TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Remaja
a. Pengertian
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin “adolescere” yang
berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence yang
berasal dari bahasa Inggris, saat ini mempunyai arti yang cukup luas
mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Proverawati
dan Misaroh, 2009,pp.1-2).
Roverawati dan Misaroh (2009,p.1) mengatakan masa remaja adalah
suatu tahapan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini
menunjukkan masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan :
biasanya mulai dari 14 tahun pada pria dan usia 12 tahun pada wanita.
Masa remaja atau masa puber, merupakan masa penghubung antaa masa
anak-anak dengan dewasa.
Organ-organ reproduksi pada masa puber telah mulai berfungsi.
Salah satu ciri masa puber adalah mulai terjadinya menstruasi pada
perempuan. Adapun pada laki-laki mulai mampu menghasilkn sperma
(Proverawati dan Misaroh, 2009, p.2).
b. Karakteristik masa remaja
Faktor yang mempengaruhi karakteristik remaja antara lain :
1) Jenis Kelamin
Pria dan wanita mempunyai perbedaan menghadapi permasalahan.
Wanita bisanya lebih ditekankan mencari dukungan sosial dan lebih
menekankan pada religius, sedangkan pria lebih menekankan pada
tindakan langsung unruk menyelesaikan pokok permasalahan. Hal ini
sesuai denga yang disampaikan oleh cameron (Abraham, 1997) telah
dilakukan studi tentang perbedaan jenis kelamin dalam pendidikan
ditemukan bahwa pria lebih terampil menghitung, menyesuaikan
dengan lingkungan dan lebih agresif. Sementara wanita kemampuan
bahasa verbal yang lebih baik atau wanita lebih sering menggunakan
emosinya dalam menghadapi situsasi yang penuh tekanan.
(Notoatmojo,2003)
2) Status Sosial Ekonomi
Individu yang mempunyai status sosial ekonomi rendah, lebih
sering mendapat akibat yang negatif, lebih akrab dengan kriminalitas,
sakit mental dan minuman yang mengandung alkohol (craven & Hirnle,
2000). Hal ini terjadi karena kontrol atas hidupnya tidak begitu kuat,
kurang pendidikan sehingga mereka kurang pengetahuan.
(Notoatmojo,2003).
3) Teman Sebaya
Teman sebaya merupakan dunia nyata kawula muda yang
mengharapkan panggung dimana, dia dapat menguji diri sendiri dan
orang lain. Pada usia remaja lebih banyak berada di luar bersama
dengan teman- teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah di
mengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar pengaruhnya
dibandingkan keluarga (Hurlock, 2001).
c. Klasifikasi
Menurut Narendra, dkk. (2002,pp.149-163 ) Tahap-tahap masa
remaja yaitu sebagai berikut :
1) Masa remaja awal
Yang dimaksud masa remaja awal adalah periode dimana masa
anak telah lewat dan pubertas dimulai. Secara kasar masa ini dapat
dikatakan merupakan masa transisi dari stadium (Stadium Maturitas
Seks) SMS 1 ke SMS 2 sampai sebelum SMS 3 Pada anak perempuan
biasanya terjadi anatara umur 10-13 tahun sedangkan laki-laki 10,5-15
tahun.
2) Masa remaja menengah
Masa remaja menengah mencakup stadium SMS 3 dan 4 dari
Tanner. Umur kronologis tercapainya stadium ini sangat bervariasi, bisa
berkisar antara umur 11-14 tahun pada anak perempuan dan 12-15,5
tahun pada anak laki-laki. Masa ini adalah masa perubahan dan
pertumbuhan yang paling dramatis.
3) Masa remaja akhir
Masa Remaja Akhir adalah tahap terakhir dari perkembangan
pubertas yaitu SMS 5, sebelum masa dewasa. Umur kronologis
pencapaian stadium ini seperti halnya pada stadium-stadium
sebelumnya sangat bervariasi. Pada anak perempuan berkisar antara 31-
17 tahun pada anak laki-laki antara 14-16 tahun.
d. Perubahan fisik pada masa remaja
1) Munculnya tanda-tanda seks primer : yang dimaksud tanda-tanda seks
primer adalah organ seks (Widyastuti, dkk., 2009,p. 14). Terjadinya
haid yang pertama (menarche) pada remaja perempuan, dan mimpi
basah pada remaja laki-laki.
2) Munculnya tanda-tanda seks skunder yaitu:
a) Pada remaja laki-laki tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar
bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, suara bertambah
besar, dada lebih lebar, badan berotot, tumbuh kumis di atas bibir,
cambang dan rambut di sekitar kemaluan dan ketiak.
b) Pada remaja perempuan; pinggul melebar, pertumbuha rahim dan
vagina, tumbuh rambut disekitar kemaluan dan ketiak, payudara
membesar.
e. Perubahan kejiwaan pada masa remaja
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja
adalah (Widyastuti,dkk.,2009, pp.16-17):
1) Perubahan emosi
Perubahan tersebut berupa kondisi:
a) Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi dan
sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering
terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi.
b) Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau
rangsangan luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah
terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa
berpikir terlebih dahulu.
c) Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang
pergi bersama dengan temannya daripada tinggal dirumah.
2) Perkembangan intelegensia
Pada perkembangan ini menyebabkan remaja:
a) Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik.
b) Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin mencoba-coba.
2. Kesehatan reproduksi
a. Pengertian
Kesehatan Reproduksi menurut WHO (World Health
Organizations) adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh,
bukan hanya bebas dari penyakit kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau
suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya
serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat
dan aman (Nugroho, 2010, p.4)
Menurut konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan, 1994 Kesehatan Reproduksi adalah Keadaan sejahtera
fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan
dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (BKKBN, 2010, p.5)
Kesehatan reproduksi menurut Depkes RI adalah: suatu keadaan sehat,
secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kedudukan sosial yang
berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan pemikiran
kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit,
melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual yang aman
dan memuaskan sebelum dan sudah menikah (Nugroho, 2010, p.5).
Definisi kesehatan reproduksi yan ditetapkan dalam
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan
(International Conference on Population and Development/ ICPD)
adalah kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya
tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi dalam segala hal yang
berhubungan dengan system reproduksi dan fungsi serta proses-
prosesnya (Ns.Tarwoto,2010,p.48)
Guna mencapai kesejahteraan yang berhubungan dengan fungsi dan
proses sistem reproduksi, maka setiap orang (khususnya remaja) perlu
mengenal dan memahami tentang hak-hak reproduksi berikut ini.
1) Hak untuk hidup
2) Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan
3) Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi
4) Hak privasi
5) Hak kebebasan berpikir
6) Hak atas informasi dan edukasi
7) Hak memilih untuk menikah atau tidak, serta untuk membentuk dan
merencanakan sebuah keluarga
8) Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan mempunyai anak
9) Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan
10) Hak atas kebebasa berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik
11) Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan
(Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, p.48).
b. Perubahan fisik yang mulai menandai kematangan reproduksi
Terjadi pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk
pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) untuk mencapai
kematangan, sehingga mampu melangsungkan fungsi reproduksi.
Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda sebagai berikut.
1) Perubahan seks primer
2) Protein
Protein terdiri dari asam-asam amino. Selain menyediakan asam
amino esensial, protein juga menyuplai energi jika energi yang
dihasilkan karbohidrat dan lemak terbatas. Kebutuhan protein
meningkat pada masa remaja, karena proses pertumbuhan yang sedang
terjadi dengan cepat. Pada awal masa remaja, kebutuhan protein remaja
perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki karena memasuki masa
pertumbuhan cepat lebih dulu. Pada akhir masa remaja, kebutuhan
protein laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan karena perbedaan
komposisi tubuh. Kecukupan protein bagi remaja 13-15 tahun adalah 72
gram untuk laki-laki dan 69 gram untuk perempuan setiap hari.
Makanan sumber protein hewani bernilai biologis lebih tinggi
dibandingkan sumber protein nabati karena komposisi asam amino
esensial yang lebih baik, dari segi kualitas maupun kuantitas. Berbagai
sumber protein adalah daging merah (sapi, kerbau, kambing), daging
putih (ayam, ikan, kelinci), susu dan hasil olahannya (keju, mentega,
yakult), kedele dan hasil olahannya (tempe, tahu), kacang-kacangan dan
lain-lain.
