Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers

”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25
November 2016
Purwokerto

Tema: 8 (Pengabdian Kepada Masyarakat)

PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN DESA SESUAI DENGAN


PERMENDAGRI No. 113 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN
KEUANGAN DESA
Oleh

Siti Maghfiroh; Negina Kencono Putri; Laeli Budiarti; Havid Sularso;


Dona Primasari
Email: firoh.sutanto@gmail.com

ABSTRAK
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang un-
tuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara kesatuan Republik
Indonesia. Sejak sesuai dengan UU No. 6/2014, sejak tahun 2015 Pemerintah menggulirkan Dana
Desa kepada seluruh desa di wilayah Republik Indonesia. Dengan adanya dana tersebut,
pemerintah desa memiliki tanggung jawab untuk menyusun laporan keuangan desa. Laporan
keuangan tersebut disusun salah satunya dengan mengacu pada Permendagri No. 113/2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa. Peraturan tersebutmenyatakan bahwa Pemerintah desa memiliki
kewajiban untuk menyusun Laporan Keuangan Desa serta menginformasikannya kepada
stakeholder atas laporan keuangan yang dihasilkannya. Laporan Keuangan tersebut diharapkan
mampu menciptakan good corporate goverrnance pada pemerintahan desa.

Kata kunci: Permendagri No. 113/2014, pengelolaan keuangan desa, good corporate
governance.

ABSTRACT
The village is a legal community unity that has the territorial boundaries to regulate and
manage the interests of the community, based on local origins and customs that are recognized and
respected in the system of government of the unitary state of the Republic of Indonesia. In
accordance with Law no. 6/2014, since 2015 the Government rolled out the Village Fund to all
villages in the territory of the Republic of Indonesia. With these funds, the village government has
responsibility to prepare village financial reports. The financial statements are prepared in
accordance with Permendagri No. 113/2014 on Village Financial Management. The regulation
states that the village government has an obligation to prepare the Village Finance Report and
inform stakeholders of the financial statements it produces. The Financial Report is expected to
create good corporate governance in the village administration.

Key words: Permendagri No. 113/2014, management of village finance, good corporate
governance

PENDAHULUAN
Pada tahun 2014, pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Undang-Undang No. 6
tentang Desa. UU Desa adalah seperangkat aturan mengenai penyelenggaran pemerintah desa
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25
November 2016
Purwokerto

dengan pertimbangan telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan
diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan
landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang
adil, makmur, dan sejahtera. UU Desa tersebut salah satunya mengatur tentang pengelolaan Dana
Desa. Desa di wilayah Republik Indonesia mendapatkan dana dari pemerintah pusat dengan
besaran atau nilai tertentu. Oleh karena setiap desa mendapatkan dana desa tersebut, maka sudah
menjadi kewajiban bagi pemerintahan desa untuk menjaga akuntabilitas dari pengeloaan dana
tersebut. Salah satu faktor terciptanya akuntabilitas dana desa adalah melalui penyajian laporan
keuangan pemerintah desa.Laporan keuangan menjadi satu komponen penting untuk menciptakan
akuntabilitas sektor publik dan merupakan salah satu alat ukur kinerja finansial. Kinerja laporan
keuangan yang baik, menunjukkan bahwa pelaksanaan suatu program mampu mewujudkan
akuntabilitas publik yang baik pula (Mardiasmo, 2002; Hanifah dan Sugeng, 2015).
Dalam menyusun laporan keuangan desa, diperlukan acuan agar dapat tercipta laporan
keuangan yang relevan dan andal. Salah satu acuan yng dapat digunakan oleh pemerintah desa
dalam menyusun laporan keuangan desa adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
No. 113 tahun 2014. Permendagri tersebut mengatur tentang pengelolaan keuangan desa, dimana
pemerintah desa memiliki kewajiban untuk menyusun Laporan Keuangan Desa serta
menginformasikannya kepada stakeholder atas laporan keuangan yang dihasilkannya.

Pemerintah Desa
Desa merupakan salah satu ujung tombak organisasi pemerintahan dalam mencapai
keberhasilan dari urusan pemerintahan yang asalnya dari pemerintahan pusat. Perihal ini
disebabkan desa lebih dekat dengan masyarakat sehingga program dari pemerintah lebih cepat
tersampaikan.
Dalam ketentuan umum UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyatakan,
desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam UU tersebut juga
ditegaskan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak-asal usul dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005, pembentukan desa hanya berdasarkan indikator jumlah penduduk
dibedakan menurut pulau dan langsung menjadi desa definitif. Dalam UU Desa yang baru,
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25
November 2016
Purwokerto

indikator jumlah penduduk tidak lagi hanya menurut pulau, namun lebih terperinci seperti syarat
jumlah penduduk lebih besar dibandingkan sebelumnya. Jika sebelumnya cukup dengan jumlah
penduduk 2.500 orang, dengan UU Desa wajib 4.500 orang dan dalam undang- undang tersebut
adanya desa persiapan selama 1-3 tahun.

Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa


Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapatdinilai dengan uang, serta
segala sesuatu berupauang dan barang yang berhubungan denganpelaksanaan hak dan
kewajiban.Hak dan Kewajiban dapat menimbulkanpendapatan, belanja, pembiayaan dan
pengelolaan keuangan desa.Pengelolaan Keuangan Desa harus dilakukan secara Transpran,
Akuntabel, Partisipatif, dan Tertib dan Disiplin Anggaran (Yuliansyah dan Rusmianto,
2015). Makna daritransparandalam pengelolaan keuangan desa adalah bahwa pengelolaan tidak
secara tersembunyi atau dirahasiakan dari masyarakat, dan sesuai dengan kaedah-kaedah hukum
atau peraturan yang berlaku.Akuntabel mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja
pemerintah/lembaga dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh stakeholder. Keuangan desa
yang Partisipatifmemiliki makna bahwa setiap tindakan yang dilakukan harus mengikutsertakan
keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan keuangan desa
yang Tertib dan Disiplin Anggaranmempunyai pengertian bahwa seluruh anggaran desa harus
dilaksanakan secara konsisten, dan dilakukan percatatan atas penggunaannya yang sesuai dengan
prinsip akuntansi keuangan yang seusai dengan peraturan yang berlaku.

Dalam pengelolaan keuangan desa dikenal adanya Anggaran Penerimaan dan Belanja Desa
(APBDes). APBDes terdiri dari :
1. Pendapatan Desa
Pendapatan desa merupakan semua penerimaan uang melalui rekening Desa yg merupakan
Hak Desa dalam 1 Tahun Anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.
Pendapatan Desa, terdiri atas kelompok:
a. PADesa, terdiri atas jenis: 1). Hasil usaha, antara lain hasil BUMDes, Tanah Kas
Desa; 2). Hasil aset, antara lain tambatan perahu, pasar desa, pemandian umum,
jaringanirigasi; 3) Swadaya, partisipasi dan gotong royong, membangun dengan
kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa tenaga dan atau
barang yang dinilai dengan uang; dan 4). Lain-lain pendapatan asli desa, antara lain
hasil pungutan desa.
b. Transfer, terdiri atas jenis: 1). Dana Desa (DD); 2). Bagian dari Hasil Pajak Daerah
Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah; 3). Alokasi Dana Desa (ADD); 4). Bantuan
Keuangan Provinsi; dan 5). Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25
November 2016
Purwokerto

c. Pendapatan Lain-Lain, terdiri atas jenis: 1). Hibah & Sumbangan dari pihak
ketigayangtidak mengikat, misalnya pemberian berupauang dari pihak ketiga; dan 2).
Lain-lain Pendapatan Desa yang sah, antara lain pendapatan bagi hasil kerjasama
dengan pihak ketigadan bantuan perusahaan yang berlokasi di desa.
2. Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa
dalam satu tahun anggaranyang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa.
Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kegiatan yang ada
dalam kewenangan desa. Belanja desa yang ditetapkan dalam APBDesa paling sedikit 70%
digunakan untukmendanai Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pembangunan
Desa,Pembinaan Kemasyarakatan, dan Pemberdayaan; dan paling banyak 30%digunakan
untuk Siltap, OperasionalPemerintah Desa, serta tunjangan dan operasional BPD. Belanja
Desa diklasifikasikan atas kelompok:
a. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. Pelaksanaan Pembangunan Desa;
c. Pembinaan Kemasyarakatan Desa;
d. Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan
e. Belanja Tak Terduga.
Kelompok belanja dibagi ke dalam kegiatan sesuai dengankebutuhan desa yang
telahdituangkan dalam RKPDesa. Sedangkan kegiatan terdiri atas jenis:
a. Belanja Pegawai
Dianggarkan untuk pengeluaran siltap dan tunjangan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa
serta tunjangan BPD; dan Kelompok Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kegiatan
pembayaran penghasilan tetapdan tunjangan, dimana pelaksanaannya dibayarkan setiap
bulan.
b. Belanja Barang dan Jasa
1) Digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya
kurang dari 12 bulan, seperti alat tulis kantor, benda pos, bahan/material,
pemeliharaan, cetak/penggandaan, sewa kantor desa, sewa perlengkapan dan peralatan
kantor, makanan dan minuman rapat, pakaian dinas dan atributnya, perjalanan dinas,
upah kerja, operasional pemerintah desa, operasional BPD, dan pemberian barang
kepada masyarakat atau kelompok masyarakat untuk menunjang kegiatan.
2) Belanja Barang dan Jasa,digunakan untuk pengeluaran dalam rangka
pembelian/pengadaan barang ataubangunan yang nilai manfaatnya lebih dari 12 bulan.
Sementara itu, dalam keadaan darurat dan/atau kejadian luar biasa (KLB), pemerintah desa
dapatmelakukan belanja yang belum tersedia anggarannya. Hal tersebut dapat dilakukan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25
November 2016
Purwokerto

apabila kejadian yang terjadi merupakan keadaan yang sifatnya tidak biasa atau
tidakdiharapkan berulang dan/atau mendesak, misalnnya bencanaalam, sosial, kerusakan
sarana dan prasarana, dianggarkan dalam belanja tidak terduga. Suatu kejadian termasuk
sebagai kategori KLB melalui Keputusan Bupati/Walikota.
3. Pembiayaan
Merupakan semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang
akanditerima kembali, baik pada tahun anggaranberjalan maupun pada tahun anggaran
berikutnya.Pembiayaan Desa terdiri atas kelompok:
a. Penerimaan Pembiayaan, mencakup:SiLPA tahun sebelumnya; pencairan dana
cadangan, serta hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.
b. Pengeluaran Pembiayaan, terdiri dari: Pembentukan Dana Cadangan, Penyertaan
Modal Desa.
Sementara untuk SiLPA tahun sebelumnya antara lain terdiri dari pelampauan penerimaan
pendapatan terhadap belanja, penghematan belanja, dan sisa dana kegiatan lanjutan. SilPA
digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari
pada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan, serta mendanai kewajiban
lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan.

KESIMPULAN
Desa sebagai salah satu penyelenggara kegiatan dan penerima serta pengguna anggaran
memiliki kewajiban untuk menjaga akuntabilitasnya. Kewajiban bagi pemerintahan desa untuk
menjaga akuntabilitas adalah melalui penyajian laporan keuangan pemerintah desa. Laporan
keuangan tersebut disusun salah satunya dengan mengacu pada Permendagri No. 113/2014tentang
Pengelolaan Keuangan Desa. Peraturan tersebutmenyatakan bahwa Pemerintah desa memiliki
kewajiban untuk menyusun Laporan Keuangan Desa serta menginformasikannya kepada
stakeholder atas laporan keuangan yang dihasilkannya. Melalui penyusunan laporan keuangan desa
tersebut diharapkan mampu menciptakan good corporate goverrnance pada pemerintahan desa.

UCAPAN TERIMA KASIH


Tim Pengabdian Kepada Masyarakat mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada Pimpinan Universitas Jenderal Soedirman, Pimpinan Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman, serta pimpinan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan
kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini, serta kepada semua pihak yang membantu
pelaksanaan kegiatan ini.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI” 24-25
November 2016
Purwokerto

DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat JenderalBina Pemerintahan Desa. 2015. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014. Kementerian Dalam Negeri Republik
Indonesia.
2. Hanifah, Suci Indah dan Sugeng Praptoyo. 2015. Akuntabilitas Dan Transparansi
Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Jurnal Ilmu & Riset
Akuntansi Vol. 4 No. 8, pp. 1-15
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Offset
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
7. Yuliansyah dan Rusmianto. 2015. Akuntansi Desa. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai