Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA FARMAKOKINETIKA
BIOFARMASETIKA-FARMAKOKINETIKA

Nama : Intan Sanjaya

NIM : 08061281823027

Kelas / Kelompok :C /6

Dosen Pembimbing : Herlina, M.Kes., Apt


: Dina Permata Wijaya, M.Si., Apt.

PERCOBAAN VIII : STUDI TENTANG IKATAN PROTEIN


MENGGUNAKAN METODE DIALISIS DINAMIS

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA-FARMAKOKINETIKA
FARMAKOKINETIKA

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOFARMASETIKA-FARMAKOKINETIKA
STUDI TENTANG IKATAN PROTEIN MENGGUNAKAN METODE
DIALISIS DINAMIS

I. TUJUAN

1. Untuk mempelajari pengaruh ikatan protein pada difusi obat dengan


metode dialisis dinamis.
2. Memahami mengenai pengaruh ikatan protein terhadap obat
3. Mampu memahami mengenai bagaimana kompleksasi kerja obat dalam
tubuh.
4. Mengetahui prosedur-prosedur dalam menentukan ikatan protein
5. Mampu memahami fungsi dari setiap komponen yang dipakai dalam
percobaan ikatan protein

II. DASAR TEORI


Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H,
O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein
mengandung gula terpor belerang, dan ada jenis protein yang mengandung
unsur logam seperti besi dan tembaga. Kunci ribuan protein yang berbeda
strukturnya adalah gugus pada molekul unit pembangunan protein yang relatif
sederhana dibangun dari rangkaian dasar yang sama, dari 20 asam amino
mempunyai rantai samping yang khusus, yang berikatan kovalen dalam
urutan yang khas. Karena masing-masing asam amino mempunyai rantai
samping yang khusus yang memberikan sifat kimia masing-masing individu,
kelompok 20 unit pembangunan ini dapat dianggap sebagaia abjad struktur
protein (Lehninger, 1982).
Fungsi protein sebagai enzim hampir semua reaksi biologis
dipercepat atau di bantu oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yang
disebut enzim, dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi
karbondioksida yang sangat rumit seperti replikasi kromosom. Protein besar
peranannya terhadap perubahan-perubahan kimia dalam system biologis. Alat
Pengangkut dan penyimpanan banyak molekul dengan MB kecil serta
beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu.
Misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedangkan
mioglobin mengangkut oksigen dalam otot (Lehninger, 1982).
Pengatur pergerakan protein merupakan komponen utama daging,
gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling
bergeseran. Penunjang mekanik kekuatan dan daya tahan robek kulit dan
tulang disebabkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan
mudah membentuk serabut. Pertahanan tubuh atau imunisasi pertahanan
tubuh biasanya dalam bentuk antibody, yaitu suatu protein khusus yang dapat
mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke
dalam tubuh seperti virus, bakteri, dan sel-sel asing lain. Media perambatan
impuls saraf protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor,
misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima
warna atau cahaya pada sel-sel mata. Pengendalian pertumbuhan protein ini
bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat mempengaruhi fungsi
bagian-bagian DNA yang mengatur sifat dan karakter bahan (Lehninger,
1982).
Protein berasal dari bahasa Yunani “proteios” yang berarti pertama
atau utama. Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari
separuh bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel,
komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis
berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas
penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi, dan
enzim (Fatchiyah dkk, 2011).
Protein adalah zat makanan yang mengandung nitrogen yang
diyakini sebagai faktor penting untuk fungsi tubuh, sehingga tidak mungkin
ada kehidupan tanpa protein (Muchtadi, 2010). Protein merupakan
makromolekul yang terdiri dari rantai asam amino yang dihubungkan oleh
ikatan peptida membentuk rantai peptida dengan berbagai panjang dari dua
asam amino (dipeptida), 4-10 peptida (oligopeptida), dan lebih dari 10 asam
amino (polipeptida) (Gandy dkk, 2014). Tiap jenis protein mempunyai
perbedaan jumlah dan distribusi jenis asam amino penyusunnya. Berdasarkan
susunan atomnya, protein mengandung 50-55% atom karbon (C), 20-23%
atom oksigen (O), 12-19% atom nitrogen (N), 6-7% atom hidrogen (H), dan
0,2-0,3% atom sulfur (S) (Estiasih, 2016).
Protein merupakan polimer dari monomer-monomerasam amino
yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta
fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk
hidup. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Protein
terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali
dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga
dalam transportasi hara.Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan
sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk
asam amino (Rijal, 2011)
Protein merupakan komponen makro molekul utama yang
dibutuhkan makhluk hidup. Fungsi protein lebih diutamakan untuk sintesis
protein-protein baru sesuai kebutuhan tubuh, sementara karbohidrat dan lipid
digunakan untuk menjamin ketertersediaan energi untuk tubuh. Diet protein
secara sempurna akan dihidrolisis di saluran gastrointestinal dan hanya asam
amino bebas yang dapat diserap usus. Kemudian asam amino dan peptida
