Anda di halaman 1dari 10

PERAYAAN 1 SYURO “BUBUR SURO” DI YOGYAKARTA

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Mata Pelajaran


Sejarah

Anisa Amelia Ghandi


X MIPA 7

SMA NEGERI 3 KOTA SERANG


BANTEN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T Yang Mahakuasa karena telah


memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas
rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah “Perayaan 1 Syuro ‘Bubur Suro’ di Yogyakarta” disusun guna
memenuhi tugas pada Mata Pelajaran Sejarah kelas X Mipa 7 SMA Negeri 3 Kota
Serang. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang sejarah budaya Islam yang berkembang di
Indonesia

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada guru mata


pelajaran Sejarah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Serang, 30 April 2021

Annisa Amelia Ghandi


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4
A. Bagaimana Sejarah Perayaan 1 Syuro di Yogyakarta?........................................4
B. Bagaimana Tradisi Bubur Syuro di Yogyakarta?.................................................4
C. Bagaimana Nilai dan Budaya dari Perayaan 1 Syuro Bagi Masyarakat Sekitar?..4
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................5
A. Untuk Mengetahui Sejarah Perayaan 1 Syuro di Yogyakarta.............................5
B. Untuk Mengetahui Tradisi Bubur Syuro di Yogyakarta.......................................5
C. Untuk Mengetahui Nilai dan Budaya yang Berkembang dari Perayaan 1 Syuro
Bagi Masyarakat Sekitar.............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................6
2.1 Sejarah Perayaan 1 Syuro..................................................................................6
2.2 Tradisi Bubur Suro di Yogyakarta......................................................................6
BAB III Kesimpulan............................................................................................................8
3.1 Simpulan............................................................................................................8
3.2 Saran..................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................9
LAMPIRAN........................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan budaya yang dimiliki Indonesia saat ini merupakan
akulturasi dari kebudayaan luar yang dibawa oleh macam-macam jalur,
mulai dari pedagang, kestaria, bahkan dari pernikahan. Sama halnya
dengan budaya islam yang masuk dan memberikan pengaruh besar dalam
kehidupan budaya masyarakat Indonesia.
Masuknya islam ke Yogyakarta Sejarah Islam di Yogyakarta
berawal pada akhir abad ke-16, terdapat sebuah kerajaan Islam di Jawa
bagian tengah-selatan bernama Mataram. Kerajaan ini berpusat di daerah
Kota Gede, kemudian pindah ke Kerta, Plered, Kartasura dan Surakarta.
Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta
Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat akibat dari
Perjanjian Giyanti yang ditanda tangani pada tanggal 13 Februari 1755.
Surakarta dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono III, sementara
Ngayogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian
bergelar Sultan Hamengku Buwono I.
Pada tanggal 13 Maret 1755 (Kemis Pon, 29 Jumadilawal 1680 TJ)
proklamasi atau Hadeging Nagari Ngayogyakarta
Hadiningrat dikumandangkan. Selanjutnya, Sultan Hamengku Buwono I
memulai pembangunan Keraton Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 1755.
Raja – raja yang memimpin bermula dari Sri Sultan Hamengkubuwono I
sampai dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dari sejarah ini pun
meninggalkan satu kebudayaan yang sampai saat ini dikenal, yaitu
perayaan 1 Syuro dengan membuat bubur suro.

1.2 Rumusan Masalah


A. Bagaimana Sejarah Perayaan 1 Syuro di Yogyakarta?
B. Bagaimana Tradisi Bubur Syuro di Yogyakarta?
C. Bagaimana Nilai dan Budaya dari Perayaan 1 Syuro Bagi Masyarakat
Sekitar?
1.3 Tujuan Penulisan
A. Untuk Mengetahui Sejarah Perayaan 1 Syuro di Yogyakarta
B. Untuk Mengetahui Tradisi Bubur Syuro di Yogyakarta
C. Untuk Mengetahui Nilai dan Budaya yang Berkembang dari Perayaan
1 Syuro Bagi Masyarakat Sekitar
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perayaan 1 Syuro


Penetapan 1 Suro sebagai tahun baru Jawa dilakukan sejak zaman Sultan
Agung Hanyokrokusumo. Raja yang memimpin Mataram pada 1613-1645 itu
mendapat gelar Wali Radja Mataram dari para ulama karena berjasa dalam
menyebarkan ajaran Islam tanpa menghapus tradisi Jawa.
Pada 1633 M atau tepat pada tahun Jawa 1555, Sultan Agung mengadakan
pesta atau selametan secara besar-besaran. Dalam pesta itu juga, Sultan
Agung menyatakan bahwa Tahun Jawa atau Tahun Baru Saka berlaku di
kerajaan bumi Mataram.

Tak hanya itu, Sultan juga menetapkan Satu Suro sebagai tanda Tahun
Baru Jawa. Mengutip pemberitaan Kompas.com, 10 September 2018,
keputusan ini diambil setelah dilakukan perpaduan kalender Hijriah dan
kalender Jawa. Sistem penanggalan Islam, sistem penanggalan Hindu, dan
sedikit pengaruh penanggalan Julian dari Barat dipadukan.
Penetapan 1 Muharam sebagai awal kalender Islam dilakukan sejak zaman
Khalifah Umar bin Khatab. Untuk memperkenalkan kalender Islam pada
masyarakat Jawa, maka Sunan Giri II membuat penyesuaian antara sistem
kalender Hijriah dengan sistem kalender Jawa pada tahun 931 H atau 1443
tahun Jawa baru. Pada saat itu, Sultan Agung menyerukan agar rakyatnya
bersatu untuk melawan Belanda di Batvia demi menyatukan Pulau Jawa. Oleh
karena itu, ia menyatukan seluruh kalangan masyarakat, termasuk kaum santri
dan abangan. Untuk mengontrol pemerintahannya, setiap hari Jumat Legi
(hari pasaran Jawa) diadakan laporan pemerintahan setempat. Tak hanya itu,
kegiatan tersebut juga disertai dengan pengajian yang dilakukan oleh para
penghulu kabupaten, sekaligus diadakan ziarah kubur dan haul ke makam
Ngampel (Sunan Ampel) dan Giri. Oleh karena itu, 1 Muharam atau 1 Suro
yang dimulai pada hari Jumat Legi secara tidak langsung turut dianggap
sacral.

2.2 Tradisi Bubur Suro di Yogyakarta


Peringatan malam satu suro yang ditandai dengan tradisi bagi bubur
suro di Yogyakarta merupakan tradisi yang sampai sekarang masih tetap
dilaksanakan dan dilestarikan, hal ini merupakan budaya yang sudah mendarh
daging bagi masyarakat Yogyakarta. Walaupun di saat pandemi ini, tradisi
bubur syuro di beberapa tempat hanya dilaksanakan dengan panduan protokol
Kesehatan dan tidak dihadiri banyak orang sekitar.
Ritual bubur suro ini dilaksanakan dengan dipimpin oleh tokoh sesepuh
disebut sebagai Suro Budoyo, yang mana pelaksanaannya ini dihadiri oleh
abdi dalem keraton. Doa, zikir, dan tahlil pun digelar, kemudian yat kursi
dibacakan hingga sekitar hampir 1 jam. Setelah selesai berdoa yang diiringi
kidung tembang Jawa , Suro Budoyo memberikan penjelasan singkat soal
tradisi dan ritual malam satu suro di Kotagede yang ditandai secara simbolis
dengan dua tumpeng dan bubur suro.
Dalam filosofi Jawa, tumpeng adalah simbol ungkapan syukur manusia
kepada Tuhan Sang Pencipta. Sementara, bubur suro yang terdiri atas bubur
putih dengan sayur sambel goreng krecek dan lodehan disertai bergedel, tahu,
tempe, dan ayam merupakan simbol peleburan diri manusia kembali ke
fitri/suci usai melawan angkara murka dalam dirinya. Prosesi ritual usai,
tumpeng dan bubur suro dibagikan kepada masyarakat yang datang dari
berbagai daerah. Sebagian bahkan sudah datang dan menginap di Kotagede
beberapa hari sebelumnya untuk bisa ikut tradisi padusan atau mandi di
Sendang Seliran.
Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro dipercaya sebagai momentum yang
sakral karena sarat dengan kekuatan magis atau supranatural, sehingga oleh
para leluhur diminta untuk diisi dengan tirakat dan doa, tempat yang biasanya
sering digunakan untuk pelaksanaan 1 syuro ini yaitu di Kotagede, Kotagede
sendiri merupakan kompleks bangunan yang utamanya adalah makam dari
Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram, yang dulunya bernama
Danang Sutowijoyo.
BAB III
Kesimpulan

3.1 Simpulan
Tradisi bubur suro merupakan tradisi yang sudah mandarah daging
bagi masyarakat Jawa, khususnya bagi masyarakat Yogyakarta. Bubur
suro yang meurpakan banyaknya warna dari perayaan 1 suro, menjadi
identitas serta symbol kedaerahan yang patut dijaga dan dilestarikan
keberadaanya. Karena ini merupakan bukti sejarah juga sebagai warisan
budaya bangsa.
Pelaksanaannya sendiri dilaksanakan dengan rangkaian acara yang
dibalut doa, dimana ini menandakan bahwa budaya islam yang ada di
dalamnya sangat jelas terlaksana dan menjadikan acara ini mennjadi suci
dan sacral.

3.2 Saran
Pada penulisan karya tulis makalah ini, penulis menyadari bahwa banyak
kekurangan baik dari tata cara penulisan dan terkhusus pembahasan yang masih
sedikit untuk dibahas. Maka dari itu, penulis berharap untuk ke depannya agar
karya tulis ini dapat menjadi salah satu sumber penulisan yang dapat digunakan
untuk penulisan karya selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Dzulfaroh, A.N, dkk .Cerita di Balik Peringatan Malam 1 Suro.


https://www.kompas.com/tren/read/2019/08/31/191949265/cerita-di-balik-
peringatan-malam-1-suro?page=all
Sinuko, D. Seribu Bubur Dibagikan pada Ritual Satu Suro di Kotagede. 2018.
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20180911123600-241-
329348/seribu-bubur-dibagikan-pada-ritual-satu-suro-di-kotagede
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai