Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori
1. Proses Pembelajaran
Kata pembelajaran berasal dari kata dasar belajar, dalam arti
sempit, pembelajaran merupakan suatu proses belajar agar
seseorang dapat melakukan kegiatan belajar. Sedangkan belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi
individu dengan lingkungan dan pengalaman.1 Sebagaimana yang
terdapat dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan bahwa,
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Miarso
(dikutip oleh Eveline Siregar danHartini Nara), pembelajaran
adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelum proses dilaksanakan serta
pelaksanaannya terkendali.2
Sedangkan menurut Gagne dan Briggs, pembelajaran
merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses
belajar anak didik, yang dirancang, sedemikian rupa untuk

1
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajara, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 10
2
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm.12

8
mendukung terjadinya proses belajar anak didik yang bersifat
internal.3
Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa, pembelajaran merupakan proses yang dilakukan oleh
pendidik untuk membelajarkan peserta didik pada lingkungan
belajar tertentu dan akhirnya terjadi perubahan tingkah laku. Oleh
karena pembelajaran merupakan proses, tentu dalam sebuah
proses terdapat komponen-komponen yang saling terkait.
Komponen-komponen pokok dalam pembelajaran mencakup
tujuan pembelajaran, pendidik, peserta didik, kurikulum, strategi
4
pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
hubungan antara komponen-komponen pembelajaran tersebut salah
satunya akan membentuk suatu kegiatan yang bernama proses
pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan keseluruhan kegiatan yang
dirancang untuk membelajarkan peserta didik. Pada satuan
pendidikan, proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.5 Di Indonesia

3
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hlm. 325
4
Glendoni, Komponen-Komponen Pembelajaran, diakses 30
Oktober 2013
5
Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm.155

9
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah
diatur dalam standar proses.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah, bahwa standar proses
berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan
dasar dan menengah diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Standar proses meliputi perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan hasil pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
a. Perencanan proses Pembelajaran
Perencanaan berasal dari kata rencana yang artinya
pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan.6 Maka dari itu, perencanaan harus dimulai
dari penetapan tujuan yang akan dicapai, kemudian menetapkan
langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Hal ini sejalan dengan Hamzah B. Uno yang
menyatakan bahwa perencanaan merupakan suatu cara yang
memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan
baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna
memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan
tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

6
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran,
(Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 23

10
Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat diartikan
sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media
pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode
pembelajaran serta penilaian dalam suatu alokasi waktu yang
akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan.7 Perencanaan proses pembelajaran yang
baik tentu akan berdampak pada proses pembelajaran yang baik
pula. Oleh sebab itu, dalam penyusunan perencanaan
dibutuhkan pedoman sehingga perencanaan proses
pembelajaran berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut Wina
Sanjaya, perencanaan proses pembelajaran meliputi program
menyusun alokasi waktu, program tahunan, program semester,
silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Hal ini sebagimana terdapat dalam Permendiknas Nomor 41
Tahun 2007, bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi
silabus dan silabus dan Rencana Pelaksanaan pembelajaran
(RPP), namun pada permendiknas tersebut perencanaan lebih
ditekankan pada silabus dan RPP.
1) Silabus
Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat
identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pen-capaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan
pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar

7
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), hlm. 17

11
Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).8

2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan
kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan
dalam satu kali pertemuan atau lebih. Berdasarkan
Permendiknas No. 41 tahun 2007, menyebutkan bahwa
komponen dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) memuat identitas mata pelajaran, standar
kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator
pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
Sebelum membuat RPP, terdapat prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan. Berdasarkan Permendiknas Nomor 41
Tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan
pendidikan Dasar dan menengah, bahwa prinsip-prinsip
dalam penyusunan RPP yaitu:9
a) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan
jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat
8
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah
9
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah

12
intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potendi,
kemampuan social, emosi, gaya belajar, kebutuhan
khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya,
norma, nilai, dan atau lingkungan peserta didik.
b) Mendorong Partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat
pada peserta didik untuk mendorong motivasi,
minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian,
dan semangat belajar.
c) Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Proses pembelajaran dirancang untuk
mengembangkan kegemaran membaca,
pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi
dalam berbagai bentuk tulisan.
d) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian
umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan
remidi.
e) Keterkaitan dan keterpaduan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan
dan keterpaduan antara SK, KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator
pencapaian kompetensi, penilaian dan sumber
belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
f) Menerapkan teknologi dan informasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi
secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai
dengan situasi dan kondisi.

b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran


Pelaksanaan proses pembelajaran menjadi komponen yang
sangat penting dalam mewujudkan kualitas out put pendidikan.
Oleh karena itu, pelaksanaan proses pembelajaran harus

13
dilaksanakan secara tepat ideal dan prosporsional.10 Dengan
demikian, guru harus mampu mengimplementasikan teori yang
berkaitan dengan teori pembelajaran ke dalam realitas
pembelajaran yang sebenarnya. Menurut Roy R.Lefrancois
(dikutip oleh Dimyati Mahmud), menyatakan bahwa,
pelaksanaan pembelajaran adalah pelaksanaan strategi-strategi
yang telah dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran.11
Berdasarkan Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 bahwa
dalam pelaksanaan proses pembelajaran terdapat persyaratan
pelaksanaan proses pembelajaran baru kemudian dilanjutkan
dengan pelaksanaan pembelajaran. Persyaratan pelaksanaan
proses pembelajaran tersebut diantaranya meliputi:12
1. Rombongan belajar
Rombongan belajar merupakan jumlah maksimal peserta
didik dalam setiap rombongan belajar, yaitu:
a) SD/MI : 28 Peserta didik
b) SMP/MT : 32 peserta didik
c) SMA/MA : 32 peserta didik
d) SMK/MAK : 32 peserta didik
2. Beban kerja Minimal guru

10
M. Saekhan Munchit, Pembelajaran Konstekstual, (Semarang:
RaSAIL Media Group, 2008), hlm.109
11
M. Saekhan Munchit, Pembelajaran . . ., hlm.110
12
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah

14
Beban kerja minimal guru mencakup kegiatan pokok
yaiyu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan
melatih peserta didik serta melaksanakan tugas tambahan
3. Buku Teks pelajaran
Buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh
sekolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan
pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku-buku teks
pelajaran yang ditetapkan oleh menteri.
4. Pengelolaan kelas
Pengelolaan kelas antara lain meliputi pengaturan tempat
duduk, kejelasan suara guru, pemberian penguatan dan
umpan balik dan kesesuaian materi pelajaran dengan
kecepatan dan kemampuan belajar peserta didik serta guru
menghargai pendapat peserta didik.
Dalam pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan
membuka sampai menutup pelajaran, yang terbagi menjadi
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan kegiatan
yang meliputi mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti
proses pembelajaran, melakukan apersepsi (mengaitkan
dengan materi sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari), menjelaskan tujuan pembelajaran, dan
menjelaskan uraian materi sesuai silabus.

15
2. Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran
untuk mencapai Kompetensi Dasar (KD). Kegiatan inti
menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik dan mata pelajaran. Kegiatan inti meliputi proses
eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
3. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup meliputi kegiatan menyimpulkan hasil
pembelajaran yang telah dilakukan, kegiatan penilaian,
pemberian umpan balik dan dan memberikan tugas kepada
peserta didik serta menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.13
c. Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian merupakan proses memberikan atau menentukan
nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.14
Dalam proses pembelajaran, penilaian memegang peranan yang
penting salah satunya untuk mengetahui tercapai tidaknya
proses pembelajaran yang telah dilakukan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Gronlund (dikutip oleh Zainal Arifin), bahwa
penilaian adalah suatu proses yang sistematis dari
pengumpulan, analisis, dan interprestasi informasi atau data

13
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah
14
Nana Sudjana, Penilaian Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 3

16
untuk menentukan sejauh mana peserta didik telah mencapai
tujuan pembelajaran.15 Penilaian pada dasarnya dilakukan untuk
memberikan pertimbangan atau nilai berdasarkan kriteria
tertentu. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam
bentuk hasil belajar.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai
terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai peserta didik dengan
kriteria tertentu.16 Oleh karena itu, penilaian hasil belajar
mempunyai beberapa fungsi, yaitu:17
1) Alat untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta
keberhasilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar
mengajar selama jangka waktu tertentu.
2) Alat untuk mengetahui tingkat keberhasilan program
pembelajaran.
3) Alat untuk keperluan Bimbingan dan Konseling (BK)
4) Alat untuk keperluan pengembangan dan perbaikan
Selain beberapa fungsi penilaian hasil belajar, penilaian hasil
belajar didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu: 1) sahih berarti
penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur; 2) objektif, berarti penilaian
didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas; 3) adil, berarti
penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
15
Zainal Arifin, Evaluasi . . . , hlm. 4
16
Nana Sudjana, Penilaian . . . , hlm. 3
17
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 5-6

17
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang
tertentu; 4) terpadu, berarti penilaian tidak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran; 5) terbuka, berarti prosedur penilaian,
kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan diketahui
oleh pihak yang berkepentingan; 6) menyeluruh dan
berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek
kompetensi; 7) sistematis, berarti penilaian dilakukan secara
berencana dan bertahap; 8) beracuan kriteria, berarti penilaian
didasarkan pada pencapaian kompetensi yang ditetapkan; 9)
akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan.18
Penilaian hasil belajar dapat dilakukan melalui kegiatan
ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah/madrasah, dan
ujian nasional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan Penilaian hasil belajar oleh pendidik
menggunakan berbagai teknik yang disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta
didik. Teknik tersebut meliputi: 1) Teknik Tes berupa tes
tertulis, tes lisan,dan tes praktik atau tes kinerja, 2) Teknik
Observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran
berlangsung dan/atau diluar kegiatan pembelajaran, 3) Teknik

18
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

18
Penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat
berbentuk tugas dan/atau proyek.19
2. Pembelajaran Matematika
Telah didefinisikan bahwa, pembelajaran merupakan proses
yang dilakukan oleh pendidik untuk membelajarkan peserta didik
pada lingkungan belajar tertentu dan akhirnya terjadi perubahan
tingkah laku. Dalam konteks matematika, pembelajaran
matematika adalah suatu proses yang dilakukan oleh pendidik
untuk membelajarkan peserta didik pada lingkungan belajar dalam
menguasai beberapa kompetensi dalam matematika.
Mengenai pengertian matematika sendiri, ada beberapa
pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh. Menurut
Johnson dan Myklebust (dikutip oleh Mulyono Abdurrahman),
matematika adalah symbol yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan ruangan
sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
Sedangkan menurut Kline, matematika merupakan bahasa simbolis
dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi
juga tidak melupakan cara bernalar induktif.20
Sementara itu, menurut Sujono (dikutip oleh Abdul Halim)
bahwa, matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan
yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu,

19
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
20
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm. 202

19
matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang
logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.21
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
matematika merupakan ilmu pengetahuan yang eksak berhubungan
dengan bilangan dan menggunakan penalaran yang logik dan
sistematis. Dari berbagai sudut pandang dalam mendefinisikan
matematika, menurut Soedjadi, matematika mempunyai beberapa
karakteristik yaitu:22
a. Memiliki objek kajian yang abstrak
b. Bertumpu pada kesepakatan
c. Berpola pikir deduktif
d. Memiliki symbol yang kosong dalam arti
e. Memperhatikan semesta pembicaraan
f. Konsisten dalam sistemnya
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
dipelajari oleh semua peserta didik dari sekolah dasar hingga
sekolah lanjutan tingkat atas, dan bahkan juga di perguruan tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa matematika mempunyai peranan yang
penting dalam pendidikan. Sebagaimana yang terdapat dalam
Standar Isi Untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa:

21
Abdul Halim, Matematika: Hakikat dan Logika, (Jogjakarta: Ar
Ruz Media, 2009), hlm. 19
22
Soedjadi, Hakikat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta:
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional,
1999), hlm. 13

20
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan kerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan
yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Oleh karena itu, dengan memperhatikan karakteristik


matematika hendaknya dalam melaksanakan pembelajaran
matematika dibutuhkan strategi-startegi pembelajaran sehingga
peserta didik secara bertahap dapat menguasai konsep matematika.

3. Pembelajaran Homeschooling
Homeschooling berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah
rumah. Homeschooling berakar dan bertumbuh di Amerika
Serikat.23 Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home
education, home based learning atau sekolah mandiri. Filosofi
berdirinya homeschooling salah satunya dikemukakan oleh John
Cadlwell Holt yang menyatakan bahwa, “manusia pada dasarnya
makhluk belajar dan senang belajar, kita tidak perlu ditunjukkan
bagaimana cara belajar, yang membunuh kesenangan belajar
adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur atau
mengontrolnya.”24

23
Mary Griffith, Homeschooling, (Bandung: Nuansa, 2012), hlm. 12
24
Imas Kurniasih, Homeschooling: Sekolah di Rumah Kenapa Tidak,
(ttp: cakrawala, 2009), hlm. 14

21
Homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah
keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan
anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.
Memilih untuk bertanggungjawab berarti orangtua terlibat
langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan,
penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak
dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan
materi, serta metode dan praktek belajar.25
Keputusan orang tua untuk memilih memberikan pendidikan
anaknya melalui homeschooling tentu mempunyai berbagai alasan.
Imas Kurniasih menyatakan beberapa alasan anak dan orang tua
memilih homeschooling, antara lain yaitu:26
a. Memberikan kehangatan dan proteksi, khususnya untuk anak-
anak yang berkebutuhan khusus dan cacat
b. Adanya keterbatasan waktu karena aktifitas tertentu, seperti
artis, model, atlet, dan penari.
c. Mempunyai pengalaman traumatik di sekolah
d. Menghindari penyakit social seperti bullying
e. Menyediaakan pendidikan moral dan karakter
f. Memberikan lingkungan social dan suasana belajar yang lebih
baik

25
Pormadi Simbolon, SS, Homeschooling: Sebuah Pendidikan
Alternative, http://pormadi.wordpress.com/2007/11/12/homeschooling/,
diakses 29 Oktober 2013
26
Imas Kurniasih, Homeschooling: Sekolah di Rumah Kenapa Tidak,
(ttp: cakrawala, 2009), hlm. 11-12

22
Sesuai namanya, proses homeschooling memang berpusat di
rumah. Tetapi proses homeschooling umumnya tidak hanya
mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling
biasanya menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk
pendidikan homeschooling anaknya. Selain lingkungan belajar
yang memanfaatkan sarana apa saja dan dimana saja homeschooler
tidak selama belajar di rumahnya sendiri. Homeschooler dapat
membentuk kelompok-kelompok belajar untuk bersosialisasi
dengan homeschooler yang lain. Hal ini dijelaskan oleh Seto
Mulyadi bahwa kegiatan homeschooling dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu:27
a. Homeschooling tunggal, yaitu homeschooling yang
dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa
bergabung dengan lainnya. Homeschooling jenis ini diterapkan
karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat
diketahui atau dikompromikan dengan komunitas
homeschooling lain.
b. Homeschooling majemuk, yaitu homeschooling yang
dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan
tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh
orang tua masing-masing. Alasannya terdapat kebutuhan-
kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga
untuk melakukan kegiatan bersama.

27
Seto Mulyadi, Homeschooling . . . , hlm. 36-38

23
c. Komunitas Homeschooling, marupakan gabungan beberapa
homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan
silabus, bahan ajar, sarana dan prasarana dan jadwal
pembelajaran
Homeschooling merupakan jalur pendidikan informal.28
Mengenai pembelajaran, pemerintah tidak mengatur standar isi
maupun standar proses untuk pendidikan informal, kecualai standar
penilaian apabila akan disetarakan dengan pendidikan jalur formal
dan nonformal.29 Sebagaimana dijelaskan dalam UU RI No. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 27 ayat 2 bahwa hasil
pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
nasional pendidikan.
Meskipun demikian, kurikulum pembelajaran di homeschooling
adalah kurikulum yang didesain sendiri atau sesuai komunitas
penyelenggara homeschooling namun tetap mengacu pada
kurikulum nasional, termasuk Mata pelajaran yang mengacu pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).30

28
Seto Mulyadi, Homeschooling . . ., hlm. 24
29
Imas Kurniasih, Home Schooling . . ., hlm. 74
30
Imas Kurniasih, Home Schooling . . ., hlm. 88

24
B. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan informasi dasar rujukan yang penulis
gunakan dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
plagiat dan pengulangan dalam penelitian. Berdasarkan survei yang
penulis lakukan, ada beberapa penelitian yang mempunyai relevansi
dengan yang peneliti lakukan.
Pertama, Hasil penelitian yang dilakukan Nur Fitriyah Rahmawati
melalui skripsinya pada tahun 2009 yang berjudul “Implementasi
Model Homeschooling dalam Mengatasi Keterbatasan Pendidikan
Formal (Pada asosiasi homeschooling-pendidikan alternatif (asah-
pena) dan keluarga homeschooler di kota malang),” Program Studi
Pendidikan Agama Islam, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Asah-pena dan
keluarga homeschooler telah mengimplementasikan Model
Homeschool Montessori (unit pembelajaran/unit studies), Model
Homeschool Charlotte Mason, dan Homeschooling Komunitas.
Keunggulan Homeschooling : Anak bisa belajar dengan siapa saja dan
dimana saja, jam dan tempat belajar pun lebih fleksibel. Proses
pembelajaran homeschooling sesuai dengan gaya belajar dan minat
anak, Objek materinya pun sangat dekat dengan kehidupan anak
sehari-hari dapat menutupi keterbatasan pada pendidikan formal.31

31
Nur Fitriyah Rahmawati, Implementasi Model Homeschooling
dalam Mengatasi Keterbatasan Pendidikan Formal pada Asosiasi
Homeschooling-Pendidikan Alternatif (Asah-Pena) dan keluarga
Homeschooler di Kota Malang. ( Malang: Program Studi Pendidikan Agama

25
Kedua, Hasil penelitian yang dilakukan Teddy Bagus Hernowo
melalui skripsinya pada tahun 2011 yang berjudul “Perbedaan
Kecerdasan Emosional (EQ) antara Siswa Sekolah Formal dengan
Homeshooler,” Fakultas Psikologi, Universitas Gunadharma. Dari
penelitian ini, bahwa terdapat kecerdasan emosional (EQ) yang
signifikan antara sekolah formal dan homeschooler. Hal ini dapat
diketahui dari nilai sig. sebesar 0.044 (p < 0.05). yang menunjukkan
bahwa hipotesis penelitian diterima yang artinya ada perbedaan
kecerdasar emosional (EQ) yang signifikan antara sekolah formal
dengan homeschooler dimana kecerdasan emosional (EQ)
32
homeschooler lebih tinggi dibandingkan siswa sekolah formal.
Berdasarkan penelitian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan kajian serupa, namun dengan fokus yang berbeda.
Adapun fokus yang menjadi penekanan pada penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan tentang proses pembelajaran matematika kelas
VIII yang diterapkan Homeschooling Kak Seto Semarang, yang
meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan penilaian hasil belajar.

Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam


Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, 2009)
32
Teddy Bagus Hernowo, Perbedaan Kecerdasan Emosional (EQ)
antara Siswa Sekolah Formal dengan Homeshooler, (Jawa Barat: Fakultas
Psikologi, Universitas Gunadharm, 2011)

26
C. Kerangka Berfikir
Penelitian ini lebih ditekankan pada deskripsi tentang proses
pembelajaran di homeschooling, dengan fokus penelitian yang
meliputi; perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan poses
pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Meskipun demikian,
deskripsi tentang komponen pembelajaran sebagai unsur yang sangat
berpengaruh dalam proses pembelajaran juga ikut menjadi objek
penelitian. Karena penilitian ini berfokus pada deskripsi, sehingga
untuk mendapatkan data yang diingikan, kegiatan yang akan
dilakukan berupa telaah terhadap data-data yang diperoleh.
Homeschooling merupakan proses pendidikan berbasis rumah yang
disesuaikan dengan kebutuhan anak dan orang tua bertanggung jawab
langsung terhadap proses pendidikan tersebut. Homeschooling
merupakan jalur pendidikan informal. Homeschooling Kak Seto
Semarang merupakan salah satu dari homeschooling di Indonesia.
Hasil pendidikan informal akan diakui sama dengan pendidikan
formal dan formal oleh pemerintah. Hasil pendidikan tersebut telah
diatur dalam peraturan pemerintah, yang dalam hal ini diatur dalam
Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20
tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan. Dari hasil
pendidikan tersebut tentunya tidak terlepas dari proses pembelajaran
yang dilakukan di homeschooling, termasuk proses pembelajaran yang
dilakukan di Homeschooling Kak Seto semarang. Karena pemerintah
tidak mengatur tentang proses pembelajaran di homeschooling
sehingga lembaga homeschooling perlu menetapkan dasar apa yang

27
dipakai dalam pelaksanaan proses pembelajarannya, yang didalamnya
memuat standar proses dan standar isi.
Setelah mengetahui tentang standar isi dan standar proses yang
digunakan Homeschooling kak Seto Semarang, penelitian dilanjutkan
dengan menelaah proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan
memadukan pada standar isi dan standar proses yang digunakan,
dengan tetap memperhatikan konsep pembelajaran di homeschooling
itu sendiri. Sehingga dasar yang digunakan dalam menelaah proses
pembelajaran Homeschooling Kak Seto Semarang adalah
Permendiknas Nomor 20 tahun 2007, standar proses dan standar isi
yang di gunakan di Homeschooling kak Seto semarang.

28

Anda mungkin juga menyukai