Disusun oleh:
M. Ramdhany G. - 22-2017-157
Christian Surya D.- 22-2017-161
Dandi Topan - 22-2017-180
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarganya.
Tim Redaksi
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Menyadari bahwa penataan kota yang tak memungkinkan untuk menambah
armada di jalan tanah, pemerintah merencanakan untuk membangun MRT (Mass
Rapid Transit) di sepanjang Jakarta. Rencananya akan dimulai dari Lebak Bulus dan
akan terus berkembang hingga menjangkau seluruh kota. Pembangunan ini
diharapkan akan membantu masyarakat dan pengembangan kota.
PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) berdiri pada tanggal 17 Juni
2008, berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas dengan mayoritas saham dimiliki
oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (struktur kepemilikan: Pemprov DKI Jakarta
99.98%, PD Pasar Jaya 0.02%). PT MRT Jakarta memiliki ruang lingkup kegiatan di
antaranya untuk pengusahaan dan pembangunan prasarana dan sarana MRT,
pengoperasian dan perawatan (operation and maintenance/O&M) prasarana dan
sarana MRT, serta pengembangan dan pengelolaan properti/bisnis di stasiun dan
kawasan sekitarnya, serta Depo dan kawasan sekitarnya.
Dasar hukum pembentukan PT MRT Jakarta adalah Peraturan Daerah
Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta (sebagaimana diubah
dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta) dan Peraturan Daerah Nomor 4
Tahun 2008 Tentang Penyertaan Modal Daerah Pada Perseroan Terbatas (PT) MRT
Jakarta (sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Penyertaan Modal
Daerah Pada Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta).
Rencana pembangunan MRT di Jakarta sesungguhnya sudah dirintis sejak
tahun 1985. Namun, saat itu proyek MRT belum dinyatakan sebagai proyek nasional.
2
Pada tahun 2005, Presiden Republik Indonesia menegaskan bahwa proyek MRT
Jakarta merupakan proyek nasional. Berangkat dari kejelasan tersebut, maka
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai bergerak dan saling
berbagi tanggung jawab. Pencarian dana disambut oleh Pemerintah Jepang yang
bersedia memberikan pinjaman.
Pada 28 November 2006 penandatanganan persetujuan pembiayaan Proyek
MRT Jakarta dilakukan oleh Gubernur Japan Bank for International Cooperation
(JBIC) Kyosuke Shinozawa dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang Yusuf Anwar.
JBIC pun mendesain dan memberikan rekomendasi studi kepada Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta. Telah disetujui pula kesepakatan antara JBIC dan Pemerintah Indonesia,
untuk menunjuk satu badan menjadi satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek
MRT ini.
Proyek MRT Jakarta dimulai dengan pembangunan jalur MRT Fase I sepanjang ±
16 kilometer dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia yang
memiliki 13 stasiun berikut 1 Depo. Untuk meminimalisir dampak pembangunan
fisik Fase I, selain menggandeng konsultan manajemen lalu lintas, PT MRT Jakarta
3
juga memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Pengoperasian Fase
I akan dimulai pada tahun 2019.
Pembangunan jalur MRT Fase I akan menjadi awal sejarah pengembangan
jaringan terpadu dari sistem MRT yang merupakan bagian dari sistem transportasi
massal DKI Jakarta pada masa yang akan datang. Pengembangan selanjutnya
meneruskan jalur Sudirman menuju Ancol (disebut jalur Utara-Selatan) serta
pengembangan jalur Timur-Barat.
Dalam tahap Engineering Service, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap
proses prakualifikasi dan pelelangan kontraktor.
Dalam tahap Konstruksi, PT MRT Jakarta sebagai atribusi dari Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta menandatangani kontrak dengan kontraktor pelaksana
konstruksi, dan konsultan yang membantu proses pelelangan kontraktor, serta
konsultan manajemen dan operasional.
Dalam tahap operasi dan pemeliharaan, PT MRT Jakarta bertanggung jawab
terhadap pengoperasian dan perawatan, termasuk memastikan agar tercapainya
jumlah penumpang yang cukup untuk memberikan pendapatan yang layak bagi
perusahaan.
CP103 oleh Obayashi – Shimizu – Jaya Konstruksi (OSJ) untuk area Haji Nawi,
Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja.
PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) berdiri pada tanggal 17 Juni 2008,
berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas dengan mayoritas saham dimiliki oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta (struktur kepemilikan: Pemprov DKI Jakarta 99.98%, PD Pasar Jaya
0.02%). PT MRT Jakarta memiliki ruang lingkup kegiatan di antaranya untuk pengusahaan dan
pembangunan prasarana dan sarana MRT, pengoperasian dan perawatan (operation and
maintenance/O&M) prasarana dan sarana MRT, serta pengembangan dan pengelolaan
properti/bisnis di stasiun dan kawasan sekitarnya, serta Depo dan kawasan sekitarnya.
Dasar hukum pembentukan PT MRT Jakarta adalah Peraturan Daerah Provinsi DKI
Jakarta Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta (sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 7
Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta) dan
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Penyertaan Modal Daerah Pada Perseroan
Terbatas (PT) MRT Jakarta (sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun
2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Penyertaan
Modal Daerah Pada Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta).
Proyek Pembangunan MRT dibiayai oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta serta didukung oleh dana pinjaman Pemerintah Jepang melalui Japan International
Cooperation Agency (JICA).
Kesesuaian penggunaan APBN dan APBD untuk pembangunan sarana dan
Prasarana publik serta Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bersangkutan
dengan Perpres No 16 Tahun 2018 pasal 1 ayat 1 , yang berbunyi :
Kesimpulan : Pembangunan MRT menggunakan dana APBN/APBD dan juga hibah luar negri ,
lalu proyek tersebut nantinya menjadi sarana dan prasarana untuk melayani masyarakat dalam
moda transportasi , serta menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta
Pada proses tahapan pengadaan , proyek MRT mencangkup beberapa pasal yang tertulis di
Perpres Perpres No 16 Tahun 2018, yaitu :
Pasal 2
Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi:
a. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah
yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD;
b. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD
sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri yang
diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan/atau
c. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD
sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau
seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.
Pasal 3
(1) Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi:
a) Barang;
b) Pekerjaan Konstruksi;
c) Jasa Konsultansi; dan
d) Jasa Lainnya.
(2) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
terintegrasi.
(3) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a) Swakelola; dan/atau
b) Penyedia
Kesimpulan : Semua biaya pengadaan baik barang maupun jasa untuk pengadaan proyek MRT
ini , menggunakan dana APBN/APBD dan pinjaman luar negeri sebagai sumber utama dana
untuk semua daftar pengadaan yang di perlukan proyek MRT tersebut.
2.2 Pihak-pihak yang Terlibat
Pada umumnya, seorang pemberi tugas tidak memiliki keahlian dalam bidang
pembangunan dan mengenal segala sesuatu yang berhubungan dengan hal itu.
Dengan demikian untuk merealisasikan rencana pembangunannya, pemberi tugas
harus mendapat bantuan dari para ahli. Jumlah dan jenis yang diperlukan tergantung
dari ukuran besar kecilnya serta sulit tidaknya proyek yang dikerjakan.
a. tujuan proyek,
b. persyaratan proyek yang bersifat teknik dan administrasi,
c. tata ruang,
d. biaya,
e. persil yang disediakan.
2. Menentukan pilihan dan mengambil keputusan atas rencana dan konstruksi-
konstruksi yang diusulkan oleh para konsultan.
3. Memberikan informasi-informasi yang diperlukan oleh seorang konsultan
sehubungan perencanaan proyek tersebut.
4. Menyediakan/membayar sejumlah biaya yang diperlukan untuk terwujudnya
suatu pekerjaan bangunan.
5. Menerima dan menyetujui pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh kontraktor.
Konsultan/Arsitek
Konsultan/Arsitek adalah perorangan atau badan usaha yang dengan
mempergunakan keahliannya, dalam PT MRT Jakarta hal ini adalah berdasarkan
suatu pemberian tugas mengerjakan perancangan dan pengawasan pembangunan,
memberikan nasehat atau jasa lain yang berhubungna dengan perencanaan dan
pengawasan pembangunan. Di dalam melakukan tugasnya atau memberikan jasa
yang diharapkan darinya, seorang arsitek mendapat kepercayaan dari pihak pemberi
tugas dan bertindak sebagai penasehat dan/atau wakil pemberi tugas di dalam usaha-
usaha untuk mencapai tujuan yang tercantum di dalam pernyataan pemberi tugas
dengan mengingat ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Tahap pekerjaan sketsa gagasan dan pra rancangan dapat juga dibayar dalam
bentuk jam kerja. Setelah perjanjian ini dilaksanakan, maka sampai dengan
pembangunan berakhir Konsultan akan berperan dalam pengelolaan proyek dengan
tugas utamanya, sebagai berikut:
Kontraktor
Kontraktor adalah perusahaan perorangan atau perkumpulan berbadan hukum
yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pekerjaan bangunan. Kontraktor
melaksanakan pekerjaan menurut biaya yang telah disepakati (sesuai kontrak) dengan
memperhatikan semua persyaratan (aturan yang berlaku), misalnya spesifikasi
(rencana kerja dan syarat) dan gambar kerja.
Sub Kontraktor
Sub Kontraktor adalah perusahaan besar/kecil atau perorangan yang
melaksanakan bagian-bagian tertentu dari suatu proyek yang mendukung tugas
kontraktor utama atas persetujuan pemilik proyek. Biasanya, pekerjaan tersebut
bersifat khusus dan memerlukan keahlian tertentu, misalnya pemasangan AC, listrik,
telepon dan lain sebagainya. Sub kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan diikat
suatu perjanjian (kontrak) dengan kontraktor utama, meliputi biaya pelaksanaan,
waktu pelaksanaan, kualitas pekerjaan.
Pemasok
Pemasok (supplier) adalah seseorang atau organisasi yang menyediakan atau
memasok sebagaian peralatan atau bahan untuk kebutuhan suatu proyek atas pesanan
kontraktor serta pemberi tugas. Kontraktor dan pemasok, biasanya, membuat
perjanjian (kontrak), yang meliputi:
a. Waktu material harus sudah di tempat.
b. Harga material per satuan (kg, m3, ml).
c. Cara pengiriman material.
Seperti halnya dengan sub kontraktor, secara tradisional pemasok tidak mempunyai hubungan
kontraktual langsung dengan pemberi tugas, tetapi terdapat hubungan kontrak dengan kontraktor.
Pihak – pihak yang terlibat pada proyek MRT harus mengikuti aturan yang tertulis di Perpres No 16
Tahun 2018, yaitu :
Pasal 7
(1) Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
a) melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan
ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b) bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus
dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
c) tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak
sehat;
d) menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan
tertulis pihak yang terkait;
e) menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara
langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan
Barang/Jasa;
f) menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;
g) menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
h) tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah,
imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga
berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
Kesimpulan : Berdasarkan pihak- pihak yang terkait dengan pembangunan proyek MRT, para pihak
yang terkait memiliki Job desk nya tersendiri yang harus diteliti dan atau dikerjakan hingga tuntas dengan hasil
yang maksimal serta diwajibkan untuk bekerja profesional , sesuai dengan sasaran/target , melaksanakan tugas
dengan tertib dan seteliti mungkin agar tidak terjadi kesalahan sedikitpun , serta mampu menjaga kerahasiaan
proyek yang sedang dikerjakan