yang terbentuk dari pencernaan protein alami akan diabsorbsi dan
dianabolisme di berbagai jaringan dan organ sebagai protein tubuh (Pacheco
et al. 2008).
Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah
dan jenis asam aminonya. Berat molekul yang dimiliki oleh protein sangat
besar. Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air,
tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak. Bila dalam suatu larutan
protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya
protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini
disebut salting out. Apabila protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol
maka protein akan menggumpal. Protein dapat bereaksi dengan asam dan
basa (Winarno, 1984).
Struktur protein distabilkan oleh 2 macam ikatan yang kuat
(peptida dan sulfida) dan dua macam ikatan yang lemah (hidrogen dan
hidrofobik). Ikatan peptida adalah struktur primer protein yang berasal dari
gabungan asam amino Lalfa oleh ikatan alfa-peptida. Bukti utama untuk
ikatan peptida sebagai ikatan struktur primer dituliskan sebagai berikut :
Protease adalah enzim yang menghidrolisis protein, menghasilkan polipeptida
sebagai produknya. Enzim ini juga menghidrolisis ikatan peptida protein
(Winarno, 1984).
Spektrum inframerah protein menunjukkan adanya banyak ikatan
peptide. Dua protein, insulin dan ribonuklease telah disintesis hanya dengan
menggabungkan asam-asam amino dengan ikatan peptida. Protein
mempunyai sedikit gugus karboksil dan gugus amina yang dapat dititrasi.
Protein dan polipeptida sintetis bereaksi dengan pereaksi biuret, membentuk
warna merah lembayung. Reaksi ini spesifik untuk 2 ikatan peptida atau
lebih. Penyediaan difraksi sinar X pada tingkat kekuatan pisah 0,2 mm telah
menyajikan identifikasi ikatan peptida pada protein mioglobin dan
hemoglobin (Winarno, 1984).
Struktur protein distabilkan oleh 2 macam ikatan yang kuat
(peptida dan sulfida) dan dua macam ikatan yang lemah (hidrogen dan
hidrofobik). Ikatan peptida adalah struktur primer protein yang berasal dari
gabungan asam amino Lalfa oleh ikatan alfa-peptida. Bukti utama untuk
ikatan peptida sebagai ikatan struktur primer dituliskan sebagai berikut :
Protease adalah enzim yang menghidrolisis protein, menghasilkan polipeptida
sebagai produknya. Enzim ini juga menghidrolisis ikatan peptida protein.
Spektrum inframerah protein menunjukkan adanya banyak ikatan peptide.
Dua protein, insulin dan ribonuklease telah disintesis hanya dengan
menggabungkan asam-asam amino dengan ikatan peptida (Winarno, 1984).
Protein mempunyai sedikit gugus karboksil dan gugus amina yang
dapat dititrasi. Protein dan polipeptida sintetik bereaksi dengan pereaksi
biuret, membentuk warna merah lembayung. Reaksi ini spesifik untuk 2
ikatan peptida atau lebih. Penyediaan difraksi sinar X pada tingkat kekuatan
pisah 0,2 mm telah menyajikan identifikasi ikatan peptida pada protein
mioglobin dan hemoglobin (Winarno, 1984).
Beberapa protein mudah larut dalam air, tetapi ada pula yang sukar
larut. Namun, semua protein tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti
eter, kloroform, atau benzene. Pada umumnya, protein sangat peka terhadap
pengaruhpengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan
bentuk. Perubahan atau modifikasi pada struktur molekul protein disebut
denaturasi (Yazid, 2006).
Protein yang mengalami denaturasi akan menurunkan aktivitas
biologi protein dan berkurannya kelarutan protein, sehingga protein mudah
mengendap. Bila dalam suatu larutan ditambahkan garam, daya larut protein
akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Apabila
protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol, maka protein akan
menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol menarik mantel air yang melingkupi
molekul-molekul protein; selain itu penggumpalan juga dapat terjadi karena
aktivitas enzim-enzim proteolitik (Yazid, 2006).
Molekul protein mempunyai gugus amino (-NH2) dan gugus
karboksilat (- COOH) pada ujung-ujung rantainya. Hal ini menyebabkan
protein mempunyai banyak muatan dan bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi
dengan asam dan basa. Pada larutan asam atau pH rendah, gugus amino pada
protein akan bereaksi dengan ion H+, sehingga protein bermuatan positif.
Bila pada kondisi ini dilakukan elektroforesis, molekul protein akan bergerak
ke arah katoda. Sebaliknya, pada larutan basa atau pH tinggi, gugus
karboksilat bereaksi dengan ion OH-, sehingga protein bermuatan negatif.
Bila pada kondisi ini dilakukan elektroforesis, molekul protein akan bergerak
ke arah anoda. Adanya muatan pada molekul protein menyebabkan protein
bergerak di bawah pengaruh medan listrik (Yazid, 2006).
Setiap jenis protein dalam larutan mempunyai pH tertentu yang
disebut titik isoelektrik (TI). Pada pH isoelektrik (pI), molekul protein yang
mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga saling
menetralkan atau bermuatan nol. Akibatnya protein tidak bergerak di bawah
pengaruh medan listrik (Yazid, 2006).
III. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
1. Magnetic Stirer 1 buah
2. Spektrofotometer UV-VIS 1 buah
3. Beaker Glass 3 buah
4. Gelas Ukur 1 buah
5. Pipet Tetes 3 buah
6. Alat Dialisis Dinamis 1 buah
7. Labu Ukur 1 buah
8. Spinbar 1 buah

B. BAHAN
1. Tetrasiklin 100 mg
2. Serum Darah 1 ml
3. Plasma Darah 1 ml
4. Membran Telur 2 buah
5. Air Suling 100 ml
6. HCL 0,5 N 10 m
IV. CARA KERJA

Pembuatan kurva kalibrasi Tetrasiklin


a. Persiapan larutan stok standar

Larutkan 100 mg tetrasiklin dalam 100 ml aquadest

Diambil

10 ml larutaninduk

Diencerkan

Dengan aquades thingga 100 ml

b. Persiapan larutan

Pipet larutan stok 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 dan 1,5 mL kedalam labu ukur
Diatur

Volume untuk mendapatkan konsentrasi kisaran 2-15 μg/mL.

c. Pengukuran absorbansi larutan standar

Ukur absorbansi larutan standar dilakukan pada panjang gelombang 360 nm


Diukur

Absorbansi air sebagai blanko

Dibuat

Plot grafik absorbansi terhadap konsentrasi

Ditentukan

Slope dan intersepnya.


Persiapan membran kulit telur
Rendam telur ayam mentah dalam larutan HCl 0,5 N atau biarkan cangkang
telur terendam sampai melunak kemudian pisahkan bagian membrane kulit
telur dari cangkang nyadengan melubangi bagian atas telur dan keluarkan
isinya.

Dicuci

Menggunakan air suling hingga bersih

Studi ikatan protein dengan Tetrasiklin


Ikat membrankulittelur pada salah

Digunakan

Beker gelas 25 mL sebagai kompartemen non protein (aseptor) dan isi


dengan 20 mL air suling.

Ditempatkan

obat (1 mg/mL) dari 2 mL ke dalam tabung dan celupkan ke dalam


beker gelas, jaga larutan obat secara tepat dimana terdapat air pada
kompartemen luar dan atur posisi tetap berdiri.

Diaduk

Magnetic stirer pada kompartemen non protein dan jagasuhu pada 35


± 2⁰C.
Diukur

Absorbansi larutan tetrasiklin dengan dipipet 1 mL sampel dan ganti


dengan 1 mL aquadest pada interval waktu 5, 10, 15, 30, 60, 90 menit
menggunakan spektrofotometer UV-Vis ( λ 360 nm).

Diulangi
Percobaan diatas dengan menggunakan 1 mL plasma darah manusia
dan larutan obat (2 mg/1mL) pada kompartemen protein dan tentukan
persentase obat yang terlepas dengan periode waktu yang sama
Diulangi

Percobaan menggunakan 1 mL serum darah manusia dan larutan obat


(2 mg/1 mL) pada kompartemen protein dan tentukan presentase obat
yang terlepas.

Dibuat

Plot grafik antara persen pelepasan obat kumulatif terhadap waktu.


V. DATA HASIL PENGAMATAN

1. Absorbansi Larutan Stok Standar Tetrasiklin


Konsentrasi (ppm) Absorbansi (nm)
2 0,001
4 0,006
6 0,008
8 0,011
10 0,013
15 0,018

Larutan Stok Standar


0.02
Absorbansi (nm)

y = 0,0013x + 0,0001
0.015 R² = 0,9699
0.01 absorbansi (nm)

0.005 Linear (absorbansi


(nm))
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi (ppm)

Faktor %Pelepasan
Jumlah Terdifusi
Pengenceran Kumulatif Obat
V1 . N1 = V2 . N2 Jumlah Terdifusi : %Pelepasan :
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
X . 100 = 10 . 2 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (
𝑚𝐿
) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1000
X = 0,2 mL
10 2 𝑥 100 𝑥 50 %Pelepasan :
Fp = 0,2 = 50 Jumlah terdifusi : = 10
1000
10 𝑥 100
100 𝑚𝑔
= 10%

V1 . N1 = V2 . N2
X . 100 = 10 . 4 %Pelepasan :
4 𝑥 100 𝑥 25
Jumlah terdifusi : = 10 10 𝑥 100
X = 0,4 mL 1000
= 10%
100 𝑚𝑔
10
Fp = 0,4 = 25
V1 . N1 = V2 . N2
%Pelepasan :
X . 100 = 10 . 6
10,002 𝑥 100
X = 0,6 mL 6𝑥 100 𝑥 16,67 = 10,02%
Jumlah terdifusi : = 10,002 100 𝑚𝑔
1000
10
Fp = 0,4 = 16,67

V1 . N1 = V2 . N2
X . 100 = 10 . 8 %Pelepasan :
8𝑥 100 𝑥 12,5
X = 0,8 mL Jumlah terdifusi : = 10 10 𝑥 100
= 10%
1000
100 𝑚𝑔
10
Fp = 0,8 = 12,5

V1 . N1 = V2 . N2
X . 100 = 10. 10 %Pelepasan :
10𝑥 100 𝑥 10
X = 1 mL Jumlah terdifusi : = 10 1 0𝑥 100
1000
100 𝑚𝑔
= 10%
10
Fp = = 10
1

V1 . N1 = V2 . N2
X . 100 = 10 .
%Pelepasan :
15 15𝑥 100 𝑥 6,67
Jumlah terdifusi : = 10,005 10,005𝑥 100
1000 = 10,05%
X = 1,5 mL 100 𝑚𝑔

10
Fp = = 6,67
1,5
2. Absorbansi Larutan Obat Tetrasiklin
Waktu (menit) Absorbansi (nm)
5 -0,002
10 0,027
15 0,034
30 0,04
60 0,634
90 0,669

Absorbansi Larutan Tetrasiklin


0.8
y = 0,0091x - 0,086
Absorbansi (nm)

0.6
R² = 0,8892
0.4 absorbansi (nm)

0.2 Linear (absorbansi


(nm))
0
0 50 100
-0.2
Waktu (menit)

%Pelepasan
Konsentrasi Jumlah Terdifusi
Kumulatif Obat
Y = -0,002 Jumlah Terdifusi : %Pelepasan :
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
Y = 0,0091x – 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝐿) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1000
0,086
9,23 𝑥 20 𝑥 10 %Pelepasan :
-0,002 = Jumlah terdifusi : = 1,846
1000
1,846 𝑥 100
0,0091x – 0,086 100 𝑚𝑔
= 1,84%

X = 9,23
Y = 0,027
0,027 = 0,0091x 12,41 𝑥 20 𝑥 10 %Pelepasan :
Jumlah terdifusi : = 2,482
1000
– 0,086 2,482 𝑥 100
= 2,48%
100 𝑚𝑔
X = 12,41
Y = 0,034
0,034 = 0,0091x %Pelepasan :
13,18 𝑥 20 𝑥 10
– 0,086 Jumlah terdifusi : = 2,636 2,636 𝑥 100
1000 = 2,63%
100 𝑚𝑔
X = 13,18

Y = 0,040
0,040 = 0,0091x %Pelepasan :
13,84 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = 2,768 2,768 𝑥 100
– 0,086 1000
100 𝑚𝑔
= 2,76%
X = 13,84
Y = 0,634
0,634 = 0,0091x %Pelepasan :
79,12 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = 15,824 15,824 𝑥 100
– 0,086 1000
100 𝑚𝑔
= 15,8%
X = 79,12
Y = 0,669
0,669 = 0,0091x %Pelepasan :
82,96𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = 16,592 16,592𝑥 100
– 0,086 1000
100 𝑚𝑔
= 16,5%
X = 82,96
3. Absorbansi Serum Darah dan Tetrasiklin Terhadap Waktu
Waktu (menit) Absorbansi (nm)
5 0,770
10 0,069
15 0,714
30 0,117
60 0,752
90 0,174

Absorbansi Serum Darah dan


Tetrasiklin
1 y = -0,002x + 0,5034
Absorbansi (nm)

0.8 R² = 0,0385
0.6
absorbansi (nm)
0.4
0.2 Linear (absorbansi
(nm))
0
0 50 100
Waktu (menit)

%Pelepasan
Konsentrasi Jumlah Terdifusi
Kumulatif Obat
Y = 0,770 Jumlah Terdifusi : %Pelepasan :
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
Y = -0,002x + 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝐿) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1000
0,5034
0,770 = -0,002x
+ 0,5034 −133,3 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = -26,66 %Pelepasan :
1000
X = -133,3
−26,66 𝑥 100
100 𝑚𝑔
= -26,6%

Y = 0,069
0,069 = -0,002x 217,2 𝑥 20 𝑥 10 %Pelepasan :
Jumlah terdifusi : = 43,44
1000 43,44 𝑥 100
+ 0,5034 = 43,4%
100 𝑚𝑔
X = 217,2
Y = 0,770
0,714 = -0,002x %Pelepasan :
−23,14 𝑥 20 𝑥 10
+ 0,5034 Jumlah terdifusi : = -4,628 −4,628 𝑥 100
1000 = -4,4%
100 𝑚𝑔
X = -23,14

Y = 0,117
0,117 = -0,002x %Pelepasan :
193,2 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = 38,64 38,64 𝑥 100
= 38,6%
+ 0,5034 1000
100 𝑚𝑔
X = 193,2
Y = 0,752
0,752 = -0,002x %Pelepasan :
−123,4 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = -24,86 −24,86 𝑥 100
= -24,8%
+ 0,5034 1000
100 𝑚𝑔
X = -124,3
Y = 0,174
0,174 = -0,002x %Pelepasan :
164,7 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = 32,94 32,94 𝑥 100
+ 0,5034 1000 = 32,9%
100 𝑚𝑔
X = 164,7
4. Absorbansi Plasma Darah dan Tetrasiklin Terhadap Waktu
Waktu (menit) Absorbansi (nm)
5 0,6240
10 0,0260
15 0,6220
30 0,0090
60 0,6350
90 0,0190

Absorbansi Tetrasiklin dan Plasma


Darah Terhadap waktu
0.7
y = -0,0027x + 0,4158
Absorbansi (nm)

0.6
0.5 R² = 0,0716
0.4 absorbansi (nm)
0.3
0.2
Linear (absorbansi
0.1 (nm))
0
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)

%Pelepasan
Konsentrasi Jumlah Terdifusi
Kumulatif Obat
Y = 0,6240 Jumlah Terdifusi : %Pelepasan :
µ𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)𝑥 100
Y = -0,0027x + 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝐿) 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
1000
0,4158
0,624= -0,0027x
+ 0,4158 %Pelepasan :
−77,11 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = -15,42 −15,42 𝑥 100
1000 = -15,4%
X =-77,11 100 𝑚𝑔

Y = 0,0260
0,0260 =
144,37 𝑥 20 𝑥 10 %Pelepasan :
-0,0027x + Jumlah terdifusi : = 28,874
1000 28,874 𝑥 100
= 28,8%
100 𝑚𝑔
0,4158
X = 144,37
Y = 0,6220
0,6220= %Pelepasan :
-0,0027x + −76,37 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = -15,274 −15,274 𝑥 100
1000 = -15,2%
100 𝑚𝑔
0,4158
X = -76,37
Y = 0,0090
0,0090=
%Pelepasan :
-0,0027x + 150,67 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = 30,134 30,134 𝑥 100
= 30,1%
1000
100 𝑚𝑔
0,4158
X = 150,67
Y = 0,6350
0,6350 =
%Pelepasan :
-0,0027x + −81,18 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = -16,236 −16,236 𝑥 100
1000 = -16,2%
100 𝑚𝑔
0,4158
X = -81,18
Y = 0,0190
0,0,190 =
%Pelepasan :
-0,0027x + 146,96 𝑥 20 𝑥 10
Jumlah terdifusi : = 29,392 29,392 𝑥 100
1000 = 29,3%
100 𝑚𝑔
0,4158
X = 146,96
VI. PEMBAHASAN

Praktikum biofarmasetika dan farmakokinetika kali ini akan membahas


mengenai studi tentang ikatan protein dan obat dengan menggunakan metode
dialysis dinamis. Kegiatan praktikum kali ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh yang terjadi antara ikatan protein dan obat pada difusi obat dengan
menggunakan metode dialysis dinamis. Suatu obat dapat menghasilkan atau
menimbulkan efek terapi obat tersebut apabila obat berikatan dengan reseptor.
Interaksi antara obat dan reseptor harus spesifik agar diperoleh hasil efek terapi
yang sesuai dengan keinginan.

Praktikum ini, ada bebeapa alat dan bahan yang dipakai dalam percobaan
ini antara lain alat yang digunakan yaiu spektrofotometer UV, magnetic stirrer,
dan alat dialisis dinamis. Alat-alat tersebut, masing-masing memliki fungsinya
tersendiri. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu tetrasiklin, serum
darah, plasma darah, membran telur, dan air suling. Praktikum ini menggunakan
alat magnetic stirrer. Magnetik stirrer berfungsi untuk mengaduk, memanaskan
dan menghomogenkan suatu larutan secara mekanik dan magnetik.Dalam
praktikum ini juga menggunakan spektrofotometer UV. Spektrofotometer UV
berfungsi sebagai alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang.

Praktikum kali ini membahas tentang ikatan protein dengan obat


menggunakan metode dialisis dinamis. Metode dialisis dinamis menggunakan
dinamika aliran untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi dialisis.
Mengedarkan sampel dialisis menciptakan kemungkinan gradien konsentrasi
meningkat secara signifikan, sehingga mengurangi waktu dialisis. Suatu obat
dapat melakukan interaksi dengan jaringan protein atau makromolekul lain yang
akan membentuk sormasi kompleks obat dengan protein, itulah yang disebut
dengan ikatan protein.

Ikatan protein terdiri dari dua proses, yaitu proses reversibel (dapat balik
atau bolak balik) dan irreversible (tidak dapat balik). Ikatan obat dengan protein
yang melalui proses bolak balik menyatakan secara tidak langsung bahwa obat
mengikat protein dengan suatu ikatan kimia yang lemah. Sedangkan ikatan obat
dengan protein yang melalui proses tidak dapat balik atau irreversible umumnya
diperoleh dari hasil aktivasi kimia obat, dimana adanya pengikatan yang kuat
terhadap protein dengan ikatan kimia kovalen.Pengikatan obat pada protein yang
terdapat dalam tubuh mempengaruhi kerja dengan cara mempermudah distribusi
obat ke seluruh tubuh, menonaktifkan obat dengan tidak memberi kemungkinan
konsentrasi obat yang bebas untuk berkembang pada tempat reseptor,
mempengaruhi lama kerja suatu obat dan menurunkan ekskresi suatu obat.

Praktikum ini digunakan membran telur sebagai kompartemen protein dan


aquadest sebagai kompartemen non protein. Pada praktikum ini juga akan
dilakukan perhitungan absorbansi larutan menggunakan spektrofotometer, yaitu
absorbansi larutan stok standar tetrasiklin larutan tetrasiklin dengan plasma,
larutan tetrasiklin dengan serum, dan larutan tetrasiklin didalam protein.Suatu
obat dapat melakukan interaksi dengan jaringan protein atau makromolekul lain
yang akan membentuk skomasi. Komplek obat dengan protein itulah yang disebut
dengan ikatan protein.

Ikatan obat dengan protein yang berada di dalam tubuh mempengaruhi


obat dengan beberapa cara yaitu protein dapat memfasilitasi distribusi obat di
dalam tubuh, protein dapat menginaktivasi obat dengan mengurangi konsentrasi
obat bebas yang berikatan dengan reseptor. Protein dapat menghambat proses
ekskresi obat. Interaksi obat dengan protein dapat menyebabkan perpindahan
hormon tubuh dan perubahan konfigurasional protein.Pembentukan Kompleks
protein obat itu sendiri bersifat biologik.Salah satu metode yang digunakan untuk
mempelajari ikatan protein yaitu dialisis dinamis.

Praktikum ini menggunakan tetrasiklin karena tetrasiklin merupakan salah


satu obat yang bekerja di protein. Digunakan tetrasiklin karena tetrasiklin lebih
spesifik digunakan di protein.Pada praktikum ini digunakan protein membran, jadi
bisa lebih spesifik.Ikatan protein dengan difusi obat tetrasiklin saling berpengaruh,
hal ini dikarenakan tetrasiklin yang bekerja di protein.Pembentukan kompleks
protein obat itu sendiri bersifat biologik.Salah satu metode yang digunakan untuk
mempelajari ikatan protein yaitu dialisis dinamis.dialisis dinamis menggunakan
dinamika aliran untuk meningkatkan laju dan efisiensi dialisis, mengedarkan
sampel dan atau dialisis menimbulkan kemungkinan gradien konsentrasi
meningkat secara signifikan sehingga mengurangi waktu dialisis.

Tetrasiklin dibuat menjadi beberapa beberapa pengenceran dengan


berbagai konsentrasi, 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 15 ppm.
Perhitungan aborbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-
Visible. Hasil absorbansi yang diperoleh dari pengenceran larutan baku tetrasiklin
semuanya bernilai positif. Konsentrasi tetrasiklin 2 ppm memperoleh nilai
absorbansi 0,001 nm. Konsentrasi tetrasiklin 4 ppm memiliki nilai absorbansi
0,007 nm. Konsentrasi tetrasiklin baku 6 ppm diperoleh nilai absorbansi
tetrasiklin 6 ppm sebesar 0,009 nm. Konsentrasi tetrasiklin 8 ppm memiliki nilai
absorbansi 0,011 nm. Konsentrasi tetrasiklin 10 ppm memiliki nilai absorbansi
0,013 nm.

Konsentrasi larutan baku tetrasiklin dengan konsentrasi 15 ppm diperoleh


nilai absorbansinya sebesar 0,018 nm. Grafik yang dihasilkan dari nilai absorbansi
terhadap konsentrasi (ppm) grafik yang meningkat. Berdasarkan data yang telah
diperoleh dengan menggunakan spektrofotometri UV dapat dibuar rumus regresi
liniernya dan dapat dihitung nilai r yang diperoleh. Nilai r yang diperoleh untuk
absorbansi larutan standard tetrasiklin sebesar 0,9464. Nilai a yang diperoleh dari
grafik tersebut sebesar 0,0012 dan nilai b yang diperoleh sebesar 0,0008.

Faktor pengenceran,juga dihitung agar dapat menentukan jumlah obat


yang terdifusi selama proses dialysis dinamis berlangsung. Faktor pengenceran
dapat diperoleh dengan membagi volume pengenceran dan volume awal
tetrasiklin. Faktor pengenceran yang diperoleh untuk larutan tetrasiklin dengan
konsentrasi 2 ppm sebesar 50. Faktor pengenceran yang diperoleh pada larutan
baku tetrasiklin dengan konsentrasi 4 ppm sebesar 25. Faktor pengenceran yang
diperoleh pada larutan baku tetrasiklin dengan konsentrasi 6 ppm sebesar 16,67.
Faktor pengenceran yang diperoleh pada larutan tetrasiklin baku sebesar 12,5.
Larutan baku tetrasiklin dengan konsentrasi 8 ppm memperoleh faktor
pengenceran sebesar 10, dan faktor pengenceran larutan 15 ppm diperoleh sebesar
6,67.
Jumlah obat yang terdifusi dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi
larutan dengan volume media yang digunakan serta faktor pengenceran yang telah
diperoleh dibagi dengan seribu. Jumlah obat yang terdifusi pada larutan baku
tetrasiklin bernilai 10. Persentase pelepasan obat yang diperoleh pada tiap masing
– masing konsentrasi larutan baku tetrasiklin bernilai sama, sepuluh persen.
Proses absorbansi pada larutan obat tetrasiklin dilakukan pada waktu 5 menit, 10
menit, 15 menit, 30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Nilai absorbansi yang didapat
pada menit ke 5 diperoleh – 0,002 nm.

Nilai absorbansi yang diperoleh pada menit ke 10 untuk larutan obat


tetrasiklin sebesar 0,027 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh pada menit ke lima
belas diperoleh sebesar 0,034 nm. Nilai absorbansi yang di peroleh pada menit ke
tiga puluh larutan obat tetrasiklin diperoleh sebesar 0,04 nm. Nilai absorbansi
larutan obat tetrasiklin pada menit ke enam puluh diperoleh 0,634 nm dan nilai
absorbansi larutan obat tetrasiklin pada menit terakhir, menit ke sembilan puluh
sebesar 0,669.

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil pembacaan dengan


menggunakan spektrofotometer UV-Visual, dapat diperoleh grafik kurva
absorbansi dan dapat ditentukan nilai dari persamaan liniernya. Persamaan linier
dari hasil absorbansi larutan obat tetrasiklin memiliki nilai a sebesar – 0,086. Nilai
b yang diperoleh sebesar 0,0091 dan nilai r yang diperoleh 0,8892. Nilai r yang
diperoleh belum dapat dikatakan baik karena nilai r masih jauh dari nilai 1. Nilai r
yang baik memiliki nilai r yang mendekati satu.

Jumlah obat yang terdifusi dapat dihitung dengan menggunakan rumus


jumlah terdifusi. Jumlah obat yang terdifusi pada larutan obat tetrasiklin pada
waktu kelima menit sebanyak 1,866 obat. Jumlah larutan obat tetrasiklin yang
terdifusi pada menit ke sepuluh sebanyak 2,51 obat. Jumlah larutan obat
tetrasiklin yang terdifusi pada menit ke lima belas sebanyak 2,66 obat. Jumlah
obat yang terdifusi pada menit ke tiga puluh untuk larutan obat tetrasiklin
sebanyak 0,888 obat. Jumlah obat yang terdifusi pada waktu 1 jam atau enam
puluh menit pada larutan obat tetrasiklin sebanyak 14,088. Jumlah larutan obat
tetrasiklin yang terdifusi pada menit ke sembilan puluh sebanyak 16,778 obat.
Persen pelepasan obat pada larutan obat tetrasiklin berbeda – beda.
Pelepasan obat pada menit kelima sebesar 1,86%, pelepasan obat dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus jumlah obat yang terdifusi dibagi dengan dosis obat
sesungguhnya dikalikan dengan seratus persen. Hasil yang diperoleh
menunjukkan banyaknya obat yang dilepas pada waktu tersebut. Persen pelepasan
obat pada menit kelima hingga menit ke tiga puluh mengalami kenaikan. Persen
pelepasan obat pada menit ke sepuluh sebesar 2,51%, persen pelepasan obat pada
menit ke lima belas sebesar 2,66%, dan persen pelepasan obat pada menit ke tiga
puluh sebesar 0,88%. Persen pelepasan obat mengalami peningkatan lagi pada
menit ke enam puluh mengalami peningkatan menjadi 14,08% hingga menit ke
sembilan puluh sebesar 16,78%.

Percobaan selanjutnya mengukur absorbansi serum darah dengan


tetrasiklin terhadap waktu yang telah ditentukan, dimilai dari menit kelima hingga
menit ke sembilan puluh. Nilai absorbansi serum darah yang dicampur dengan
tetrasiklin pada menit kelima sebesar 0,77 nm. Menit kesepuluh memperoleh nilai
absorbansi serum darah dengan tetrasiklin sebesar 0,069 nm. Nilai absorbansi
sebesar 0,714 diperoleh pada pengukuran absorbansi di menit ke lima belas. Nilai
absrobansi pada menit ke tiga puluh diperoleh sebesar 0,117 nm. Nilai absorbansi
serum darah dan tetrasiklin pada menit ke enam puluh sebesar 0,752 nm, dan nilai
absorbansi pada menit ke sembilan puluh sebesar 0,174 nm.

