Anda di halaman 1dari 12

Tinjauan Pustaka

GLAUKOMA FAKOLITIK

Oleh:

Emy Rachmawati Wulandari

I1A004023

Pembimbing:

dr.Hj. Etty Eko Setyowati, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA


FK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Maret, 2011

1
BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah penyakit mata akibat tekanan bola mata yang tidak

normal disertai neuropati saraf optik dan kerusakan lapang pandang yang khas.1,2

Tekanan bola mata yang tinggi juga akan menyebabkan kerusakan saraf penglihat

dan akan mengakibatkan kebutaan.1,3

Di Indonesia, glaukoma penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak

sebanyak 0.40%. Kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat permanent. 4

Di Indonesia, glaukoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal cukup banyak

yang menjadi buta karenanya. Pada kasus glaukoma kronik hampir tanpa keluhan

subyektif, sehingga penderita terlambat datang kepada dokter.

Glaukoma dapat diklasifikasikan berdasarkan pada mekanisme

berkurangnya absorbsi, diantaranya glaukoma primer (sudut terbuka dan sudut

tertutup), glaukoma sekunder, dan glaukoma kongenital.2,5 Glaukoma sudut

tertutup akut primer merupakan penyakit mata dengan gangguan integritas

struktur dan fungsi yang mendadak sebagai akibat peningkatan Tekanan

intraokuler (TIO) yang sangat tinggi karena sudut bilik mata depan mendadak

tertutup akibat blok pupil.6

Glaukoma fakolitik adalah keadaan akut dari glaukoma sudut terbuka

disebabkan oleh kebocoran dari katarak matur atau hypermature (jarang imatur).

Hal ini dapat disembuhkan dengan extraksi katarak.10,11,12

2
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Glaukoma berasal dari kata Yunani glauklos yang berarti hijau kebiruan,

yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.8

Glaukoma adalah penyakit mata akibat tekanan bola mata yang tidak normal

disertai neuropati saraf optic dan kerusakan lapang pandang. 1,2 Tekanan bola mata

yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 10-20 mmHg. 9

Tekanan bola mata yang tinggi juga akan mengakibat kerusakan saraf penglihat

dan akan mengakibatkan kebutaan.1,3

Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh

penyumbatan trabekulum pada katarak hipermatur dengan sudut terbuka.

Penyumbatan trabekulum disebabkan oleh protein lensa yang bocor dari kapsul

lensa katarak hipermatur. Katarak hipermatur merupakan stadium lanjut dari

katarak senilis. Pada katarak tersebut terjadi pencairan korteks lensa dan

pengerutan kapsul lensa, dan bilik mata depan menjadi dalam. Pada keadaan ini

dapat terjadi kebocoran material korteks ke luar kapsul sehingga menyebabkan

terjadinya proses inflamasi segmen anterior mata yang berakibat terjadinya

glaukoma akut yang dikenal sebagai glaukoma fakolitik.14

3
KLASIFIKASI GLAUKOMA

Berdasarkan waktunya, Glaukoma diklasifikasikan menjadi akut dan

kronis.3

1. Glaukoma akut

a. Definisi : glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan

oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.

b. Etiologi : dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang

memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit

pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit

mata lain.yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer,

menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.

c. Faktor predisposisi : pada bentuk primer, faktor predisposisinya

berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat

gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering

disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen

atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan

iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.

d. Manifestasi klinik

 Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan

daerah belakang kepala.

 Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa

mual dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan gejala

glaukoma akut.

4
 Tajam penglihatan sangat menurun.

 Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.

 Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.

 Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.

 Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif,

akibat timbulnya reaksi radang uvea.

 Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.

 Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat

kekeruhan media penglihatan.

 Tekanan bola mata sangat tinggi.

 Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.

e. Pemeriksaan penunjang : pengukuran dengan tonometri schiotz

menunjukkan peningkatan tekanan. Perimetri, gonioskopi, dan

tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.

f. Penatalaksanaan : penderita dirawat dan dipersiapkan untuk

operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (tio) dan keadaan mata.

Bila tio tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya

berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis

operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil

pemeriksaan gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.

