Nama ilmiah : Aspergillus flavus a. Klasifikasi Aspergillus flavus Menurut Gunawan et al., (2004) Aspergillus dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Fungi Divisi : Amastigomycota Sub Divisi : Ascomycotina Kelas : Ascomycetes Ordo : Eurotiales Famili : Eurotiaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus flavus b. Bioekologi dan Tanman Inang Di Indonesia jagung yang baru dipanen biasanya mempunyai kadar air tinggi (30%) yang apabila tidak segera dikeringkan, maka berbagai cendawan dapat berkembang, termasuk cendawan A. flavus. Cendawan ini dapat ditemukan pada tanaman jagung fase vegetative dan fase generatif, serta pada pasca panen jagung, sehingga menjadi sumber inokolum pada biji jagung yang akan disimpan. Cendawan ini menghasilkan racun Aflatoksin. Aflatoksin adalah singkatan Aspergillus flavus toxin yang merupakan senyawa beracun yang diproduksi oleh Aspergillus flavus (Pakki dan Haris, 2016). Aspergillus flavus merupakan jamur saprofit yang hidup di dalam tanah dan mampu menginfeksi komoditas penting seperti kacang tanah, jagung dan biji kapas sebelum dan setelah panen. Secara garis besar, silkus hidup A. flavus di lapang dapat digolongkan ke dalam dua fase utama, yaitu sebagai saprofit dan patogen. Sebelum terdapat tanaman inang yang rentan, A. flavus secara umum bersifat saprofit. Jamur mampu bertahan dalam bentuk miselia maupun konidia dan dengan segera mengkoloni tanah yang kaya akan bahan organik. Sumber bahan organik terutama berasal dari sisa-sisa tanaman yang tertinggal setelah panen atau tidak dimusnahkan. Fase patogen dimulai ketika tanaman inang utama yang berupa komoditas pertanian ditanam (BALITKABI, 2013). c. Gejala Serangan Pada jagung, gejala tanaman yang terinfeksi penyakit ini ditandai cendawan berwarna berwarna hijau. Infeksi A. flavus pada daun menimbulkan gejala nekrotik, warna tidak normal, bercak melebar dan memanjang, mengikuti arah tulang daun. Bila terinfeksi berat, dan berwarna coklat kekuningan seperti terbakar. Gejala penularan pada biji dan tongkol jagung ditandai oleh kumpulan miselia yang menyelimuti biji. Pada klobot tongkol jagung, warna hitam kecoklatan umumnya menginfeksi bagian ujung klobot, perbedaan warna sangat jelas terlihat pada klobot tongkol yang muda (Pakki dan Haris, 2016). d. Informasi kerugian dan Pengendalian Hama Cendawan ini bisa menurunkan hasil panen 10-30%. Pengendalian untuk mengatasi cendawan ini menurut DJTP (2019) yaitu sebagai berikut: 1. Pengendalian Saat Panen Panen sebaiknya dilakukan pada musim kering dan setelah biji benar- benar siap untuk dipanen. Biji atau bulir yang masih muda banyak mengandung air yang sangat menguntungkan untuk pertumbuhan kapang. Panen yang terlalu cepat atau terlambat panen menyebabkan meningkatnya kontaminasi mikotoksin pada produk pertanian. Jagung harus dipanen setelah waktu tanam 110 hari ketika musim hujan, dan 120 hari di musim kemarau, atau disesuaikan tergantung varietas yang digunakan. 2. Pengendalian Pasca Panen a) Pemisahan Secara Fisik, pemisahan dilakukan melalui pengamatan visual pada produk pertanian yaitu, dengan memisahkan produk yang baik dari produk yang rusak akibat kerusakan mekanik, serangga, infeksi kapang atau busuk. Pemisahan dengan cara tersebut dapat menurunkan konsentrasi aflatoksin dan fumonisin pada jagung atau kacang tanah b) Pengeringan, untuk mencegah produksi aflatoksin, jagung dikeringkan sesegera mungkin dalam waktu tidak lebih dari 24 - 28 jam setelah panen. Pengeringan dapat dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan sinar matahari, c) Penyimpanan, produk disimpan di gudang penyimpanan dengan sirkulasi udara yang baik. Jika memungkinkan, suhu dan kelembaban diukur secara rutin selama periode penyimpanan. Kenaikkan suhu 2 - 3°C dapat menunjukkan adanya investasi kapang atau serangga. Untuk produk yang dikemas, sebaiknya digunakan kemasan yang memiliki pori-pori seperti karung goni untuk sirkulasi udara, dan diletakkan dengan menggunakan alas (papan). Rata-rata kelembaban dan suhu relatif untuk penyimpanan jagung selama musim kemarau adalah 65% dan 25-30°C DAFTAR PUSTAKA
BALITKABI. 2013. Kontaminasi Aflatoksin dan Cara Pencegahan Saat
Prapanen Berdasar Bioekologi Aspergillus flavus. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Direktoral Jendral Tanaman Pangan. 2019. UPAYA MITIGASI PRODUKSI AFLATOKSIN OLEH ASPERGILLUS FLAVUS PADA JAGUNG. http://tanamanpangan.pertanian.go.id/index.php/informasi/253 diakses pada tanggal 4 Desember 2020. Gunawan, A.W., Dharmaputra, O.S., Rahayu, G., 2004. Cendawan dalam Praktik Laboratorium. IPB Press: Bogor. Pakki, S., A. Haris. T. 2016. Pengelolaan Penyakit Pascapanen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.