Anda di halaman 1dari 7

BAGIAN 6

DIKSI ( PILIHAN KATA )


A. Standar Kompetensi

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan Taruna dapat memahami pilihan kata (diksi)
dengan baik dan benar.

B. Kompetensi Dasar

Taruna mampu menerapkan pilihan kata dalam berbagai jenis kegiatan, baik dalam
tulisan maupun lisan.

C. Indikator
1. mampu menjelaskan pengertian diksi
2. mampu menjelaskan syarat-syarat diksi
3. mampu menjelaskan proses pembentukan kata
4. mampu menjelaskan berbagai macam makna

D. Pengertian

Seseorang yang menguasai banyak kosa kata dapat menyampaikan gagasannya


dengan baik. Namun akan lebih baik jika dalam mengungkapkan gagasannya, dapat
memilih atau menempatkan kata secara tepat dan sesuai.

Kata yang dipilih harus dapat memberi ketepatan makna karena pada masyarakat
tertentu sebuah kata sering mempunyai makna yang baik, dan pada masyarakat yang
lain memberikan makna yang kurang baik.

Pemilihan kata bukanlah sekedar kegiatan memilih kata yang tepat, melainkan juga
memilih kata yang cocok, dalam arti sesuai dengan konteks kalimat yang dipakainya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pilihan kata adalah diantaranya
harus mampu membedakan secara cermat donotasi dan konotasi kata, mampu membe-
dakan kata-kata yang mirip ejaannya, dan mampu membedakan dengan cermat kata-
kata yang hampir bersinonim.

Oleh karena itu, penulia atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian
sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang ingin diinginkannya, sehingga tidak
timbul interpretasi yang berlainan. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan
meninggal, wafat, mangkat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke haribaan Tuhan.
Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan. Mengapa ? Ada nilai dan
nuansa makna yang membedakannya. Kita tidak bisa mengatakan Kucing kesanganku
wafat tadi malam. Atau sebaliknya Menteri X telah mati karena sakit.

E. Syarat-syarat Pemilihan Kata

Kemahiran memilih kata seseorang berkaitan erat dengan penguasaan kosakata, selain
mengetahui makna sebuah kata, juga tentunya memahami perubahan makna. Seorang
penulis atau pengarang harus dapat membedakan denotasi dan konotasi, dapat
membedakan kata-kata yang hampir bersinonim, dapat membedakan kata-kata yang
hampir mirip ejaannya, dapat memahami dengan tepat makna kata-kata abstrak, dapat
memakai kata penghubung yang berpasangan dengan tepat, dapat membedakan kata
umum dan kata khusus dengan tepat.

Perhatikan contoh-contoh berikut ini:

1. Dapat membedakan denotasi dan konotasi


a. Hari Minggu lalu, Saras jatuh ketika sedang naik sepeda bersama teman-
temannya
b. Syarat utama seseorang bisa naik haji adalah dia tergolong mampu secara
materi maupun spirituil.

2. Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip ejaannya.

intensif – insentif preposisi – proposisi karton – kartun

korporasi – koperasi sarat – syarat dll

F. Gaya Bahasa

Kata dan ungkapan dapat ditafsirkan menurut arti harfiah dan menurut arti majasinya.
Arti harfiah itu sama dengan denotasi atau makna sebenarnya. Arti majasi diperoleh jika
denotasi kata atu ungkapan dialihkan dan mencakup juga denotasi lain bersamaan
dengan tautan pikiran lain.

Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara penutur
mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang dapat dipakai untuk mengungkapkan
maksud. Ada cara yang memakai perlambang ( majas metafora, personifikasi ), ada
cara yang menekankan kehalusan ( majas eufemisme, litotes) dan majas-majas
lainnya.

G. Idiom

Ungkapan idiomatik adalah ungkapan yang khas pada suatu bahasa yang salah satu
unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah kata-kata
yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa. ( Alek A dan
Achmad 2010:236). Oleh karena itu setiap kata yang membentuk idiom berarti di
dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna.

Meski dengan prinsip ekonomi bahasa pun, salah satu unsurnya tetap tidak boleh
dihilangkan. Setiap idiom sudah terpatri sedemikian rupa sehingga para pemakai
bahasa mau tidak mau harus tunduk pada aturan pemakainya. Sebagian besar idiom
yang berupa kelompok kata, misalnya : gulung tikar, adu domba, muka tembok tidak
boleh dipertukarkan susunannya menjadi tikar gulung, dombba adu, tembok muka,
karena ketiga kelompok kata terakhir itu buka idiom ( Finoza,2009:135-136 ).

Biasanya idiom juga digolongkan dengan peribahasa dalam Bahasa Indonesia.


Padahal, pengertian idiom jauh lebih luas daripada peribahasa. Untuk mengetahui
makna sebuah idiom,seseorang harus mempelajarinya sebagai seorang penutur asli,
tidak mungkin hanya melalui makna dari kata-kata yang membentuknya.
Jadi pengertian idiom adalah pola-pola struktrural yang menyimpang dari kaidah bahasa
yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterang- kan
secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kaa-kata yang
membentuknya (Keraf,1993:109)

Misal ada orang asing yang sudah mengetahui makna dari kata makan dan tangan,
tidak memahami frasa makan tangan. Siapa orang yang akan berfikir bahwa makan
tangan berarti kena tinju. Selanjutnya terdapat idiom dengan kata makan lainnya,
seperti makan garam yang berarti berpengalaman dalam hidup, makan hati yang
berarti bersusah hati karena perbuatan orang lain, makan suap yang berarti
menerima uang sogok.

Dibawah tingkatan idiom ini ada pasangan kata yang selalu muncul bersama sebagai
frasa. Kelompok kata bertemu dengan, dibacakan oleh, misalnya, bukan idiom, tetapi
seperti idiom. Pasangan kelompok kata semacam ini pantas disebut ungkapan
idiomatik.(Finoza 2009:135)

H. Bahasa Artifisial

Bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa artifisial tidak
terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan
suatu maksud. Fakta-fakta yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan
langsung tak perlu disembunyikan. Dalam karya sastra memang perlu ditampilkan
bahasa yang artifisial. Dalam bahasa umum dan bahasa ilmiah, bahasa artifisial perlu
dihindari.

Sebagai contoh bahasa artifisial : Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran
sisa hujan dari dedaunan, karena angin pada kemuning. Ia mendengar resah kuda serta
langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti yang jauh.

Kalimat-kalimat tersebut dapat diubah menjadi kalimat biasa sebagai berikut : Ia


mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun. Ia
mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang.

I. Pembentukan Kata

Kata merupakan unsur yang paling penting di dalam bahasa. Tanpa kata mungkin tidak
ada bahasa, sebab kata itulah yang merupakan perwujudan bahasa. Setiap kata
mengandung konsep makna dan mempunyai peran didalam pelaksanaan bahasa.
Konsep dan peran apa yang dimiliki tergantung dari jenis atau macam kata-kata itu,
serta penggunaannya di dalam kalimat.

Dilihat dari konsep makna yang dimiliki dan atau peran yang harus dilakukan, kata-kata
dibedakan atas beberapa jenis yang dalam buku ini diberi nama :

J. Kata Benda

Kata-kata yang dapat diikuti dengan frase yang......atau yang sangat......disebut kata
benda. Misalnya kata-kata : jalan (yang bagus), murid ( yang rajin), pelayanan ( yang
sangat memuaskan ), pemuda ( yang sangat gagah) dsb.
Selain itu disebut kata benda turunan atau bentukan dapat dikenali dari bentuknya,
yang mungkin :

1) berawalan pe-, seperti pemuda, pemenang, penyiar.


2) berakhiran –an, seperti bendungan, bantuan, asuhan.
3) berakhiran –nya, seperti besarnya, naiknya,jatuhnya.
4) berimbuhan gabung pe-an, seperti pembangunan, pengembangan, pelebaran.
5) berimbuhan gabung per-an, seperti pertemuan, pertambangan, persatuan.
6) berimbuhan gabung ke-an, seperti keadilan,kebijaksanaan, kekayaan.

Secara umum kata benda dapat digunakan sebagai subyek, obyek, atau keterangan di
dalam kalimat. Tetapi secara khusus penggunaannya tergantung dari jenis kata kerja
atau kata sifat yang menjadi predikat dalamkalimat itu.

K. Kata Ganti

Kata benda yang menyatakan orang seringkali diganti kedudukannya di dalam


pertuturan dengan sejenis kata yang lazim disebut kata ganti.

- Kemarin ayah pergi ke pasar. Dia membeli sebuah cangkul.

Kata “ dia” pada kalimat kedua adalah kata ganti. Kata “dia” menggantikan kedudukan
ayah yang disebutkan pada kalimat pertama.

