Buku BUNGA RAMPAI-Inovasi Pemuliaan Dan Bioteknologi Nyamplung-Split 2019
Buku BUNGA RAMPAI-Inovasi Pemuliaan Dan Bioteknologi Nyamplung-Split 2019
Penyediaan Feedstock
Energi Terbarukan
dari Sektor Kehutanan
Menuju Kemandirian Energi Nasional
Bunga Rampai Inovasi
Penyediaan Feedstock
Energi Terbarukan
dari Sektor Kehutanan
Menuju Kemandirian Energi Nasional
Editor:
Gadang Pamungkas | Enny Widyati | Lutfi Abdullah
Mira Yulianti | Budi H. Narendra | Dhany Yuniati
Wida Darwiati | Deden Djaenudin | Saptadi Darmawan
C.01/12.2019
Judul Buku:
Bunga Rampai Inovasi
Penyediaan Feedstock Energi Terbarukan dari Sektor Kehutanan
Menuju Kemandirian Energi Nasional
Editor:
Gadang Pamungkas
Enny Widyati
Lutfi Abdullah
Mira Yulianti
Budi H. Narendra
Dhany Yuniati
Wida Darwiati
Deden Djaenudin
Saptadi Darmawan
Pengarah:
Prof. Gustan Pari
Prof. Budi Leksono
Prof. Sri Suharti
Rahman Efendi
Agus Tampubolon
Sofwan Bustomi
Hernita Wahyuni
Desain Sampul & Penata Isi:
Army Trihandi Putra
Jumlah Halaman:
230 + 16 halaman romawi
Edisi/Cetakan:
Cetakan 1, Desember 2019
PT Penerbit IPB Press
Anggota IKAPI
Jalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128
Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: penerbit.ipbpress@gmail.com
www.ipbpress.com
ISBN: 978-602-440-982-1
Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - Indonesia
Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan
© 2019, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
tanpa izin tertulis dari penerbit
KATA PENGANTAR
sebagai bahan bakar. Dengan pengelolaan yang efisien dan lestari sumber
energi yang berupa tumbuhan penghasil bahan bakar nabati dan biomassa
akan menjadi andalan sumber energi masa depan.
Bunga rampai ini berisi berbagai hasil penelitian yang dibatasi hanya
fokus di bagian hulu yang berkaitan dengan upaya membangun hutan
untuk mendapatkan bahan baku (feed stock) energi terbarukan yang telah
dilakukan di beberapa satker Badan Litbang dan Inovasi Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, dari tahun 2015-2019. Fokus bahasan dibatasi pada jenis-
jenis yang telah diunggulkan dari hasil penelitian periode sebelumnya
(2010-2014), terutama upaya peningkatan produktivitas, upaya pendekatan
pada masyarakat serta standar biaya pembangunan hutan tanaman energi di
Indonesia.
Buku Bunga Rampai ini dibagi menjadi dua bagian utama, yang pertama
mengenai jenis tanaman hutan yang menghasilkan bahan bakar nabati cair.
Jenis lontar yang belum dimanfaatkan secara optimal dibahas dari aspek
potensi, teknik optimasi pemrosesan menjadi bahan bakar berstandar dan
pembangunan model desa mandiri bioetanol. Selain itu juga dibahas jenis
tanaman yang menghasilkan biodiesel. Penelitian biodiesel di BLI telah
dimulai pada tahun 2010 dan sudah banyak dipublikasikan sehingga pada
buku ini hanya dibatasi pada upaya pencarian bibit unggul melalui kegiatan
pemuliaan dan bioteknologi serta bagaimana upaya optimasi pengelolaan
bersama masyarakat. Karena jenis ini memiliki tajuk yang sangat lebar maka
memerlukan jarak tanam yang jarang-jarang. Untuk menunggu masa panen
yang mencapai 8 tahun maka masyarakat dapat memanfaatkan lahan bawah
tegakan melalui kegiatan agroforesti.