3) Kalsium
Kebutuhan kalsium pada masa remaja relatif tinggi karena
akselerasi muskular skeletal (kerangka) dan perkembangan endokrin
lebih besar dibandingkan masa anak dan dewasa. Lebih dari 20 persen
pertumbuhan tinggi badan dan sekitar 50 persen massa tulang dewasa
dicapai pada masa remaja. AKG kalsium untuk remaja 13-15 tahun
adalah 1000 mg baik untuk laki-laki maupun perempuan. Sumber
kalsium diantaranya adalah ikan, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan
lain-lain.
4) Besi
Kebutuhan zat besi pada remaja juga meningkat karena terjadinya
pertumbuhan cepat. Kebutuhan besi pada remaja laki-laki meningkat
karena ekspansi volume darah dan peningkatan konsentrasi
haemoglobin (Hb). Setelah dewasa, kebutuhan besi menurun. Pada
perempuan, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama disebabkan
kehilangan zat besi selama menstruasi. Hal ini mengakibatkan
perempuan lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan laki-laki.
Perempuan dengan konsumsi besi yang kurang atau mereka dengan
kehilangan besi yang meningkat, akan mengalami anemia gizi besi.
Sebaliknya defisiensi besi mungkin merupakan faktor pembatas untuk
pertumbuhan pada masa remaja, mengakibatkan tingginya kebutuhan
mereka akan zat besi. Kebutukan besi bagi remaja usia 13-15 tahun
adalah 19 mg untuk laki-laki dan 26 mg untuk perempuan.
5) Seng (Zinc)
Seng diperlukan untuk pertumbuhan serta kematangan seksual
remaja, terutama untuk remaja laki-laki. AKG seng remaja 13-15 tahun
adalah 17,4 mg per hari untuk laki-laki dan 15,4 untuk perempuan.
6) Vitamin
Kebutuhan vitamin juga meningkat selama masa remaja karena
pertumbuhan dan perkembangan cepat terjadi. Karena kebutuhan energi
meningkat, maka kebutuhan beberapa vitamin pun meningkat, antara
lain yang berperan dalam metabolisme karbohidrat menjadi energi
seperti vitamin B1, B2 dan Niacin. Untuk sintesa DNA dan RNA
diperlukan vitamin B6, asam folat dan vitamin B12, sedangkan untuk
pertumbuhan tulang diperlukan vitamin D yang cukup. Vitamin A, C
dan E diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel.
c. Kecukupan Energi dan Protein Remaja
1) Asupan Energi
Makanan yang bergizi dapat memberikan energi untuk melakukan
kegiatan atau aktivitas, makanan bergizi juga berfungsi untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh serta mengatur proses
tubuh (Almatsier, 2004).\
Energi didapatkan dari berbagai makanan sumber energi seperti
karbohidrat, lemak dan protein. Satuan energi adalah kkal (kilo kalori).
Satu gram karbohidrat dan protein dapat menghasilkan 4 kkal
sedangkan dalam satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal.
Energi berfungsi untuk metabolisme basal, untuk melakukan
aktifitas fisik dan pertumbuhan, serta untuk termogenesis atau untuk
memberikan respon terhadap makanan yang dikonsumsi (Murdiati dan
amaliah, 2013).
Kebutuhan energi setiap orang berbeda-beda tergantung dari
metabolisme basal, efek termogenik dan aktifitas fisik (Supariasa,
2008). Komponen terbesar dari keluaran energi harian adalah BMR atau
AMB atau BMK. Metabolisme basal diartikan sebagai sejumlah energi
yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai proses vital ketika tubuh
tengah beristirahat. Dengan kata lain, metabolisme basal merupakan
jumlah minimal energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan fungsi
alat pernapasan, sirkulasi darah, peristalyik usus, tonus otot, temperatur
suhu tubuh, kegiatan kelenjar, serta fungsi vegetatif lain. Angka
Metabolisme Basal umumnya dinyatakan dalam satuan kilokalori untuk
setiap kilogram berat badan per jam. (Arisman, 2004).
Menurut Sudiarti yang dikutip oleh Dwi (2011) Pengaruh usia
terhadap BMR berkaitan dengan kegiatan metabolisme sel-sel tubuh.
Nilai BMR semasa pertumbuhan sangat tinggi, karena keaktifan
pembelahan sel begitu tinggi (Arisman, 2004). Keseimbangan energi
seseorang dapat dicapai bila energi yang dikonsumsi melalui makanan
sama jumlahnya dengan energi dapat ditentukan oleh berat badan ideal
dan (IMT) Indeks Massa Tubuh.
2) Kecukupan Asupan Energi
Kekurangan energi terjadi akibat dari asupan energi yang
tidak cukup memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh, maka
tubuh akan mengambil simpanan glikogen dalam tubuh dan diubah
menjadi energi.
Jika hal itu terus terjadi maka tubuh akan menjadi kurus, status
gizi pun akan menjadi kurang, bahkan daya tahan tubuh menjadi lemah.
Sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga
berat badan berlebih atau kegemukan (Almatsier, 2005).
Pada usia anak dan remaja asupan energi harus terpenuhi karena
pada usia anak dan remaja terjadi proses pertumbuhan jasmani yang
pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh. Untuk
mengetahui angka kecukupan energi anak dan remaja laki-laki dan
perempuan berdasarkan AKG 2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Kecukupan Energi (kalori)
Umur (tahun)
Laki-laki Perempuan
10-12 2100 2000
13-15 2475 2125
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi Remaja
Sumber : Depkes RI 2013
Kecukupan Protein
Umur
Laki-laki Perempuan
10-12 56 60
13-15 72 69
Sumber :Depkes RI 2013
d. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan keseimbangan antara asupan (intake) dan
kebutuhan (requirement) zat gizi. Untuk menilai status gizi seseorang atau
masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Penilaian secara langsung yaitu dengan cara pemeriksaan fisik, klinis,
antropometri dan biokimia. Adapun penilaian secara tidak langsung bisa
dilakukan dengan cara melihat angka kematian, angka kelahiran dan data
statistik vital lainnya (Safitri, 2011).
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition
merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk
lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena
jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana
jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi
yang dikeluarkan. Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk
melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, sehingga
kelebihan zat gizi tersebut disimpan dalam bentuk lemak yang dapat
mengakibatkan seseorang menjadi gemuk (Almatsier, 2011).
e. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi adalah cara yang dilakukan untuk melihat
status gizi suatu populasi atau individu sehingga dapat diketahui yang
memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih. Salah satu cara
penilaian status gizi adalah antropometri. Antropometri merupakan salah
satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh
yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya
antropometri mengukur dimensi tubuh dan komposisi tubuh seseorang.
Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidak seimbangan
energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi zat- zat gizi yang spesifik (Supariasa, 2010).
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter.
Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap
satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan
tingkat gizi. Salah satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks
Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index
(Supariasa, 2002).
Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam
satuan kilogram dengan tinggi badan satuan meter kuadrat (Supariasa,
2010).
Saat ini untuk mengetahui status gizi remaja dalam dalam masa
pertumbuhan dapat menggunakan IMT untuk anak, atau IMT berdasarkan
umur. IMT/U merupakan cara atau alat untuk memantau status gizi anak
yang berusia 5 hingga 19 tahun. Nilai IMT normal untuk kelompok umur
yang berbeda tergantung nilai dari Z- score IMT nya. Untuk mengetahui
nilai IMT/U langkah pertama hitung terlebih dahulu IMT n y a kemudian
hasil perhitungannya diklasifikasikan menurut tabel IMT/U menurut Z-
score (Dwi, 2011). Menurut WHO (2007), klasifikasi IMT anak dan
remaja dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Saat ini untuk mengetahui status gizi remaja dalam dalam masa
p e r t u m b u h a n dapat menggunakan IMT untuk anak, atau IMT
berdasarkan umur. IMT/U merupakan cara atau alat untuk memantau
status gizi anak yang berusia 5 hingga 19 tahun. Nilai IMT normal untuk
kelompok umur yang berbeda tergantung nilai dari Z- score IMT nya.
Untuk mengetahui nilai IMT/U langkah pertama hitung terlebih dahulu
IMT nya kemudian hasil perhitungannya diklasifikasikan menurut tabel
IMT/U menurut Z-score (Dwi, 2011). Menurut WHO (2007), klasifikasi
IMT anak dan remaja dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
3) Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang sering disebabkan
oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan
gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan
inti. Defisiensi-defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi,
defisiensi asam folat, malabsorbsi, kehilangan faktor intrinsik (seperti
pada anemia pernisiosa danpascagastrektomi), infestasi parasit,
penyakit usus, dan keganasan, serta sebagai akibat agens-agens
kemoterapeutik (Price, 2006).
g. Diagnosis Anemia
Pemeriksaan fisik dan riwayat medis juga memainkan peran penting
dalam mendiagnosis penyebab anemia. Beberapa fitur penting dalam
sejarah medis meliputi pertanyaan tentang sejarah keluarga, sejarah pribadi
sebelumnya anemia atau kondisi kronis lainnya, obat, warna tinja dan urin,
perdarahan bermasalah dan pekerjaan serta kebiasaan social (Proverawati,
2011).
h. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja putri
1) Pencegahan
Menurut Almatzier (2011), cara mencegah dan mengobati anemia
adalah :
a) Meningkatkan konsumsi makanan bergizi
i. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari
bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur)
dan bahan mkanan nabati (sayuran berwarna hijau tua,
kacang-kacangan, tempe).
ii. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak
mengandung vitamin c (daun katuk, daun singkong,
bayam, jambu, tomat, jeruk, dan nanas) sangat bermanfaat
untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.
b) Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum
Tablet Tambah Darah (TTD). Tablet tambah darah adalah tablet
besi folat yang setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat
atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Wanita dan
remaja putri perlu minum tablet tambah darah karena wanita
mengalami haid sehingga memerlukan zat besi untuk mengganti
darah yang hilang.
Wanita mengalami hamil, menyusui, sehingga zat besinya
sangat tinggi yang perlu dipersiapkan sedini mungkin
semenjak remaja. Tablet tambah darah mampu mengobati
wanita dan remaja putri yang menderita anemia,
meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan kerja dan
kualitas sumber daya manusia serta generasi penerus.
Anjuran minum yaitu minumlah 1 (satu) tablet tambah
darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1 tablet
setiap hari selama haid. Minumlah tablet tambah darah
dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi
karena dapat menurunkan penyerapan zat besi dalam
tubuh sehingga manfaatnya menjadi berkurang.
c) Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat
anemia seperti: kecacingan, malaria, dan penyakit TBC.
2) Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri
Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah kekurangan
besi antara lain:
a) Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan
kadar besi yang cukup secara rutin pada usia remaja.
b) Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti
daging, ikan, unggas, makanan laut disertai minum sari buah
yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk
meningkatkan absorbsi besi dan menghindari atau
mengurangi minum kopi, teh, teh es, minuman ringan yang
mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.
c) Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi
Anemia di daerah dengan prevalensi tinggi. Pemberian
suplementasi besi pada remaja dosis 1 mg/KgBB/hari.
d) Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi
besi tidak diberi bersama susu, kopi, teh, minuman ringan
yang mengandung karbonat, multivitamin yang mengandung
phosphate dan kalsium.
e) Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
masih merupakan pilihan untuk skrining anemia (Lubis,
2008).
i. Faktor - faktor Terjadinya Anemia Pada Remaja Putri
Banyak faktor medis yang dapat menyebabkan anemia. Di
antaranya Meliputi :
1) Menstruasi
Salah satu faktor pemicu anemia adalah kondisi siklus
menstruasi yang tidak normal. Kehilangan banyak darah saat
menstruasi diduga dapat menyebabkan anemia (Niken, 2013).
Hampir semua wanita pernah mengalami perdarahan
berlebih saat menstruasi, bahkan sebagian wanita harus
mengalami hal ini setiap datang bulan. Tiap wanita mempunyai
siklus menstruasi yang berlainan, normalnya dalam satu siklus
kurang lebih setiap 28 hari, bisa berfluktuasi 7 hari dan total
kehilangan darah antara 60 sampai 250 mm (Anonymous, 2013).