5
2. Glaukoma kronik

a. Definisi : glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala

peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi

dan fungsi mata yang permanen.

b. Etiologi : keturunan dalam keluarga, diabetes melitus,

arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia

tinggi dan progresif.

c. Manifestasi klinik : gejala-gejala terjadi akibat peningkatan

tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun

pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak

mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut

keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan

gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan

permanen.

d. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan tekanan bola mata dengan

palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap

abnormal 21-25 mmhg dan dianggap patologik diatas 25 mmhg.

Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar

dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan

terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang

menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal,

tangga ronne, atau skotoma busur.

6
e. Penatalaksanaan : pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali,

dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang

semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata

dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga

dan minum harus sedikit-sedikit.

Ada tiga jenis glaukoma berdasarkan etiologi yaitu2,5,7:

1. Glaukoma Primer, ada 2 jenis:

 Glaukoma primer sudut terbuka (open angle glaukoma, chronic simple

glaucoma)

 Glaukoma primer sudut tertutup(closed angle glaucoma, acute

congestive glaucoma).

 Glaukoma kongenital

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat penyakit lain dalam bola

mata, disebabkan : kelainan lensa (luksasi, pembengkakan, fakolitik);

kelainan uvea (uveitis, tumor); trauma (perdarahan dalam bi1ik mata

depan/hifema, perforasi kornea dan prolaps iris, yang menyebabkan

leukoma adheren); pembedahan (bilik mata depan yang tidak cepat

terbentuk setelah pembedahan katarak).

Berdasarkan anatomi bilik mata depan, diklasifikasikan yaitu :3

1. Glaukoma sudut tertutup (closed angle glaucoma)

2. Glaukoma sudut terbuka (open angle glaucoma).

7
ETIOLOGI

Di Indonesia glaukoma penyabab kebutaan nomor dua setelah katarak

sebanyak 0.40%. Kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat permanent.4

Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraocular ini,

disebabkan:4

- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar

- Berkurangnya pengeluaran cairan mata didaerah sudut bilik mata atau dicelah.

PATOFISIOLOGI

Bila terjadi peningkatan tekanan bola mata sebagai akibat manifestasi

penyakit lain dimata maka glaukoma ini disebut glaukoma sekunder. Contoh

glaukoma jenis ini adalah: 15,16

1. Glaukoma pseudoeksfoliasi (exfoliation syndrome)

2. Glaukoma pigmenter (pigmentary glaucoma)

3. Glaukoma akibat kelainan lensa

4. Glaukoma akibat tumor intraokuli

5. Glaukoma akibat inflamasi intraokuli.

Glaukoma akibat kelainan lensa bisa dalam bentuk fakolitik,

fakoantigenik dan akibat partikel lensa. Glaukoma fakolitik terjadi akibat

kebocoran lensa pada katarak matur dan hipermatur. Kebocoran ini sering disertai

pada awalnya rasa nyeri dan inflamasi segmen anterior. Jaringan trabekulum akan

tersumbat oleh sel-sel makrofag dan protein lensa.15,16

Berbeda dengan beberapa bentuk lensa-yang diinduksi oleh glaucoma

(misalnya: glaukoma partikel lensa, glaukoma fakoanafilaktik), glaukoma

8
fakolitik terjadi pada lensa katarak dengan kapsul lensa utuh. Bukti yang tersedia

mengimplikasikan obstruksi trabekula langsung oleh protein lensa, terbebas dari

cacat mikroskopis dalam kapsul lensa yang utuh secara klinis. Protein dengan

berat molekul tinggi yang ditemukan di lensa katarak menyebabkan obstruksi

trabekula dalam studi perfusi eksperimental serupa dengan yang ditemukan di

glaukoma fakolitik.13

Pada katarak hipermatur terjadi pencairan korteks lensa dan pengerutan

kapsul lensa. Pada keadaan tersebut dapat terjadi kebocoran material korteks ke

luar dari kapsul lensa sehingga dapat terjadi proses inflamasi segmen depan mata

atau uveitis fakolitik. Keadaan inflamasi pada mata atau uveitis dapat

menimbulkan timbunan sel-sel radang dan eksudat protein dalam trabekulum

meshwork, sehingga menimbulkan hambatan mekanis parsial maupun total pada

aliran humor aquos, dan selanjutnya akan meningkatkan tekanan bola mata atau

glaukoma fakolitik.14

GEJALA KLINIS

Pasien dengan galukoma fakolitik biasanya memiliki riwayat kehilangan

penglihatan (penurunan visus dan hilang lapang pandang) secara perlahan selama

beberapa bulan atau tahun sebelum timbulnya onset akut berupa rasa sakit,

kemerahan, dan kadang-kadang penurunan visus lebih lanjut. Persepsi cahaya

menjadi tidak akurat karena kepadatan katarak. Gejala mirip dengan glaukoma

akut sudut-tertutup.17

9
PENATALAKSANAAN

Pengobatan pada glaukoma fakolitik pada prinsipnya adalah menurunkan

tekanan intra okuler dengan cepat, dengan menggunakan agen penurun TIO baik

sediaan sistemik maupun topikal. Steroid topikal selain untuk mengurangi proses

inflamasi, dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan dapat menurunkan

tekanan intraokuler. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat-obat

siklopegik.14

Terapi kausatif pada glaukoma fakolitik adalah menurunkan TIO dengan

cara menghilangkan penyebabnya yaitu katarak. Katarak dapat dihilangkan

dengan tindakan bedah berupa ECCE (extracapsular cataract extraction) serta

dilakukan pemasangan lensa tanam untuk mendapatkan visus yang lebih baik.

Bila glaukoma fakolitik terjadi akibat dislokasi lensa ke dalam rongga vitreous,

maka tindakan bedah yang dilakukan adalah pars plana vitrectomy.14

PROGNOSIS

Tanpa pengobatan, glaukoma dapat menimbulkan kebutaan total. Jika

dapat dilakukan tindakan extraksi katarak sedini mungkin prognosis menjadi lebih

baik.14

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Taim H, Simarmata M, et al. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata


Untuk Dokter Umum dan Mahaiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Sagung Seto,
Jakarta : 2002

2. Vaughan D, Riordan P. Glaukoma. Dalam (Alih Bahasa : Tambajong J) :


Oftalmologi Umum (General Ophthalmology) Edisi 14. Widya Medika, Jakarta
: 2000

3. Ilyas,sidarta.Ilmu Perawatan Mata.Sagung Seto:Jakarta :2004

4. Anonymous. Glaukoma. http://www.solusisehat.net/artikel.php?id=322.


Diakses 6 Nopember 2008.

5. James B, Chew C, Bron A. Glaukoma. Dalam : Lecture Notes Oftalmologi


Edisi Keembilan. Erlangga Medical Series, Jakarta : 2006

6. Kardi J, Gumansalangi EA. Glaukoma. Dalam : Pedoman Diagnosis dan


Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. RSUD Dokter Sutomo, Surabaya : 1994

7. Wijaya N. Glaukoma. Dalam: Ilmu Penyakit Mata . Binarupa Aksara, Jakarta,


1996

8. Ilyas S. Penglihatan Menurun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam : Ilmu


Penyakit Mata Edisi Ke-3. Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia, Jakarta :
2004

9. Scott F. Glaucoma –the patophysiology and diagnosis. Hospital pharmacist.


July/august 2005.Vol.12 pg 251.

10. Kanski JJ. Lens-related glaucoma. In: Clinical Ophthalmology. 5th


ed. 2003:239.

11. Richter C. Lens-induced open angle glaucoma: phacolytic glaucoma (lens


protein glaucoma). In: Ritch R, Shields MB, Krupin T, eds. The
Glaucomas. 2nd ed. St Louis: Mosby; 1996:1023-1026.

12. Stamper R, Lieberman M, Drake M. Secondary open-angle glaucoma:


phacolytic glaucoma. In: Becker-Shaffer's Diagnosis and Therapy of the
Glaucomas. 7th ed. St Louis, Mo: Mosby; 1999:324-326.

11
13. Kim IT, Jung BY, Shim JY. Cholesterol crystals in aqueous humor of the eye
with phacolytic glaucoma. J Korean Ophthalmol Soc. Sept 2000;41(9):2003-7

14. Suhardjo, Asfani S. Hifema pada glaukoma fakolitik-Laporan Kasus. Berkala


Ilmu Kedokteran Vol.31, No.2, 1999.

15. American academy of ophthalmology. Glaucoma, basic and clinical science


course, section 10, 2008-2009.

16. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, fifth edition.


Oxford, 2003: 193-296.

17. Pradhan D, Hennig A, Kumar J. A prospective study of 413 cases of lens-
induced glaucoma in Nepal. Indian J Ophthalmol. 2001;Jun;49(2):103-7.

12

Anda mungkin juga menyukai