Makalah Minor Non-Ulcer - Intan Melani & Putri Ratnasari
Makalah Minor Non-Ulcer - Intan Melani & Putri Ratnasari
Disusun oleh:
Intan Melani 1601121070058
Putri Ratnasari 160112170071
Pembimbing:
drg. Theodora Adhisty Dwiarie
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNPAD
BANDUNG
2020
1
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS.....................................................................................2
2.1 Status IPM............................................................................................2
2.2.1 Identitas Pasien..........................................................................2
2.2.2 Anamnesa..................................................................................2
2.2.3 Riwayat Penyakit Sistemik........................................................3
2.2.4 Pemeriksaan Klinis Fisik...........................................................3
2.2.1 Pemeriksaan Ekstra Oral...........................................................3
2.2.2 Pemeriksaan Intra Oral..............................................................3
2.2.3 Pemeriksaan Penunjang.............................................................3
2.2.1 Diagnosis dan Diagnosis Banding.............................................3
2.2.2 Rencana Perawatan dan Perawatan...........................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
3.1 Lidah....................................................................................................4
3.2 Oral Hairy Leukoplakia.......................................................................7
3.2.1 Definisi......................................................................................7
3.2.2 Etiologi dan patofisiologi..........................................................9
3.2.3 Gambaran Klinis........................................................................9
3.2.4 Diagnosis.................................................................................10
3.2.5 Diagnosis Banding...................................................................16
3.2.6 Pengobatan...............................................................................18
3.2.7 Prognosis…………………………………………………….19
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................20
BAB IV KESIMPULAN..........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................ii
i
BAB I
PENDAHULUAN
Lidah merupakan organ muskular yang terletak di dasar mulut, yang dilapisi oleh membran
mukus. Lidah berfungsi dalam pengunyahan, penelanan, vokalisasi, dan pengecap. Lidah
berhubungan dengan berbagai macam penyakit sehingga dapat menunjukkan tanda dan gejala
penyakit sistemik dan menjadi indikator diagnostik, sehingga lidah disebut sebagai “cerminan
tubuh”. Tidak seperti bagian lain pada kavitas oral, pasien dapat melihat perubahan lidah dengan
mudah dan dapat salah mengartikan tampilan lidah yang mereka miliki.
Lesi lidah merupakan salah satu lesi mukosa oral yang paling sering ditemukan, dan
prevalensinya berbeda-beda pada setiap bagian dunia. Salah satu lesi lidah adalah oral hairy
leukoplakia, yaitu kondisi klinis lesi putih yang terjadi pada bagian lateral lidah dan tidak dapat
terangkat ketika di swab. Kondisi ini dikaitkan dengan pasien yang menderita gangguan sistem
imun.
Laporan kasus ini akan membahas mengenai kasus pasien seorang laki-laki usia 30 tahun
yang datang ke Instalasi Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran dengan keluhan gigi terasa kotor dan ingin di skeling. Setelah di skeling
terdapat lesi putih di lateral lidah tidak terasa sakit. Pasien tidka mengetahui adanya lesi. Tidak
ada faktor memperberat dan memperingan lesi. Oral hygiene baik, kebiasaan sikat gigi dan alat
bantu seperti tongue scraper dilakukan. Pasien tidak menggunakan obat kumur. Tidka ada
konsumsi obat. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 2-3 kg. Pasien ingin lesi
tersebut diobati.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1.2 Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan gigi terasa kotor dan ingin di skeling. Setelah di skeling
terdapat lesi putih di lateral lidah tidak terasa sakit. Pasien tidka mengetahui adanya lesi. Tidak
ada faktor memperberat dan memperingan lesi. Oral hygiene baik, kebiasaan sikat gigi dan alat
bantu seperti tongue scraper dilakukan. Pasien tidak menggunakan obat kumur. Tidak ada
konsumsi obat. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 2-3 kg. Pasien ingin lesi
tersebut diobati.
Kesadaran : Composmentis
-
2.1.6 Pemeriksaan Intra Oral
Lidah : Terdapat lesi putih berukuran 3 cm di lateral lidah, dasar irreguler, batas tidak jelas, plak
tidak terangkat saat di scrape.
• Histopatologi
• Hibridisasi in situ
• Tes diagnostik HIV
Pemberian HAART, Asiklovir Dosis 800 mg 5 kali sehari min. selama 1 minggu
3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Lidah
Lidah merupakan organ muskular yang terletak di dasar mulut, yang dilapisi oleh membran
mukus. Lidah berfungsi dalam pengunyahan, penelanan, vokalisasi, dan pengecap. Secara
anatomis, lidah dapat dibagi menjadi empat permukaan, yaitu akar, ujung, dorsal dan ventral.
Sulkus terminalis yang berbentuk V pada permukaan dorsal memisahkan bagian oral dan
faringeal lidah. Permukaan lidah terdiri dari tonjolan-tonjolan kecil yang disebut sebagai papila
lidah, yang dibagi menjadi empat macam, yaitu papila filiformis, fungiformis, sirkumvalata, dan
foliata.
1) Papila filiformis
Papilla filiformis merupakan tipe papila terbanyak yang ada pada permukaan lidah. Papila ini
mengisi seluruh permukaan dorsal lidah. Papilla filliformis terdiri dari stratified squamous
keratinized epithelium, dan tidak memiliki pengecap atau taste bud. Adanya papilla filiformis
2) Papila foliata
Papila foliata berbentuk seperti daun, dengan 8-12 celah, dan terletak pada batas posterior
lateral lidah. Pengecap pada papila ini mirip dengan sirkumvalata, dimana terdapat dinding pada
celah, dan pengecap dengan jumlah 1280 per celah atau 2560 per papila. Papila ini paling sensitif
dnegan rasa asam, asin dan pahit. Seperti parit pada papila sirkumvalata, parit pada papila foliata
3) Papila sirkumvalata
5
Papila sirkumvalata merupakan papila terbesar dan yang paling jarang terlihat. Papila
sirkumvalata dinamakan sesuai dengan bentuknya, yaitu bulat dan dikelilingi oleh dinding parit
(trench and wall atau vallum); sehingga dinamakan sirkumvalata. Pada manusia, 1 baris yang
berisi 8-12 papila sirkumvalata, dengan masing-masing berukuran diameter 2-4mm, berada pada
perbatasan badan lidah (2/3 anterior) dan dasar (1/3 posterior) lidah. Sekitar 250 pengecap ada
pada setiap papilla ini, sehingga terdapat sekitar 2500 pengecap pada daerah ini. Tidak ada
pengecap pada aspek dorsal papila, hanya pada dinding papila yang menghadap parit. Di bawah
papila ini terdapat kelenjar serosa (von ebner), yang memproduksi cairan serosa. Cairan ini
berguna untuk membasahi parit sekitar papila sehingga rasa lebih dapat ditangkap pengecap.
Papila ini dapat mengecap rasa asin, pahit, dan manis (Avery, J.K., 1994).
4) Papila Fungiformis
Papila fungiformis merupakan papila yang berbentuk seperti jamur dengan ukuran diameter
0.5-1 mm. Papila ini sedikit menonjol diatas permukaan lidah. Karena papilla ini menonjol
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan papila filiformis di sekitarnya, zat-zat yang meiliki rasa
memiliki akses lebih mudah ke pengecap. Pengecap pada papila fungiformis terlihat berbeda
dibandingkan dengan papila sirkumvalata dan foliata. Ketiga tipe sel yang ada pada papila lain
tidak terlihat jelas di papila fungiformis. Papila fungiformis terletak pada ujung dan sisi-sisi
lidah. Papila fungiformis dapat mengecap rasa manis, asin dan asam (Avery, J.K., 1994).
5
6
Gambar 3.1 Anatomi Lidah (Scheid, R. C., and Weiss, G., 2012)
Gambar 3.2 Permukaan dorsal lidah; mencakup papila sirkumvalata, papila filiformis dan papila
fungiformis. Permukaan lateral lidah (Scheid, R. C., and Weiss, G., 2012).