Menstruasi dikatakan tidak normal saat seorang wanita
mengalami menstruasi dengan jangka waktu panjang. Di mana
umumnya wanita hanya mengalami menstruasi satu kali dalam
sebulan, tetapi pada beberapa kasus, ada yang mengalami hingga
dua kali menstruasi setiap bulan. Kondisi inilah yang dikatakan
menstruasi tidak normal yang menyebabkan anemia (Niken,
2013).
2) Pola makan
Kebiasaan makan adalah cara seseorang dalam memilih dan
memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh
psikologis, fisiologi, budaya dan sosial. Kebiasaan makan adalah
suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang, pola
makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam
keluarga, preferensi terhadap makanan dan cara memilih
makanan.
Pola dan gaya hidup modern membuat remaja cenderung
lebih menyukai makan di luar rumah bersama kelompoknya.
Remaja putri sering mempraktikkan diet dengan cara yang
kurang benar seperti melakukan pantangan-pantangan,
membatasi atau mengurangi frekuensi makan untuk mencegah
kegemukan. Pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan
makan yang kurang baik. Beberapa remaja khususnya remaja
putri sering mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak
seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut
kegemukan dan menyebut makan bukan hanya dalam konteks
mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan ringan juga
dikategorikan sebagai makan (Arisman, 2004).
3) Riwayat penyakit
Penyakit kronis, seperti kanker dan penyakit ginjal dapat
menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah
yang cukup. Orang yang memiliki HIV/AIDS juga dapat
mengembangkan anemia akibat infeksi atau obat yang digunakan
untuk pengobatan penyakit (Zen, 2013).
Setiap kondisi medis jangka panjang dapat menyebabkan
anemia. Mekanisme yang tepat dari proses ini tidak diketahui,
tetapi setiap berlangsung lama dan kondisi medis yang
berkelanjutan seperti infeksi kronis atau kanker dapat
menyebabkan anemia (Proverawati, 2011).
Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga
mudah terkena infeksi. Telah diketahui secara luas bahwa infeksi
merupakan faktor yang penting dalam menimbulkan kejadian
anemia, dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan
dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi
(Arumsari, 2009).
4) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik erat kaitannya dengan kesehatan tubuh secara
keseluruhan. Tubuh yang sehat mampu melakukan aktivitas fisik
secara optimal, sebaliknya aktivitas fisik yang dilakukan secara
rutin dalam porsi yang cukup mempunyai dampak positif bagi
kesehatan badan (Arumsari, 2008).
Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang
biasa dilakukan oleh remaja sehari-hari sehingga akan
membentuk pola.
Aktivitas remaja dapat dilihat dari bagaimana cara remaja
mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan
sehari-hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin
dan berulang-ulang (Arumsari, 2008).
Aktivitas fisik selama 24 jam dibagi menjadi lima yaitu
aktivitas tidur, aktivitas berat (olah raga seperti jogging, sepak
bola, atletik, dan sebagainya), aktivitas sedang (belajar, naik
tangga, mencuci, mengepel, menyetrika,menyapu, dan
sebagainya), aktivitas ringan (kegiatan sambil berdiri), dan
aktivitas rileks (duduk, berbaring, dan sebagainya). Aktivitas
fisik penting untuk mengetahui apakah aktivitas tersebut dapat
mengubah status zat besi. Performa aktivitas akan menurun
sehubungan dengan terjadinya penurunan konsentrasi
hemoglobin dan jaringan yang mengandung zat besi. Zat besi
dalam hemoglobin, ketika jumlahnya berkurang, secara ekstrim
dapat mengubah aktivitas kerja dengan menurunkan transpor
oksigen (Arumsari, 2008).
B. Teori EBM
1. Menurut Penelitian Model Pembelajaran Reproduksi Sehat Melalui
Kelompok Sebaya Pada Remaja Putri.
Masalah remaja merupakan kondisi yang perlu diperhatikan
dalam pembangunan nasional di Indonesia. Masalah remaja terjadi,
karena mereka tidak dipersiapkan mengenai pengetahuan tentang aspek
yang berhubungan dengan masalah peralihan dari masa anak ke dewasa.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh remaja saat ini adalah tentang
kesehatan remaja terutama terkait dengan kesehatan reproduksi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif pra
eksperimen dengan pendekatan pre – post test design, dengan tujuan
menyusun model pembelajaran reproduksi sehat melalui kelompok sebaya
di pesantren tradisional dan menganalisis aplikasi dari pembelajaran
melalui kelompok sebaya terhadap pengetahuan santriwati tentang
reproduksi sehat.
Sampel penelitian ini adalah santriwati yang ada di pesantren
Gunung Sepikul berjumlah 50 santriwati, dengan tehnik purposive
sampling. Pada Pelaksanaan penelitian, 50 sampel santriwati dibagi
menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok teridiri dari 10
santriwati. Selanjutnya tiap kelompok ditunjuksatu sebagai tutor bagi
kelompoknya. Peneliti memberikan kuesioner kepada seluruh sampel
sebelum perlakuan dan kemudian dilanjutkan dengan pelatihan tutor
oleh peneliti untuk bisa menjadi tutor bagi kelompoknya. Tutor yang
dipilih adalah santriwati yang cakap, mudah bergaul,mampu
menyampaikan informasi dan mempunyai wawasan yang luas.
Selanjutnya pelaksanaan tutor sebaya tentang kesehatan reproduksi
berlangsung selama 1 bulan dengan pendampingan peneliti. Dan setelah
itu peneliti membagikan kuesioner untuk dilakukan analisis setelah
tindakan pada 50 sampel.
Hasil analisis dengan menggunakan uji Spearman’s rhodidapatkan
nilai P value 0,00 dimana nilai tersebut < lebih kecil dari 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pembelajaran reproduksi sehat
melalui kelompok sebaya terhadap pemahaman santriwati.
2. Menurut penelitian Studi Komparasi Penyuluhan Audio Visual Dan Peer
Group Terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Di
Smp N 1 Ngaglik Sleman Yogyakarta.
Menurut SDKI-R tahun 2007, pengetahuan remaja umur 15-24
tahun tentang kesehatan reproduksi masih rendah, 21 % remaja
perempuan tidak mengetahui sama sekali perubahan yang terjadi pada
remaja laki-laki saat pubertas. Sementara itu pengetahuan remaja
terhadap kesehatan reproduksi masih sangat rendah (BKKBN, 2011).
Kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan fisik, mental
dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya. Menurut hasil kesepakatan
International Conferrence On Population and Development (ICPD) di
Kairo, terdapat upaya safe motherhood dan dapat dicapai dengan
menyediakan pelayanan kesehatan ibu yang bermutu pada semua
wanita selama kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan. (Kusmiran,
2011).
Peer teaching merupakan suatu metode tutorial, dimana siswa yang
pintar mengajar temannya dalam kelompoknya (Anonim, 2006). Dobos
dan Susan dalam Plenari (2012), menyebutkan bahwa dalam peer group
teaching siswa mengadopsi peranan guru pada proses pembelajaran.
Dengan metode ini siswa dituntut untuk belajar lebih giat karena mereka
akan saling belajar dan mengajar dalam kelompoknya dan dilanjutkan
dengan presentasi, sehingga pada akhirnya akan terjadi pembelajaran
aktif, kreatif, enak dan menyenangkan (PAKEM).
Perspektif belajar berdasar regulasi diri menempatkan siswa
untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu
siswa tidak seharusnya bergantung pada guru untuk belajar, namun
siswa seharusnya mandiri dalam belajar sepanjang hidupnya. Di sisi
lain, banyak faktor yang mempengaruhi belajar regulasi-diri, antara
lain metode pembelajaran tutor teman sebaya (Arjanggi & Suprihatin,
2011).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu
(Quasi Eksperimen Design), dengan rancangan Non Equivalent
Control Group dan pendekatan waktu Cross Sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas X SMP N 1 Ngaglik Sleman sebanyak
191 siswa/ siswi yaitu terdiri dari6 kelas. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Jumlah sampel yang
digunakan 110 siswa/ siswi. Alat yang digunakan untuk mengumpulan
data dalam penelitian ini adalah kuesioner (daftar pertanyaan).
Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
dengan Peer group didapat sebelum diberi penyuluhan didapat tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi dengan Peer group.paling banyak pada
kategori cukup sebanyak 32 responden (57,1%), sedangkan paling sedikit
pada kategori kurang sebanyak 1 responden (1,8%). Hasil penelitian
setelah diberi penyuluhan paling banyak pada kategori baik sebanyak 36
responden (64,3%) dan paling sedikit pada kategori kurang sebanyak
1 responden (1,8%).
Untuk mengetahui perbedaan pada sebelum dan sesudah
penyuluhan metode Peer group diketahui dengan uji wilxocon metode
Peer group Nilai p-value didapat 0,024 sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan
kesehatan reproduksi dengan Peer group.sebelum dan sesudah penyuluhan.
Menurut Arjanggi dan Suprihatin, (2011). Metode tutor sebaya
adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara
memberdayakan siswa yang memiliki daya serap yang tinggi dari
kelompok siswa itu sendiri untuk menjadi tutor bagi teman -
temannya, dimana siswa yang menjadi tutor bertugas untuk
memberikan materi belajar dan latihan kepada teman-temannya (tutee)
yang belum faham terhadap materi/ latihan yang diberikan guru dengan
dilandasi aturan yang telah disepakati bersama dalam kelompok
tersebut, sehingga akan terbangun suasana belajar kelompok yang
bersifat kooperatif bukan kompetitif.
3. Menurut Penelitian Pengaruh Peer Education Terhadap Perilaku Merokok
Pada Remaja Di Sman “X” Denpasar.
Remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungannya.
Lingkungan sosial budaya yang tidak positif merupakan faktor risiko bagi
remaja dalam perilaku yang tidak sehat (Tarwoto dkk, 2012).
Remaja dengan masalah kesehatan berisiko besar untuk mengalami
pencapaian yang rendah, masalah kesehatan utama pada remaja seperti
merokok, penggunaan alkohol, penggunaan narkoba, seks pra nikah,
cedera olahraga, tawuran, pembunuhan, kebut-kebutan di jalan,
masalah mental dan emosional (Smeltzer dan Bare, 2012 ).
Salah satu upaya untuk memberikan informasi tentang bahaya
merokok pada remaja adalah melalui teman sebaya (peer group).
Dalam peer group, individu menemukan dirinya serta dapat
mengembangkan rasa sosialnya sejalan dengan perkembangan
kepribadiannya. Menurut Aricipta (2013). Terdapat suatu metode yaitu
metode peer education yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi
kelompok, yang diutamakan dalam pemberian informasi kesehatan
adalah antar kelompok sebaya. Menurut Lundy dan Janes (2009),
motode peer education menunjukkan sumber umum untuk pemberian
informasi.
Dalam motode ini, remaja dilatih untuk memimpin program
pencegahan dalam kelompok sebaya.Menurut Nurhayati (2008), remaja
memiliki kecenderungan yang sangat intensif dengan teman sebayanya
daripada dengan orang tuanya. Remaja melakukan sesuatu secara
bersama-sama dengan temannya daripada melakukannya sendiri dengan
kelompok teman sebayanya. Proses pertemanan dalam kelompok sebaya
menciptakan remaja merasa dirinya dibutuhkan. Sehingga pemberian
informasi kesehatan kepada kelompok sebaya dapat lebih mudah
diterima oleh remaja.
Dari hasil penelitian bahwa setelah diberikan peer education oleh
fasilitator, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan,
sikap dan psikomotor remaja sebelum dan setelah diberikan peer
education. hasil uji statistik terhadap pengetahuan, sikap dan psikomotor
remaja tentang perilaku merokok didapatkan p = 0,000 α = 0,05.
Sehingga Ho ditolak yang berarti ada pengaruh peer education
terhadap perilaku merokok pada remaja di SMAN “X” Denpasar.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan
antara pengetauan, sikap dan psikomotor sebelum dan setelah diberikan
intervensi peer education yang artinya pengetahuan dapat dipelajari
dengan modul yang diberikan kepada kelompok sebayanya. Sikap dan
psikomotor dapat meningkat melalui proses belajar dengan cara
mempraktikkannya di kehidupan seharihari. Dalam merubah perilaku
individu diperlukannya adanya kesiapan individu untuk merubah diri
individu itu sendiri.