Nilai absorbansi pada absorbansi serum darah dengan tetrasiklin


mengalami perubahan naik turunsecara tidak beraturan. Nilai absorbansi yang
tinggi menunjukkan bahwa obat yang terikat dengan protein terikat dengan kuat.
Nilai absorbansi yang memiliki nilai yang kecil menunjukkan bahwa ikatan antara
obat dan protein tidak terlalu kuat. Jumlah obat yang terdifusi pada percobaan
serum darah dengan tetrasiklin menunjukkan nilai negatif pada menit kelima, ke
lima belas, dan pada menit ke enam puluh. Jumlah obat yang terdifusi terjadi pada
menit ke sepuluh dengan nilai 4,34, pada menit ke tiga puluh sebanyak 38,6, dan
pada menit ke sembilan puluh sebanyak 32,9.
VII. KESIMPULAN
1. Ikatan protein terdiri dari dua proses, yaitu proses reversibel (dapat balik
atau bolak balik) dan irreversible (tidak dapat balik). Ikatan obat dengan
protein yang melalui proses bolak balik menyatakan secara tidak langsung
bahwa obat mengikat protein dengan suatu ikatan kimia yang lemah.
2. Ikatan obat-protein yang terdapat dalam tubuh dapat mempengaruhi kerja
obat, dengan cara mempermudah distribusi obat kesehatan tubuh,
menonaktifkan obat dengan tidak memberi kemungkinan konsentrasi obat
yang bebas untuk berkembang pada tempat reseptor, mempengaruhi lama
kerja suatu obat dan menurunkan ekskresi suatu obat.
3. Metode dialisis dinamis menggunakan dinamika aliran untuk
meningkatkan kecepatan dan efisiensi dialisis. Mengedarkan sampel
dialisis menciptakan kemungkinan gradien konsentrasi meningkat secara
signifikan, sehingga mengurangi waktu dialisis.
4. Penurunan ikatan protein dapat mengakibatkan kenaikan konsentrasi obat
bebas yang memungkinkan lebih banyak obat melewati membrane sel dan
di distribusi ke seluruh jaringan maka,lebih banyak obat dapat tersedia
untuk berinteraksi dengan reseptor untuk menghasilkan efek farmakologi
yang lebih kuat
5. Semakin besar volume media yang digunakan, maka semakin besar juga
konsentrasi obat yang diperoleh. Persen kumulatif obat yang diperoleh
mengalami kenaikan setiap interval waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Fatchiyah, E.L., Arumingtyas S., Widyarti, & Rahayu, S. 2011. Biologi molekuler
prinsip dasar analisis. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gandy, J.W., dkk. 2014. Gizi dan Dietetika Edisi 2. EGC. Jakarta.

Lehninger, A. L., 1982, Dasar-dasar Biokimia, Jlilid 1, Alih bahasa, Maggi


Thenawijaya, Erlangga, Jakarta.

Muchtadi, Deddy. 2010. Kedelai: Komponen Bioaktif untuk Kesehatan. Bandung:


Alfabeta.

Pacheco MTB, Costa Antunes AE, & Sgarbieri VC. 2008. New Technological and
physiological functional properties of milk proteins. In: Boscoe AB,
Listow CR, editors, Protein Research Progress. New York: Nova Science
Publishers Inc. pp. 117-168

Rijal Muhama. 2011. Biokimia Dasar IAIN Ambon.

Winarno, F G 1986b. Enzim Pangan dan Gizi PT Gramedia, Jakarta.

Yazid, Estien & Nursanti, Lisda. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk
Mahasiswa Analis. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
PERTANYAAN PASCA PRAKTIKUM

1. Jelaskan mengapa membran telur dan tetrasiklin digunakan pada percobaan ini!
Sebutkan bahan-bahan lain yang dapat digunakan untuk mengganti membran
telur (jika ada)!
2. Apa fungsi HCl 5N dalam percobaan ini? Jelaskan dan gambarkan reaksi yang
terjadi antara cangkang telur dan larutan HCl!
3. Jelaskan pengaruh ikatan obat dengan protein terhadap difusi obat tersebut!
4. Selain albumin, protein apa sajakah yang terdapat di dalam darah? Apakah
protein yang terkandung di dalam darah sama dengan protein yang terkandung
di dalam telur, jelaskan!
5. Adakah perbedaan difusi obat pada medium serum dan plasma darah, jelaskan
alasannya!

Jawaban:
1. Digunakan membran telur sebagai kompartemen protein dan aquadest sebagai
kompartemen non protein.Tetrasiklin digunakan pada praktikum ini karena sifat
fisikokimia dan mekanisme kerjanya yang berkaitan dengan protein.Membran
telur digunakan pada praktikum ini karena membran telur memiliki kandungan
protein yang dapat berikatan dengan obat. Bahan lain yang digunakan untuk
mengganti membran telur yaitu dengan menggunakan membran selofam.

2. HCL 5N berfungsi untuk menipiskan membran telur dengan cara melunakkan


cangkang telur.
Reaksi cangkang telur dan larutan HCl :
CaCO3(s) + 2HCl(aq) -> CaCl3(aq) + CO2(g) + H2O(l)

3. Ikatan obat protein yang baik yaitu ikatan-ikatan protein obat yang yang
bersifat reversibel. Hal ini dikarenakan sifatnya dapat balik atau ikatannya dapat
terlepas kembali dan dapat terdifusi, sehingga menimbulkan efek terapi.
4. Protein dalam darah selain albumin yaitu globulin dan fibrinogen. Kandungan
protein pada membran telur dan pada manusia tidak semuanya sama, yang sama
hanya ovalbumin saja.

5. Pada serum abagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan faktor-
faktor pembekuan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang tidak
terkait dengan hemostasis, tetap berada dalam serum dengan kadar serupa dalam
plasma. Plasma mencegah proses penggumpalan darah sedangkan serum
membiarkan terjadinya proses penggumpalan darah. Plasma mengandung
senyawa fibrinogen yaitu suatu protein darah yang berubah menjadi jaring dari
serat-serat fibrin pada peristiwa penggumpalan, dimana senyawa tersebut sudah
tidak ada lagi dalam serum.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai