Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH OJK TERHADAP KEMAJUAN FINANCIAL TECHNOLOGI (FINTECH)

Muhar Afrizal, Muhammad Irwan Fadli Nasution

Universitas Islam Negri Sumatra Utara, Indonesia

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perananan ojk terhadap kemajuan teknologi keuangan digital. Ojk
diharapkan bisa memperluaskan akses keuangan masyarakat dan mendukung pembangunan perekonomian
nasional. Inovasi keuangan digital ini punya banyak manfaat positif, seperti meningkatkan inklusi serta literasi
keuangan, dan memenuhi kesenjangan pembiayaan UMKM. Tapi di sisi lain resikonya juga banyak. Jadi kita perlu
terapkan balanced regulatory framework, supaya sinergi optimal dengan lembaga jasa keuangan dapat membentuk
namun perlindungan konsumen juga tetap harus terjaga. Penerapan uang digital tersebut nantinya akan mampu
menghemat banyak biaya di system pembayaran, dan mempercepat peningkatan inklusi keuangan
masyarakat.dalam penerapan nya, perlu transisi bertahap dan paralel serta mekanisme konversi juga harus jelas
dan transparan, begitu uga dari aspek legalitas juga harus di sesuaikan.

Keywords; Ojk, teknologi, keuangan digital

PENDAHULUAN

Otoritas jasa keuangan (ojk) sesuai dengan kewenangan nya yang di atur dalam uu no.21 tahun 2011
menyiapkan sejumlah regulasi untuk mengatur dan mengwasai perkembangan jenis usaha sector jasa
keuangan yang menggunkan kemajuan teknologi atau di sebut financial technologi. Bahkan lembaga ini
sudah membentuk tim pengenmbangan inovasi digital ekonomi dan keuangan yang terdiri dari gabungan
sejumlah satuan kerja di ojk untuk mengkaji dan mempelajari perkembangan fintech dan menyiapkan
peraturan serta strategi pengembangannya.ojk secara intensif terus mempelajari perkembangan fenomena
fintech agar ojk dapat mengawal evolusi ekonomi ini suapay mampu mendukung perkembangan industry
jasa keaungan kedepan dan terus menjamin perlindungan konsumen.

Kehadiran fintech, bagi ojk sebagai otoritas di industry jasa keuangan merupakan peluang untuk terus
meningkatkan perkembangan sector jasa keuangan termasuk mendorong program inklusi keuangan.
Namun juga menjadi tantangan bagi ojk untuk memastikan keandalan, efisien dan keamanan dari
transaksi online agar tidak merugikan konsumen. Bahkan dalam waktu dekat, ojk berencana mendukung
perkembangan fintech. Rencana tersebut antara lain peluncuran fintech innovation hub sebagai sentra
pengembangan dan menjadi one stop contact fintech nasional untuk berhubungan dan bekerjasama
dengan institusi dan lembaga yang mendukung menjadi pendukung ekosistem keuangan digital. Selain itu
menindak lanjuti perjanjian bersama kominfo, ojk meniapkan certificate authority (CA) di sektor jasa
keuangan.

Perkembangan sementara dari kajian yang di lakukan oleh “tim pengembangan inovasi digital ekonomi
da keuangan” ojk, klasifikasi keuangan perusahaan fintech yang masuk dalam otoritasi ojk bias terdiri
dari berbagai jenis usaha seperti perbankan, asuransi, investasi, pembiayaan, pinjam meminjam, craw
funding, channeling kredit dan lain sebagainya.

Disini penulis hanya membahas mengenai pengaruh ojk dalam mengawasi serta membuka inovasi
terhadap kemajuan fintech yang berkembang sangat pesat pada saat ini.

PENDAHULUAN
Pada era modern saat ini, penggunaan teknologi berkembang sangat pesat dalam memenuhi kebutuhan
manusia untuk mendapatkan informasi dan berbagai layanan elektronik. Hal ini di karenakan dengan
menggunakan teknologi segala hal dirasa lebih efektif dan efisien dalam penggunaannya. Dengan
hadirnya teknologi, segala transaksi dapat berjalan degan mudah, juga mengalami perkembangan yang
cukup signifikan. Teknologi dan finansial memiliki keterkaitan satu sama lain.

Salah satu perkembangan teknologi di bidang keuangan adalah fintech. Fintech merupakan salah satu
inovasi di bidang finansial yang mengacu pada teknologi modern (chrismastianto,2017). Latar belakang
munculnya fintech adalah ketika terjadi suatu masalah dalam masyarakat yang tidak dapat di layani oleh
industri keuangan dengan berbagai kendala. Diantaranya adalah peraturan yang terlalu ketat seperti
halnya di bank serta keterbatsan industry perbankan dalam melayani masyarakat di daerah tertentu. Jadi
masyarakat yang jaraknya jauh dari akses perbankan cenderung belum bisa terlayani oleh perbankan. Hal
ini mengakibatkan perkembangan teknologi yang tidak merata.

Dengan adanya fintech, masyarakat terpencil pun bisa menggunakan layanan keuangan yang erbasis
teknologi, tanpa harus menempuh jarak jauh untuk bertransaksi. Menurut data dari findek bank dunia
2014, bahwa jumlah penduduk indonesia yang telah memiliki rekening di lembaga keuangan formal
hanya sekitar 36%, sisanya yaitu 64% penduduk Indonesia tidak punya rekening dan akses terhadap
lembaga keuangan formal (unbanked). Artinya lebih dari setengah masyarakat Indonesia belum terlayani
oleh layanan keuangan seperti bank. Hal ini menjadi peluang usaha yang bergerak di bidang keuangan
untuk memanfaatkan teknologi. Misalnya seperti investree yang merupakan perusahaan rintisan (stratup)
fintech yang bergerak dalam bidang peer-to-peeer lending yang mempertemukan orang dengan
kebutuhan pendanaan (borrower) dan orang yang bersedia meminjamkan dananya (lender). Hal ini tentu
saja memudahkan msyarakat untuk melakukan investasi ataupun mendapatkan pendanaan untuk usaha
dengan lebih mudah tanpa harus bertemu langsung dengan menempuh jarak yang jauh.manfaat lain yang
didapatkan oleh lender adalah langsung mendapatkan bagi hasil yang di bayarkan oleh borrower tanpa
beban biaya apapun.

Di Indonesia sudah banyak perusahaan startup yang menggunakan jasa fintech dan dikenal lebih baik jika
di bandingjan industry keuangan lainnya yang memiliki aturan yang terlalu kaku dan ketat. Sementara itu
fintech menggunakan teknologi, software dan data yang tentunya lebih efektif dan efisien. Keberadaan
fintech yang semakin berkembang sehingga muncul fintech yang berasaskan syariah serta memudahkan
nasabahn tentu saja akan berpengaruh terhadap industri keuangan syariah formal seperti bank syariah,
bpr, bprs, bmt, dan industry keuangan syariah formal lainnya. Dimana transaksi pada industri keuangan
syariah formal masih banyak menggunakan bukti fisik dalam transaksinya dan belum banyak
menggunakan kemanjuan teknologi yang semakin berkembang.

Pengawasan terhadap fintech harus mendapat perhatuian yang khusus terutama terkait dengan produk dan
perlindungan hokum karena layanan keuangan yang di tawarkan oleh bfintech ini berbasis online.
Sehingga, setiap gerak geriknya memerlukan pengawasan dari sebuah lembaga independen yakni ojk.
Selain itu, rezim pengaturan merupakan salah satu hal terpenting untuk meningkatkan kepercayaan public
umum di satu sisi namun tetap memperhatikan ruang pengembangan bisnis bagoi industry.

Dari uraian di atas maka permaslahan yang dapat di susun antara lain:

1. Bagaimana hubungan hokum para pihak dalam fintech berdasarkan peraturan NO


77/POJK.01/2016?OJK
2. Bagaimana mekanisme pengawasan otoritas jasa keuangan terhadap fintech berdasarkan ojk dan
pelaksanaan pengawasan saat ini?
METODE PENELITIAN

Metode pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris yaitu
penelitian hokum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan normative secara inaction pada
setiap peristiwa hokum tertentu yang terjadi didalam masyarakat. Penelitian yuridis empiris adalah
penelitian lapangan terhadap data primer untuk meneliti peratura peraturan hukum yang kemudian
digabungkan dengan data dan perilaku yang terjadi di masyarakat. Pada dasarnya penelitian ini hendak
menganalisis secara kualitatif tentang implementasi norma hokum dalam pengawasan yang di lakukan
otoritas jasa keuangan terhadap financial teknologi berdasarkan peraturan otoritas jasa keuangan no
77/POJK/01/2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Terjadinya hubungan hukum dalam financial teknologi

Hubungan hukum didalam fintech berdasarkan POJK no.77/pojk.01/2001 tentang layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi timbul karena perjanjian pinjam meminjam uang. Pinjam
meminjam menurut pasal 1754 kuhp perdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang barang yang habis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang terakhir akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu
yang sama pula. Lahirnya perjajian pinjm meminjam uang online di awali dengan adanya penawaran oleh
penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dan dilanjutkan dengan
penerimaan yang dilakukan oleh nasabah

a. Penawaran dilakukan secara online

Penawaran (offer) adalah pernyataan salah satu pihak, offeror, untuk masuk dalam ikatan suatu
perjanjian. Dalam konteks online, sebuah jasa online dapat memajang informasi produk yang di tawarkan
kepada konsumen. Contoh klonsep penawaran online di atas misalnya penawaran yang dilakukan oleh
salah satu fintech startup Indonesia yaitu investre selaku penyelenggara market place untuk p2p lending.
Melalui websate nya, investre melakukan penawaran produk jasa keuangan berupa pinjaman persona,
pinjaman bisnis, dan pendanaan bagi penerima pinjaman.

b. Penerimaaan di lakukan secara online

Contoh konsep penerimaan dalam perjanjian pinjam meminjam juang online adalah penerimaan calon
nasabah (pemberi dan penerima pinjaman) terhadap produk jasa keuangan yang di tawarkan oleh investre.
Setelah pihak investree mengakseptasi permintaan pinjaman tersebut kemudian permintaan tersebut
diajukan pada pemberi pinjaman dan ketika pemberi pinjaman setuju untuk memberikan pinjaman maka
lahirlah kontrak elektronik (e-contract).

1.1. KONTRAK ELEKTRONIK (e-contract)

Kontak elektronik menurut UU ITE adalah perjanjian para pihak yang dibuatmelalui system elektronik.
Dasar hukum keberadaan kontrak elektronik adalah hukum perjanjian Indonesia yang di atur didalam
buku III KUH Perdata. Buku KUH Perdata tersebut bersifat terbuka dan adanya asas kebebasan
berkontrak menjadikan kontrak elektronik secara substansi tidak berbeda dengan kontrak kontrak yang
dihasilkan dari perjanjian konttrak konvensional. kontrak elektronik dihasilkan dari alat-alat elektronik
sehingga bentuknya adalah dokumen elektronik.

1.2. LAHIRNYA KONTRAK ELEKTRONIK (e-contract)

Lahirnya kontrak elektronik pada prinsipnya sama dengan kontrak konvensional. namun untuk
mengetahui lahirnya kontrak elektronik harus dilihat dari alat yang digunakan dalam menghasilkan
kontrak tersebut, kemudian dari hasil analisa tersebut dapat diketahui kapan adanya penerimaan terhadap
terhadap penawaran yang dilakukan.

Kontrak memiliki banyak tipe dan variasi berdasarkan sarana yang digunakan untuk membuat kontrak,
yaitu:

a. Kontak melalui chatting dan video conference


b. Kontrak melalui e-mail
c. Kontrak melalui websate

2. HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK

Didalam pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang tersebut tentu saja melibatkan beberapa pihak.
Terdapat tiga pihak yang terlibat dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.

a. Penyelenggara

Penyelenggara menurut pasal 1 angka 6 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah badan hukum Indonesia
yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi.
Penyelenggara dalam pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang online ini sebagai lembaga jasa
keuangan lainnya yang berbentuk badan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi. Badan hukum
yang menjadi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi tersebyt wajib
mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK.

b. Penerima pinjaman

Penerima pinjaman menjurut pasal 1 angka 7 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orag dan/atau badan
hukum yang mempunyai hutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi, ketentuan mengenai syarat syarat penerimaan pinjaman merupakan kebijakan masing masing
penyelenggara, penerima pinjaman juga memiliki hak dan kewajiban.

c. Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman menurut pasal 1 Angka 8 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang, badan hukum
dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan oinjam meminjam berbasis
teknologi informasi. Skema pelaksanaan pinjam meminjam uang melibatkan 3 pihak yaitu borrower,
lender, dan market place tanpa melibatkan bank. Dalam hal ini market place sebagai perantara yang akan
mempertemukan penerima dan pemberi pinjaman melalui sebuah penawaran pendanaan berdasarkan
aplikasi yang di ajukan penerima.
3. MEKANISME PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL
TECHNOLOGY
A. Pengaturan pengawasan dalam POJK

Pengaturan mengenai pengawasan OJK terhadap fintech dalam hal ini layanan pinjam meminjam unga
berbasis teknologi informasi (p2p lending) di atur didalam POJK Nomor 77/POJK.01/2017. Pengawasan
terhadap fintech p2p lending atau pinjam meminjam uang online dibagi menjadi dua tahapan : pra-
operasinal usaha, saat operasional usaha.

a. Pra Operasional Usaha

Tahapan ini adalah saat penyelenggara layanan keuangan berbasis teknologi informasi saat akan mulai
beroperasi. Secara teknis tahap pra-operasional berupa pengurusan pemdaftaran dan izin penyelenggara
oleh pihak pengelenggara dalam hal ini adalah badan hukum baik yang berbentuk perseroan terbatas
ataupun koperasi. Bagi penyelenggara berbentuk badan hukum perseroan terbatas dapat didirikan dan
dimiliki oleh warga Negara Indonesia, warga Negara asing, badan hukum Indonesia atau badan hukum
asing. Khusus untuk penyelenggara warga Negara asing atau badan hukum asing, kepemilikan saham
baik secara langsung maupun tidak langsung paling banyak 85%.

b. Saat operasional usaha

Kegiatan penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi baru dapat
dimulai ketika telah mendapat izin dari OJK. Terdapat dua macam tipe pengawasan yang dilakukan oleh
OJK saat operasional usaha yaitu pengajuan laporan oleh perusahaan atau penyeenggara (self assessment
system) dan pemeriksaan oleh OJK (officer supervitsory system).

Tipe pengawasan pertama yaitu self assessment system, berupa pengajuan laporan oleh perusahaan atau
penyelenggara yang diatur didalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016 terdiri dari pengawasan terhadap
keuangan dan kegiatan usaha, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dasar yang dilakukan melalui
laporan berkala.

Tipe pengawasan yang kedua adalah officer supervisory system, yakni pemeriksaan berkala yang
dilakukan oleh OJK. Pemeriksaan merupakan rangkaian kegiatanyang dilakukan oleh OJK untuk
mengumpulkan, mencari, mengolah, mengevaluasi data dan informasi mengenai kegiatan usaha layanan
pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi.

B. Pelaksanaan pengawasan otoritas jasa keuangan terhadap financial technologi saat ini

Pada akhir tahun 2016, OJK telah mengeluarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi. Perturan ini menjadi dasar pelaksanaan kegiatan usaha p2p
lending atau pinjam meminjam online yang merupakan salah satu jenis fintech, termasuk didalamnya
pengaturan mengenai pengawasan yang dilakukan oleh OJK terhadap berjalannya penyelenggaraan
kegiatan usaha tersebut. Penyelenggaraan fintech p2p lending dalam POJK diatas di kelompokkan
sebagai lembaga jasa keuangan lainnya yang masuk dalam ranah pengawasan sector Industry Keuangan
Non Bank (INKB).
Dalam rangka mendorong upaya pengawasan yang dilakukan oleh OJK, AFTECH sedang menyusun
code of conduct bersama para pelaku p2p lending. Poin-poin yang sedang dibahas diantaranya sharing
negative list, tidak di perbolehkan poaching SDM antar platform. Dan penggunaan asuransi untuk
menutup pinjaman yang gagal bayar. CoC tersebut dapat menjaga kredibilitas anggota asosiasi sekaligus
manjaga koordinasi pelaku yang tergabung dalam AFTECH. Asosiasi berupaya menjaga ekosistem yang
kolaboratif yang dapat menguntungkan para pelaku industry dan perekonomian secara nasional.

Untuk mengoptimalkan pengawasan, OJK juga telah memulai untuk menjembatani dengan otoritas lain
seperti Kementrian Komunikasi dan Informtika dalam hal system elektronik untuk keperlun fintech.
Hanya demikian, peroses seperti ini akan lebih bauk jika terdapat lembaga yang tersentral didalam OJK
untuk menangani persoalan fintech termssuk isu koordinasi demikian.

Pelaksanaan pengawasan bukan tanpa kendala. Beberapa kendala yang dihadapi saat ini diantaranya
mengenai peengaturan fintech yang membutuhkan koordinasi lintas sector/otoritas. Pelaksanaan
pengawasan terhadap berjalannya kegiatan usaha dalam bidang fintech melibatkan beberapa sektor.
Namun kondisi saat ini ialah belum adanya departemen tersentral (Departemen Fintech OJK) untuk
menyelesaikan segala permasalahan fintech dari sis OJK, selain itu ritme inovasi yang begitu cepat
kadang kala tidak mampu diimbangi oleh lecepatan regulator sehingga banyak penyelesaian
permasalahan yang tertunda. Selain itu, permasalahan sertifikasi dalam bidang teknologi informasi
terhadap perusahaan penyelenggara terkait dengan assessment teknologi informasi yang berkoordinasi
dengan kementrian komunikasi dan informatika juga menjadi salah satu kendala karena tidak dapat
berjalan beriringan. Padahal perusahaan perusahaan fintech secara garis besar berdiri pada bidang
teknologi informasi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Hubungan hukum para pihak dalam fintech berdasarkan POJK nomor 77/POJK.01/2016 tentang
layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi timbulkarena adanya suatu
perjanjian. Terdapat tiga macam perjanjian yang timbul dalam pelaksanaan layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi, perjanjian penyelenggaraan layanan pinjam
meminjam berbasis teknologi informasi dan perjanjian pemberian pinjaman (pinjam meminjam
uang). dari perjanjian perjanjian tersebut mengakibatkan terjadinya hubungan hukum berupa
a. Hubungn hukum penyelenggara dengan penerima pinjaman;
b. Hubungan hukum penyelenggara dengan pemberi pinjaman;
c. Hubungan hukum penerima pinjaman dengan pemberi pinjaman.
2. POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi mengatur mekanisme pengawasan OJK terhadap pelaksanaan fintech p2p lending atau
pinjam meminjam online dengan pengaturan sebagai berikut:
a. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha fintech p2p lending atau pinjam meminjam
online berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 dibagi menjadi dua tahap, yaitu pra-
operasional usaha dan saat operasional usaha;
b. Tahap pra-operasional usaha berupa pengurusan pendaftaran dan perizinan penyelenggaraan
oleh pihak penyelenggara saat kegiatan usaha akan mulai beroperasi;
c. Tahap saat operasional usaha meliputi dua tipe pengawasan yakni pertama, self assessmenent
system berupa pengajuan laporan oleh penyelenggara yang terdiri dari pengawasan terhadap
keuangan dan kegiatan usaha, dan pengawasan terhadap keuangan dan kegiatan usaha, dan
pengawasan terhadap pelaksanaan memalui laporan berkala. Kedua, officer supervisory
system berupa pemeriksaan berkala dan inisial yang dilakukan oleh OJK.
3. Pelaksanaan pengawasan OJK terhadap fintech saat ini belum dapat berjalan optimal karena
pengawasan baru di laksanakan pada tahan pra-operasional usaha dikarenakan adanya hambatan
regulasi dan infrastruktur pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Makarim, Edmon. 2005. Pengantar Hukum Telematika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Marzuki, Peter Mahmud. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencan

Muhammad, Abduk Kadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, bandung : Citra Aditya Bakti.

Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta : Prestasi Pustaka
Publisher.

Agustina, Rosa. 2008. “Sistem Hukum Indonesia”. Gloria Juris. Vol.8, no.1 Janiari April 2008.

Anda mungkin juga menyukai