Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL FISIOLOGI HEWAN

Oleh : M. Jalaluddin Akbar Lubis (0310192045)


Rabka2002@gmail.com
Prodi Tadris Biologi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

SISTEM SARAF
A. Sistem Saraf dan Penyusunannya
Suatu organisme hidup baik yang uniseluler maupun yang multiseluler, dapat berada
sebagai individu terpisah maupun sebagai suatu agregat/kumpulan yang bebas satu sama
lain(koloni). Sebuah koloni hewan mungkin terdiri dari hewan uniseluler atau hewan
multiseluler, namun hewan multiseluler bukan sebuah koloni hewan uniseluler.
Walaupun demikian, ada juga sebuah koloni hewan multiseluler yang karena aktivitas
hidupnya bermanifestasikan suatu kesatuan, maka koloni itu dianggap sebagai suatu
organisme.
Sistem koordinasi merupakan suatu sistem yang mengatur kerja semua system organ
agar dapat bekerja secara serasi. Sistem koordinasi itu bekerja untuk menerima
rangsangan, mengolahnya dan kemudian meneruskannya untuk menaggapi rangsangan.
Setiap rangsangan yang kita terima melalui indera kita, akan diolah di otak. Kemudian
otak akan meneruskan rangsangan tersebut ke organ yang bersangkutan. Setiap aktivitas
yang terjadi di dalam tubuh, baik yang sederhana maupun yang kompleks merupakan
hasil koordinasi yang rumit dan sistematis dari beberapa sistemdalam tubuh.
Sistem koordinasi pada hewan meliputi sistem saraf beserta indera dan system
endokrin(hormon). Sistem saraf merupakan sistem yang khas bagi hewan, karena system
saraf ini tidak dimiliki oleh tumbuhan. Sistem saraf yang dimiliki oleh hewan berbeda-
beda, semakin tinggi tingkatan hewan semakin komplek sistem sarafnya.
Sistem saraf merupakan mekanisme penghantaran impuls saraf ke susunan saraf pusat,
pemrosesan impuls saraf dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan atau sistem
yang mengatur kerja semua sistem organ agar dapat bekerja secara serasi
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi.
Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf
mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor.
Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali
rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau
organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar.
Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan
pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.
B. Sel-Sel Glia
Sel Glia (Neuroglia) ini merupakan suatu sel yang memiliki fungsi ialah sebagai
pendukung kerja sel saraf. Mereka membantu dalam sel saraf supaya bisa atau dapat
menjalankan fungsinya itu dengan baik.
Sel tersebut bisa atau dapat ditemukan pada sistem saraf pusat atau juga sistem saraf tepi.
Diperkirakan di dalam otak kita, jumlah sel glial ini ialah setengah dari jumlah sel saraf
(neuron). Neuroglia ini tersusun atas segala macam sel yang dengan secara keseluruhan
menopang, melindungi serta juga berperan yakni sebagai sumber nutrisi bagi sel saraf
(Neuron), baik pada susunan saraf pusat (SSP) atau juga pada susunan saraf tepi (SST).
Sel-sel glia ini memegang peranan sangat penting di dalam menunjang aktivitas neuron.
Sel ini juga sangat penting bagi integritas struktur sistem saraf serta bagi fungsi normal
neuron. Neuroglia ini adalah sel penyokong untuk neuron-neuron SSP, sedangkan untuk
sel Schwann itu menjalankan fungsi tersebut pada SST.
Bagian sel glia adalah :
a) Astrosit yang diberi nama demikian disebabkan karna berbentuk seperti bintang (astro
yang artinya adalah“bintang”, sit adalah “sel”), merupakan sel glia yang paling banyak.
Salah satu fungsinya sel ini memiliki peran di dalam aktifitas neurontransmitter. Astrosit
menyerap serta juga menguraikan glutamat dan asam gama-amino butirat (GABA), yang
masing-masing merupakan neurotransmitter eksitatorik serta inhibitorik.
b) Oligodendroglia ini bentuknya lebih kecil dibandingkan astrosit dengan cabang
sitoplasmanya lebih pendek serta jumlah cabang sedikit (oligo= sedikit). Intinya kecil,
serta sitoplasma disekitar inti sedikit, tampak ialah sebagai pinggiran perinuklear.
kompleks Golgi, Mengandung ribosom, mikrotubulus serta neurofilamen. Fungsi
oligodendroglia ini ialah membentuk selubung mielin di SSP serta ialah sebagai sel
penyokong. Cabang sitoplasma yang serupa daun dari badan-badan sel meluas melingkar
mengitari serat-serat saraf itu dengan secara spiral.
c) Mikroglia ini merupakan sel pertahanan imun SSP. Sel “pembersih” ini yakni “sepupu”
monosit, sejenis sel darah putih yang meninggalkan darah serta juga membentuk lini
pertama pertahanan pada berbagai jaringan di seluruh tubuh. Mikroglia ini berasal dari
jaringan sumsum tulang yang sama dengan yang menghaslkan monosit. Selama
perkembangan masa mudigah, bermigrasi ke SSP, tempat sel-sel ini berdiam diri yakni
sampai diaktifkan oleh infeksi atau juga cedera.
d) Sel Ependim ini melapisi bagian di dalam rongga-rongga berisikan cairan di SSP.
Fungsi sel ependim ini ialah untuk melapisi bagian di dalam rongga otak serta juga
medulla spinalis, ikut membentuk cairan serebrospinal, ini memiliki fungsi ialah sebagai
sel puncaneuron dengan potensi membentuk neuron serta juga sel glia baru.
C. Mekanisme Kerja Neuron
Neuron adalah unit kerja fungsional dari sistem saraf. Kerja sel-sel neuron berlangsung
melalui konduksi potensial aksi yang merupakan perubahan sederhana dalam hal polaritas
yang tercipta antar membran neuron. Potensial aksi merepresentasikan transmisi
informasi melalui sistem saraf secara keseluruhan dan sekaligus menjalankan fungsi
koordinasi dan kontrol.
Neuron yang lengkap terdiri atas bagian dendrit, bagian somatik dan bagian aksonik.
Dendrit merupakan pemanjangan dari soma atau badan sel neuron.
Fungsinya untuk menerima informasi dari nuron-neuron lainnya dan dari reseptor
sensoris, dan untuk memberikan informasi berkenaan dengan apa yang terjadi di
lingkungan luar tempat hidup hewan tersebut. Informasi-informasi yang diterima oleh
dendrit akan dikonversi ke dalam bentuk potensial membran yang ditransmisikan ke
badan sel dari neuron. Badan sel yang disebut soma memiliki semua organel sel yang
umumnya ada (misalnya nukleus dan mitokondria).
a. Membran Potensial Dasar (Resting Potential Membrane)
Neuron juga memilik beda potensial (voltase) antar membran yang disebut dengan
membran potensial dasar (RMP : Resting Potensial Membrane). Dari
pengukuran secara eksperimen, RMP umumnya sebesar -75mV, kondisi di dalam neuron
lebih negative daripada di bagian luarnya. Tidak ada perbedaan potensial inheren baik di
dalam maupun di luar sel. Potensial membran dapat dibandingkan dengan potensial
batrei.
b. Potensial Aksi
Potensial aksi adalah perubahan polaritas membran dimana bagian dalam neuron berubah
dari muatan negatif menjadi positif selama beberapa milisekon. Potensial aksi terjadi
ketika neuron menyampaikan informasi. Potensial aksi ini ditransmisikan sepanjang
akson dengan kecepatan mencapai 120m/s. Kecepatan konduksi ini hanya berlangsung di
akson besar yang bermielin. Pada akson yang lebih kecil dan tidak bermielin, kecepatan
konduksi hanya sekitar 2.5 m/s. Salah satu aspek penting dari potensial aksi adalah
transmisi potensial aksinya tanpa mengalami pengurangan potensial sepanjang akson
sehingga ukuran potensial aksi pada hillock akson (sambungan antara akson dan badan
sel) sama besar dengan potensial aksi
yang terdapat di terminal akson.
c. Transmisi Potensial Aksi Sepanjang Akson
Potensial aksi, yang berasal dari hilloks akson harus melewati terminal akson sebelum
menimbulkan pengaruh terhadap neuron, otot, atau jaringan glandular lainnya. Ini juga
berlangsung dengan arus lokal. Hal yang terjadi selama potensial aksi adalah bahwa
muatan postif di sebelah dalam membran akson akan ditarik ke sisi sebelahnya yaitu ke
bagian yang lebih negatif. Masuknya muatan positif cenderung untuk memindahkan
potensial membran ke ambang batas (treshold). Jika treshold tercapai, potensial aksi akan
menjalar sepanjang akson.
D. Transmisi Sinapsis
Transmisi sinapsis yaitu transmisi kimia berdasarkan sinyal-sinyal dari suatu neuron ke
neuron yang lainnya. Neuron berkomunikasi melalui sinapsis dan melalui perantara
subtansi kimia yang terdiri dari (protein, asam amino, karbohidrat, dan asam nukleat)
yang dilepaskan oleh terminal button. Terminal button adalah tombol kecil diujung akson
yang melepaskan subtansi kimia yang disebut neurotransmiter. Subtansi neurotransmiter
ini akan menentukan efek pembangkitan (exitatory) atau efek penghambatan (inhibitory).
Sinapsis merupakan titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron
lain.
a. Neurotransmitter
Neurotransmitter merupakan substansi sel saraf yang digunakan untuk berkomunikasi
dengan sel saraf lainnya. Substansi yang dikenal sebagai neurotransmitter pada berbagai
sinaps yang terdapat pada otak mamalia tersusun atas campuran yang sangat heterogen.
Mulai dari dua molekul kecil karbon asam amino glisin sampai peptide besar yang terdiri
atas 30 sampai 40 ikatan kovalen asam amino, dan neurotransmitter ini diklasifikasikan
berdasarkan struktur kimianya.
b. Aktivitas Post-synaptic Neurotransmitter
Setelah dilepaskan, neurotransmitter hanya akan efektif bila berinteraksi dengan
reseptornya pada sel target. Spesifisitas interaksi neuronal ini ditentukan oleh jenis
transmitter yang dilepaskan dan jenis reseptor. Reseptor merupakan alat yang dapat
mendeteksi informasi yang masuk ke dalam sel. Reseptor telah diketahui memiliki
tempat ikatan dengan struktur yang kaku. Reseptor biasanya berikatan hanya dengan satu
jenis transmitter, walaupun substansi alami dan sintesis lainnya dapat berikatan dengan
afinitas yang tinggi. Namun demikian, setiap jenis transmitter dapat mengaktivasi lebih
dari satu jenis reseptor. Keberadaan reseptor dapat dilihat dari ada atau tidaknya respon
suatu area sel atau membrane sel terhadap transmitter. Kebanyakan reseptor terletak pada
plasma membrane eksternal, yang memungkinkan cepatnya penerimaan informasidan
juga pemindahan neurotransmitternya. Neurotransmitter juga dapat mengaktifkan
reseptor yang terdapat pada terminal saraf yang melepaskan neurotransmitter tersebut.
Jenis reseptor ini disebut autoreseptor. Respon suatu sel saraf terhadap neurotransmitter
tergantung pada berapa banyak jenis reseptor yang tersedia untuk setiap jenis
neurotransmitter yang dilepaskan. Penting untuk diketahui bahwa pemberian
neurotransmitter atau obat tidak selalu menghasilkan efek post-synaptic yang sama.
Sebagai contoh, pada sistem saraf perifer, pelepasan asetilkolin menyebabkan relaksasi
otot jantung dan subtipe reseptor yang berbeda akan menimbulkan efek kontraksi otot
skelet.
Daftar Pustaka
Asep Sukohar. 2014. : Buku Ajar Farmakologi: Neufarmakologi Asetilkolin dan Nore
Efinefrin. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius
Kimball, John.W.1996.BIOLOGI.Jakarta: Erlangga
Pearce, Evelyn C. 1985. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Putra santoso. 2009. Buku ajar Fisiologi Hewan. Padang : FMIPA Universitas Andalas
Risa dan DWI. 2017. Fisiologi Hewan. Surabaya: PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
UIN SUNAN AMPEL

Anda mungkin juga menyukai