Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Gawat Darurat

2.1.1 Definisi Gawat Darurat

Triase merupakan pertolongan yang diberikan sesuai dengan keadaan pasien.

Pasien yang sedang terancam kehidupannya harus cepat diberi prioritas utama. Triase

sendiri digunakan dalam keperawatan gawat darurat sebagai klasifikator keparahan

penyakit atau cidera untuk menetapkan prioritas kebutuhan perawat secara efisien.

Standar waktu dalam melakukan triase yaitu berlangsung selama 2-5 menit bagi

orang dewasa dan 7 menit untuk anak-anak. Triase dapat dilakukan oleh perawat

professional yang terlatih dalam melakukan prinsip triase atau mengikuti pelatihan

seperti BTCLS, ACLS, TNCC, dan sebagainya.

2.1.2 Sistem Triase

1. Spot check digunakan di 25% UGD, perawat melakukan pengkajian dan

mengklasifikasikan pasien dalam waktu 2-3 menit untuk dewasa dan 7 menit untuk

anak-anak.

2. Komprehensif yaitu, triase dasar yang sudah menjadi standar untuk digunakan dan

telah didukung oleh Emegrency Nurse Association (ENA). ENA meliputi beberapa

hal seperti:

a. A (Airway)

b. B (Breathing)

c. C (Circulation)

d. D (Dissability of Neurity)
e. E (Ekspose)

f. F (Full-set of Vital Sign)


3. Triase Expanded

Triase expanded merupakan sistem yang dapat ditambahkan ke sistem

komprehensif dan two-tier mencakup protocol penanganan:

a. Pertolongan pertama (balut bidai, rawat luka, kompres)

b. Pemeriksaan diagnostic

c. Pemeriksaan Lab (Darah, Urinalis, dan sebagainya)

4. Triase Bedside

Triase ini dilakukan langsung dengan cepat dan tanpa menunggu antrian oleh

petugas tanpa diklasifikasi terlebih dahulu triasenya.

2.1.3 Kategori / Klasifikasi Triase

Triase diklasifikasikan 61% menggunakan 4 kategori keputusan yaitu, dengan

menggunakan warna sebagai klasifikasinya. Klasifikasi menggunakan warna Merah

(Emergen), Kuning (Urgent), Hijau (Non Urgent) dan Hitam (Exprctant).

1. Merah (Emergen)

Pasien yang mendapat status merah artinya pasien membutuhkan pertolongan

segera dan menjadi prioritas utama. Kondisi pasien dengan status merah ini

diberikan pada pasien yang mengalami kejadian seperti :

a. Syok oleh berbagai penyebab

b. Gangguan pernapasan

c. Trauma kepala dengan pupil anisokor

d. Perdarahan eksternal massif

2. Kuning (Urgent)

Pasien dengan status kuning memerlukan pengawasan yang ketat tetapi


perawatan dapat ditunda sementara. Kondisi ini memerlukan penangan segera tapi

tidak termasuk dalam prioritas utama dan tanda-tanda vital pasien masih stabil.

Kejadian dengan status kuning dapat kita temukan pada kasus seperti :
a. Fraktur multiple

b. Fraktur femur/pelvis

c. Korban dengan resiko syok (korban dengan trauma, gangguan jantung atau

abdomen)

d. Gangguan kesadaran

e. Luka bakar luas

Semua korban dengan kasus diatas harus segera diberikan infus dan pengawasan

ketat karna adanya kemungkinan timbul komplikasi.

3. Hijau (Non Urgent)

Pasien yang diberi status hijau tidak memerlukan penanganan segera. Pasien ini

dapat ditunda pengobatannya. Kondisi pasien dengan status hijau dapat kita

temukan pada :

a. Luka minor

b. Luka bakar ringan

c. Fraktur minor

4. Hitam (Expectant)

Status hitam diberikan kepada pasien dengan kondisi yang berpotensi

meninggal (tidak dapat tertolong) atau sudah meninggal (Indra, 2018).