Bagian kedua membahas mengenai pembangunan hutan energi biomasa
untuk menyediakan kayu energi bagi berbagai industri. Masih banyak
industri skala menengah yang memerlukan kayu bakar sebagai sumber energi,
misalnya industri kerupuk, tahu tempe, pembakaran kapur, pabrik genteng
dan batu bata. Untuk menjamin pasokan perlu dibangun HTE yang akan
menyediakan pasokan kayu bakar secara cukup dan berkesinambungan. Pada
buku ini disajikan hasil analisis biaya pembangunan HTE, analisis tata niaga
Kata Pengantar vii
Energi merupakan salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi seluruh
lapisan masyarakat, di manapun tinggalnya. Energi diperlukan di level lapisan
paling dasar, yaitu rumah tangga, untuk mengolah bahan makanan, sebagai
penerangan, dan untuk menyelesaikan berbagai urusan rumah tangga.
Kebutuhan energi terbesar diperlukan di sektor transportasi dan sektor
industri. Di sektor transportasi energi diperlukan untuk menggerakkan
kendaraan yang berfungsi untuk mengangkut manusia dari suatu tempat
ke tempat lain, juga untuk mengangkut barang dari produsen ke konsumen
atau dari tempat penyimpanan bahan baku ke industri pemroses. Menurut
data BPH Migas (Satrianegara, 2018) konsumsi BBM sepanjang tahun
2018 mencapai 75 Juta kilo liter (KL), dengan komposisi 16,2 juta KL
solar dan minyak tanah, BBM umum (premium, pertalite dan pertamax)
sebesar 51,3 juta KL, sisanya adalah BBM khusus penugasan (yang disubsidi
pemerintah). Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan merupakan
negara kepulauan maka kebutuhan bahan bakar untuk transportasi
menduduki posisi paling tinggi mencapai 80% dari total kebutuhan BBM
nasional (Gambar 1). Dari total kebutuhan untuk transportasi, angkutan
darat mengkonsumsi BBM paling besar.
nira menjadi bioethanol yeng telah memenuhi standar untuk bahan bakar.
Di samping itu juga telah diformulasikan beberapa informasi yang berkaitan
dengan pemuliaan jenis penghasil minyak diesel terutama nyamplung dan
malapari.
Penelitian yang berada pada lingkup RPPI 5 ditekankan/difokuskan pada
penyediaan feedstock, yaitu upaya membangun hutan untuk meningkatkan
ketersediaan bahan baku untuk membangkitkan energi. Membangun
hutan merupakan kegiatan yang multi disiplin karena melibatkan berbagai
sektor serta multi effect yang meliputi pro growth, pro job, pro poor dan pro
environment. Kegiatan membangun hutan akan membuka lapangan kerja,
meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peluang usaha penangkaran
bibit, keikutsertaan pada kegiatan agroforestri. Kegiatan penanaman
tentu saja merupakan salah satu upaya penyelamatan lingkungan melalui
aktivitas serapan karbon sehingga dapat menjadi salah satu upaya mitigasi
perubahan iklim. Hal ini juga merupakan salah satu tanggapan terhadap
adanya pergeseran paradigma green energy, yaitu menekan sebesar
mungkin penggunaan energi fosil yang tidak ramah lingkungan dengan
mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan. Penggunaan energi hijau ini
akan meningkatkan sikap masyarakat peduli lingkungan (green community)
sehingga dapat mewujudkan tujuan pembangunan (SDGs) terutama goal
ke-7 yaitu affordable and clean energy.
Pasokan feedstock dari Sektor Kehutanan sesungguhnya disambut
antusias oleh para pelaku industri perkayuan. Terbukti pada tahun 2017
terdapat 35 HTI yang habis ijinnya telah mengajukan perpanjangan ijin
untuk menjadi HTE. Namun dengan terbitnya Permen ESDM no 50 tahun
2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan. Pada Pasal 6 bagian
ketiga disebutkan bahwa pembelian tenaga listrik yang berasal dari PLTBm
tarifnya maksimal 85% dari biaya pokok produksi (BPP) setempat. Hal ini
berimplikasi kepada harga pembelian kayu sebagai feedstock harus serendah
mungkin, maka sudah 21 yang mengajukan ijin tersebut berubah menjadi
ijin untuk perkebunan karet atau kelapa sawit. Adapun nasib pengajuan
ijin dari 14 perusahaan yang lainnya masih belum jelas. Kebijakan tersebut
menciutkan minat para pengembang HTE karena kecil sekali kesempatan
Prolog xiii
BAGIAN 1.
PENGELOLAAN TANAMAN HUTAN PENGHASIL
BAHAN BAKAR NABATI CAIR
(BIOETHANOL DAN BIODIESEL)....................................................1
POTENSI LONTAR (Borassus flabelifer) SEBAGAI
SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI NUSA TENGGARA TIMUR................3
OPTIMASI PEMANFAATAN BIOETHANOL NIRA LONTAR.....................21
UJI IMPLEMENTASI PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF
BIOETANOL LONTAR SKALA DESA.............................................................37
INOVASI PEMULIAANDAN BIOTEKNOLOGI UNTUK BIBIT UNGGUL
JENIS TANAMANBIODIESEL NYAMPLUNG ..............................................51
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN HUTAN
PENGHASIL SUMBER BIOFUEL UNTUK
MENINGKATKAN INSENTIF BAGI PETANI ...............................................89
EPILOG BAGIAN 1..........................................................................................105
BAGIAN 2.
PENGELOLAAN JENIS TANAMAN HUTAN
PENGHASIL ENERGI BIOMASSA..................................................107
SELEKSI JENIS TANAMAN SEBAGAI SUMBER
KAYU ENERGI..................................................................................... 109
Bunga Rampai Inovasi
xvi Penyediaan Feedstock Energi Terbarukan dari Sektor Kehutanan
Menuju Kemandirian Energi Nasional
Pendahuluan
Krisis energi dunia yang ditandai dengan kelangkaan dan melonjaknya
harga minyak bumi, telah mendorong penduduk dunia untuk mengalihkan
sumber energinya ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan
dan dapat diperbaharui (renewable). Salah satu bentuk energi alternatif
yang banyak dikaji dan dikembangkan adalah bahan bakar nabati (BBN)
atau biofuel (Hayes et al. 2007). Sebagai bahan bakar, biodiesel mampu
mengurangi emisi hidrokarbon tak terbakar, karbon monoksida, sulfat,
hidrokarbon polisiklik aromatik, nitrat hidrokarbon polisiklik aromatik dan
partikel padatan sehingga biodisel merupakan bahan bakar yang disukai
disebabkan oleh sifatnya yang ramah lingkungan (Utami, 2007). Untuk itu
diperlukan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi, melalui
pemanfaatan aneka EBT untuk berbagai keperluan. Salah satu bentuk
energi terbarukan yang dimaksud adalah sumber energi yang dihasilkan dari
sumber daya energi yang berkelanjutan, diantaranya dari sumber daya hutan
seperti bioenergi dari biji tanaman hutan. Komoditas dari sumber daya hutan
yang telah diidentifikasi memiliki potensi tinggi untuk bioenergi khususnya
Bunga Rampai Inovasi
52 Penyediaan Feedstock Energi Terbarukan dari Sektor Kehutanan
Menuju Kemandirian Energi Nasional
dengan luasan 218 ha (Windyarini & Hasnah, 2016). Karakterstik fisik lahan
merupakan informasi dasar habitat nyamplung yang sangat berguna untuk
pembangunan hutan tanaman nyamplung dan pembangunan sumber benih
unggul agar dapat mengoptimalkan pertumbuhannya. Hal ini dikarenakan
potensi genetik dari suatu populasi akan maksimal apabila dikembangkan
pada kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhannya (Zobel and
Talbert, 1984). Informasi di atas juga akan berguna untuk analisis kesesuaian
lahan dalam pengembangan tanaman nyamplung di luar populasi tersebut.
Kondisi lingkungan habitat alam tegakan nyamplung pada sebelas populasi
nyamplung di Indonesia disajikan pada Tabel 1.
Jumlah klaster yang sama ditunjukkan dari hasil analisa DNA untuk
sebelas populasi yang berasal dari tujuh pulau di Indonesia (Gambar 5).
Klaster pertama terdiri dari populasi dari Pariaman (Sumbar), Lombok
(NTB), Selayar (Sulsel) dan Gunung Kidul (Jawa) dengan tingkat kepercayaan
32-66%. Klaster kedua terdiri dari Waykambas (Lampung), Yapen (Papua),
Ketapang (Kalbar), Dompu (NTB) dan Sumenep (Madura), dengan tingkat
kepercayaan antara 35-73% (Leksono et al. 2014b; Nurtjahjaningsih dkk.,
2015).
Bagian 1.
Pengelolaan Tanaman Hutan Penghasil Bahan Bakar Nabati Cair
(Bioethanol Dan Biodiesel) 63
Tabel 2. Rata-rata ukuran buah dan biji nyamplung dari dua belas
provenan/ras lahan di Indonesia
Ukuran Buah Ukuran Biji
No. Populasi Berat Panjang Diameter Berat Panjang Diameter
(gram) (cm) (cm) (gram) (cm) (cm)
1. Banyuwangi 10,0 3,0 2,8 1,4 1,1 1,1
2. Gunung Kidul 7,7 2,9 2,5 1,9 2,1 1,5
3. Purworejo 7,1 2,7 2,5 1,7 1,9 1,5
4. Cilacap 11,1 3,0 2,8 1,8 2,2 1,5
5. Ciamis 9,0 3,0 2,8 1,9 2,4 1,6
6. Pandeglang 8,7 3,1 2,7 1,9 2,2 1,6
7. Sumenep 3,3 2,2 1,9 1,8 1,7 1,4
8. Selayar 5,9 2,6 2,4 4,0 2,1 1,8
9. Pariaman 6,6 3,3 2,8 2,7 2,0 1,6
10. Ketapang 7,9 2,9 2,6 2,5 2,1 1,6
11. Dompu 6,2 2,9 2,6 2,6 1,9 1,6
12. Yapen 10,5 3,7 3,1 4,9 2,4 1,9
Sumber: Leksono & Putri (2013); Windyarini & Hasnah (2017)
tertentu (Burley et al. 1976). Tindakan ini merupakan langkah awal dalam
program pemuliaan pohon untuk mendapatkan informasi dalam usaha
membangun sumber benih unggul, baik berupa Tegakan Benih Provenan
(provenance seed stand) dalam jangka pendek maupun kebun benih (seed
orchard) dalam jangka panjang. Uji provenan/ras lahan nyamplung dilakukan
untuk mengetahui keragaman genetik diantara provenan/ras lahan yang diuji
terhadap kemampuan adaptasi dan sifat pertumbuhan tanaman nyamplung
pada daerah pengembangan program bioenergi berbasis tanaman nyamplung
(Leksono & Widyatmoko, 2010). Hasil analisis dapat digunakan untuk
bahan rekomendasi pengembangan provenan nyamplung potensial di lokasi
uji atau pada kondisi lingkungan yang hampir sama di masa mendatang.
Hasil analisis uji provenan/ras lahan dari enam populasi di Pulau Jawa
maupun dari delapan populasi di tujuh pulau Indonesia menunjukkan
adanya variasi antar populasi yang diuji sejak pada tingkat bibit di persemaian
terhadap sifat pertumbuhan tinggi, diameter, kandungan N jaringan dan
kandungan klorofil bibit tanaman, maupun pada tingkat lapang terhadap
sifat pertumbuhan tinggi, diameter batang, lebar tajuk dan pembungaan
(Putri dkk., 2013; Hasnah & Leksono, 2013; Leksono et al. 2018a). Pada uji
provenan nyamplung di Gunung Kidul (DIY) dari tujuh pulau di Indonesia
dengan kontrol asal populasi di tempat uji (Gunung Kidul), menunjukkan
bahwa sampai dengan tanaman berumur 5 tahun persen hidup tanaman
relatif tinggi bervariasi dari 69% (Padang, Sumbar) sampai dengan 80%
(Ketapang, Kalbar) (Leksono et al. 2018a). Hal ini menunjukkan bahwa
tujuh provenan dari luar Pulau Jawa yang mempunyai potensi rendemen
minyak nyamplung lebih tinggi dari Pulau Jawa, dapat beradaptasi dengan
baik di Gunung Kidul yang saat ini telah mempunyai unit pengolahan biodisel
dengan kapasitas 500 ltr/batch/day di Baron Techno Park (Leksono et al.
2016a). Harapan ke depan akan menjadi salah satu lokasi pengembangan
biodisel berbasis tanaman nyamplung. Pertumbuhan tanaman dan respon
pembungaan dari ketujuh provenan tersebut bervariasi sebagaimana
keragaman pada ukuran buah, biji dan potensi rendemen minyak serta
pertumbuhan bibit di persemaian.
Bunga Rampai Inovasi
70 Penyediaan Feedstock Energi Terbarukan dari Sektor Kehutanan
Menuju Kemandirian Energi Nasional
Peningkatan genetik
Di dalam strategi pemuliaan nyamplung untuk bahan baku biofuel
(Gambar 1), sumber benih dibangun melalui dua tahapan seleksi. Tahap
pertama, seleksi dilakukan pada tingkat populasi/provenan dengan
membangun Tegakan Benih provenen (TBP) dan tahap kedua, seleksi
dilakukan pada tingkat individu dengan seleksi klon unggul. Percepatan
untuk menghasilkan benih unggul dilakukan melalui pendekatan
bioteknologi (Leksono & Widyatmoko, 2010).
Tegakan benih provenan (TBP) adalah tegakan yang dibangun dari
provenan terbaik dengan tujuan untuk produksi benih berdasarkan hasil
uji provenan yang telah dilakukan sebelumnya (Barner et al. 1992). TBP
dibangun sebagai sumber benih unggul untuk tanaman, dan juga untuk
bahan baku biofuel sebelum tanaman tersebut berbuah. TBP dibangun
dengan menggunakan materi genetik dari provenan/ras lahan yang
mempunyai produktivitas buah dan kualitas biofuel terbaik. Pada tahap
awal, TBP dibangun berdasarkan hasil analisis minyak nyamplung terbaik
dari populasi asal untuk memproduksi benih unggul dalam waktu yang lebih
cepat sambil menunggu hasil seleksi pada uji provenan/ras lahan nyamplung
yang dibangun. Areal TBP selain untuk memproduksi benih unggul, juga
akan digunakan untuk study pola perkawinan (mating system) dan seleksi
individu yang mempunyai daya gabung umum (general combining ability/
GCA) tinggi. Seleksi tersebut dilakukan berdasarkan hasil analisis DNA dan
analisis biofuel pada tingkat individu untuk pengembangan sumber benih
unggul yang lebih tinggi kualitasnya, yaitu untuk memproduksi klon-klon
unggul yang mempunyai GCA dan kualitas biofuel yang tinggi.
Di dalam strategi pemuliaan nyamplung untuk bahan baku biofuel,
sumber benih dibangun melalui dua tahapan seleksi, tahap pertama seleksi
dilakukan pada tingkat populasi/provenan dan tahap kedua seleksi pada
tingkat individu. Percepatan untuk menghasilkan benih unggul dilakukan
melalui pendekatan bioteknologi (Leksono & Widyatmoko, 2010). Pada
tahap pertama telah dibangun plot tegakan TBP seluas 5 ha dengan jarak
tanam 5x5 m di Wonogiri (Jateng) dengan menggunakan materi genetik
Bagian 1.
Pengelolaan Tanaman Hutan Penghasil Bahan Bakar Nabati Cair
(Bioethanol Dan Biodiesel) 73
Stabilitas genetik
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) memberikan tugas kepada para
Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah
percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai
bahan bakar alternatif. Dalam rangka pengembangan biofuel, Departemen
Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
berperan dalam penyediaan bahan baku (sektor hulu) termasuk pemberian
ijin pemanfaatan lahan hutan yang tidak produktif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Terkait dengan hal tersebut, diperlukan
pengembangan tanaman nyamplung pada lahan-lahan yang tidak produktif,
termasuk di dalamnya lahan terdegradasi seperti: lahan gambut terdegradasi,
lahan eks kebakaran, lahan eks tambang dan lahan-lahan marginal lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 5,8 juta ha lahan di
Indonesia masuk dalam kategori lahan terdegradasi sehingga mempunyai
keterbatasan untuk memproduksi pangan, penyerapan karbon pada
lahan dan menumbuhkan vegetasi serta biodiversitas. Jaung et al. (2018)
melaporkan bahwa dari luasan tersebut 72% diantaranya dalam kategori
lahan terdegradasi parah dan 28% dalam kategori sangat parah. Luas areal
terdegradasi terluas berada di Sumatera (1,8 juta ha) diikuti oleh Kalimantan
(1,5 juta ha), Maluku dan Nusa Tenggara (1 juta ha) serta sisanya (masing-
masing kurang dari 1 juta ha) di Sulawesi, Papua, Jawa dan Bali. Dari total
luasan lahan terdegradasi tersebut 3,5 juta ha diantaranya (58%) berpotensi
dapat ditanami paling tidak salah satu dari spesies penghasil bioenergi, seperti:
nyamplung (Calohyllum inophyllum), kaliandra (Caliandra calothyrsus),
gamal (Gliricidea sepium), kemiri sunan (Reutealis trisperma), dan malapari
(Pongamia pinnata).
Hasil uji adaptasi empat spesies tanaman hutan untuk bioenergi
(nyamplung, kaliandra, gamal dan kemiri sunan) pada lahan gambut
terdegradasi di Pulang Pisau (Kalimantan Tengah), menunjukkan bahwa
nyamplung mempunyai kemampuan adaptasi dan pertumbuhan terbaik
dibandingkan tiga spesies yang lain (Cifor, 2016; Maimunah dkk., 2017;
Bunga Rampai Inovasi
76 Penyediaan Feedstock Energi Terbarukan dari Sektor Kehutanan
Menuju Kemandirian Energi Nasional
tajuk pohon induk, yaitu tajuk bagian bawah dengan tingkat keberhasilan
mencapai 93,33% (Adinugraha dkk., 2012). Tanaman nyamplung yang
berasal dari bibit sambungan pada tingkat lapang menghasilkan persen
hidup sebesar 60,42% (Yudohartono & Adinugraha, 2015).
Daftar Pustaka
Adinugraha, H.A., Mahfudz, E. Muchtiari, S. Huda. 2012. Pertumbuhan
dan perkembangan tunas bibit nyamplung hasil pembiakan dengan
teknik sambungan. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 6(2): 89-100.
Atabani, A.E., S. César. 2014. Calophyllum innophyllum L.- A prospective
non-edible biodiesel feedstock. Study of biodiesel production,
properties, fatty acid, composition, blending and engine performance.
Renewable and Sustainable Energy Reviews 37: 644-655
Barner H, Olesen K, Wellendroff H. 1992. Classification and selection of
seed sources. Lecture Note. Danida Forest Seed Centre.
BBPBPTH (Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan). 2013. Sekilas tentang kawasan hutan dengan tujuan khusus:
Gunungkidul Blok Watusipat. Yogyakarta. 20 hal.
BNV. 2018. Bambu Nusa Verde. http://www.bambunusaverde.com/ (diakses
tanggal 1 Oktober 2019).
BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2006. Biodiesel. SNI 04-7182-2006.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.
Burley, J., P.J. Wood, R. Lines. 1976. A guide to field practice: Manual
on species and provenance research with particular reference to the
tropics. Trop. For. Pop. 10 Comm. For. Ins. Oxford.
Bustomi, S., R. Rostiwati, Sudrajat, B. Leksono, S. Kosasih, I. Anggraini,
D. Syamsuwida, Y. Lisnawati, Y. Mile, D. Djaenudin, Mahfudz, E.
Rachman. 2008. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) sumber
energi biofuel yang potensial. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.
Cifor. 2016. A bioenergy trial in Central Kalimantan aims to restore land
and boost livelihoods. Forest News, 27 October 2016, Growing New
Energy.
Bunga Rampai Inovasi
82 Penyediaan Feedstock Energi Terbarukan dari Sektor Kehutanan
Menuju Kemandirian Energi Nasional
Cochrane, A., C.J. Yates, G.L. Hoyle, A.B. Nicotra. 2014. Will among-
population variation in seed traits improve the chance of species
persistence under climate change?. Global Ecology and Biogeography
24 (1) : 12-24.
Davidson, J. 1992. Tree breeding and propagation-some concepts. Proc. of
The Regional Workshop on Tree Breeding and Propagation. Bangkok,
Thailand.
Eldridge, K.G., J. Davidson, C.E. Harwood, G. Van Wyk. 2001. Eucalypt
domestication and breeding. Oxford science Publications. Reprinted.
288 p.
George, E.F. 1993. Plant propagation by tissue culture: Part 1 – The
Technology. Exegetics, Basingstoke.
Gunawan, L. W. 1987. Teknik kultur jaringan tumbuhan. Laboratorium
kultur jaringan PAU-Bioteknologi. Bogor : IPB
Hasnah, T.M., B. Leksono. 2013. Variasi genetik pertumbuhan semai,
kandungan nitrogen jaringan dan klorofil antar populasi nyamplung
(Calophyllum Inophyllum) Di Pulau Jawa. Prosiding Seminar Nasional
HHBK “Peranan Hasil Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu dalam
Mendukung Pembangunan Kehutanan”. Balai Penelitian Teknologi
Hasil Hutan Bukan Kayu. hal.128-135.
Hasnah, T.M., E. Windyarini, H.A. Adinugraha. 2019. Kemampuan
tumbuh stek pucuk nyamplung menggunakan trubusan dari anakan
dan pohon induk. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan (editing).
Hathurusingha, S., N. Aswath, D. Midmore. 2011. Provenance variations in
seed-related characters and oil content of Calophyllum inophyllum L.
in northern Australia and Sri Lanka. New Forests 41: 89-94.
Hayes, D.J., R. Ballentine, J. Mazurek. 2007. The promise of biofuels a
home-grown approach to breaking. America’s Oil Addiction (Policy
Report March 2007). Progressive Policy Institute.
Bagian 1.
Pengelolaan Tanaman Hutan Penghasil Bahan Bakar Nabati Cair
(Bioethanol Dan Biodiesel) 83
Leksono, B., S. Kurinobu, Y. Ide. 2011. A breeding strategy for the tropical
Eucalyptus: Findings and lessons acquired from the multi-generation
tree breeding of Eucalyptus pellita in Indonesia. LAP Lambert Academic
Publishing GmbH & Co.KG, Germany. 2011. pp 120.
Leksono, B., K.P. Putri. 2013. Variasi ukuran buah - biji dan sifat fisiko
- kimia minyak nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.) dari enam
populasi di Jawa. Prosiding Seminar Nasional HHBK “Peranan Hasil
Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu dalam Mendukung Pembangunan
Kehutanan”. Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu.
hal.321-334.
Leksono, B. 2014. Buah nyamplung (Calophyllum inophyllum) untuk
ketahanan energi, pakan dan obat-obatan: peluang dan tantangan.
Prosiding Seminar Nasional “Peranan dan Strategi Kebijakan
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam Meningkatkan
Daya Guna Kawasan (Hutan)”. Fakultas Kehutanan UGM-BPDASPS.
Yogyakarta, 6-7 November 2014. hal.302-314.
Leksono, B., E. Windyarini, T. Hasnah. 2014a. Budidaya nyamplung
(Calophyllum inophyllum L) untuk bioenergi dan prospek pemanfaatan
lainnya. IPB Press. 55 hal.
Leksono, B., R.L. Hendrati, E. Windyarini, T. Hasnah. 2014b. Variation of
biofuel potential of 12 Calopyllum inophyllum populations in Indonesia.
Indonesian Journal of Forestry Research Vol.1 (2):127-138.
Leksono B. 2016. Seleksi berulang pada spesies tanaman hutan tropis untuk
kemandirian benih unggul. Naskah Orasi Profesor Riset. Badan
Penelitian, Pengembangan dan Inovasi. Bogor. 78 hal.
Leksono B, E. Windyarini, T. Hasnah. 2016a. Biodiesel production from
Calophyllum inophyllum and it’s waste utilization. Proceedings Abstract
of The IUFRO Regional Congress for Asia and Oceania 2016: “Forests
for Sustainable Development: The Role of Research” di Beijing,
China. 24 – 27 Oktober 2016 (Unpublished)
Bagian 1.
Pengelolaan Tanaman Hutan Penghasil Bahan Bakar Nabati Cair
(Bioethanol Dan Biodiesel) 85