Ada tiga macam kata ganti, yaitu kata ganti orang pertama ( saya, aku, kami, kita ), kata
ganti orang kedua ( kamu, engkau, Anda, kalian ), kata ganti orang ketiga ( ia, dia, nya,
beliau, mereka, mendiang, almarhum/ah).

L. Kata Kerja

Kata-kata yang dapat diikuti oleh frase dengan......, baik yang menyatakan alat, yang
menyatakan keadaan, maupun yang menyatakan penyerta, disebut kata kerja.
Misalnya: pergi ( dengan adik ), pulang ( dengan senang hati ), berjalan ( dengan hati-
hati), berunding ( dengan musuh ), menulis ( dengan pulpen )

Dilihat dari strukturnya ada dua macam kata kerja, yaitu kata kerja dasar dan kata kerja
berimbuhan. Kata kerja dasar adalah kata kerja yang belum mendapat imbuhan, seperti
pulang, pergi, tulis, tanya dan tendang.

Kata kerja berimbuhan adalah kata kerja yang berbentuk dari kata dasar yang mungkin
kata benda, kata kerja, kata sifat, atau jenis kata lain dan imbuhan.

Imbuhan yang lazim digunakan dalam pembentukan kata kerja adalah :

1) awalan me : menulis, membaca, melihat


2) awalan ber : berdiri, berlatih, berkuda.
3) awalan di : ditulis, dibaca, dilihat.
4) awalan per : perpanjang, percepat, persingkat.
5) awalan ter : tertulis, terbaca, terlihat.
6) akhiran – kan : tuliskan, bacakan, damaikan
7) akhiran – i : tulisi, diami, datangi
M. Kata Sapaan

Kata-kata yang digunakan untuk menyapa, menegur, atau menyebut orang kedua, atau
orang yang diajak bicara disebut kata sapaan. Kata-kata sapaan ini tidak mempunyai
perbendaharaan kata sendiri, tetapi menggunakan kata-kata dari perbendaharaan kata
nama diri, dan kata nama perkerabatan.

- Yah ( bentuk utuh ayah ), pak ( bentuk utuh bapak), bu ( bentuk utuh ibu ) dll.

N. Kata Penunjuk

Kata-kata yang digunakan untuk menunjuk benda disebut kata penunjuk. Ada dua
macam kata penunjuk yaitu “ini” dan “itu”

O. Kata Bilangan

Kata-kata yang menyatakan jumlah, nomor, urutan, atau himpunan disebut kata
bilangan.

Menurut bentuknya dan fungsinya ada dua macam kata bilangan, yaitu ;

1) Kata bilangan utama, seperti satu, dua, tiga, dua puluh, seperlima, dua pertiga dsb.
2) Kata bilangan tingkat, seperti pertama, kedua, ketiga, kesebelas dsb.

P. Kata Penyangkal

Kata-kata yang digunakan untuk menyangkal atau mengingkari terjadinya suatu peris-
tiwa atau adanya suatu hal disebut kata penyangkal.( sperti tidak, tiada, bukan, tanpa ).

Q. Kata Depan

Kata-kata yang digunakan di muka kata benda untuk merangkaikan kata benda itu
dengan bagian kalimat lain disebut kata depan. Umpamanya kata-kata di, dengan, dan
oleh pada kalimat berikut.

- Kakek tinggal di desa


- Nenek menulis dengan spidol
- Jembatan ini dibangun oleh pemerintah pusat.

Dilihat dari fungsinya kata depan itu dibedakan menjadi antara lain:

1) menyatakan tempat berada, yaitu : di, pada, dalam, atas, dan antara
2) menyatakan arah asal, yaitu : dari
3) menyatakan arah tujuan, yaitu : ke, kepada, akan, dan terhadap
4) menyatakan pelaku, yaitu : oleh
5) menyatakan alat, yaitu : dengan, dan berkat
6) menyatakan perbandingan, yaitu daripada
7) menyatakan hal atau masalah, yaitu tentang, mengenai
8) menyatakan akibat, yaitu hingga dan sampai
9) menyatakan tujuan, yaitu : untuk, buat, guna, dan bagi.
R. Kata Penghubung

Kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan
klausa, atau kalimat dengan kalimat disebut kata penghubung. Umpamanya kata dan,
karena, dan ketika dalam kalimat berikut :

