukul
11.39 wib, http://id.kpmak-ugm.org/peluang-fraud-dalam-penyelenggaraan-jaminan-kesehatan-nasional
4
Maulana Tommy Abiyasa, “Mengenal Jenis Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan Di Era JKN”, Infokes Fakultas Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro, 14 Januari 2019, diakses pada 2 April 2020 pukul 11.51 wib.
https://infokes.dinus.ac.id/2019/01/14/mengenal-jenis-fraud-dalam-pelayanan-kesehatan-di-era-jkn/
5. Inflated Bills atau penggelembungan tagihan obat dan alkes
6. Repeat billing merupakan klaim yang diulang dalam kasus yang sama
7. Prolonged of stay merupakan klaim atas biaya pelayanan yang lebih besar akibat perubahan lama
hari perawatan rawat inap yang tidak sesuai ketentuan.
8. Type of room charge merupakan klaim atas pelayanan kesehatan kesehatan yang lebih besar dari
biaya kelas perawatan yang sebenarnya.
9. Cancelled services atau membatalkan tindakan yang wajib dilakukan
10. No medical value atau melakukan tindakan yang tidak perlu
11. Standard of care atau penyimpangan terhadap standard pelayanan
12. Unnecessary treatment atau memberikan pelayanan pengobatan yang tidak perlu

6.) Menurut Komite Nasional Kebijkaan Governance5 faktor yang mempengaruhi penerapan
whistleblowing system pada lembaga antara lain:

1. Kondisi yang membuat karyawan yang mengetahui adanya pelanggaran mau untuk
melaporkannya pelanggaran tersebut ke dalam whistleblowing system yang ada pada Institusi
tersebu, serta whistleblowing system ini harus tersosialisasikan ke seluruh pegawai.
2. Kebijakan terkait kerahasian pelapor dan pelindungan pelapor.
3. Kemungkinan tersedianya akses pelaporan pelanggaran ke luar organisasi, bila Inspektorat utama
tidak mendapatkan respon yang sesuai

Seperti dalam lembaga Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, dimana berdasarkan penjelasan
menurut Komite Nasional Kebijkaan Governance sebagaimana disebut diatas bahwa jika dilihat dari
jumlah pelanggaran yang telah terselesaikan maupun yang masih dalam proses whistleblowing system
yang ada pada BPK belum bisa menurunkan jumlah pelanggaran yang ada, sehingga whistleblowing
system yang ada pada BPK belum efektif, hal tersebut didukung oleh fenomena yang ada bahwa pada
tahun 2017, 2018, 2019 memang ada kasus fraud yang dilakukan oleh auditor BPK namun apabila
digabungkan dengan aplikasi whistleblowing system di BPK, maka whistleblowing system yang
dibangun oleh BPK telah digunakan/ diimplementasikan/ dimanfaatkan oleh pihak internal BPK, hal
tersebut menunjukan whistleblowing system BPK telah diakui eksistensinya oleh internal BPK sebagai

5
KNKG, “Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran- spp (Whistleblowing system)”, 2008. hlm, 22
media untuk menyampaikan adanya dugaan pelanggaran oleh pegawai BPK, sehingga menjadi bagian
dari upaya BPK untuk menjadi lembaga yang bersih, independen, integritas dan professional.6

Daftar Pustaka

Gultom, Laura Naomi Ratua Gultom, “Studi Komparatif Antara Justice Collaborator Dengan
Whistleblower Dalam Tindak Pidana Korupsi”, Corruptio P-ISSN 2723-2573 Volume 1 Issue 2, July-
December 2020

Dinda Okdwi Seza, Mahendro Sumardjo, Ermawati, “Analisis Penerapan Whistleblowing System Dalam
Rangka Menegakan Integritas Pada Badan Pemeriksa Keuangan”, 2020

KNKG, “Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran- spp (Whistleblowing system)”, 2008

Maulana Tommy Abiyasa, “Mengenal Jenis Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan Di Era JKN”, Infokes
Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro, 14 Januari 2019.
https://infokes.dinus.ac.id/2019/01/14/mengenal-jenis-fraud-dalam-pelayanan-kesehatan-di-era-jkn/

“Peluang Fraud Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional”, Pusat Kebijakan Pembiayaan
dan Manajemen Asuransi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 28 Spetember
2016. http://id.kpmak-ugm.org/peluang-fraud-dalam-penyelenggaraan-jaminan-kesehatan-nasional

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Whistleblower
Dan Justice Collaborator Di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

6
Dinda Okdwi Seza, Mahendro Sumardjo, Ermawati, “Analisis Penerapan Whistleblowing System Dalam Rangka Menegakan
Integritas Pada Badan Pemeriksa Keuangan”, 2020, hlm. 192

Anda mungkin juga menyukai