Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENDEKATAN KONTEKSTUAL

1. Pengertian Contextual Teaching And Learning

Contextual Teaching and Learning merupakan suatu metode

pembelajaran yang secara langsung melibatkan siswa dalam mengaitkan

materi pelajaran dengan situasi kehidupan dunia nyata siswa.

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Wina Sanjaya:

Contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu strategi


pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka.1
Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan

yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari

pengetahuan yang sudah dipelajari dengan demikian pengetahuan yang akan

diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan

satu sama lain.

Pembelajaran yang Contekstual merupakan belajar dalam rangka

memperoleh dan menambah pengetahuan baru, pembelajaran dimulai

1
Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
kencana, 2009), h.255

7
8

dengan mempelajari secara keseluruhan. Pemahaman pengetahuan yang

diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.

Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran atau lebih terkenal

dengan sebutan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep

pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar

dengan situasi dunia nyata siswa, yang dapat mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang di pelajari dengan penerapannya dalam

kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Berangkat

dari konsep ini di harapkan hasil pembelajaran akan lebih bermakna. Proses

pembelajarannya akan berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan

siswa bekerja dan mengalami, bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru

kepada siswa semata.

Menurut Sardiman, dalam pembelajaran yang kontekstual ini, siswa


didorong untuk mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dan
bagaimana mencapai. Diharapkan mereka sadar bahwa yang mereka
pelajari itu berguna bagi hidupnya dengan demikian mereka akan
memposisikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk
bekal hidupnya nanti.2

Dari definisi di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan CTL

adalah suatu bagian dari metode pembelajaran yang mengarah kepada

kreativitas seorang guru dan siswanya untuk dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang lebih efektif.

2. Komponen dalam CTL

Menurut Hanafiah, komponen CTL adalah sebagai berikut:


1) Konstruktifisme (Constructivism).
Contextual Teaching Learning dibangun dalam landasan kontruktivisme
yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan dibangun peserta didik
2
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:Rajawali Pers, 2009), h. 222
9

secara sedikit demi sedikit (Incremental) dan hasilnya diperluas melalui


konteks terbatas

2) Menemukan (Inquiry).
Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik merupakan proses
menemukan (Inquiry) terhadap sejumlah pengetahuan ketrampilan.

3) Bertanya ( Questioning)
Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik diawali dengan proses
bertanya. Proses bertanya yang dilakukan peserta didik dalam rangka
memecahkan masalah dalam kehidupannya.

4) Masyarakat belajar (Learning Comunity)


Proses pembelajaran merupakan proses kerja sama antara peserta didik
dengan peserta didik, antara peserta didik dengan gurunya, dan antara
peserta didik dengan lingkungannya.
2

5) Pemodelan (Modelling)
Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung dengan adanya
pemodelan yang dapat ditiru, baik yang bersifat kejiwaan (identifikasi)
maupun yang bersifat fisik (imitasi) yang berkaitan dengan cara untuk
mengoprasikan sesuatu aktifitas, cara untuk menguasai pengetahuan atau
ketrampilan tertentu.

6) Refleksi (Reflection)
Refleksi dalam pembelajaran adalah cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajarinya atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah
dilakukan atau dipelajarinya di masa lalu. Refleksi pembelajaran
merupakan respons terhadap aktivitas atau pengetahuan dan ketrampilan
yang baru diterima dari proses pembelajaran.

7) Penilaian yang sebenaranya (Authentic Assessment)


Penilaian merupakan proses pengumpulan data yang dapat
mendeskripsikan mengenai perkembangan prilaku peserta didik.
Pembelajaran efektif adalah proses membantu peserta agar mampu
mempelajari bukan hanya menekankan pada diperolehnya sebanyak
mungkin informasi di akhir periode pembelajaran.3

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa CTL membantu

para siswa menemukan makna dalam pelajaran mereka dengan cara

3
Hanafiah, Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Rafika Aditama,
2009), h. 73-75
10

menghubungkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari,

mereka membuat hubungan-hubungan penting yang menghasilkan makna

dengan melaksanakan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama,

berfikir kritis dan kreatif, menghargai orang lain, mencapai standar tinggi,

dan berperan serta dalam tugas-tugas penilaian autentik.

3. Penerapan Pendekatan CTL Di Kelas

Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu:

konstruktivisme (Construktvism), menemukan (Inquiry), bertanya

(Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan

(Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic

Assessement). Adapun penerapan komponen di atas sebagai mana yang

dijelaskan Departemen Pendidikan Nasional sebagai berikut”

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan


belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri,
dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya!
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan
inquiri untuk semua topik!
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan
bertanya!
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam
kelompok-kelompok)!
e. Hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran!
f. Lakukan refleksi diakhir pertemuan!
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya
dengan berbagai cara!4

Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan pendekatan CTL harus

menjalankan dari ke tujuh komponen yang telah dipaparkan guna untuk

4
Depdiknas, Ditjen, Pendidikan Dasar dan Menengah Lanjutan Pertama, (Jakarta:
Depdiknas, 2002), h. 10
11

mencapai hasil yang memuaskan dalam kegiatan pembelajaran sesuai yang

ditentukan dalam Kriteria Ketuntasan Minimum.

Berdasarkan data penelitian yang telah penulis lakukan yaitu data tes

formatif dan data legger hasil belajar bidang studi Pendidikan Agama

Islam dengan Standar kompetensi (Akhlak):4. Membiasakan perilaku

terpuji, maka jelaslah bahwa penerapan metode CTL akan sangat

berpengaruh terhadap hasil belajar yang telah dihasilkan oleh siswa

dengan kata lain penerapan metode CTL yang baik dilakukan seorang

guru dalam kegiatan belajar mengajar yaitu dengan melakukan tujuh

aspek penerapan metode CTL.

4. Langkah-Langkah dan pola pembelajaran Contextual Teaching And

Learning (CTL)

Dalam pembelajaran contextual teaching and learning untuk

mencapai kompetensi yang diharapkan harus memperhatikan langkah-

langkah dam pola pembelajaran CTL, sebagaimana langkah-langkah

yang dijelaskan Wina Sanjaya sebagai berikut:

a. Kegiatan Pendahuluan:
1.) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat
dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang
akan dipelajari.
2.) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:
 Siswa dibagi kedalam bebrapa kelompok sesuai
dengan jumlah siswa;
 Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan
observasi, misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan observasi
ke pasar tradisional, dan kelompok 3 dan 4 melakukan
observasi ke pasar swalayan;
12

 Melalui observasi ditugaskan untuk mencatat berbagai


hal yang ditemukan di pasar-pasar tersebut.
3.) Guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas yang harus
dikerjakan oleh setiap siswa.

a. Kegiatan Inti:
Di Lapangan
1.) Guru membentuk atau membagi kelompok menjadi 5
kelompok dan memberikan tugas tentang Aqidah dan Akhlak.
2.) Siswa melakukan observasi di lingkungan sekolah sesuai
dengan pembagian tugas kelompok.
3.) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di lingkungan
sekolah sesuai dengan alat/instrumen observasi yang telah
mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam kelas
1.) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai gengan
kelompoknya masing-masing.
2.) Siswa melaporkan hasil diskusi.
3.) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan oleh kelompok yang lain.

Penutup
1.) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil
observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indikator hasil
belajar yang sicapai.
2.) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang
pengalaman belajar mereka dengan tema “pasar”.5

Dari langkah-langkah di atas dapat disimpulkan kemampuan

pemahaman siswa mengalami secara langsung dalam kehidupan

nyata di masyarakat. Karena CTL ini merupakan pembelajaran yang

menekankan kepada aktivitas siswa secara penuh dan berkaitan

dengan kehidupan nyata dalam sehari-hari bagi siswa.

B. HASIL BELAJAR
5
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Jakarta: Kencana, 2008), h. 124-125
13

1. Pengertian Hasil Belajar

Menurut S Nasution menyatakan hasil belajar “apa yang akan dapat

dilakukan dan dikuasai siswa sebagai hasil belajar itu”.6

Dan Menurut Oemar Hamalik “hasil belajar menunjukkan bahwa

siswa telah melakukan perbuatan belajara pada umumnya maupun

pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap baru yang diharapkan tercapai

oleh siswa”.7

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah hasil yang dicapai siswa dalam menerima pengetahuan

atau wawasan dalam suatu kegiatan belajar yang berupa prestasi nilai,

perubahan, sikap dan ketrampilan. Dimana hasil belajar siswa oleh faktor

dari luar dan dari dalam.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Syaiful