Ibu dan ayah pergi ke Singapura


Dia tidak datang karena tidak diundang
Negara kita diproklamasikan ketika ayah masih kecil.
Dilihat dari fungsinya dibedakan adanya dua macam kata penghubung, yaitu :
1) Kata penghubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang
kedudukannya sederajat atau setara. Kata penghubung setara ini dapat dibedakan
lagi menjadi kata penghubung yang :
a) menggabungkan biasa, yaitu kata penghubung dan, dengan, serta
b) menggabungkan memilih, yaitu kata penghubung atau
menggabungkan mempertentangkan, yaitu tetapi, namun, sedangkan,
sebaliknya
c) menggabungkan membetulkan, yaitu kata penghubung melainkan, hanya
d) menggabungkan menegaskan, yaitu bahkan, malahan, lagipula,apalagi,
jangankan
e) menggabungkan membatasi, yaitu kata penghubung kecuali, hanya
f) menggabungkan mengurutkan, yaitu selanjutnya, kemudian, lalu
g) menggabungkan menyamakan, yaitu kata penghubung yaitu, yakni, bahwa,
adalah, ialah.
h) menggabungkan menyimpulkan, yaitu kata penghubung jadi, karena itu,oleh
sebab itu.

2) Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya


tidak sederajat, melainkan bertingkat. Kata penghubung bertingkat ini dapat di –
bedakan lagi menjadi kata penghubung yang menggabungkan :
(a). menyatakan sebab, yaitu....sebab dan karena
(b). menyatakan syarat, yaitu....kalau, jikalau, jika, bila, apabila, dan asal
(c). menyatakan tujuan, yaitu....agar, dan supaya
(d). menyatakan waktu, yaitu.....ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala
(e). menyatakan akibat, yaitu.....sampai, hingga, dan sehingga
(f). menyatakan sasaran, yaitu....untuk dan guna
(g). menyatakan perbandingan, yaitu....seperti, sebagai, dan laksana
(h). menyatakan tempat, yaitu kata penghubung tempat

S. Kata Keterangan

Kata-kata yang digunakan untuk memberi penjelasan pada kalimat atau bagian kalimat
lain, yang sifatnya tidak menerangkan keadaan atau sifat, disebut kata keterangan.
Kata-kata yang termasuk kata keterangan ini berfungsi untuk menyatakan :
1) kepastian, yaitu .....memang, pasti, dan tentu
2) keraguan atau kesangsian, yaitu.....barangkali, mungkin, kiranya, rasanya, agaknya,
rupanya
3) harapan, yaitu....semoga, moga-moga, mudah-mudahan, hendaknya
4) frekuensi, yaitu....seringkali, sekali-sekali, sesekali,sekali-kali, acapkali, dan jarang
5) waktu, yaitu....sudah, telah, sedang, lagi, tengah, akan, belum, masih, baru, pernah,
dan sempat.
6) sikap batin, yaitu....ingin, mau, hendak, suka dan segan
7) perkenan, yaitu....boleh, wajib, mesti, harus, jangan, dan dilarang
8) kualitas, yaitu....sangat, amat, sekali, lebih, paling, kurang, cukup
9) kuantitas dan jumlah, yaitu...banyak, sedikit, kurang, cukup, semua, beberapa,
seluruh, sejumlah, sebagian, separuh, kira-kira, sekitar, kurang lebih, para, kaum.
10) penyangkalan, yaitu...tidak, tak, tiada dan bukan

T. Kata Tanya

Kata tanya dalam bahasa Indonesia adalah : apa, siapa, mengapa, kenapa, bagaimana,
berapa, mana, kapan, bila, bilamana.
Untuk lebih menegaskan pertanyaan biasanya kata tanya APA diberi partikel penegas
KAH, Apakah ?

U. Kata Seru

Kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan batin, misalnya kaget,


terharu, kagum, marah atau sedih disebut kata seru.

Wah,.cih, hai, o, oh, nah, ha, dan hah,aduh,celaka, gila, kasihan, ya ampun. Serta kata
serapan astaga, masya Allah, alhamdulillah dsb.

Contoh : “Wah, mahal sekali!” kata ibu dengan kaget.

V. Kata Sandang

Kata sandang dalam bahasa Indonesia adalah SI dan SANG

Contoh: Itu dia si Hasan

Mana si gendut, sejak tadi belum nampak.

W. Kata Fatis

Kata fatis adalah kata-kata dalam bahasa lisan/percakapan dengan fungsi-fungsi


tertentu, misalnya kata sih, kan, ya, lho.

Contoh : Dia sih enak gajinya besar


Suaminya kan pegawai kantor pajak
Begini ya, kamu datang saja ke rumahnya
Lho, kenapa kamu marah pada saya?

Anda mungkin juga menyukai