Lidah terlibat dengan berbagai macam penyakit, seperti lesi vaskular dan limfatik
(infantile hemangiomas dan oral varices), proses reaktif dan inflamasi (hairy tongue, pigmented
fungiform papillae pada lidah, benign migratory glossitis, dan fissured tongue), infeksi (oral
hairy leukoplakia, herpes simplex dan varicella zoster virus infection, human papillomavirus,
dan candidiasis), lesi premalignant (leukoplakia dan erythroplakia), lesi malignant (squamous
cell carcinoma, kapopsi sarcoma, dan penyakit limfatik proliferatif) dan tanda-tanda kondisi
sistemuk seperti defisiensi nutrisi dan amyloidosis sistemik. Lidah dapat menunjukkan tanda dan
gejala penyakit sistemik dan juga menjadi indikator diagnostik sehingga lidah disebut sebagai
“cerminan tubuh”. Contohnya, pada penyakit HIV, lidah berhubungan dengan tanda dan gejala
sepesifik dari HIV seperti adanya lapisan putih dengan tampilan bergelombang atau seperti
berambut pada batas lateral lidah, yang menggambarkan hairy leukoplakia, yang kemudian dapat
6
7
membantu diagnosis awal dari infeksi. Tidak seperti bagian lain pada kavitas oral, pasien dapat
melihat perubahan lidah dengan mudah dan dapat salah mengartikan tampilan lidah yang mereka
miliki.
3.2.1 Definisi
Oral hairy leukoplakia (OHL) merupakan salah satu penyakit yang muncul dari infeksi
HIV. Manifestasi OHL dapat terlihat unilateral, bilateral atau menempel pada lateral lingual
sampai dorsal atau ventral lidah dengan warna putih atau abu-abu. Permukaan daerah OHL
terlihat irregular dan seperti lipatan yang menonjol, tetapi lebih sering terlihat sebagai tonjolan
yang bergelombang. Terkadang lesinya dapat terlihat rata pada permukaan ventral lidah. Lesi
yang belum berkembang terdeteksi sebagai daerah keputihan pada batas posterolateral lingual
lidah. OHL juga dapat terjadi pada mukosa bukal, dasar mulut, palatum lunak, dan mukosa
orofaringeal (Triantos, et al., 1997). Walaupun biasanya OHL asimtomatik, tetapi lesi ini juga
dapat menyebabkan rasa sakit atau sensasi terpakar dan tampilan klinisnya juga menjadi keluhan
(Triantos, et al., 1997).
Oral hairy leukoplakia (OHL) adalah lesi mukosa mulut terkait HIV kedua yang paling
umum. Oral hairy leukoplakia telah digunakan sebagai penanda aktivitas penyakit karena lesi
dikaitkan dengan jumlah CD4+ T-Limfosit yang rendah. Lesi ini bukan patognomonik untuk
penyakit HIV karena keadaan defisiensi imun lainnya, seperti yang disebabkan oleh obat
imunosupresif dan kemoterapi kanker. Individu dengan kekebalan tubuh normal jarang terjangkit
OHL (Burket, 2015).
Oral hairy leukoplakia hampir selalu terjadi dalam konteks imunosupresi, dokter
memiliki kewajiban setelah mendeteksi lesi mirip OHL untuk mengevaluasi status imun pasien
lain dari disfungsi imun, riwayat sosial dan medis pasien harus memberikan petunjuk untuk
diagnosis dan penyebab imunosupresi. Diagnosis sementara OHL biasanya didasarkan pada
gambaran klinis saja (Triantos et al., 1998; Greenberg and Glick, 2003).
7
8
Pemeriksaan histologis hanya diindikasikan jika gambaran klinis tidak jelas. Pada
pemeriksaan histopatologi, dilakukan biopsi insisi lesi yang mengarah pada OHL. Spesimen
kemudian segera ditempatkan pada 10% formaldehid bufer netral untuk kemudian dilakukan
superfisial, dan banyak sel koilositik (sel “balon” yang terkena virus) di lapisan spinosus
(a) Degenerasi balloning dari sel epitel di stratum spinosum di demonstasikan (H&E,
pembesaran 100x); (b) menunjukan halo perinuklear dan marginasi perifer kromatin di
Sitologi ekfoliatif juga dapat memberikan kontribusi penting untuk diagnosis OHL.
Prosedur sitologi dilakukan dengan cara menscrap lesi menggunakan tepi pisau bedah yang
tumpul. Material yang di scrap pertama kali dibagian superfisial dibuang. Apusan dibuat
pada slide kaca, difiksasi dalam alkohol 96%, diwarnai dengan pewarnaan papanicolaou
menunjukan penamplan yang khas dan tiga jenis perubahan epitel diamati: (1) inklusi
intranuklear dari cowdry tipe A, (2) inklusi intranuklear dengan tampilan ground-glass dan
(3) penggumpalan dan marginasi kromatin disekitar membran inti (Fraga et al., 1992).
8
9
Kriteria untuk apusan sitologi positif pewarnaan PAP adalah adanya margin kromatin inti
perifer (Epstein, et al., 1995). Metode ini sangat berguna ketika biopsi tidak memungkinkan
atau disarankan (misalnya pada pasien hemofilia atau gangguan perdarahan lainnya, anak-
anak, pasien yang sangat lemah atau pasien yang menolak prosedur biopsi Kelebihan
OHL sangat terkait dengan virus Epstein-Barr (EBV) dan dengan tingkat limfosit CD4 +
T yang rendah. Pengobatan antivirus, yang mencegah replikasi EBV, bersifat kuratif dan
memberikan dukungan lebih lanjut untuk EBV sebagai faktor etiologi. Ada juga korelasi antara
replikasi EBV dan penurunan jumlah sel CD1a+ Langerhans, yang bersama dengan limfosit T,
9
10
merupakan populasi sel penting dalam pertahanan kekebalan seluler mukosa mulut (Burket,
2015).
Oral hairy leukoplakia (OHL) sering dijumpai pada batas lateral lidah, tetapi dapat juga
pada dorsum lidah dan mukosa bukal. Gambaran klinis yang khas adalah lipatan putih vertikal
yang diorientasikan sebagai palisade di sepanjang batas lidah. Lesi terlihat sebagai plak putih
dan agak meninggi yang tidak dapat terambil saat di swab. OHL ini bersifat asimptomatik,
bentuk klinis dapat berbeda-beda sehingga penting untuk selalu mempertimbangkan lesi mukosa
ini setiap kali melihat adanya lesi putih di lateral lidah terutama pada pasien dengan gangguan
a. b.
Gambar 3. A. Oral Hairy Leukoplakia (Scully, C., et al., 2010) b. Oral Hairy Leukoplakia
(Burket, 2015)
3.2.4 Diagnosis
Demonstrasi replika EBV sangat penting utnuk diagnosis definitif OHL. EBV dapat
dideteksi melalui beberapa teknik seperti polymerase chain reaction, hibridisasi in situ,
2003).
1. Hibridisasi in situ
10
11
Hibridisasi in situ spesimen biopsi dengan menggunakan probe DNA spesifik EBV
untuk mendeteksi antigen EBV cukup memadai dalam banyak kasus. Prosedur hibridisasi in
situ dilakukan pertama-tama dengan meletakan spesimen pada slide yang sebelumnya telah
dilapisi larutan 3-aminopropyltriethoxylane 10% dalam etanol 100%, dan dikeringkan dalam
Slide di deparafinisasi dalam xylene dan direhidrasi melalui etanol bertingkat. Slide
direndam dlam larutan 10% amonium hidroksida dalam 95% etanol selama 10 menit untuk
menghilangkan formalin. Slide kemudian dicuci selama 10 menit dalam air ledeng dan
Reaksi untuk mendeteksi EBV dilakukan menggunakan PNA ISH detection kit
150 µl proteinase K yang diencerkan (1:10 dalam larutan buffer - 10 mM TRIS dan NaCl, pH
7,6) ditambahkan ke setiap bagian, dan spesimen diinkubasi selama 25 menit pada suhu
kamar. Slide direndam dua kali dalam air suling (tiga menit setiap kali), direndam dalam
etanol 95% selama 10 detik, dan dibiarkan dalam ruang lembab selama lima menit hingga
kering.
tutup penutup. Slide, di dalam ruang kelembaban, diinkubasi pada suhu 55 0C selama 1 jam
dan 30 menit.
Penutup dilepas dan slide direndam dalam larutan pencuci stringet yang telah
11
12
S3500), dan diinkubasi pada 550 selama 25 menit. Slides kemudian direndam sebentar dalam
Slide ditempatkan lagi di ruang kelembaban dan dua hingga tiga tetes antibodi (Anti-
FITC / AP) ditambahkan ke setiap bagian, yang diinkubasi selama 30 menit pada suhu
kamar. Antibodi dibilas dengan TBS (pH 7,5). Slide direndam dua kali di TBS (3 menit
setiap kali) dan kemudian direndam dua kali dalam air suling (1 menit setiap kali).
Slide ditempatkan di ruang kelembaban dan dua sampai tiga tetes substrat [5-bromo-
bagian. Bagian diinkubasi selama 45 menit pada suhu kamar. Substrat dihilangkan dengan
merendam slide dalam air suling. Slide itu kemudian dicuci selama 5 menit dengan air
ledeng.
Bagian diwarnai dengan Fast-red (DakoCytomation Inc., CA, USA) selama 1 menit
pada suhu kamar, dicuci selama 5 menit dengan air keran dan direndam dalam air suling.
Bagian tersebut kemudian didehidrasi dalam meningkatkan konsentrasi etanol dan xilena dan
dipasang dengan media pemasangan Permount (Fisher Scientific, NJ, USA). Setelah
pemeriksaan mikroskopis, keberadaan EBV dikonfirmasi ketika warna biru tua atau hitam
Saat ini, deteksi molekuler dari transkip RNA yang yang dikodekan EBV oleh
hibridisasi in situ menjadi “gold standard untuk membuktikan bahwa lesi histopatologi
Scraping lidah untuk analisis PCR dilakukan dengan menscrap batas lateral lidah
menggunakan tepi tumpul pisau bedah steril. Biopsi lidah difiksasi dalam 10% formalin
12
13
bufer dan parafin dengan metode standar. Primer - dua 20 mer oligonukleotida primer
digunakan untuk memperkuat secara khusus regio 110 bp yang unik dari urutan
pengulangan EBV BamHIW. Urutan onkogen c-myc manusia, digunakan untuk memilih
digunakan sebagai kontrol internal dalam semua reaksi untuk memastikan amplifikasi itu
telah terjadi. Dengan demikian, jalur di mana pita c-mvc dan pita virus sama-sama tidak
ada akan menunjukkan kegagalan amplifikasi, bukan hasil negatif. Hasil negatif
sebenarnya hanya akan menampilkan band c-myc (Mabruk et al., 1994). Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Mabruk et al., menunjukan bahwa teknik PCR memiliki
3. Mikroskop Elektron
diproses untuk EM rutin. Spesimen sitologi yang diproses untuk mikroskop elektron
dianggap positif untuk OHL jika menunjukan partikel virus atau kerusakan inti didalam
keratinosit yang terinfeksi. Mikroskop elektron lebih sensitif dan andal daripada
mikroskop cahaya untuk memastikan diagnosis klinis OHL (Epstein, et al., 1995).
4. Imunohistokimia
difiksasi dalam 10% formalin bufer selama 24 jam. Antibodi monoklonal tikus terhadap
ZEBRA dari EBV (Dako) bereaksi dengan aktivator transkripsi “immediate-early” yang
13
14
antibodi primer ini dan tiga kit deteksi komersial yang berbeda: kit Histostain-SP
(Zymed), kit Vectastain ABC dan Vectastain Elite ABC (Vector Laboratories; Burlin
37°C dengan antibodi primer diencerkan 1: 7,5 selama 60 menit, dan antibodi sekunder
terbiotinilasi (disertakan dengan kit) selama 50 menit pada suhu kamar, diikuti dengan
siklus kedua antibodi primer diencerkan 1:14 selama 60 menit pada suhu 37°C dan
antibodi sekunder terbiotinilasi selama 20 menit pada suhu kamar. diinkubasi selama 20
memberikan warna merah pada lokasi target. antara setiap langkah di PBS selama 3
Gambar (a) Imunohistokimia menggunakan kit Vectastain Elite ABC pada jaringan biopsi lidah
dari pasien HIV-seropositif dengan OHL, menunjukkan sinyal positif untuk antigen EBV sebagai
brown stain di epitel atas (100x). (b) Imunohistokimia menggunakan kit Vectastain Elite ABC
pada jaringan lidah dari otopsi AIDS tanpa bukti klinis OHL (spesimen kontrol positif nomor
salinan EBV rendah), menunjukkan sinyal EBV positif sebagai brown stain di epitel atas (200x).