Bahri Djamarah antara lain sebagai berkut:
a. faktor luar meliputi
1.) Lingkungan terdiri :
a) Lingkungan alami atau lingkungan hidup, yaitu
lingkungan tempat tinggal anal didik, hidup dan berusaha di
dalamnya. Pencemaran lingkungan hidup merupakan
malapetakata bagi anak didik yang hdup di dalamnya.
b) Lingkungan sosial budaya, yaitu manusia yang
merupakan mahluk homo socius. Semacam mahluk yang
berkecenderungan untuk hisup bersama satu sama lainnya. Hidup
dalam kebersamaan dan saling membutuhkan akan melahirkan
interaksi social.
2.) Instrumental terdiri dari :
a) Kurikulum, yaitu a plan for learning yang
merupakan unsur substansial dalam pendidikan.
b) Program, bahwa Setiap sekolah mempunyai
program pendidikan yang disusun untuk dijalankan demi
6
S. Nasution, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 61
7
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 73
14

kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah


tergantung dari baik tidaknya program pendidikan yang
dirancang.
c) Sarana dan Fasilitas, bahwa sarana mempunyai arti
penting dalam pendidikan. Gedung sekolah misalnya sebagai
tempat yang strategis bagai berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Salah satu persyaratan untuk membuat suatu
sekolah adalah pemilikan gedung yang di dalamnya ada ruang
kelas, ruang kepala sekolah, ruang dewan gururu, ruang
perpustakaan, ruang BP, ruang tata usaha, auditorium, dan
halaman sekolah yang memadai.
d) Guru, adalah merupakan unsur manusiawi dalam
pendidikan. Kehadiran guru mutlak perlu di dalamnya. Kalau
hanya ada anal didik, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan
terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah.

b. Faktor dalam meliputi :


1.) Fisiologi yang terdiri dari:
 Kondisi fisiologis, pada umumnya sangat
berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang
dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari
orang yang dalam keadaan kelelahan.
2.) Psikologi meliputi :
a) Minat, adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada
suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada
dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri
sendiri dengan dengan sesuatu di luar diri.
 Kecerdasan, yaitu perkembangan taraf inteligensi
sangat pesat pada masa unur balita dan mulai menetap pada akhir
masa remaja.
 Bakat, disamping inteligensi (kecerdasan), bakat
merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan
hasil belajar seseorang.
 Motivasi, adalah kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi
untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk belajar.
 Kemampuan kognitif. Dalam dunia pendidikan ada
tiga tujuan pendidikan yang sangat dikenal dan diakui oleh para
ahli penddikan, yatu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut
kepada anak didik untuk dikuasai.8

8
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 177-202
15

Dari uraian diatas jelaslah bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan belajar adalah faktor lingkungan, baik itu lingkungan sekolah

atau pun lingkungan luar sekolah yang dialami langsung oleh siswa.

C. PELAJARAN PENDIDIKN AGAMA ISLAM

1. Pengertian Mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam

Sebelum menjelaskan pengertian Mata pelajaran Pendidikn Agama Islam

sebagai salah satu mata pelajaran Agama di Tingkat Sekolah Menengah

Pertama (SMP), perlu terlebih dahulu mengetahui pengertian Pendidikan

Agama Islam. Zakiyah daradjat menjelaskan “Usaha kegiatan yang

dilakukan dalam menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih

keterampiln berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan social

yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim ”.9

Pengertian mata pelajaran Pendidikn Agama Islam Menurut Zakaiyah

daradjat, “mata pelajaran Pendidikn Agama Islam adalah sekumpulan hokum

yang disyari’atkan untuk memelihara kehidupan manusia, agama harta

keturuan, akal dn kehormatan.10

Dengan demikian jelaslah melalui pengajaran Pendidikn Agama

Islam ini anak akan mendapatkan bimbingan dan pembinaan tata cara

beribadah dengan sebaik-baiknya. Selain itu juga akan diberikan pembinaan,

9
Zakiyah Darajat, Dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-8, h.
27
10
Zakiyah Darajat, Dkk, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), Cet. Ke-4, h. 61
16

pengalaman ibadah sehari-hari sebagai bekal untuk menempuh hidupnya

sesuai dengan perintah Allah. Dalam mempelajari ilmu Pendidikn Agama

Islam tersebut, berdasarkan Al-quran dan sunnah Rasulullah SAW, dimana

orang-orang yang sudah mempelajari Pendidikn Agama Islam diwajibkan

untuk mengajarkan kepada yang belum mempelajarinya.

