Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Birokrasi adalah fenomena kehidupan yang telah lama dikenal oleh umat
manusia sejak zaman dahulu. Sejak manusia sebelum lahir sampai meninggalnya,
seorang manusia yang hidup di dunia akan senantiasa berurusan dengan institusi
pemerintah yang kita kenal dengan nama birokrasi itu. Tetapi, Kondisi birokrasi
Indonesia di era reformasi saat ini bisa dikatakan belum menunjukan arah
perkembangan yang baik, karena masih banyak ditemukan birokrat yang arogan dan
menganggap rakyatlah yang membutuhkannya, praktik KKN yang masih banyak
terjadi, dan mentalitas birokrat yang masih jauh dari harapan

Reformasi Birokrasi terjadi karena perubahan dan modernisasi birokrasi yang


tidak berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan keadaan, karenanya
diperlukan usaha yang sadar dan terencana untuk mengubah struktur dan prosedur
birokrasi (aspek reorganisasi kelembagaan, sikap dan perilaku birokrat/aspek prilaku
atau kinerja), meningkatkan efektivitas organisasi (aspek program), sehingga dapat
diciptakan birokrasi yang sehat dan terciptanya tujuan pembangunan nasional.

Reformasi kelembagaan Negara menjadi sesuatu yang sangat fundamental


yang harus dilakukan oleh Negara-negara yang sedang gencarnya melakukan
reformasi Administrasi Negara. Hal ini Sejalan dengan pendapat Prasojo dan
Kurniawan (2008) bahwa reformasi birokrasi (administrasi Negara) dan good
governance merupakan dua konsep utama bagi perbaikan kondisi penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Maka pada tataran konteks
reformasi, setidaknya ada lima (5) cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi
hajat sebagaimana dua hal dimaksud tersebut, yaitu, penataan kelembagaan,
penataan ketatalaksanaan, penataan sumber daya manusia, akuntabilatas dan
pelayanan serta kualitas pelayanan.

Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengatasi persoalan ini, namun yang
sering kali terjadi adalah adanya dampak sampingan sebagai akibat dari buruknya
alokasi personil, sehingga ada daerah yang kekurangan pegawai dan sementara
ada daerah yang kelebihan pegawai. Seandainya ditotal secara umum dan

1
dibandingkan dengan kebutuhan, mungkin tampak terlihat relatif ramping, tetapi
karena buruknya alokasi personil menyebabkan sosok birokrasi itu menjadi gembrot
dan lamban kinerjanya. Meskipun upaya perampingan birokrasi itu diperlukan, akan
tetapi jauh lebih penting lagi adalah menata struktur kelembagaan (organisasi) agar
lebih ramping, efektif dan efisien dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

Maka pada hakikatnya lembaga (organisasi) merupakan alat manajemen


untuk mencapai tujuannya. Ia juga adalah bentuk perserikatan untuk mencapai
tujuan bersama. Oleh sebab itu pula, lembaga (organisasi) setidaknya memiliki tiga
unsur penting di dalamnya, yaitu adanya sekelompok orang, adanya hubungan dan
pembagian kerja serta adanya tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian
lembaga (organisasi) dapat juga dipahami dalam berbagai arti penting seperti: (1)
Lembaga (organisasi) dalam arti badan. (2) Lembaga (organisasi) dalam arti bagan.
(3) Lembaga (organisasi) dalam arti dinamis.

1.2. Ruang lingkup

Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun


kepercayaan rakyat. Reformasi birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok
dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan
keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi
tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan
pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan
permasalahan yang bersinggungan dengan wewenang dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerentah
agar mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta
keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien,responsip dan
akuntabel. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang
dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik,msyarakat juga
berposisi sebagai penilai dan pihak yang dilayani pemerintah. Pada dasarnya
Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi
seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan,
akuntabilitas, aparatur dan pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan
secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis.

2
1.3. Tujuan

Tujuan penataan kelembagaan selain untuk mendapatkan kelembagaan yang


tepat fungsi dan ukuran (righ sizing), juga agar ada wadah yang
menangani/mengimplementasikan visi, misi, program dan kegiatan presiden dan
jajarannya .Wujudnya berupa pembentukan kelembaaan baru, penggabungan atau
penyempurnaan nomenklatur.

Penataan kelembaaan hendaknya juga diikuti kebijakan pengurangan


besaran organisasi/jabatan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Karena
selama ini besaran organisasi/jabatan di lingkungan lembaga pemerintah cenderung
menganut pola maksimal. Pimpinan puncak organisasi harus berani membuat
keputusan tidak populer untuk mewujudkan organisasi yang efektif, efisien,
memperpendek rentang kendali (spin of control) dan tidak terlalu membebani
anggaran. Untuk itu beberapa urusan yang dihapus dilebur ke dalam jabatan lain,
sehingga fungsi-fungsinya tidak hilang.

3
BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1. Reformasi Birokrasi di Indonesia

Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik


daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat
yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke
arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada
development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto
menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-
normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan
keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya
juga dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian maka perubahan masyarakat
dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan
masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat.

Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah


keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat
(Susanto: 185-186). Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu
usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah
struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Sedangkan
Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah
proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk
mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi
sebagai padanan lain dari change, improvement, atau modernization.

Dari pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas
pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur
dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara
lain adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien. Reformasi
bertujuan mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa
yang selama ini jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi
birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus
globalisasi. Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden
dalam suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan
kementerian negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.

Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai


good governance. Melihat pengalaman sejumlah Negara menunjukan bahwa
reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk mencapai kemajuan sebuah
Negara. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap system

4
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak hanya efektif dan efesien tapi juga
reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Reformasi birokrasi memang akan diterapkan dijajaran kementerian dan
lembaga pemerintah. Mereformasi birokrasi kementerian dan lembaga memang
sudah saatnya dilakukan sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi saat ini. Dimana
birokrasi dituntut untuk dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat dan
profesional. Birokrasi merupakan faktor penentu dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional.

Oleh sebab itu cita-cita reformasi birokrasi adalah terwujudnya


penyelenggaraan pemerintahan yang professional, memiliki kepastian hukum,
transparan, partisipatif, akuntable dan memiliki kredibilitas serta berkembangnya
budaya dan perilaku birokrasi yang didasari oleh etika, pelayanan dan
pertanggungjawaban public serta integritas pengabdian dalam mengemban misi
perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.

Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan


pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Reformasi
birokrasi di Indonesia menempatkan pentingnya rasionalisasi birokrasi yang
menciptakan efesiensi, efektifitas, dan produktifitas melalui pembagian kerja
hirarkikal dan horizontal yang seimbang, diukur dengan rasio antara volume atau
beban tugas dengan jumlah sumber daya disertai tata kerja formalistic dan
pengawasan yang ketat.

5
2.2. Pengertian dan Konsep Good Governance

A. PENGERTIAN GOOD GOVERNANCE

Penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini telah mengalami perubahan


paradigma, yaitu dari rule government menjadi good governance. Paradigma rule
government dalam penyelenggaraan pemerintahan mendasarkan pada penggunaan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan paradigma good
governancemendasarkan pada penerapan prinsip-prinsip penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, yang melibatkan internal maupun eksternal birokrasi
sehingga tidak hanya terbatas pada penggunaan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Good Governance adalah suatu peyelengaraan manajemen pembangunan


yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi
baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.

Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu


kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai
oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahaan dalam suatu negara.

Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan


diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah
terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang
bersih sehingga Good Governancemerupakan salah satu alat Reformasi yang
mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari
perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini, penerapan
Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai
dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan
kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk
utama Good Governance.

6
B. KONSEP GOOD GOVERNANCE

Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan
struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah
faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya
sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang
tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan
individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan
internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi
benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance”
benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat
antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”.

Konsep Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua


pihak yaitu Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak
yang rancu memahami konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak
menerjemahkan governance sebagai Tata Pemerintahan. Dalam konsep ini, Negara
berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem
peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban
kepada publik. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance
diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:

1. Partisipasi Masyarakat

2. Tegaknya Supremasi Hukum

3. Transparansi

4. Peduli pada Stakeholder

5. Berorientasi pada Konsensus

6. Kesetaraan

7. Efektifitas dan Efisiensi

8. Akuntabilitas

9. Visi Strategis

Ada pun beberapa konsep Good Governance yaitu :

 Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis), Semua


kegiatan pemerintah di berbagai bidang dan tingkatan seharusnya didasarkan
pada visi dan misi yang jelas dan jangka waktu pencapaiannya serta
dilengkapi strategi implementasi yang tepat sasaran, manfaat dan
berkesinambungan.

7
 Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan), Wujud nyata prinsip
tersebut antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan
untuk mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan,
program, dan kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat
pusat maupun daerah.
 Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat, Masyarakat yang
berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan
keputusan atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat,
sehingga keterlibatan masyarakat sangat diperlukan pada setiap pengambilan
kebijakan yang menyangkut masyarakat luas.
 Tata pemerintahan yang bertanggung jawab/ bertanggung gugat (akuntabel),
Instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat
mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya. Demikian halnya dengan kebijakan,
program, dan kegiatan yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan.
 Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum, Wujud nyata prinsip
ini mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM,
peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, serta
pengembangan budaya hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan
menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk
pada manipulasi politik.
 Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus,
Perumusan kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan
melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif.
Keputusan-keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif
harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil
benar-benar merupakan keputusan bersama.
 Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, Wujud
nyata dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya
penilaian kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat
kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari
upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia.
 Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif), Aparat pemerintahan
harus cepat tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi mengakomodasi
aspirasi masyarakat, serta mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi masyarakat.

8
 Tata pemerintahan yang menggunakan struktur & sumber daya secara efisien
& efektif, Pemerintah baik pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus
selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural
sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur
kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih
tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan
memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien
dan efektif.
 Tata pemerintahan yang terdesentralisasi, Pendelegasian tugas dan
kewenangan pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat
mempercepat proses pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan
yang cukup untuk mengelola pelayanan publik dan menyukseskan
pembangunan di pusat maupun di daerah.
 Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia usaha swasta
dan masyarakat, Pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan
peran serta masyarakat dan sektor swasta harus diberdayakan melalui
pembentukan kerjasama atau kemitraan antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat. Hambatan birokrasi yang menjadi rintangan terbentuknya
kemitraan yang setara harus segera diatasi dengan perbaikan sistem
pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta serta penyelenggaraan
pelayanan terpadu.
 Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan,
Pengurangan kesenjangan dalam berbagai bidang baik antara pusat dan
daerah maupun antardaerah secara adil dan proporsional merupakan wujud
nyata prinsip pengurangan kesenjangan. Hal ini juga mencakup upaya
menciptakan kesetaraan dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi
berbagai perlakuan diskriminatif yang menciptakan kesenjangan antara laki-
laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.
 Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup, Daya
dukung lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan yang tidak
terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan
secara konsekuen, penegakan hukum lingkungan secara konsisten,
pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan, serta
pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan contoh perwujudan
komitmen pada lingkungan hidup.

9
2.3. Penataan Kelembagaan Dalam Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai


good governance dan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap
sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek
kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur.
Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelangggaraan
pemerintah dimana uang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga reformasi
birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan birokrasi pemerintah


yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan
bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang
teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.

Adapun visi reformasi birokrasi yang tercantum dalam lembaran Grand design
Reformasi Birokrasi Indonesia adalah terwujudnya pemerintahan kelas dunia. Visi
tersebut menjadi acuan dalam mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu
pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu
menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen
pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke
21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025.

Sedangkan Misi reformasi birokrasi Indonesia adalah :


 Membentuk/ menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam rangka
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
 Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen
sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas
pelayanan publik, mindset, dan cultural set.
 Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif.
 Mengelola sengketa administrasi secara efektif dan efisien.

10
Untuk mencapai visi dan misi serta tujuan dari reformasi birokrasi tersebut
maka ditetapkan 8 (delapan) area perubahan dan hasil yang diharapkan meliputi
seluruh aspek manajemen pemerintahan, seperti yang dikemukanan pada table
dibawah ini
Dan dalam rangka mempercepat pencapaian hasil area perubahan refomasi
birokrasi tersebut maka ditetapkanlah 9 (sembilan) Program Percepatan Reformasi
Birokrasi. Program percepatan digunakan oleh seluruh instansi pemerintah untuk
mendukung pelakansaan refomasi birokrasi di instansi masing-masing baik
Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah. 9 Program percepatan reformasi
birokrasi adalah sebagai berikut.

1. Penataan Struktur Organisasi Pemerintah


2. Penataan Jumlah dan Distribusi PNS
3. Pengembangan Sistem Seleksi dan Promosi Secara Terbuka
4. Peningkatan Profesionalisasi PNS
5. Pengembangan Sistem Pemerintahan Elektronik yang terintegrasi
6. Peningkatan Pelayanan Publik
7. Peningkatan Integritas dan Akuntabilitas Kinerja Aparatur
8. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri
9. Peningkatan Efisiensi Belanja Aparatur

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan program


percepatan dan reformasi birokrasi tersebut maka ditentukan berdasarkan 3 (tiga)
indikator utama, yakni Indeks Persepsi Korupsi, Peringkat Kemudahan Berusaha
dan Jumlah Instansi Pemerintah yang Akuntabel.

11
BAB III
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN DARI PENATAAN KELEMBAGAAN
DALAM REFORMASI BIROKRASI

3.1. Permasalahan

A. Bagaimanakah lembaga atau organisasi dalam reformasi demokrasi ?

B. Bagaimanakah penataan kelembagaan dalam konteks good governance ?

3.2. Pembahasan

A. kondisi lembaga atau organisasi dalam reformasi demokrasi

Pada sebuah lembaga (organisasi) dikenali tidak hanya sekedar dari


tujuannya, aturan mainnya dan bagannya saja. Namun jaringan hubungan imformal
ikut berpengaruh besar terhadap kegiatan setiap unit lembaga (organisasi) apapun
nama dan bentuknya. Apakah itu lembaga bisnis, lembaga sosial ataupun ia
lembaga publik. Yang pasti bahwa hubungan dalam lembaga (organisasi) , baik
dalam konteks formal maupun informal, mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang
besar dalam menentukan perilaku setiap anggotanya. Tentu fakta ini harus disadari
benar bagi setiap pembaharu lembaga (organisasi) dalam administrasi.

Oleh karena itu, Sharp dalam Budi Setiyono (2014: 141) mengatakan bahwa
lembaga (organisasi) adalah merupakan sekumpulan orang yang bekerja di
dalamnya untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses mencapai tujuan tersebut,
suatu lembaga (organisasi) seringkali berhadapan dengan berbagai macam
masalah, kendala, dan keterbatasan yang dapat menyebabkan mereka gagal,
kurang berhasil, atau bahkan bubar.

Maka untuk mengatasi masalah tersebut, dituntut pada setiap lembaga


(organisasi) untuk dapat menarik pembelajaran dari proses yang dialami dalam
mencapai tujuan: mengapa kurang berhasil, mengapa ada hambatan, apa penyebab
keterbatasan, siap bertanggung jawab atas kegagalan dan sebagainya. Dengan
demikian, diharapkan agar pada masa yang akan datang, lembaga (organisasi) akan
bisa memiliki kinerja lebih baik, lebih berhasil dan lebih dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Proses pembelajaran atas kegagalan untuk menuju perbaikan inilah
yang disebut sebagai “organizational learning” atau “pembelajaran organisasi”.

Pada tataran inilah menurut Soesilo Zauhar (2012: 63) memandang


keanggotaan kelompok lembaga (organisasi) mempunyai kekuatan potensial yang
melebih potensi individual dalam menentukan perilaku bekerja, maka perhatian
sudah selayaknya difokuskan pada pemahaman dan perubahan perilaku kelompok
dari pada individual. Dalam setiap lembaga (organisasi), di dalamnya sudah pasti

12
hidup sekumpulan nilai, norma dan kultur, yang sudah barang tentu sangat berbeda
dengan nilai, norma dan kultur yang ada di lembaga (organisasi) di tempat lain.

Selanjutnya, bagaimana sifat kultur, norma dan nilai ini terhadap perilaku
lembaga (organisasi), apakah mendukung atau justru menghambat., terkait dengan
ini, maka terdapat dua pandangan yang berbeda sebagaimana dikemukakan Milne
dan Cohen dalam Soesilo Zauhar (2012: 65), bahwa dalam pandangan Milne
menganggap kalau kultur yang dibawa oleh setiap anggota suatu lembaga
(organisasi) biasanya tidak begitu mendukung terhadap aktivitas lembaga
(organisasi) dan kebanyakan lembaga (organisasi) tidak mampu mengubah kultur
tersebut dalam rangka reformasi administrasi.

Namun sebaliknya, justru Cohen berkeyakinan bahwa walaupun kulturnya sama,


tetap perilaku di dalam lembaga (organisasi) dapat diubah dan dapat berbeda-beda.
Dengan pengalamannya mengelola sebuah lembaga (organisasi) di India,
berkesimpulan bahwa dengan pelatihan yang intensif, setiap unit lembaga
(organisasi) mampu mengatasi hambatan kultural untuk melakukan penataan
kelembagaan.

Menjadi pertanyaan, apakah ada sebuah mekanisme yang dapat memaksa


lembaga (organisasi) publik untuk memperbaiki diri dalam konteks kinerja maupun
produk yang mereka hasilkan? Budi setiyono menjawabnya ada (2014: 143), setiap
lembaga (organisasi) publik tentu harus selalu dapat memperbaiki diri dan sekaligus
membutuhkan indikator yang menentukan kesuksesan untuk mendorong perbaikan
dimaksud.

Kesuksesan lembaga (organisasi) dapat ditentukan oleh kriteria public value,


yang ditentukan oleh Indikator berupa:

(1) terpenuhinya mandat dalam “political marketplace” dan aspirasi pengguna jasa
atau stakeholders.

(2) terpenuhinya rasionalitas teknis manajemen.

Agar dapat melaksanakan perbaikan secara secara terus-menerus atau


berkesinambungan, maka lembaga (organisasi) publik harus diwajibkan oleh
undang-undang supaya dapat menjalankan tugas yang sesuai dengan kriteria public
value itu pada satu sisi yaitu, lembaga (organisasi) publik harus selalu
memperhatikan suara rakyat yang diwakili oleh lembaga parlemen serta
memeperhatikan masyarakat pengguna jasanya.

Sementara di sisi yang lain, lembaga (organisasi) publik juga harus mampu
menjalankan tugas sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi sebagaimana yang
dikemukakan oleh A.M. Williams dalam Khaerul Umam (2012: 24-25) antara lain:

13
(1) Organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas.

(2) Prinsip skala hierarki.

(3) Prinsip kesatuan perintah.

(4) Prinsip pendelegasian wewenang.

(5) Prinsip pertanggung jawaban.

(6) Prinsip pembagian pekerjaan.

(7) Prinsip rentang pengendalian.

(8) Prinsip fungsional.

(9) Prinsip Pemisahan.

(10) Prinsip keseimbangan.

(11) Prinsip fleksibilitas.

(12) Prinsip kepemimpinan.

14
3.2. Penataan Lembaga Dalam Konteks Good Governace

Dalam era reformasi seperti sekarang ini, penataan lembaga (organisasi)


pemerintah telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk
membentuk sebuah kepemerintahan yang baik (good governance). Mengapa
menjadi sesuatu yang sangat mendesak? Karena masyarakat sebagai warga
Negara semakin sadar akan hak-haknya yang harus terpenuhi dan semakin kritik
terhadap segala permasalahan yang terjadi di sistem kelembagaan pemerintahan,
khusus terkait dengan pelayanan publik.
Oleh karena itu, Agus Dwiyanto (2015 : 279-280) memberi isyarat perlu adanya
penataan kelembagaan pemerintah. Tujuannya adalah untuk membentuk
pemerintahan yang efisien, efektif dan akuntabel. Pemerintah saat ini memiliki 34
Kementerian, 28 Lembaga Non Kementerian (LPNK) dan 135 Lembaga Non
Struktural. Jumlah ini lanjut Agus Dwiyanto, sudah sangat banyak dan cenderung
membengkak, sehingga bukan hanya membuat inefisinsi tetapi juga mengganggu
aktivitas dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam konteks daerah misalnya, terjadinya pembengkakan jumlah SKPD
karena sering dorong oleh cara pandangan yang keliru dari Kementerian dan
Lembaga di pusat, dimana Kementerian dan lembaga pada pemerintah pusat selalu
mendorong daerah untuk mengembangkan SKPD yang memilki nomenklatur yang
sama dengan Kementerian. Kemudian menggunakan dana alokasi khusus dan dana
dekonsentrasi untuk menciptakan insentif dan disinsentif bagi daerah telah
membentuk SKPD yang memilki nomenklatur yang sama tadi. Akibatnya, banyak
daerah yang memiliki SKPD dalam jumlah besar sekalipun relevansi dari
keberadaan SKPD tersebut bagi pembagunan daerah sangat kecil.
Tentu hal itu sangat memprihantinkan dan sangat menyedihkan kita semua
sebagai warga bangsa. Bagaimana tidak, uang Negara yang notabenanya uang
rakyat dihabiskan begitu saja untuk hal-hal yang sama sekali tidak ada manfaatnya
untuk mensejahterakan rakyat. Penerapan good governace dalam kelembagaan
pemerintah harus menjadi harga mati yang harus segera dilaksanakan.
Karena menurut Delly Mustafa (2013: 187) pada good governace terdapat prinsip-
prinsip seperti: Partisipasi masyarakat, Tegaknya supermasi hukum, Transparansi,
Peduli pad stakeholder, berorientasi pada consensus, Kesetaraan, Efektifitas dan
efesinsi, Akuntabilitas dan Visi strategis.

15
Pada konteks penataan kelembagaan, Sedarmayanti (2013: 79) menawarkan
beberapa konsep penataan melalui:
 Aliansi, mensinergikan seluruh actor yaitu, pmerintah, dunia usaha dan
masyarakat dalam tim solid.
 Menyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel
berdasar prinsip good governace.
 Menyempurnakan struktur jabatan Negara dan jabatan negeri.
 Reposisi jabatan struktural dan fungsional.
 Restrukturisasi: tindakan merubah struktur yang dipandang tidak sesuai
dengan tuntan zaman dan tidak efektif lagi dalam memajukan lembaga
(organisasi). Menata ulang kemabli kelembagaan pemerintah, membangun
organisasi sesuai tuntutan kebutuhan.
 Reorientasi: mendefinisikan kembali visi, misi, peran, strategi, implementasi
dan evaluasi kelembagaan pemrintah.
 Menerapkan strategi organisasi, struktur lembaga (organisasi) yang efektif,
efisien, rasional dan proporsional.
 Menerapkan prinsip-prinsip organisasi (lembaga)
 Refungsionalisasi: tindakan/upaya memfungsi kembali yang sebelumnya tidak
atau belum berfungsi
 Revitalisasi: upaya member tambahan energy/daya kepada lembaga
(organisasi) agar dapat mengoptimalkan kinerja organisasi.

Dari beberapa uraian tersebut di atas, dengan melihat perkembangan yang


terjadi dalam struktur kelembagaan baik pusat maupun daerah, maka sudah
seyogyanya pemerintah tidak lagi memiliki alasan untuk melakukan penataan
kelembagaan secara parsial, tetapi harus holistik atau menyeluruh dengan
menggunakan konsep dan prinsip-prinsip good governace dalam bingkai reformasi
administrasi.

16
Kita ketahui, dalam birokrasi terdapat berlapis-lapis tingkatan dari bawah
keatas mulai dari staf seksi, bagian, biro dan seterusnya. Hal seperti ini juga dapat
mengurangi pesan optimal birokrasi karena :
 Mengakibatkan ketidak-efesienan organisasi dalam mencapai tujuan.
 Timbul ekonomi biaya tinggi baik pada instansi birokrasi itu sendiri maupun
pada pengguna jasanya.
 Terdapat potensi pertentangan antara unit dan induk organisasi
 Terjadi proses kerja yang top down dan budaya minta petunjuk dari bawahan
keatasan.
Penataan kelembagaan yang harus dilakukan adalah bagaimana membuat
struktur organisasi ramping dan flat/tidak banyak hirarki dan struktur organisasi lebih
dominan pemegang jabatan professional/fungsional dari pada jabatan struktural.
Olehnya itu, untuk dapat mereformasi sikap mental dan memperbaiki kondisi sistem
kerja birokrasi pemerintah ada tiga hal yang pokok perlu dilakukan sebagaimana
yang dikatakan oleh Budi setiyono (2012).

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Pada sebuah lembaga (organisasi) dikenali tidak hanya sekedar dari


tujuannya, aturan mainnya dan bagannya saja. Namun jaringan hubungan imformal
ikut berpengaruh besar terhadap kegiatan setiap unit lembaga (organisasi) apapun
nama dan bentuknya. Apakah itu lembaga bisnis, lembaga sosial ataupun ia
lembaga publik. Yang pasti bahwa hubungan dalam lembaga (organisasi) , baik
dalam konteks formal maupun informal, mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang
besar dalam menentukan perilaku setiap anggotanya. Tentu fakta ini harus disadari
benar bagi setiap pembaharu lembaga (organisasi) dalam administrasi.

Dalam era reformasi seperti sekarang ini, penataan lembaga (organisasi)


pemerintah telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk
membentuk sebuah kepemerintahan yang baik (good governance). Penataan
kelembagaan yang harus dilakukan adalah bagaimana membuat struktur organisasi
ramping, sehingga kelembagaan menjadi lebih efektif dan efisien.

18
DAFTAR PUSTAKA

 http://www.herachaqy.com/2016/02/makalah-reformasi-
kelembagaan.html
 https://www.kompasiana.com/rudharjs/54f928caa3331178178b4694/urge
nsi-penataan-kelembagaan-di-lingkungan-pemerintah
 http://celotehlestarius.blogspot.com/2015/03/pengertian-dan-konsep-
good-governance.html
 https://datarental.blogspot.com/2016/04/konsep-good-governance-
dalam.html
 http://pemerintah.net/reformasi-birokrasi/
 http://www.mediapustaka.com/2014/06/reformasi-birokrasi-di-
indonesia.html
 http://pemerintah.net/contoh-rencana-aksi-reformasi-birokrasi/
 http://paulinusbendu.blogspot.com/2015/11/makalah-reformasi-
birokrasi.html

19

Anda mungkin juga menyukai