2.2 Konsep Dasar Asma

2.2.1 Defenisi Asma

Dalam Bahasa Yunani, asma berarti terengah-engah dan juga serangan napas

pendek. Istilah ini sering dimaksudkan untuk serangan napas pendek pada

beberapa saat lalu tanpa mengetahui penyebab pastinya. Sekarang istilah ini
diungkapkan untuk menggambarkan keadaan dimana adanya rangsangan yang

membuat respon abnormal pada saluran napas yang menyebabkan penyempitan

jalan napas.Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik di saluran

napas yang disebabkan adanya reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti T-

lyphocytes, mast sel, dan eosinophils terhadap stimulus tertentu yang

menyebabkan adanya batuk, dyspnea, dan wheezing karena obstruksi pada jalan

napas, namun bersifat reversible dan bisa terjadi secara berulang (Miftahul, 2018)

Dalam laman Asthma Society of Ireland (2014) mengatakan bahwa pengidap

penyakit asma memiliki saluran napas yang sensitif dan mudah bereaksi terhadap

debu, tungau, udara, hewan peliharaan dan juga suhu dingin. Hal-hal inilah yang

disebut dengan pemicu atau alergen yang menyebabkan penderita bisa

kekambuhan asma.

2.2.2 Jenis-jenis Asma

1. Asma Alergik yaitu asma yang disebabkan oleh adanya alergen seperti

binatang, makanan, jamur, serbuk sari bahkan amarah.

2. Asma Idiopatik Nonalergen yaitu asma yang disebabkan tanpa adanya

hubungan langsung dengan alergen yang spesifik, contohnya seperti aktivitas,

emosi, infeksi saluran napas atau juga common cold yang dapat menimbulkan

serangan. Asma tipe ini dapat naik tingkat menjadi asma berat seiring

berjalannya waktu dengan berkembangnya menjadi bronchitis kronis dan

emfisema.

3. Cyclothymic, Asma Gabungan yaitu asma yang paling sering muncul,


dikarakteristikan dengan bentuk asma alergik dan asma idiopatik (Nurarif,

2015)

2.2.3 Klasifikasi Asma

Klasifikasi asma menurut UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

(2015) adalah sebagai berikut :


1. Klasifikasi berdasarkan umur

a. Asma bayi-baduta (bawah dua tahun)

b. Asma balita (bawah lima tahun)

c. Asma usia sekolah (5-11 tahun)

d. Asma remaja (12-17 tahun)

2. Klasifikasi berdasarkan fenotip

Klasifikasi ini merupakan pengelompokan berdasarkan patofisiologis,

demografis, atau penampakan klinis, yaitu:

a. Asma tercetus aktivitas

b. Asma tercetus infeksi virus

c. Asma terccetus alergen

d. Asma dengan banyak perncetus

3. Klasifikasi berdasarkan derajat kendali

a. Asma yang terkendali penuh

• Tanpa obat pengendali (asma intermiten)

• Dengan obat pengendali (asma presisten ringan,sedang dan berat)

b. Asma terkendali yang sebagian

c. Asma tidak terkendali

4. Klasifikasi berdasarkan derajat asma


a. Intermiten yaitu, terjadinya asma <6 kali/tahun atau jarak antar gejala ≥6

minggu

b. Persisten ringan yaitu, terjadinya asma >1 kali /bulan atau <1 kali/minggu

c. Persisten sedang yaitu, kekambuhan asma >1 kali/minggu tetapi tidak terjadi

setiap hari

d. Persisten berat yaitu, kekambuhan asma yang terjadi setiap hari

5. Klasifikasi berdasarkan berat serangan asma

a. Asma serangan ringan-sedang

• Berbicara dalam kalimat

• Lebih memilih duduk daripada berbaring

• Tidak ada kegelisahan

• Frekuensi napas meningkat (22-30 kali/ menit)

• Frekuensi nadi meningkat (100-200 kali/ menit)

• Terdengar bunyi mengi lemah sampai sedang

• Nilai SpO2 90-95%

b. Asma serangan berat

• Berbicara dalam kata

• Duduk dengan bertopang lengan

• Mengalami kegelisahan

• Frekuensi napas meningkat >30 kali/ menit

• Frekuensi nadi >200 kali/ menit


• Terdengar bunyi mengi yang keras

• Nilai SpO2 ≤90%

(Rahajoe, 2015).

2.2.4 Anatomi Fisiologi


1. Anatomi Sistem Pernafasan

a. Hidung

Hidung merupakan saluran pernapasan pertama yang mempunyai 2 lubang dan

dipisahkan oleh sekat hidung. Didalam hidung juga terdapat bulu halus yang

berfungsi menyaring kotoran dan debu dari udara yang kita hirup. Terdapat 3

lapisan pada hidung, yang pertama adalah bagian luar dinding terdiri dari kulit.

Kedua ada lapisan tengah yang terdiri dari otot-oto dan tulang rawan. Lapisan ketiga

adalah lapisan dalam yang terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yaitu karang

hidung yang berjumlah 3 buah, terdiri dari konka nasalis inferior, konka nasalis

media dan konka nasalis superior.

b. Faring

Faring merupakan persimpangan antara jalan naps dan jalan makan yang

terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut depan ruas

tulang leher. Lobang kanoa merupakan penyambungan antara hidung dan faring dan

istmus fausium merupakan penghubung ke depan rongga mulut. Sedangkan untuk

penghubung ke daerah bawah, ada lubang laring dan esophagus. Dibawah selaput

lendir terdapat jaringan ikat dan folikel getah bening bernama adenoid. Rongga

tekak dibagi 3 yaitu, nasofaring yang berada sejajar dengan kanoa, orofaring yang

berada sejajar dengan istmus fausium, dan laringofaring yang terdapar di paling

bawah.
c. Laring

Laring merupakan saluran udara dan pembentuk udara yang terletak pada

bagian depan faring dengan ketinggiannya mencapai vertebrata servikalis dan

masuk kedalam bawah trakea.

d. Trakea

Trakea merupakan lanjutan dari laring yang terdiri dari 16 sampai 20 cincin,

terbentuk dari tulang rawan berbentuk huruf C. Bagian dalam dilapisi oleh lendir

berbulu getar yang disebut sel bersilia dan hanya bergerak kearah luar. Trakea

memiliki Panjang sekitar 9-11 cm, pada bagian belakang terdiri dari jaringan ikat

berlapis otot polos. Sel bersilia berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang

masuk bersamaan dengan udara pernapasan. Karina merupakan pemisah antara

bronkus kiri dan kanan pada trakea.

e. Bronkus

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Terdapat 2 buah yang sejajar dengan

vertebrata torakalis IV dan V. nbronkus mempunyai struktur yang serupa dengan

trakea dan berlapis sel bersilia. Alur bronkus yaitu menuju bawah dan kesamping

kearah tumpukan paru-paru. Bronkus bagian kanan lebih pendek dan besar

disbanding bronkus kiri. Bronkus terdiri dari 9-11 cincin dan mempunyai 2

cabang,percabangan bronkus disebut bronkiolus. Bronkiolus adalah kumpulan

bronkioli yang ujungnya terdapat alveoli yaitu tempat pertukaran gas oksigen dan

karbondioksida.

f. Paru-paru

Paru-paru merupakan organ dalam tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung (alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel epitel dan endotel. Luas
permukaan alveoli kurang lebih 90 m 2 jika dibentangkan. Dalam lapisan ini terjadi

pertukaran gas O2 yang masuk ke dalam darah dan CO 2 yang dikeluarkan dari darah.

Jumlah alveoli diperkirakan ada 700.000.000 buah di kedua paru-paru. Pada paru-

paru kanan terdapat 3 bagian yaitu pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus

inferior, tiap lobus terdiri dari lobules. Sedangkan pada paru-paru kiri terdapat 2

bagian yaitu pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior yang disetiap lobusnya

terdiri dari belahan kecil yang disebut dengan segmen. Terdapat 10 segmen pada

paru-paru kiri yang berada 5 buah pada lobus superior, 2 buah pada lobus medialis

dan 3 buah pada lobus inferior.

Kapasitas paru-paru adalah jumlah udara yang dapat masuk mengisi paru-paru

pada inspirasi sedalam-dalamnya. Sedangkan ekspirasi maksimal bergantung pada

beberapa hal seperti kondisi paru-paru, umur, sikap, dan bentuk tubuh seseorang.
2. Proses Terjadinya Pernapasan

Proses pernapasan terdiri dari inspirasi dan ekspirasi. Proses ini terjadi secara

bergantian, teratur dan berirama secara terus menerus. Pada orang yang sedang

melakukan pernapasan dada, maka rangka dada terbesar akan bergerak. Hal ini terjadi

pada rangka dada yang lunak, terdapat pada orang muda dan wanita. Sedangkan ketika

bernapas dan diafragma turun naik, itu dinamakan pernapasan perut. Pernapasan perut

biasanya terjadi pada orang tua dan pria karena tulang rawannya tidak begitu lembek

yang disebabkan oleh banyaknya zat kapur yang mengendap.

3. Fisiologi Pernapasan

Oksigen yang ada dalam tubuh dapat diatur sesuai kebutuhan. Kerusakan otak

bahkan kematian bisa terjadi jika selama 4 menit tidak mendapat oksigen, karena begitu

pentingnya oksigen bagi manusia. Jika pasokan oksigen berkurang, dapat menyebabkan

kekacauan pada pikiran dan anoksia serebralis. Apabila oksigen tidak mencukupi

kebutuhan, kemerahan yang terdapat pada bibir, telinga, lengan dan kaki dapat berubah

menjadi kebiruan atau dengan nama lain sianosis.

Ketika kita bernapas memasukkan oksigen dari mulut kita dan membuangnya

melalui hidung, oksigen akan masuk melalui trakea dan sampai ke alveoli yang

berhubungan dengan kapiler pulmonari. Disini alveoli bertugas untuk memisahkan

oksigen dari darah, oksigen akan menembus membrane dan diambil oleh sel darah

merah kemudian dibawa ke jantung dan akan dialirkan ke seluruh tubuh.

Karbondioksida yang berada dalam paru-paru merupakan hasil buangan yang

menembus membrane alveoli kemudian dikeluarkan melalui bronkus dan berakhir

melalui hidung. Ada 4 proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner, yang
pertama adalah ventilasi pulmoner yaitu gerakan pernapasan yang menukar udara luar

dan dalam di alveoli. Selanjutnya ada arus darah dari paru-paru yang mengandung

banyak oksigen masuk ke seluruh tubuh, lalu karbondioksida dari seluruh tubuh akan

masuk ke paru-paru. Lalu ada distribusi arus udara dan darah yand sedemikian rupa

dapat mencapai semua bagian tubuh dengan jumlah yang tepat. Dan yang terakhir ada

difusi gas yang menembus membrane alveoli dan korbondioksida akan lebih mudah

untuk berdifusi dibandingkan dengan oksigen (Wijayanti, 2019)

2.2.5 Etiologi

Berikut adalah beberapa hal yang menjadi faktor predisposisi dan faktor

presipitasi timbulnya serangan asma yaitu :

1. Faktor Predisposisi

Hal ini merupakan faktor genetik yang diturunkan dari orangtua ataupun

generasi sebelumnya dan masih belum jelas bagaimana cara penurunannya.

Penderita yang mempunyai keluarga dekat dengan penyakit alergi lebih mudah

terpapar oleh faktor pencetus karna ada bakat alergi, dan hipersensitifitas

saluran napas bisa juga diturunkan.

2. Faktor Predisposisi

Terdapat tiga jenis alergen yang terbagi menjadi alergen inhalan,

alergenkontaktan dan alergen ingestan. Alergen jenis inhalan merupakan

alergen yang masuk ke saluran napas seperti bulu binatang, serbuk bunga,

spora, bakteri, jamur, debu dan polusi. Alergen kontaktan dapat terjadi akibat

adanya kontak langsung dengan kulit seperti jam tangan, perhiasan dan juga

logam. Alergen ingestan merupakan alergen yang masuk lewat mulut atau
saluran cerna seperti makanan atau obat-obatan (Wijaya & Putri, 2014).

2.2.6 Tanda dan Gejala

1. Stadium dini

a. Faktor hipersekresi yang menonjol

 Terdengar ronchi basah yang bersifat hilang timbul pada serangan kedua

atau ketiga

 Batuk berdahak dengan pilek atau tidak

 Belum terdengar wheezing dengan jelas

 Belum ada kelainan bentuk pada thorak

 Terdapat peningkatan eosinophil dalam darah dan juga IgE

 BGA belum patologis

b. Faktor spasme bronkiolus dan edema yang lebih dominan

 Muncul rasa sesak dengan atau tanpa adanya sputum

 Wheezing

 Terdengar ronchi basah bila terdapat hipersekresi

 Menurunnya tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut/kronik

 Terdapat batuk

 Terdengar suara ronchi

 Terasa ada tekanan pada dada


 Sesak napas

 Terdapat sputum yang susah untuk dikeluarkan

 Suara napas melemah

 Tampak tarikan otot sternokleidomastiodeus

 Sianosis

 Mengalami hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

(Indra, 2018).
2.2.7 Patofisiologi Asma

Serangan asma biasanya terjadi bisa disebabkan adanya beberapa faktor

antara lain alergen, virus dan iritan. Terjadinya asma terbagi menjadi 2 jalur yaitu

jalur imunologis dan saraf otonom. Antibodi IgE adalah reaksi hipersensitivitas tipe

1 yang mendominasi jalur imunologis. Reaksi alergi ini akan timbul pada orang

yang cenderung membentuk antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar. Alergi

yang terjadi pada asma, antibodi IgE akan melekat pada permukaan sel mast di

intertisial paru-paru yang berhubungan dengan bronkus dan bronkiolus. Jadi ketika

penderita menghirup alergen, maka terjadilah fase sensitiasi, sehingga antobodi IgE

pada orang tersebut akan meningkat (Kowalak & Welsh, 2014).

Antibodi yang menempel pada sel mast tadi menyebabkan degranulasi dan

mengelurkan berbagai macam mediator. Mediator yang dikeluarkan yaitu histamin,

bradikinin, leukotrein dan faktor kemotaktikeosinofil. Hal ini yang menimbulkan

adanya edem local pada dinding bronkiolus, terdapat mucus kental dan juga spasme

otot polos bronkiolus sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi pada saluran

napas (Kowalak & Welsh, 2014).

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Sputum

Pada pemeriksaan sputum penderita asma akan didapati:

1. Granulasi dari kristal eosinophil yaitu kristal charcot leyden


2. Spiral curshmann yang merupakan sel cetakan dari cabang bronkus

3. Creole merupakan fragmen dari epitel bronkus

4. Terdapat netrofil dan eosinophil pada sputum dan biasanya bersifat

mucoid dengan kadar viskositas tinggi dan terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan Darah

1. Pada umumnya hasil analisis darah akan normal tetapi bisa terdapat

hipoksemia, asidosis dan hiperkapnia

2. SGOT dan LDH juga terkadang didapati dalam darah

3. Tanda dari infeksi bisa ditemui oleh adanya hiponaptremia dan kadar

leukosit yang tinggi

4. Peningkatan IgE juga terlihat pada pemeriksaan faktor alergi dan bisa

menurun ketika serangan reda

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Pada umumnya gambara radiologi pada penderita asma akan normal,

tetapi pada waktu serangan akan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada

paru yaitu radiolusen bertambah, peleburan rongga intercostalis dan

menurunnya diagframa. Apabila terjadi komplikasi, maka dalam hasil

radiologi akan didapati:

1. Bercak-bercak hillus akan bertambah bila penderita mengidap

bronchitis

2. Gambaran radiolusen akan bertambah apabila terdapat komplikasi


empisema (COPD) pada penderita

3. Terdapat gambaran infiltrate pada paru jika ada komplikasi

4. Bisa juga terdapat atelectasis local

5. Dapat dilihat pada bentuk gambaran radiolusen paru jika terjadi

pneumonia mediastrium, pneumothoraks, dan pneumopericardium.

b. Pemeriksaan Tes Kulit

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan

menggunakan berbagai macam alergan yang dapat menimbulkan reksi

positif pada asma.

c. Elektrokardiografi

1. Selama terjadi serangan, gambaran elektrokardiografi dibagi menjadi3

sesuai dengan gambaran terjadi pada empisema paru yakni:

2. Terdapat tanda-tanda hipertropi pada jantung, yaitu terdapatnya Right

Bundle Branch Block (RBB)

3. Terdapat perubahan aksis jantung yang pada umumnya terjadi, yaitu

right axis devisiasi dan clockwise rotation

4. Terdapat tanda-tanda hipoksemia, yaitu sinus tachycardia, VES, dan

SVES atau terjadinya depresi segmen ST negative

d. Spirometri

Cara yang paling tepat dan sederhana untuk menunjukkan dan

mendiagnosis bahwa ada terjadinya obtruksi jalan napas reversible, adalah

dengan melihat respon pasien terhadap pengobatan bronkodilator.


e. Foto sinus paranalis

Tindakan ini diperlukan jika asma sulit dikontrol untuk melihat adanya

sinusitis (Hasdianah & Suprapto, 2016).

2.2.9 Komplikasi

Asma yang tidak dapat terkendali lagi dapat menyebabkan komplikasi antara lain :

1. Tidur menjadi tidak nyaman dan menyebabkan gangguan dalam melakukan

aktifitas sehari-hari.

2. Fungsi paru yang terganggu dapat mengakibatkan gangguan sistem tubuh dan

meningkatkan resiko penyakit jantung.

3. Peradangan yang terjadi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan adanya

kerusakan permanen pada paru-paru.

4. Peningkatan resiko kematian yang tinggi akibat serangan asma yang sering

terjadi (Sunarti, 2011).

2.2.10 Pengobatan

1. Penanganan asma

a. Agnosis beta : mendilatasi otot polos bronkial dan meninggatkan

pergerakan siliaris. Obat yang biasanya dipakai seperti : epinefrin,

albutenol, terbutaline, iso parenteral, dan meta profenid. Obat ini digunakan

secara inhalasi dan parenteral.

b. Antikolinergik : memberikan efek bronkodilator. Obat yang biasanya

dipakai contohnya yaitu, atropine. Obat ini diberikan secara inhalasi.


c. Bronkodilator : berfungsi merilekskan otot polos dan meningkatkan gerak

mucus yang ada dalam jalan napas. Contoh obat yang digunakan yaitu :

aminophylline dan teophyllin. Obat ini diberikan secara oral atau melalui

IV.

d. Fisioterapi dada : melakukan Teknik pernapasan yang berguna untuk

mengontrol dyspnea dan batuk efektif berguna untuk meningkatkan

bersihan jalan napas, biasanya dilakukan oleh pasien yang memiliki banyak

sputum.

e. Inhibitor sel mast : untuk mengurangi inflamasi pada jalan napas. Contoh

obatnya seperti, natrium kromalin. Obat ini diberikan secara inhalasi.


f. Kortikodteroid : berguna untuk mengurangi inflamasi dan bronkokontriksor.

Obat kortikosteroid contohnya adalah hidrokortison, dexamethasone, dan

prednisone. Obat ini diberikan melalui oral maupun IV.

g. Oksigen : terapi ini diberikan bertujuan untuk mempertahankan PO2 pada

tingkat 55 mmHg.

2. Pertolongan pertama pada penderita asma

Anda mungkin juga menyukai