Gambar 5. Lnunohistokimia menggunakan kit Histostain-SP pada jaringan biopsi lidah dari
pasien HIV-seropositif dengan OHL, menunjukkan sinyal positif untuk antigen EBV sebagai red
stain pada sel mirip koilosit dan di epitel lesi OHL (200x) (Mabruk et al., 1996).
14
15
seseorang, maka pasien harus melalui tahapan konseling dan tes HIV (KT HIV). Secara
mereka yang tahu sering terlambat diperiksa dan karena kurangnya akses hubungan
antara konseling dan tes HIV dengan perawatan, menyebabkan pengobatan sudah pada
Konseling dan tes HIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara
counseling; correct test results; connections to care, treatment and prevention services).
HIV yang diberikan oleh pasien/klien atau wali/pengampu setelah mendapatkan dan
memahami penjelasan yang diberikan secara lengkap oleh petugas kesehatan tentang
2. Confidentiality, adalah Semua isi informasi atau konseling antara klien dan petugas
pemeriksa atau konselor dan hasil tes laboratoriumnya tidak akan diungkapkan
3. Counselling, yaitu proses dialog antara konselor dengan klien bertujuan untuk
memberikan informasi yang jelas dan dapat dimengerti klien atau pasien. Konselor
15
16
dilengkapi dengan informasi HIV dan AIDS, konseling pra-Konseling dan Tes pasca-
4. Correct test results. Hasil tes harus akurat. Layanan tes HIV harus mengikuti standar
pemeriksaan HIV nasional yang berlaku. Hasil tes harus dikomunikasikan sesegera
mungkin kepada pasien/klien secara pribadi oleh tenaga kesehatan yang memeriksa.
pengobatan HIV yang didukung dengan sistem rujukan yang baik dan terpantau.
Tes diagnostik HIV merupakan bagian dari proses klinis untuk menentukan diagnosis.
a. Tes cepat
Tes cepat dengan reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi yang ditunjuk
HIV-2. Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel yang lebih sedikit dan
waktu tunggu untuk mengetahui hasil kurang dari 20 menit bergantung pada jenis
Tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2. Reaksi antigen-antibodi
Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang sulit
16
17
Penting untuk membedakan lesi oral hairy leukoplakia dari lesi klinis lainnya seperti
kandidiasis hiperplastik, leukoplakia idiopatik, lichen planus, white sponge nevus, dan
perkembangan AIDS, diferensiasi dari lesi lain sangat penting (Greenberg and Glick, 2003).
Kandidiasis hiperplastik dapat dibedakan dengan OHL pada tampilan klinis. Kandidiasis
hiperplastik berupa lesi plak putih, tebal, kasar dan irreguler dengan dasar eritema yang apabila
Idiopatik leukoplakia adalah lesi prakanker mulut berwarna putih yang dapat dikenali
untuk transformasi keganasan. Leukoplakia saat ini diarikan sebagai “bercak putih atau plak
yang tidak dapat dikarakterisasi secara klinis atau patologis seperti penyakit lainnya. Sekitar 70%
lesi leukoplakia oral ditemukan pada mukosa bukal, batas vermilion bibir bawah, dan gingiva.
Jarang ditemukan di palatum, mukosa rahang atas, daerah retromolar, dasar mulut, dan lidah.
Namun, lesi pada lidah dan dasar mulut terjadi pada lebih dari 90% kasus yang menunjukkan
Leukoplakia verrucous adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya lesi
putih tebal dengan permukaan papiler di rongga mulut. Lesi ini biasanya heavily keratinized dan
paling sering terlihat pada orang tua dalam dekade keenam hingga kedelapan kehidupan.
Beberapa dari lesi ini mungkin menunjukkan pola pertumbuhan eksofitik (Greenberg and Glick,
2003).
17
18
Gambar memperlihatkan plak putih tebal di tepi lateral lidah menunjukan leukoplakia verukosa.
Lesi ulserasi kecil di anterior lesi bergelombang putih merupakan karsinoma sel skuamosa
(dibuktikan dengan biopsi) (Greenberg and Glick, 2003).
Lichen planus oral (OLP) adalah kelainan mukokutan inflamasi kronis imunologis umum
yang penampilannya bervariasi dari keratotik (retikuler atau mirip plak) hingga eritematosa dan
ulseratif. Sekitar 28% pasien yang mengalami OLP juga memiliki lesi kulit
Gambar menunjukan bentuk lichen planus A, reticular lichen planus dari mukosa bukal. B,
lichen planus atrofi dari gingiva. C, lichen planus erosif pada lidah (Greenberg and Glick,
2003).
18
19
White sponge nevus (WSN) adalah kelainan autosom dominan langka dengan tingkat
penetrasi yang tinggi dan ekspresi yang bervariasi. Penyakit ini biasanya melibatkan mukosa
mulut dan (lebih jarang) selaput lendir hidung, esofagus, alat kelamin, dan rektum. White sponge
nevus muncul sebagai plak putih simetris bilateral, lembut, “spongy” atau beludru tebal pada
mukosa bukal. Namun, situs lain di rongga mulut mungkin terlibat, termasuk lidah ventral, dasar
mulut, mukosa labial, palatum lunak, dan mukosa alveolar (Greenberg and Glick, 2003).
3.2.7 Pengobatan
Pengobatan untuk OHL dapat berhasil dengan obat antivirus, tetapi hal ini tidak sering
diindikasikan karena kelainan tidak terkait dengan gejala yang merugikan. Kelainan tersebut juga
jumlah OHL menjadi beberapa persen pada pasien yang terinfeksi HIV (Burket, 2015). Tidak
ada pengobatan yang diindikasikan. Kondisi tersebut biasanya menghilang bila obat antivirus
seperti zidovudine, acyclovir, atau gancyclovir digunakan dalam pengobatan infeksi HIV dan
komplikasi infeksi virusnya. Aplikasi resin topikal podophyllin atau tretinoin menyebabkan
resolusi jangka pendek, tetapi kekambuhan sering terjadi (Greenberg and Glick, 2003).
Pemberian HAART dengan penurunan muatan virus dan peningkatan jumlah CD4+
membantu menurunkan prevalensi pasien OHL secara signifikan. Terapi sistemik antiviral
herpes memberikan kesembuhan cepat, walaupun terkadang kekambuhan dapat terjadi ketika
terapi dihentikan. Sistemik antiviral herpes yang biasanya digunakan ialah asiklovir dan
valasiklovir. Penggunaan desiklovir dan famsiklovir juga pernah dilaporkan. Guideline terapi
medis OHL masih belum optimal, meskipun beberapa antiviral menunjukkan hasil terapi yang
19
20
efektif. Insidensi OHL yang relatif rendah menyebabkan penelitian acak berskala besar sulit
Asiklovir adalah analog nukleosida yang tersedia dalam bentuk oral, intravena, dan
topikal. Bentuk trifosfat obat ini merupakan bentuk aktif, yang memiliki efek penghambat poten
terhadap polimerase DNA yang terinduksi virus herpes, tetapi relatif sedikit efeknya terhadap
polimerase DNA sel host. Asiklovir tidak efektif sebagai terapi infeksi laten EBV yang khas
yaitu limfoproliferasi yang terinduksi virus, tetapi dapat menjadi penghambat poten terhadap
polimerase DNA EBV, sehingga dapat menghambat replikasi EBV. Asiklovir dapat secara
efektif menghilangkan infeksi OHL, walaupun penghentian terapi seringkali berakibat rekurensi
lesi dalam 1-4 bulan. Dosis asiklovir yang digunakan untuk terapi OHL adalah 800 mg, 5 kali
3.2.6 Prognosis
Kemungkinan perkembangan AIDS pada pasien ditemukan menjadi 48% pada 16 bulan
dan sebesar 83% pada 31 bulan setelah diagnosis awal oral hairy leukoplakia (Greenberg and
Glick, 2003).
20
BAB IV
PEMBAHASAN
ke klinik untuk diskeling. Setelah diskeling terdapat lesi putih di lateral lidah tidak
terasa sakit, pasien tidak menyadari sejak kapan lesi muncul. Pasien tidak
dengan menyikat gigi dan memakai alat bantu seperti dental floss dan tongue
scraper. Pasien tidak memakai obat kumur, tidak sedang mengkonsumsi obat.
Penurunan berat badan terjadi sekitar 2-3 kg. Riwayat penyakit sistemik pasien
disangkal.
lateral lidah dengan dasar ireguler, batas tidak jelas. Plak tidak terangkat saat di
scrap. Menurut Greenberg and Glick (2003) oral hairy leukoplakia adalah lesi
putih bergelombang yang biasanya terjadi pada permukaan lateral atau ventral
Penyakit yang paling umum terkait dengan OHL adalah infeksi HIV. OHL
dilaporkan pada sekitar 25% orang dewasa dengan infeksi HIV (Greenberg and
22
Glick, 2003). Pada kasus ini pasien memiliki kebiasaan memelihara kesehatan
gigi dan mulut yang baik,tidak mengkonsumsi obat, penurunan berat badan juga
masih normal sekitar 2-3 kg dan riwayat penyakit sistemik disangkal oleh pasien
saat anamnesis. Tetapi karena prevalensi OHL mencapai setinggi 80% pada
pasien dengan AIDS. Kehadiran lesi ini telah dikaitkan dengan perkembangan
AIDS selanjutnya pada sebagian besar pasien HIV positif (Greenberg and Glick,
2003). Selain itu, tidak ada pengobatan yang diindikasikan untuk OHL, karena
kondisi ini biasanya akan menghilang apabila pasien telah menerima perawatan
untuk infeksi HIV nya. Sehingga dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan tes
Pada kasus ini karena pasien belum menyadari kemungkinan suspek HIV.
seseorang, maka pasien harus melalui tahapan konseling dan tes HIV (KT HIV).
Konseling dan tes HIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara
analog nukleosida yang tersedia dalam bentuk oral, intravena, dan topikal. Dosis
asiklovir yang digunakan untuk terapi OHL adalah 800 mg, 5 kali sehari, minimal
22
BAB V
SIMPULAN
terjadi pada permukaan lateral atau ventral lidah pada pasien dengan
OHL. Diagnosis OHL dapat dilakukan berdasarkan temuan klinis, tetapi diagnosis
pada pasien berupa lesi plak putih berukuran ± 3 cm di lateral lidah dengan dasar
ireguler, batas tidak jelas. Plak tidak terangkat saat di scrap. Diagnosis definitf
pemeriksaan pasien keluar dan hasil positif untuk OHL dan HIV, terapi dilakukan
dengan pemberian HAART. HAART yang diberikan yaitu Asiklovir dengan dosis
untuk terapi OHL 800 mg, 5 kali sehari, minimal selama 1 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Avery, J. K. 1994. Oral Development and Histology 3rd Edition. New York:
No.2, 54-58
Neck Pathol;2:19-24
Burket, L.W.; Greenberg M.S., editor. 2015. Burket’s Oral Medicine. 12 ed. Hh
99-100
ii
iii
Greenberg, Martin S; Glick, Michael. 2003. Burket’s oral medicine: diagnosis &
Mabruk MJEMF, Flint SR, Toner M, Balluz I, Coleman D, Sullivan D, Atkins GJ.
1994. In situ hybridization and the polymerase chain reaction (PCR) in the
diagnosis of oral hairy leukoplakia (OHL). J Oral Pathol Med; 23: 302-308.
Mabruk, M.J.E.M.F; Flint, S.R; Coleman, D.C; Shiels, O; Toner, M; Atkins, G.J.
Pujiastuti, Agustina Tri; Murtiastutik, Dwi. 2016. Oral Hairy Leukoplakia pada
Airlangga
Triantos, Dimitris; R, Stephen; Porter; Scully, Crispian; Teo, Chong Gee. 1998.
iii