2. Ruang Lingkup Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Dilihat dari sudut ruang lingkup pembahasannya, pengajaran


Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan pada tingkat SMP, jika
diperhatikan penjelasan dari Buku Panduan dari Depdikbut, bahwa:”Pada
prinsipnya ruang lingkup pembahasan mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah, syariah,
dan akhlak. Aqidah merupakan penjabaran dari konsep iman; syariah
merupakan penjabaran dari konsep islam, syariah memiliki dua dimensi
kajian pokok, yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak merupakan penjabaran
dari konsep ihsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai
kajian keislaman (ilmu-ilmu agama) seperti Ilmu Kalam (Theologi Islam,
Ushuluddin, Ilmu Tauhid) yang merupakan pengembangan dari aqidah, Ilmu
Fiqih yang merupakan pengembangan dari syariah, dan Ilmu Akhlak (Etika
Islam, Moralitas Islam) yang merupakan pengembangan dari akhlak,
termasuk kajian-kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi serta seni dan
budaya yang dapat dituangkan dalam berbagai mata pelajaran di SMP.”11

Berpedoman pada uraian di atas maka yang menjadi ruang lingkup

mata pelajaran Pendidikn Agama Islam dimaksud adalah berkisar pada

materi Aqidah dan Akhlak. Hal ini berdasarkan Kurikulum dan silabus

dengan Standar Kompetensi sebagai berikut:

a. (Aqidah) : Meningkatkan keimanan kepada Allah Swt. melalui


pemahaman sifat-sifat-Nya,
Kompetensi Dasarnya adalah:
- Menunjukkan tanda-tanda adanya Allah Swt.
- Menampilkan perilaku sebagai cermin keyakinan akan sifat - sifat Allah Swt.
- Mengamalkan isi kandungan 10 Asmaul Husna

b. (Akhlak) :Membiasakan perilaku terpuji


11
Abd Azis Albone, Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multi Kulturalisme,
(Jakarta: Balai Litbang Agama, Tt), h. 237
17

Kompetensi Dasarnya adalah:


- Menjelaskan pengertian tawadhu, taat, qana’ah, dan sabar.
- Menampilkan contoh-contoh perilaku tawadhu, taat, qana’ah, dan sabar.
- Membiasakan perilaku tawadhu, taat, qana’ah, dan sabar.
- Menjelaskan arti kerja keras, tekun, ulet, dan teliti.
- Menampilkan contoh perilaku kerja keras, tekun, ulet, dan teliti.
- Membiasakan perilaku kerja keras, tekun, ulet, dan teliti.”12

3. Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) Sebagai Metode

Belajar Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam

Rusyan Tabrani menjelaskan bahwa:

“Pendekatan Contextual Teaching and Learning merupakan metode


belajar yang sangat membantu dalam mentransver materi pembelajaran
dengan kententuan-kententuan sebagai berikut: (1) menghubungkan
kurikulum dengan kegiatan – kegiatan masyarakat akan mengembangkan
kesadaran dan kepekaan terhadap masalah social : (2) menggunakan minat-
minat pribadi peserta didik akan menyebabkan belajar lebih bermakna
baginya, (3) mempelajari kondisi-kondisi masyarakat merupakan latihan
berfikir ilmiah (scientif methode), (4) mempelajari masyarakat akan
memperkuat dan memperkaya kurikulum melalui pelaksanaan praktis
didalam situasi sesungguhnya, (5) peserta didik memperoleh pengalaman
langsung yang kongkrit, realistis dan verbalisme.”13

Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar

mengarahkan anak pada peristiwa atau keadaan yang sebenarnya atau

keadaan yang alami sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya

lebih dapat dipertanggung jawabkan.

Agar pemahaman tentang pemanfaatan lingkungan sebagai sumber

belajar tersebut lebih gamblang, maka penulis kemukakan pendapat , Badru

Zaman , bahwa:

12
Depdiknas, Pengembangan Silabus PAI, (Jakarta: Dinas Pendidikan nasional, 2006), h.
26
13
Rusyan Tabrani, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2001) h. 152
18

Manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan lingkungan


ini adalah : (1) menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak, (2)
memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna (meaningful
learning), (3) memungkinkan terjadinya proses pembentukan kepribadian anak,
(4) kegiatan belajar akan lebih menarik bagi anak, dan (5) menumbuhkan
aktivitas belajar anak (learning activities).”14

Dari uraian tersebut di atas, dapat difahami bahwa bagi siswa cara belajar

yang lebih efektif adalah cara belajar dengan menggunakan alam lingkungan dari

pada dilakukan di dalam ruang sekolah, namun tetap harus memperhatikan

keterkaitannya dengan mata pelajaran yang disajikan kepada siswa, karena tidak

semua materi yang disampaikan atau disajikan kepada siswa itu sesuai dengan

menggunakan pendekatan kontekstual, namun sebaliknya yaitu pembelajaran

yang dilakukan di dalam kelas karena kelas juga merupakan bagian yang tidak

kalah pentingnya dengan lingkungan sekolah atau alam. Ada dua solusi primer

untuk dilema ini, yakni menurut pendpat Hamzah B. Uno, yaitu: “Pertama, perlu

meningkatkan kesempatan bagi siswa untuk belajar di lingkungan alam atau.

Kedua, perlu menghadirkan alam dan dunianya ke lingkungan kelas atau sekolah

sehingga siswa memiliki kecenderungan kecerdasan natural saat mereka berada

di sekolah.”15

Setiap usaha kegiatan dan tindakan yang disengaja oleh guru dalam

memberikan pelajaran atau menyajikan materi kepada siswa dalam rangka

mencapai suatu tujuan pembelajaran harus mempunyai landasan dan metode

tempat berpijak. Oleh karena itu Pendidikan Islam sebagai suatu usaha

membantuk manusia haus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan

14
Badru Zaman, dkk, Media dan Sumber Belajar TK, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005),
h.304.
15
Hamzah B. Uno, Op. Cit, 154
19

semua perumusan tujuan pendidikan Islam dihubungkan. Landasan itu terdiri

dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW .

Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah

merelakan dirinya menerima dan memikul sebagai tanggung jawab pendidik.

Agama Islam sangat menghargai orang-orng yag berilmu pengetahuan (gur)

sehingga merekapantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. Allah

SWT berfirman:

       



       
 
      
 
    

ِArtinya: Hai orang - orang beriman apabila kamu dikatakan


kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qur’an . Surat :
Almujadillah: 11)”16

Adapun bentuk pengajaran dalam Pendidikan Agama Islam dapat dilakukan

diluar kelas atau menggunakan metode pendekatan kontekstual, yang akan

melahirkan pengalaman siswa lebih mudah untuk memhaminya, contonya dalam

pendidikan pergaulan dalam bermasyarakat, seperti yang dikemukakan oleh

Abdul Aziz Albone, bahwa: ”pengajaran Pendidikan Agama Islam di lingkungan


16
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, ( Surabaya: Surya Cipta Aksara,
1993), h. 917
20

/ masyarakat akan melahirkan peradaban, yang juga melahirkan toleransi

demokrasi, kebajikan, tolong-menolong, tenggang rasa, keadilan, keindahan,

kehrmonisan dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya.”17

Hal ini berarti guru di tuntut untuk mengembangkan metode

pembelajaranya,dan mampu memilih metode yang sesuai dengan materi yang

akan diajarkan atau disampaikan kepda siswa. Seperti halnya pendapat di atas

adalah sebagai slah satu contoh materi Akidah Akhlak yang dapat menggunakan

metode pendekatan kontekstual, yakni memanfaatkan lingkungan sebagai

sumber pembelajarn, sehingga terbentuklah siswa sesuai dengan pengalaman

yang diperoleh secara langsung dilingkungannya. Karena lingkungan sekolah

memiliki tingkat sosial budaya yang bernka rgam dan sangat berpengaruh

terhadap pendidikan akhlak di sekolah.

Sebagai bukti bahwa pendidikan dengan menggunakan lingkungan sebagai

sumber pembelajaran adalah firman Allah SWT:

      


   
         

Artinya : “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud[1092], dan Dia berkata: "Hai

manusia, Kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan Kami

diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu

kurnia yang nyata". (Qur’an Surat : An Naml: 16)”18

17
Abdul Aziz Albone, Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme,
(Jakarta: balai penelitian dan Pengembangan Agama, 2006), h. 75
18
Departemen Agama RI, Op. Cit, 595
21

Ayat di atas jelas lah bahwa pengajaran yang diberikan dengan melalui

pengalaman atau dengan menggunakan pendekatan kontekstual sangat

berpengaruh terhadap pengalaman dan memotivasi daya ingat siswa, sehingga

keberhasilan dalam pembelajaran dapat diapai dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai