Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sains merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu untuk menghadapi zaman
yang sarat dengan persaingan ini, tak terkecuali kaum muslimin. Karena dengan sains,
seseorang bisa dihormati dan diakui keberadaannya oleh masyarakat. Selain itu, sains juga
menjadi salah satu indikator kemajuan suatu bangsa, karena pada dasarnya semua bidang
kehidupan memerlukan sains.
Dari sinilah, untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, kita kaum
muslimin harus berusaha mempelajari dan menguasai sains. Tapi, disisi lain, kita juga tidak
diperbolehkan untuk melanggar ajaran Islam yang telah disempurnakan oleh Allah SWT.
Karena pada hakikatnya, semua yang ada di alam semesta ini akan kembali kepadaNya,
bahkan sebenarnya sains dan berbagai ilmu lainnya telah terkandung di dalam kalamNya, al-
Qur’an.
Hal-hal itu kita lakukan dengan tujuan agar Islam bisa menjaga persaingan dengan
negara-negara Barat, yang notabennya adalah penguasa sains masa kini. Di samping itu,
dengan mentaati ajaran Allah, maka kita akan selalu mendapatkan perlindungan dan
ridhaNya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari sains pra Islam dan bagaimanan perkembangan sains pra islam?
2. Bagaimana perkembangan sains pada masa Rasulullah SAW?
3. Apa definisi sains islam pada masa khulfaur Rasyidin?
4. Bagaimana perkembangan sains Islam pada masa Bani Umayyah?
5. Bagaimana perkembangan sains Islam pada masa Dinasti Abbasiyah/abad pertengahan?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari sains pra islam dan perkembangan sains pra islam

2. Untuk mengetahui Perkembangan Sains Islam pada masa Rasulullah SAW

3. Untuk mengetahui Definisi Sains Islam pada masa Khulafaur Rasyidin

4. Untuk mengetahui Perkembangan Sains Islam Pada Masa Bani Umayyah

5. Untuk mengetahui Perkmebangan sain Islam pada masa Dinasti Abbasiyah/Abad


Pertengahan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sains Pra Islam


Kata sains berasal dari kata science yang berarti pengetahuan. Kata sains berasal dari
bahasa latin yaitu scire, scio, scientie, iscire yang berarti aku tahu atau mengetahui.1
Sedangkan dalam bahasa arab disebut dengan al`ilm yang berarti tahu, sedangkan dalam
bahasa Indonesia disebut dengan ilmu atau ilmu pengetahuan.
Secara umum, sains boleh didefinisikan sebagai ilmu yang dihasilkan melalui analisis
dengan menggunakan panca indera serta pemahaman yang lahir dari padanya. Ia juga boleh
diartikan sebagai uraian secara sistematik tentang fenomena terjadinya alam semesta,
tentunya uraian secara sistematik melibatkan penggunaan intelek di samping kaidah yang
dapat diukur quantitative. Dengan demikian upaya untuk menghubungkan dan memadukan
antara sains dan agama, sains dalam konteks peradaban islam dipandang sebagai sebuah
tradisi ilmiah dan itelektual yang senantiasa berupaya untuk menerapkan metode-metode
yang berlainan sesuai dengan watak subyek yang dipelajari dan cara-cara memahami subyek
tersebut.2
Islam memberi kebebasan kepada para saintis untuk mengkaji, namun ia menyadari
keterbatasan intelek yang dimiliki manusia. Sains Islam menjadikan wahyu sebagai sumber
rujukan yang tertinggi. Dalam arti kata yang lain, dalam Islam, wahyu mengatasi akal karena
wahyu datang daripada kuasa tanpa batas sedangkan akal terbatas. Sains tidak boleh
mengatasi wahyu. Justru, sains dalam Islam ialah sains yang berkonsepkan tauhid. Sains
dalam Islam tunduk kepada prinsip-prinsip yang ditetapkan Allah melalui rasulnya. Sains
dalam Islam tunduk kepada al-Quran.
Perkembangan Sains dalam Pra Islam
 Yunani
Sejarah perkembangan sains tidaklah didominasi oleh sebuah bangsa saja, akan tetapi
masing-masing peradaban sebuah bangsa memiliki andil yang cukup penting dalam
perkembangan sains yang saat ini dapat kita nikmati. Di antaranya adalah sains yang bermula
dari hasil dari pemikiran bangsa Yunani yang berusaha untuk membebaskan dirinya dari
jeratan pemikiran mistis.
Pertama kali sains berkembang di Yunani merupakan ilmu pengetahuan yang berawal
dari spekulasi filsafat. Dahulu seorang filsuf merupakan seorang yang memiliki kemampuan
di berbagai bidang ilmu sekaligus atau yang disebut sebagai polymath, sehingga dahulu tidak
terdapat seorang fisikawan, biolog, matematikawan. Namun, filsuf mengintegrasikan
berbagai bidang untuk mencari jawaban apa yang berada di alam semesta. Seperti halnya
1
Siti Lailiyah, Pentingnya Membangun Pendidikan Sains Yang Relevan Dengan Ajaran Islam, Jurnal: Kajian
Pendidikan Sains, Vol.4, No2,2018, h.179
2
Iis Aripudin, Integrasi Sains dan Agama dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam, Jurnal: Edukasia
Islamika, Vol.1, No.1, h.164

2
mencari asal-usul dasar dari alam semesta itu apa, hingga filsuf Yunani salah seorang yang
bernama Democritus mengembangkan konsep dasar alam semesta yaitu berasal dari suatu hal
yang sangat kecil dan tidak dapat dibagi lagi, yaitu “atom” yang kelak menjadi cikal bakal
ilmu fisika dan kimia.
Sejarah cikal bakal sains kelak terlahir dari nalar orang-orang Yunani tersebut, seperti
halnya salah seorang filsuf yang bernama Plato dalam sekolahnya ia mengajarkan bahwa
seluruh benda yang terdapat di bumi sebenarnya berasal dari dunia ide dalam pikiran kita
yang sama sekali tidak berubah. Sebagai contoh, Plato mengatakan bahwa ide konsep tentang
apel (seperti warna merah, rasanya yang manis, bentuknya yang bulat) didahului oleh
pengalaman seseorang untuk merasakan seperti manisnya rasa apel, dan pengalaman dalam
melihat bahwa buah apel memiliki warna merah dan berbentuk bulat. Perkembangan ilmu
pengetahuan pada peradaban bangsa Yunani sangatlah luas. Bermula dari keingintahuan
tersebut hingga dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari seperti matematika geometri
Euclid yang digunakan dalam melakukan pembangunan sebuah kuil di Athena dan harmoni
pada tangga nada dalam alat musik yang merupakan hasil dari matematika Phytagoras. Ada
pula ilmu pengobatan yang dikembangkan oleh Hippocrates, taksonomi dalam biologi, serta
mekanika yang awal mulanya dikembangkan oleh Aristoteles.
Tak lama kemudian banyak perang saudara yang terjadi pada bangsa Yunani
mengakibatkan situasi sosial-politik-ekonomi yang tidak mendukung bagi perkembangan
ilmu pengetahuan. Terlebih dengan takluknya mereka pada invasi bangsa Romawi, kelak
bangsa Romawi tidak lagi begitu memperdulikan perkembangan sains dasar, sehingga sains
hanya berkembang pada lingkup aplikasi dalam kehidupan sehari-hari saja. Selain itu
kekaisaran Romawi hanya fokus dalam melakukan pengembangan peralatan militer yang
berguna dalam membantu menginvasi dan memperluas wilayah Romawi.
Setelah situasi Yunani yang tidak lagi mendukung pengembangan ilmu pengetahuan
terutama pada perkembangan sains, maka para ilmuwan pada saat itu banyak melakukan
perjalanan untuk bertukar pikiran dengan ilmuwan yang mungkin terdapat di benua lain, serta
mencoba untuk mendapatkan pengalaman yang baru. Salah satunya saat itu negeri yang kaya
akan pengembangan ilmu pengetahuan adalah bangsa Mesir.
 Mesir
Mesir merupakan salah satu bangsa yang sangat memperhatikan perkembangan
sainsnya. Bagaimana tidak, awal mulanya seorang matematikawan untuk melakukan
pengukuran tinggi bangunan Piramida memerlukan matematika untuk dapat mengonstruksi
bangunan sedemikian rupa. Salah satu kota terbesar pada saat itu yang menjadi pusat para
ilmuwan untuk berkumpul dan bertukar pikiran adalah kota Alexandria. Pada awalnya kota
ini terpengaruh oleh perkembangan sains yang dikembangkan oleh bangsa Yunani karena
saat diinvasi Romawi, Yunani mengirimkan beberapa ilmuwannya untuk mempelajari
kondisi pada wilayah kota tersebut.
Adapun tema sentral yang menjadi ciri pembahasan oleh ilmuwan Mesir kuno saat itu
adalah konsep pemahaman sistem tata surya dan gravitasi bumi. Namun, mereka lebih fokus
pada sistem tata surya. Pada saat itu sebagian besar filsuf dan ilmuwan memiliki pemahaman
bahwa bumi yang merupakan tempat berpijak adalah pusat dari sistem tata surya. Hal ini
didasari oleh pengamatan dari kehidupan sehari-hari bahwa matahari yang mengelilingi bumi

3
(geosentris), bukan bumi yang mengelilingi matahari. Akan tetapi, dengan paham itu masih
ada beberapa fenomena yang tidak dapat dijelaskan seperti pada fenomena gerhana matahari
dan gerhana bulan, serta beberapa fenomena terlihat seperti perubahan musim yang terjadi di
beberapa belahan bumi. Hal ini menjadi sangat penting dalam penentuan waktu dalam
setahun, bulan, bahkan hari.
Bangsa Mesir mengalami kemunduran ilmu pengetahuan disebabkan oleh konflik
sosial dan konflik agama yang sangat hebat di kota Alexandria. Pada saat itu ilmu
pengetahuan dikembangkan oleh masyarakat penganut paganisme yang memiliki Tuhan lebih
dari satu (politeisme) dan juga terjadinya konflik dengan penganut agama Kristen. Sehingga
perpustakaan Alexandria yang menyimpan warisan ilmu pengetahuan dari Yunani kuno pada
saat itu menjadi obyek kemarahan masyarakat. Mereka beranggapan bahwa ilmu apapun
yang terdapat di Alexandria merupakan sesuatu hal yang berbahaya untuk dipelajari,
sehingga pada saat itu seluruh lembaran papyrus yang menyimpan berbagai ilmu
pengetahuan dari Yunani kuno dibakar di lokasi halaman perpustakaan Alexandria.
Demikianlah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi berhenti sejak kejadian tersebut.
 Romawi
Pada masa Romawi pencapaian ilmu pengetahuan Romawi kebanyakan terjadi dalam
bidang pengobatan dan teknik. Bangsa Romawi menemukan banyak cara baru untuk
menambang barang-barang mineral seperti emas dan timah. Mereka juga mengembangkan
instalasi air dan penggilingan biji-bijian. Dan mereka adalah bangsa pertama yang
menggunakan beton untuk membuat bangunan. Penggunaan beton membantu mereka untuk
lebih mengembangkan kubah dan bentuk-bentuk bangunan lainnya. Bangsa Romawi juga
menggunakan kemampuan mereka dalam bidang teknik untuk membangun sistem
pembuangan kotoran untuk menjaga kota tetap bersih dan sehat. Orang Romawi di Fenisia
menemukan kaca tiup, selain itu tembikar cetak dan lampu minyak juga petama kali dibuat
pada masa Romawi. Bangsa Romawi tidak mengalami banyak perkembangan dalam bidang
matematika, namun mereka berhasil menciptakan sistem penulisan angka mereka sendiri.
 Arab
Bangsa Arab sebelum Islam disebut Arab Jahili (Zaman Jahiliyah). Pengertian
jahiliyah disini bukan berarti bodoh atau tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Ahmad Amin
dalam bukunya fajru al-islam, menyatakan “Arab Jahiliyah adalah orang Arab sebelum Islam
yang membangkang kepada kebenaran. Mereka terus melawan kebenaran, sekalipun telah
diketahui bahwa hal itu benar”. Berikut merupakan kepandaian bangsa Arab sebelum Islam
antara lain:3
1. Ilmu Perbintangan (Astronomi)
Ilmu ini mereka pelajari dari orang-orang Kaldea (Babilonia). Mereka mempelajari
ilmu ini, karena dibutuhkan untuk mengetahui arah dalam perjalanan di padang pasir,
sebagaimana orang berlayar di Samudra, untuk menentukan arah pada waktu itu, hanya
berpedoman dengan melihat letak bintang.4

3
Akbar Prasetyo Utomo, Sejarah Sains Dan Perkembangan Peradaban Suatu bangsa, Artikel
http://majalah1000guru.net/2016/08/sejarah-perkembangan-sains/

4
2. Ilmu Astrologi (Ramalan Bintang)
Ilmu ini dipelajari karena erat sekali dengan kehidupan mereka, yang masih percaya
kepada kahin (tukang ramal). Menurut kepercayaan mereka nasib manusia dipengaruhi oleh
beredarnya bintang-bintang di cakrawala, di kala kelahirannya bertepatan dengan bintang apa
yang mendekat ke bumi. Hal ini erat sekali dengan kehidupan mereka yang penuh dengan
tahayul dan hufarat.
3. Ilmu Tabib (Ilmu Kedokteran)
Ilmu kedokteran masa jahiliyah masih bercampur dengan tahayul dan sihir. Tabib atau
dokter diikuti oleh dua orang pembantu, seorang membawa obat-obatan dan peralatannya,
sedangkan seorang lagi membawa azimat. Dalam kepercayaan mereka, sakit gila dapat
disembuhkan dengan darah seorang raja.

2.2 Perkembangan Sains pada Masa Rasulullah SAW.


Pada masa Rasulullah, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang di bidang ilmu-
ilmu pokok tentang agama (ushuluddin), dan ilmu akhlak (moral). Akan tetapi ilmu-ilmu
lainnya tetap berkembang walaupun tidak sepesat ilmu agama dan akhlak. Saat itu pun mulai
terjadi proses pengkajian ilmu yang lebih sistematis, diantaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang
dikembangkan oleh para sahabat Rasulullah. Jika kita melihat pada waktu sebelum Islam
diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan sebutan kaum jahiliyah. Hal ini disebabkan karena
bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian yang lain.
Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair jahili yang disebarkan
secara hafalan.5
Dengan kenyataan itu, maka diutuslah Nabi Muhammad SAW dengan tujuan untuk
memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama
manusia. Demikian pula dalam masalah ilmu pengetahuan, perhatian Rasul sangat besar.
Rasulullah SAW memberi contoh revolusioner bagaimana seharusnya mengembangkan ilmu.
Diantara gerakan yang dilakukan Rasulullah SAW adalah dengan menggiatkan budaya
membaca, yang merupakan pencanangan dan pemberantasan buta huruf, suatu tindakan awal
yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan. Membaca merupakan pintu bagi
pengembangan ilmu. Rasulullah SAW juga memerintahkan kepada para sahabatnya untuk
menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan cara ini dapat menjaga kemurnian dan juga media
memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
Di samping dengan hafalan, juga membuat tradisi menulis mencatat wahyu pada kulit,
tulang, pelepah kurma dan lain-lain. Dengan bimbingan Nabi Muhammad SAW, telah
mendorong semangat belajar membaca, menulis dan menghafal sehingga umat Islam menjadi
umat yang memasyarakatkan kepandaian tulis-baca. Dengan semangat itulah, maka
terbangun jiwa umat Islam untuk tidak hanya beriman tetapi juga berilmu, sehingga nantinya
lahir sarjana-sarjana Islam yang ahli dibidangnya masing-masing. Dengan demikian dapat
4
Munir Subarman, Sejarah Kelahiran Perkembangan Dan Masa Keemasan Peradaban Islam, Yogyakarta: CV
BUDI UTAMA, 2019,h.28
5
http://hergianiq.blogspot.com/2012/11/perkembangan-ilmu-pengetahuan-pada-masa.html?m=1

5
dimengerti, salah satu aspek dari peradaban adalah mengembangkan ilmu pengetahuan.
Kalau pada masa Nabi dan Khulafau ar-Rasyidin perhatian terpusat pada usaha untuk
memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak,
ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an, maka perhatian sesudah itu disesuaikan
dengan kebutuhan zaman, tertuju pada ilmu-ilmu yang diperoleh dari bangsa-bangsa sebelum
munculnya Islam Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda.
Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode
kekuasaan Islam, mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan peradaban
Islam masa setelahnya. Kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan
kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan kesenian. Ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan
Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam, terutama dalam hubungannya
dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.
Pertumbuhan ilmu pengetahuan telah terjadi sejak Rasulullah mendakwahkan agama Islam,
wahyu pertamanya yaitu surat Al-‘Alaq ayat 1-5 bercerita tentang dasar-dasar ilmu
pengetahuan, didalam wahyu tersebut terdapat perintah untuk membaca, Allah pun
menegaskan bahwa hakikat ilmu datangnya dari Allah dan awalnya manusia tidak
mengetahui apa-apa. Kata Iqra’ pada ayat ke-1 surat Al-‘Alaq memiliki makna yang
beragam, seperti menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, membaca baik teks
maupun bukan teks.
2.3 Sains Islam Pada masa Khulafau Rasyidin
Kata al-Rasyidun secara harfiah berasal dari kata rasyada yang artinya cerdas, jujur,
dan amanah. Dengan demikian secara sederhana khulafaur Rasyidun menunjukan sikap yang
cerdas, jujur, dan amanah. Selain itu Khalifah dapat diartikan pimpinan yang diangkat
sesudah Nabi Muhammad SAW wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas
sebagai peminpin agama dan kepala pemerintah.6
Para sahabat yang disebut khulafaurrasyidin terdiri dari empat orang Khalifah yaitu:
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq.
2. Umar bin Khattab.
3. Usman bin Affan.
4. Ali bin Abi Thalib.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin agama maupun negara menyisakan
persoalan pelik. Nabi tidak meninggalkan wasiat kepada seorangpun sebagai penerusnya.
Akibatnya, para sahabat mempermasalahkan dan saling berusaha untuk mengajukan calon
pilihan dari kelompoknya. Dan diperolehlah 3 calon penerus nabi dari kelompok yang
berbeda, yaitu :
1. Ali bin Abi Thaalib dari kelompok Ahul Bait.
2. Saad bin Ubadah dari kelompok Anshar.
3. Abu Bakar Ash-Shiddiq dari kelompok Muhajirin.
6
Afandi, Khulafaur Rayidin Dan Anatomi Dialektik Pendidikan Politik Penguasa, Jurnal: Pendidikan Politik
Penguasa, Vol.2, No.1, h.107

6
Namun perselisihan ini mengakibatkan tertundanya pemakaman Rasulullah SAW. Dan
akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiqlah yang terpilih dan dibaiat sebagai penerus Nabi
Muhammad SAW. Dan Abu Bakar dibaiat sebagai Khalifah atau penerus Nabi di balai
pertemuan bani Saidah.
A. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash Shiddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia
merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa’ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW
yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam As-Sabiqun Al-
Awwalun. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamini.
Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka’bah. Nama ini diberikan
kepadanya sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu
ditukar oleh Nabi Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu
Bakar diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang
gelar as-Siddiq yang berarti ‘amat membenarkan’ adalah gelar yang diberikan kepadanya
karena ia amat segera memberiarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa,
terutama peristiwa Isra Mikraj.
 Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Khalifah Abu Bakar adalah khalifah yang sangat berjasa diawal masa khulafaur
rasyidin, meski banyak sekali cobaan dan hambatan yang datang. Masa Abu Bakar di mulai
dengan munculnya permasalahan tentang siapa pemimpin yang akan memimpin umat Islam
pasca wafatnya Rasulullah SAW. Kemudian masa ini dihadapkan dengan banyaknya
masyarakat yang murtad serta enggan membayar zakat kembali. Hingga bermunculan orang-
orang yang mengaku sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Berkat ketegasan khalifah
Abu Bakar serta keteguhan hati para sahabat, permasalahan yang muncul bisa ditangani dan
distabilkan kembali.
 Kemajuan yang diraih dimasa Abu Bakar
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia.
Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan
yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada
pemerintahan Madinah. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat
membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan
apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak
berjasa dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang
lebih dua tahun, antara lain:
1. Perbaikan sosial (masyarakat).
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas
wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-
orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).

7
2. Perluasan dan pengembangan wilayah Islam.
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu
Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan
Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut
Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam
dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium.
3. Pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an.
Sedangkan usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an adalah atas
usul dari sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al Qur’an setelah para
sahabat yang hafal Al Qur’an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu
memerangi para nabi palsu. Alasan lain karena ayat-ayat Al Qur’an banyak berserakan ada
yang ditulis pada daun, kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak
dan hilang.
4. Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam.
Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar
senantiasa meneladani perilaku Rasulullah SAW. bahwa prinsip musyawarah dalam
pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu
dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan
membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya.
5. Meningkatkan kesejahteraan umat.
Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu
Bakar membentuk lembaga “Baitul Mal”, semacam kas negara atau lembaga keuangan.
Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari “amin al-
ummah” (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya
dipercayakan kepada Umar bin Khattab. Sebelum Abu Bakar Wafat, beliau sempat
menunjuk Umar bin Khattab sebagai khalifah yang berikutnya.
B. Khalifah Umar bin Khatthab
Umar bin Khatthab (583-644) memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail
bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay,
adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar bin khattab lahir di
Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah Umar juga termasuk
kelurga dari keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady).
Umar bin Khatthab adalah salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi
Muhammad SAW. Peranan umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang
paling menonjol kerena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya
yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta
yang diakui kebenarannya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan, bahwa jika
tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar, Islam belum tentu
bisa berkembang seperti zaman sekarang.
 Kekhalifahan Umar bin Khatthab

8
Nama lengkapnya adalah Umar ibn Khattab ibn Nufail ibn Abdil Uzza ibn Ribaah ibn
Qarth ibn Razaah ibn Ady bin Ka’b. Dan berasal dari suku ‘Adi, salah satu suku terpandang
mulia dan mempunyai martabat tinggi di kalangan Arab. Suku ini masih termasuk rumpun
Quraysi. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim ibn Mughirah ibn Abdillah ibn Umar ibn
Makhzum. Umar lahir pada tahun 13 pacsa tahun gajah. Ia biasa dipanggil Abu Hafsh dan
digelari Al-Faruq, karena ia menampakkan Islam ketika di Mekah, maka Allah memisahkan
dengan Umar antara kekufuran dan keimanan. 7
 Kemajuan yang diraih dimasa Umar
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam
mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia
(yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria,
Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi
daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman Umar.
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada
pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. 20 ribu pasukan Islam mengalahkan
pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil
bagian selatan.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat
kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru
ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan
Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di
Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan
penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan
keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah. Secara
garis besar seperti berikut ini :
1. Peletak dasar-dasar administrasi Negara atau pemerintahan Islam.
2. Industry dan pertanian mengalami kemajuan yang pesat.
3. Kemajuan dalam bidang keilmuan umat islam.
4. Ekspansi ke luar daerah islam besar-besaran.
5. Mengadakan baitul maal.
Kemudian setelah khalifah Umar wafat, Islam dipimpin oleh Khalifah Usman dengan
pemilihan yang dilakukan oleh dewan syuura yang dibentuk oleh Khalifah Umar.
C. Khalifah Usman bin Affan
Khalifah ketiga yaitu Utsman bin Affan, Nama lengkapnya ialah Utsman bin Affan bin Abil
Ash bin Umayyah dari suku Quraisy. Ia memeluk Islam karena ajakan Abu Bakar, dan
menjadi sahabat dekat Nabi Muhammad SAW. pada waktu itu. Ia sangat kaya namun tetap
sederhana dan sebagian besar kekayaan nya digunakan untuk kepentingan Islam. Ia juga
7
Salmah Intan, Kekhalifaan Umar Ibn Khattab, Jurnal: Kekhalifaan Umar Ibn Khattab, Vol. 5, No.2,2017, h.138

9
mendapat julukan zun nurain, artinya yang memiliki dua cahaya, karena menikahi dua putri
Nabi Muhammad secara berurutan setelah salah satu meninggal. Utsman bin Affan masuk
islam pada usia 34 tahun.
Berawal dari kedekatannya dengan Abu Bakar beliau dengan sepenuh hati masuk islam
bersama Thalhah bin Ubaidillah. Meskipun masuk islam nya mendapat tantangan dari paman
nya yang bernama Hakim, namun Utsman tetap pada pendiriannya. Hakim sempat menyiksa
Utsman dengan siksaan yang amat pedih. Siksaan terus berlangsung hingga datang seruan
Nabi Muhammad saw. agar orang-orang Islam Berhijrah ke Habsyi.8
 Kekhalifahan Usman bin Affan
Dalam menjadi khalifah Usman ibn ‘Affan dipilih melalui majelis khusus yang dibentuk oleh
Umar ibn Khattab. Majelis atau panitia pemilihan itu terdiri dari enam sahabat dari berbagai
kelompok sosial yang ada. Mereka adalah Ali bin Abi thalib, Usman bin Affan, Abdurrahman
bin Auf, Zubair, Sa’ad bin Abi waqas, dan Thalhah. Namun pada saat pemilihan berlangsung,
Thalhah tidak sempat hadir, sehingga lima dari enam anggota panitia yang melakukan
pemilihan.
Setelah kaum muslim bersepakat membaiat Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga
setelah Abu Bakar al-Shiddiq r.a. dan Umar bin Khattab r.a. ketika ditinggalkan oleh Umar
bin Khattab, umat islam berada dalam keadaan yang makmur dan bahagia. Kawasan dunia
muslimpun telah bertambah luas. Khalifah Umar berhasil menciptakan stabilitas sosial politik
didalam negeri sehingga ia dapat membagi perhatiannya untuk memperluas wilayah islam.
Dan ketika Usman menjabat sebagai khalifah, ia meneruskan sebagian besar garis politik
Umar. Ia melakukan berbagai ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru. Perluasan
itu memunculkan situasi sosial yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Kemajuan yang diraih dimasa Usman :
1. Pembukuan Al-Quran pada akhir 24 H.
2. Penyatuan Qiraat Quraisy.
3. Ekspansi wilayah Islam.
4. Perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
D. Ali bin Abi Thalib
Khalifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah keponakan dan menantu
Nabi. Ali adalah putra Abi Thalid bin Abdul Muthalib. Ali adalah seseorang yang memiliki
kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. perumus kebijakan dengan wawasan
yang jauh ke depan. Ia adalah pahlawan yang gagah berani, penasehat yang bijaksana,
penasihat hukum yang ulung dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang
lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang
kedua yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad

8
Beti Mulu, Usman Ibn Affan Dan Ali Ibn Abi Thalib, Artikel
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=749452&val=11826&title=Usman%20Ibn%20Affan
%20dan%20Ali%20Ibn%20Abi%20Talib%20Nepotisme%20dan%20Majlis%20Tahkim

10
 Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang
dapat dikatakan setabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur
yang di angkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena
keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada
penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali
sistem distribusi pajak tahunan dia antara orang-orang Islam sebagaimana pernah ditetapkan
Umar.
 Kemajuan yang diraih dimasa Ali
Dikalangan kaum muslim dibeberapa daerah, terutama di Basrah, Mesir, dan Kuffah,
pada masa akhir kepemimpinan khalifah Usman bin Affan terjadi fitnah besar-besaran. Fitnah
tersebut sengaja disebarkan oleh kaum munafik yang dipimpin oleh abdullah bin saba. Fitnah
tersebut berhasil menghasut beberapa pihak untuk memberontak dan menuntut mundurnya
khalifah Usman bin Affan.
Suatu ketika para pemberontak berhasil menyerbu rumah khalifah Usman bin Affan
dan membunuhnya. Saat Kejadian tersebut, khalifah usman bin affan sedang menjalani puasa
sunah dan membaca Al-Qur’an. Muslimin dalam kesedihan yang sangat mendalam, dan
dalam kebingungan setelah kematian usman. Selama lima hari berikutnya mereka tanpa
pemimpin. Sejarah sedang kosong buat madinah, selain pemberontakan yang selama itu pula
membuat kekacauan dan menanamkan ketakutan di hati orang.
Kaum pemberontak mengadakan pendekatan kepada Ali bin Abi thalib dengan
maksud mendukungnya sebagai khalifah, dipelopori oleh al-gafiqi dari pemberontakan Mesir
sebagai kelompok besar. Tetapi Ali menolak. Setelah kematian khalifah Usman tak ada lagi
orang yang pantas menjadi khalifah dari pada Ali bin Abi thalib. Dalam kenyataannya Ali
memang merupakan tokoh yang paling populer saat itu. Di samping itu, memang tak ada
seorang pun yang mengklaim atau mau tampil mencalonkan diri menjadi khalifah untuk
menggantikan Usman bin Affan termasuk Mu’awiyah bin Abi Sofyan selain Nabi Ali bin Abi
Thalib. Di samping itu mayoritas umat muslimin di Madinah dan kota-kota besar lainnya
sudah memberikan pilihan kepada Ali, kendati ada juga beberapa kalangan, kebanykan dari
Bani Umayyah yang tidak mau membai’at Ali, dan sebagian dari mereka ada yang pergi ke
Suria.
Sepeninggal Usman bin Affan dalam kondisi kacau, kaum muslimin meminta Ali bin
Abi Thalib untuk menjadi khalifah. Akan tetapi Muawiyah menolak usulan tersebut, karena
keluarga besar khalifah Usman bin Affan ( Muawiyah bin Abi Sofyan ) menuntut pembunuh
khalifah Usman bin Affan ditangkap terlebih dahulu.
Sedangkan pihak Ali berpendapat bahwa masalah kepemimpinan sebaiknya
diselesaikan terlebih dahulu, setelah itu barulah pembunuh khalifah Usman bin affan dicari
bersama-sama. Perbedaan pendapat tersebut menjadi awal pecahnya persatuan kaum
muslimin saat itu. Akhirnya Ali bin abi thalib tetap diangkat sebagai khalifah.
Prestasi-prestasi Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah sebagai berikut :

11
1. Memajukan dalam bidang ilmu bahasa
Pemerintahan wilayah islam pada masa khalifah ali bin abi thalib sudah mencapai
india. Akan tetapi pada saat itu, penulisan huruf ijayyah belum dilengkapi dengan tanda baca,
seperti kasrah, fathah, dhammad dan syaddah, sehingga menyebabkan banyaknya kesalahan-
kesalahan bacaan teks Al-qur’an dan hadits di daerah-daerah yang jauh dari jazirah Arab.
Untuk menghindari kesalahan fatal dalam membaca Al-qur’an dan hadits, khalifah ali
bin abi thalib memerintahkan abu aswad ad-duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu
nahwu, yaitu ilmu yang mempelajari tata bahasa Arab.
2. Membenahi keuangan negara (baitul mal)
Harta pejabat yang diperolehnya dengan cara yang tidak benar disita oleh khalifah ali
bin abi thalib. Harta tersebut kemudian disimpan di baitul mal dan digunakan untuk
kesejahteraan rakyat.
3. Mengganti pejabat yang kurang konsisten
Para pejabat yang kurang konsisten dalam bekerja, semuanya diperbaiki dan diganti
oleh khalifah Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, pejabat-pejabat yang diganti tersebut banyak
yang dari keluarga khalifah Usman bin Affan (Bani Umayyah). Akibatnya makin banyak
kalangan Bani Umayyah yang tidak menyukai khalifah Ali bin Abi Thalib.
4. Bidang pembangunan
Pembangunan kota Kuffah telah menjadi perhatian khusus bagi khalifah Ali bin Abi
Thalib. Pada awalnya, kota Kuffah disiapkan untuk pusat pertahanan oleh Mu’awiyah bin abi
Sofyan. Akan tetapi kota Kuffah kemudian berkembang menjadi pusat ilmu tafsir, ilmu
hadits, ilmu nahwu, dan ilmu pengetaahuan lainnya. Perselisihan antar pendukung khalifah
Ali bin Abi thalib dan Mu’awiyah bin Abu Sofyan mengalami berakhirnya pemerintahan
Islam di bawah khulafaurrasyidin. Para ahli sejarah menyatakan bahwa pemerintah Islam
yang paling mendekati masa pemerintahan Rasulullah SAW.

2.4 Perkembangan Sains Islam Pada Masa Bani Umayyah


Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 41 Hijriah
dan berakhir pada tahun 132 H. Para ahli sejarah umumnya mencatat, bahwa proses
berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu
daya, tidak melalui pemilihan secara demokrasi berdasarkan suara terbanyak. Nama-nama
khalifah Bani Umayyah yang tergolong menonjol adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-
680), Abd al-Malik ibn Marwan(685-705 M), al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715 M), Umar
ibn Abd al-Aziz(717-720 M), dan Hisyam ibn Abd al-Maalik (724-743 M). Menurut catatan
sejarah dinasti Umayyah ini terbagi menjadi dua periode, yaitu:
1. Dinasti Umayyah I di Damaskus (41 H/661 M-132 H/750 M), dinasti ini berkuasa kurang
lebih selama 90 tahun dan mengalami pergantian pemimpin sebanyak 14 kali. Diantara
khalifah besar dinasti ini adalah Mu’āwiyyah bin Abī Sufyān (661-680 M), ‘Abd al-Mālik bin
Marwān (685-705 M), Al- Wālid bin ‘Abd al-Mālik (705-715 M), ‘Umār bin ‘Abd al- ‘Azīz

12
(717-720 M), dan Hishām bin ‘Abd al-Mālik (724-743 M). Pada tahun 750 M, dinasti ini
digulingkan oleh dinasti ‘Abbāsiyyah.
2. Dinasti Umayyah II di Andalus/Spanyol (755-1031 M), kerajaan Islam di Spanyol ini
didirikan oleh ‘Abd al-Rahmān al-Dākhil. Ketika Spanyol berada di bawah kekuasaan Dinasti
Umayyah II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan- kemajuan. Terutama pada
masa kepemimpinan ‘Abd al- Rahmān al- Ausāṭ, pendidikan Islam menunjukkan
perkembangan yang sangat pesat. Hal ini desebabkan karena sang khalifah sendiri terkenal
sebagai penguasa yang cinta ilmu. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya ke
Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di sana menjadi kian semarak. Pada Dinasti
Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke timur dan barat. Begitu juga dengan
daerah Selatan yang merupakan tambahan dari daerah Islam di zaman Khulafā ar-Rāshidīn
yaitu: Hijāz, Syiria, Iraq, Persia dan Mesir. Seiring dengan itu pendidikan pada priode Dinasti
Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti: Kuttāb, Masjid dan Majelis Sastra. Materi
yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam. 9
Gerakan intelektual pada masa Daulah Umayyah secara umum masih berjalan seperti zaman
permulaan Islam (Nabi dan Khulafaur Rasyidin), gerakan intelektual masa ini sudah ada
peningkatan sejalan dengan perluasan wilayah. Pada masa ini tumbuh gerakan ilmu naqli,
yaitu Filsafat dan Ilmu Eksakta. Dari beberapa bidang keilmuwan yang mengalami
perkembangan pada saat itu, ilmu-ilmu yang ada kaitannya dengan pengkajian al-Qur’an
merupakan yang pertama kali mengalami perkembangan. Ilmu-ilmu yang dimaksud adalah:
1. Ilmu Qiraah
Merupakan salah satu ilmu utama dan pertama dipelajari sejak zaman Nabi. Orang
yang pandai membaca al-Qur’an dinamakan qurra. Setelah dikumpulkannya al-Qur’an
menjadi mushaf, yang kemudian dikirim ke seluruh wilayah Islam, lahirlah dialek bacaan
tertentu bagi tiap-tiap daerah, sesuai dengan bacaan yang didapat dari qari yang terpengaruh
oleh dialek kabilah masing-masing. Akhirnya masyhurlah tujuh macam bacaan al-Qur’an
yang dikenal dengan Qiraat Saba’h.
2. Ilmu Tafsir
Daulah Umayyah yang berkembang pesat, untuk mengatur pemerintahan, dibutuhkan
undang-undang dan hukum. Sebagai sumber hukum dan undang-undang adalah al-Qur’an.
Karena itu minat mendalami dan mempelajari al-Qur’an ditujukan kepada tafsir, untuk
menggali hukum yang terkandung didalamnya. Para qura dan mufassirin menjadi tempat
bertanya dalam mengeluarkan hukum, dan mereka itulah sebagai fuqaha (ahli fiqih) masa itu.
3. Ilmu Hadits
Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, pada masa awal Islam masih sangat
terbatas perkembangannya, yaitu hanya sekitar sahabat yang dekat dengan Nabi yang banyak
meriwayatkan hadits. Terdorong untuk menjelaskan makna dan kandungan maka maskud al-
Qur'an, ayat dibutuhkan riwayat yang disandarkan dari sabda maupun perilaku Nabi. Dengan
terjadinya pertentangan politik, masing-masing golongan berusaha untuk meyakinkan dan
menguatkan pendapatnya. Untuk itu dibuatlah hadits yang bukan dari Nabi, seperti yang
dilakukan Abdullah Ibn Sina. Itu awal pemalsuan Hadits. Untuk memurnikan hadits
9
Zainal Azman, Pendidikan pada zaman Bani Umayyah, Jurnal: El-Ghiroh, Vol.11, No2,2019, h.69

13
diupayakan penyeleksian riwayat, dan sanad hadits. Upaya ini kemudian melahirkan Ilmu
Hadits. Pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz, barulah 139 dibukukan. Orang yang mula-
mula membukukan hadits ialah Ibnu Syihab Azzuhri (wafat tahun 124 H). Muhadditsin yang
terkenal pada waktu itu, antara lain:
a. Abu Bakar Muhammad Ibn Muslim Ibn Ubaidillah Ibn Abdullah Ibn Syihab al-Zuhri,
wafat tahun 124 H.
b. Abdullah Ibn Abi Malikah wafat tahun 119 H.
c. Al Auza'i Abdurrahman Ibn Amr
d. Hasan al-Basri, wafat tahun 110 H.
e. As Syaby, yang mempunyai nama lengkap Abu Amr Amir Ibn Syurahbil, wafat tahun
104 H.

2.5 Perkembangan Sains pada Masa Dinasti Abbasiyah/Abad Pertengahan


Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari dinasti Umayyah, dimana pendiri dari khilafah
ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass keturunan
Al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dimana pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan
656 H (1258 M). Seiring dengan stabilnya kondisi sosial politik terutama pada masa
pertengahan pemerintahan Abbasiyah, aktivitas pendidikan dan ilmu pengetahuan
berkembang dengan begitu mengagumkan. Beberapa prestasi umat Islam pada masa ini
mampu menempatkan umat Islam pada puncak kejayaannya. Peradaban Islam menapaki
zaman keemasan (The Golden Age).
Zaman kemasan Islam berlangsung pada zaman dinasti Abbasiyah merupakan fakta sejarah.
Perbandingan kemajuan yang pernah diperoleh antara masa Nabi, Khilafah Rasyidah,
kekuasaan Bani Umayyah dengan kekuasaan Dinasti Abbasiyah juga sangat signifikan.
kemajuan Islam pada masa Nabi dapat disebut sebagai kemajuan di bidang agama dan politik,
pada masa khalifah Rasyidah sebagai kemajuan politik dan militer, pada masa Bani Umayyah
sebagai kemajuan politik, ekonomi dan militer, maka kemajuan Dinasti Abbasiyah
menambah panjang pencapaian kemajuan itu yakni politik, militer, ekonomi, sains dan
peradaban.
Pada bidang pendidikan pemerintahan Abbasiyah memberikan catatan sejarah yang sangat
istimewa. Produk pendidikan Islam pada babak ini memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap kebangkitan peradaban Eropa. Perkembangan intelektual dimulai dengan
diterjemahkannya khasanah intelektual Yunani klasik seperti filsafat Aristoteles, Khalifah
sendiri mengalokasikan anggaran khusus untuk menggaji para penterjemah. Penerjemahan
buku-buku Yunani merupakan salah satu faktor dalam gerakan intelektual yang dibangkitkan
dalam dunia Islam abad ke -9 dan terus berlanjut sampai abad ke- 1210

10
Alimni, Peradaban Pendidikan Gerakan Intelektual Masa Abbasiyah, Jurnal: Al-Ta’lim, Vol.13, No.2,2014,
h.333

14
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis,
para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus
agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas
mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus
berkembang. Walaupun dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh
Abu al Abbas dan Abu Ja’far al Manshur, tetapi puncak keemasan dari dinasti ini berada pada
tujuh khalifah sesudahnya, yaitu:
1. Al Mahdi (775-785 M)
2. Al Hadi (775-786 M)
3. Harun al Rasyid (786-809 M)
4. Al Ma’mun (813-833 M)
5. Al Mu’tashim (833-842 M)
6. Al Wasiq (842-847 M)
7. Al Mutawakkil (847-861 M).
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al Rasyid
(786-809 M) dan puteranya al Ma’mun (813-833 M). Masa pemerintahan Harun al Rasyid
yang berkuasa selama 23 tahun merupakan permulaan zaman keemasan bagi sejarah dunia
Islam belahan timur. Seperti halnya masa pemerintahan Emir Abdulrahman II (206-238
H/822-852 M) di Cordova merupakan permulaan zaman keemasan dalam sejarah dunia Islam
belahan Barat.
 Kehidupan Intelektual
Kehidupan intelektual di zaman dinasti Abbasiyah diawali dengan berkembangnya
perhatian pada perumusan dan penjelasan panduan keagamaan terutama dari dua sumber
utama yaitu al Quran dan Hadits. Dari kedua sumber ini lalu muncul lah berbagai keilmuan
lainnya. Ilmu-ilmu al Quran dan ilmu-ilmu Hadits adalah dua serangkaian seri pengetahuan
yang menjadi pokok perhatian dan fokus perhatian waktu itu. Perhatian itu bisa dilihat
dengan banyaknya kitab yang ditulis untuk menjelaskan al Quran.
Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas
dan Bani Umayyah. Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada
masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas
penguasa Bani Abbas sendiri.
Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang
pendidikan, misalnya, di awal kebangkitan Islam, lembaga pendidikan sudah mulai
berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:

15
1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak
mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar
dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
2. Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar
daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya
masing-masing.
Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya
berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa
pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil
ulama ahli ke sana.
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas,
dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan
sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat
membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan mencerminkan
terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh
perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak
zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan membagi masa
pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
 Periode pertama ( 132 H/750 M – 232 H/847 M ), disebut periode pengaruh Persia
pertama.
 Periode kedua ( 232 H/847 M – 334 H/945 M ), disebut masa pengaruh Turki
pertama.
 Periode ketiga ( 334 H/945 M- 447 H- 1055 M ), masa kekuasaa dinasti Buwaih
dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh
Persia kedua.
 Periode keempat ( 447 H/1055 M- 590 H/1194 M ), masa kekuasaan dinasti Bani
Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa
pengaruh Turki kedua.
 Periode kelima ( 590 H/1194 M- 656 H/1258 M ), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.
Pada periode pertama, pemerintahan bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis,
para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan memiliki kekuasaan politik dan agama. Di sisi
lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam. Namun,
setelah periode ini berakhir, pemerintahan bani Abbas mulai menurun dalan bidang politik,
meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Dalam perkembangan pemikiran keilmuan keislaman. Terdapat imam-imam mazdhab hukum
yang empat, mereka semua hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah yaitu; Imam Abu
Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M) Imam Ahmad
Ibnu Hanbal (780-855 M). Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan
Hadits, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu, disebabkan oleh tersedianya

16
fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja.
Karya buku-buku tafsir dari ulama yang hidup pada zaman Abbasiyah adalah kitab al Jami’ al
Bayan yang ditulis at Tabari (225 H/839 M-310 H/923 M), al Kasysyaf oleh az Zamakhsyari
(467 H/1075 M-538 H/1144 M), dan Mafatih al Gaib oleh Fakhruddin ar Razi (543 H/1149
M-606 H/1189 M). Disamping itu para ulama juga mengumpulkan Hadits, seperti; al Musnad
oleh Ahmad bin Hambal (w. 241 H/885 M). Pengumpulan enam kitab yang dikenal al Kutub
as Sittah dipelopori oleh Bukhori (256 H/870 M), Muslim (261 H/875 M), Abu Daud (275
H/888 M), at Tirmizi (279 H/892 M), an Nisa’i (303 H/915 M), dan Ibnu Majah (273 H/886
M).
Berkembanganya pemikiran intelektual dan keagamaan pada periode Abbasiyah
antara lain karena kesiapan umat Islam untuk menyerap budaya dan khazanah peradaban
besar dan mengembangkannya secara kreatif, ditambah dengan dukungan dari khalifah pada
waktu itu dengan memfasilitasi terciptanya iklim intelektual yang kondusi. Pada era ini,
didukung sikap umat Islam yang terbuka terhadap seluruh umat manusia yang datang
berinteraksi dengan mereka, hal inilah yang menimbulkan simpati dan mendorong orang-
orang non arab (mawali) untuk masuk Islam. Kelompok ini ikut memberi sumbangan besar
bagi kemajuan paradaban pada masa Abbasiyah. Para ilmuan pada masa ini menduduki posisi
penting.11

11
Linda Firdawati, Negara Islam Pada Periode Klasik, Jurnal: ASAS, Vol. 7, No. 1,2015, h. 76

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam pernah menjadi ahli dan penemu di berbagai bidang sains dan teknologi pada
masa klasik, namun sekarang kemajuan sains dan teknologi dalam berapa dasa warsa abad
XX telah menempatkan negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim dalam posisi
pinggiran. Langkah awal yang harus ditempuh adalah membongkar kembali pemahaman
umat Islam terhadap agama yang dianutnya. Misalnya, beberapa terminologi keagamaan
seperti jihad, ilmu, taqwa, amal shalih, dan ihsan perlu ditafsirkan dalam konteks yang lebih
luas dari sekedar terminologi ibadah dalam arti sempit. Terminologi jihad yang sementara ini
dipahami dalam konteks ‘perang’ melawan orang kafir dengan harapan pahala dan mati
syahid, harus diperluas dalam konteks jihad menuntut ilmu. Persepsi umat Islam tentang ilmu
dan persepsi-persepsi lain yang terkait dengan ilmu, seperti sekolah agama dan ulama, harus
diluruskan. Islam tidak mengenal dikotomi ilmu agama (ilmu naqli) dan ilmu non agama
(ilmu aqli). Persepsiyang membuat dikotomi itu telah menjauhkan umat Islam dari kemajuan
sains dan teknologi. Sains yang maknanya adalah ilmu dianggap begitu asing dalam
pemikiran sebagian besar umat Islam masa kini. Akibatnya, karena kata ulama (yang
memiliki akar kata yang sama dengan ilmu) dipersepsi sebatas orang yang berilmu di bidang
pengetahuan agama, tidak mengherankan apabila tokoh-tokoh sains Muslim tidak dikenali
sebagaimana tokoh-tokoh ulama (agama). Demikian pula dengan terminologi amal shalih dan
ihsan amat perlu diterjemahkan dalam konteks yang meliputi karya sains dan teknologi,
bukan kebajikan dalam arti sempit. Umpamanya, seseorang yang mencipta teori baru di
bidang sains dan teknologi yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan harus dihargai
sebagai orang yang berbuat shalih. Pengembangan pemahaman umat Islam terhadap
agamanya itu mudah-mudahan dapat memotivasi untuk menekuni sains dan teknologi dengan
landasan nilai-nilai al- Qur’an.
3.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritikan dan
masukan bermanfaat dari para pembaca sekalian. Semoga makalah yang sederhana ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua. Aamiin.

18
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Subarman, Munir. 2015. Sejarah Kelahiran, Perkembangan dan Masa Keemasan Islam.
Yogyakarta: Budi Utama.
Syalabi, A, Prof. Dr. 1993. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Pustaka Al Husnah.
Adang Afandi. 1994. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Amin, Mansur. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Indonesia Spirit Faoundation.
Joesoef, Sou’yb. 1977. Sejarah Daulah Abasiyah I. Jakarta: Bulan Bintang.
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jat/article/download/4272/2757
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/juspi/article/download/4337/2410
http://hergianiq.blogspot.com/2012/11/perkembangan-ilmu-pengetahuan-pada-masa.html?
m=1

19

Anda mungkin juga menyukai