Anda di halaman 1dari 16

makalah

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah mengenai “IBADAH” ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Sholawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyeselesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. Latar Belakang.......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah..................................................................................... 1

C. Tujuan ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3

A. Konsep Ibadah.......................................................................................... 3

B. Ibadah Mahdah dan Ghairu Mahdah........................................................ 12

C. Fungsi dan Hikmah Ibadah....................................................................... 15

D. Makna Spiritual Ibadah Bagi Kehidupan Sosial....................................... 17


BAB III PENUTUP 20

A. Kesimpulan................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ibadah merupakan bentuk penyembahan manusia terhadap Allah SWT. Dari ibadah dapat dilihat
seberapa bersyukurnya seriap hamba, manusia tidak dapat dipisahkan dengan penciptanya. Di dunia
manusia tidak hidup tanpa manusia yang lain maksudnya adalah manusia adalah makhluk sosial. Sering
kali dan banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar menjalankan rutinitas hal-
hal yang dianggap kewajiban, seperti sholat dan puasa. Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah tidak
mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid terlebih dahulu. Karena mustahil kita mencapai tauhid
tanpa memahami konsep ibadah dengan sebenar-benarnya. Dalam syarah Al-Wajibat dijelaskan bahwa
“ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.”(Tannbihaat Mukhtasharah,
hal 28)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Ibadah adalah suatu istilah yang
mencangkup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun
perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep ibadah ?

2. Apa saja macam-macam ibadah ?

3. Apa fungsi dan hikmah dari ibadah ?

4. Bagaimana makna spiritual ibadah bagi kehidupan sosial ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep ibadah

2. Untuk mengetahui macam-macam ibadah


3. Untuk mengetahui fungsi dan makna ibadah

4. Untuk mengetahui makna spiritual ibadah bagi kehidupan sosial

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Ibadah

1. Pengertian Ibadah

Secara bahasa, kata ibadah berasal dari bahasa arab al-abdiyyah, al-‘ubudiyyah, dan al-‘ibadah yang
berarti ketaatan. Kata al-‘ubudiyyah identik dengan kata al-khudhu dan adz-dzull yang berarti
ketundukan dan kehinaan ( Yusuf Al Qaradhawi, 2005 ). Oleh karena itu, kata at-ta’bid yang berarti
menundukkan diri sama dengan kata at-tadzlil yang bermakna merendahkan diri dihadapan Allah. Kata
al-‘ibadah juga memiliki persamaan makna dengan kata khudhu, dan tadzallul. Ibadah merupakan suatu
bentuk ketundukan kepada Allah yang memberi nikmat dan anugerah tertinggi kepada manusia.

Sedangkan menurut terminologi syariat, Muhammad Abduh menafsirkan ibadah sebagai suatu
bentuk ketundukkan dan ketaatan sebagai dampak dari rasa pengagungan yang bersemai didalam lubuk
hati seseorang terhadap siapa yang menjadi tujuan ketundukannya. Rasa itu lahir akibat adanya
keyakinan dalam diri orang yang bersangkutan bahwa objek tujuan ibadahnya memiliki kekuasaan yang
tak dapat dijangkau oleh sesuatu yang lain.

Perintah Allah dan Rasul-Nya ini hendaklah ditunaikan dengan perasaan penuh kasih dan cinta
kepada Allah SWT, bukan karena terpaksa atau karena yang lain. Sebagaimana firman Allah SWT sebagai
berikut :

Para Nabi dan Rasul merupakan hamba Allah yang terbaik dan senantiasa melaksanakan ibadah
dengan penuh kesempurnaan dari setiap arahan Tuhannya. Mereka patuhi dengan penuh perasaan
cinta dan kasih serta mengharap keridhoan dari Tuhannya. Mereka menjadi contoh tauladan yang paling
baik kepada kita semua dalam setiap pekerjaan dan amalan sebagaimana yang dianjurkan oleh Al-
Qur’an.

Sebagian ulama mengatakan, ibadah adalah :” Nama yang menerangkan segala sesuatu yang dicintai
dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan, perbuatan yang tampak dan yang tidak tampak, serta
membebaskan diri dari segala sesuatu yang bertentangan dan menyalahinya.”

Ibadah merupakan bagian integral dari syariah, apapun ibadah yang dilakukan oleh manusia harus
bersumber dari syariah Allah. Semua ibadah yang tidak didasari oleh syariah berarti bid’ah, ibadah
semacam ini tidak saja ditolak tapi lebih dari itu, tindakan tersebut merupaka dosa.

Ibadah tidak hanya sebatas pada menjalankan rukun islam, tetapi ibadah juga berlaku pada semua
aktivitas duniawi yang didasari rasa ikhlas. Oleh karena itu ibadah terdapat dua klasifikasi yaitu, ibadah
khusus ( khas ) dan umum ( ‘amm ). Ibadah dalam arti khusus adalah ibadah yang berkaitan dengan
arkan al-islam, seperti syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan ibadah dalam arti umum
adalah segala aktivitas yang titik tolaknya ikhlas yang ditunjukkan untuk mencapai ridho Allah berupa
amal saleh.

2. Rukun Ibadah

Berdasarkan dalil-dalil yang ada di Al-Qur’an maupun Hadits ibadah memiliki rukun-rukun yang ia
terbangun diatasnya. Tidaklah suatu amalan yang diperintahkan menjadi sebuah ibadah bila ia tidak
dibangun diatas rukun-rukunnya. Rukun-rukun ibadah menurut manhaj ( jalan ) Ahlus Sunnah wal
Jama’ah ada tiga, yaitu :

a) Al-Hubb ( Cinta )

Ibadah dari asal maknanya bisa berarti menghinakan diri. Dan ia selain mengandung makna
penghinaan diri dihadapan Allah SWT juga mengandung Al-Hubb ( cinta ) yang tinggi kepada-Nya.
Dengan kecintaan yang tinggi disertai penghinaan yang sempurna kepada Allah SWT, seorang hamba
akan sampai pada penghambaan diri kepada-Nya SWT, sebab puncak dari Al-Hubb adalah At-Tayyamum
( penghambaan ). Sehingga tidak akan tebangun penghambaan diri kepada Allah SWT kecuali dengan
terkumpulnya keduanya sekaligus, yaitu cinta dan penghinaan diri.

b) Al-Khouf ( Takut )

Ia merupakan peribadahan hati dan rukun ibadah yang agung yang mana keikhlasan seseorang
dalam beragama bagi Allah SWT. Sebagaimana yang telah Allah perintahkan kepada hamba-Nya tidak
akan lurus kecuali dengan bantuan-Nya. Khouf ialah kegundahan hati akan terjadinya sesuatu yang tidak
disuka berupa hukuman dan adzab Allah SWT yang mneimbulkan sikap penghambaan dan ketundukan
seorang hamba kepada-Nya.

c) Ar-Roja ( Berharap )

Ia juga merupakan peribadahan hati dan rukun ibadah yang sangat agung. Ialah harapan yang kuat
atas rahmat dan balasan berupa pahala dari Allah SWT yang menyertai ketundukan dan penghinaan diri
kepada-Nya.

Maka, ibadah yang telah Allah fardhukan kepada hamba-Nya harus terdapat tiga rukun tersebut agar
menjadi ibadah yang sempurna. Peribadahan kepada Allah SWT harus disertai ketundukan dan
kecintaan yang sempurna serta rasa takut dan harapan yang tinggi. Bila ketiganya terdapat dalam
sebuah amalan maka ia benar-benar bermakna ibadah. Didalam Al-Qur’an Allah telah menyebutkan

rukun-rukun ibadah itu ketika menyifati peribadahan para Nabi dengan firman-Nya yang artinya sebagai
berikut :

َ‫ش ِع ْين‬ ِ ‫صلَ ْحنَا لَ ٗه ز َْو َج ٗۗه اِنَّ ُه ْم َكانُ ْوا يُ ٰس ِرع ُْونَ فِى ا ْل َخ ْي ٰر‬
ِ ‫ت َويَ ْدع ُْونَنَا َر َغبًا َّو َر َهبً ۗا َو َكانُ ْوا لَنَا ٰخ‬ ْ ‫فَا‬
ْ َ‫ست ََج ْبنَا لَ ٗه ۖ َو َو َه ْبنَا لَ ٗه يَ ْح ٰيى َوا‬

“...Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam ( mengerjakan ) perbuatan-
perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada kami dengan harap ( atas rahmat Allah ) dan cemas
( akan adzab-Nya ). Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada kami.” ( Q.S Al-Anbiya : 90 )

3. Syarat Ibadah

Syarat diterimanya ibadah oleh Allah SWT dalam konsep risalah islam :

1. Ikhlas

Ibadah dilakukan secara ikhlas dengan kesadaran diri sendiri dan ikhlas semata-mata karena Allah
SWT, bukan karena ingin dipuji ataupun dipaksa. Sebagaimana dalam firman Allah sebagai berikut :

Artinya :

ِۗ‫ص ٰلوةَ َويُؤْ تُوا ال َّز ٰكوةَ َو ٰذلِكَ ِديْنُ ا ْلقَيِّ َمة‬ ‫هّٰللا‬
َّ ‫صيْنَ لَهُ ال ِّديْنَ ەۙ ُحنَفَ ۤا َء َويُقِ ْي ُموا ال‬
ِ ِ‫َو َمٓا اُ ِم ُر ْٓوا اِاَّل لِيَ ْعبُدُوا َ ُم ْخل‬
“Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan
ibadah kepada-Nya, lagi tetap teguhdi atas tauhid; dan supaya mereka mendirikan shalat serta memberi
zakat. Dan yang demikian itulah Agama yang benar “(QS. Al-Bayyinah:5).

َ‫اي َو َم َماتِ ْي هّٰلِل ِ َر ِّب ا ْل ٰعلَ ِمي ْۙن‬ َ َّ‫قُ ْل اِن‬


ُ ُ‫صاَل تِ ْي َون‬
َ َ‫س ِك ْي َو َم ْحي‬

Artinya :

“Katakanlah, sesungguhnya shalatku, Ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Pemelihara alam
semesta.” (QS. AL-An’am:162).

2. Ilmu

Ibadah yang dilakukan disertai ilmunya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT sebagai berikut :
ٰۤ
ْ ‫ َك َكانَ َع ْنهُ َم‬Yِ‫ول ِٕٕى‬
‫ ْواًل‬Yُُٔ‫سٔـ‬ ُ‫ص َر َوا ْلفُ َؤا َد ُك ُّل ا‬
َ َ‫س ْم َع َوا ْلب‬
َّ ‫س لَ َك بِ ٖه ِع ْل ٌم ۗاِنَّ ال‬
َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَ ْي‬

Artinya :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungkan
jawabnya” (QS. Al-Israa’:36).

3. Sunah

Tata cara Ibadah harus sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya dan sahabatnya.

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Al-Bukhari, dari Malik bin Al-Huwairits).

“Barang siapa yang mengadakan sesuatu dalam perkara kami ini yang tidak ada tuntunan (islam) di
dalamnya maka di tolak.” (Muttafaq’alayh).
4. Prinsip Ibadah

Untuk memberikan pedoman ibadah yang bersifat final, Islam memberikan prinsip-prinsip ibadah
sebagai berikut :

a. Prinsip utama dalam ibadah adalah hanya menyembah kepada Allah semata sebagai wujud hanya
mengesakan Allah SWT. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT :

ُ ۗ ‫ست َِع ْي‬


‫ن‬ ْ َ‫اِيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َواِيَّاكَ ن‬

Artinya :

“Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami minta pertolongan”. (Q.S Al-Fatihah :
5)

ِ ُ‫سانًا َّوبِ ِذى ا ْلقُ ْر ٰبى َوا ْليَ ٰتمٰ ى َوا ْل َم ٰس ِك ْي ِن َوا ْل َجا ِر ِذى ا ْلقُ ْر ٰبى َوا ْل َجا ِر ا ْل ُجن‬
‫ب‬ َ ‫ا َّوبِا ْل َوالِ َد ْي ِن اِ ْح‬Yًًٔ‫ش ْئـ‬ ْ ُ‫َوا ْعبُدُوا هّٰللا َ َواَل ت‬
َ ‫ش ِر ُك ْوا ِب ٖه‬
ۙ‫ب َمنْ َكانَ ُم ْختَااًل فَ ُخ ْو ًرا‬ ‫هّٰللا‬ ۢ
ُّ ‫سبِ ْي ۙ ِل َو َما َملَ َكتْ اَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ اِنَّ َ اَل يُ ِح‬ ِ ‫ب ِبا ْل َج ْن‬
َّ ‫ب َوا ْب ِن ال‬ ِ ‫صا ِح‬ َّ ‫َوال‬

Artinya :

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu apapun...”. ( Q.S An-
nisa : 36 )

Lawan tauhid adalah syirik ( mempersekutukan Allah ) yang merupakan dosa terbesar diantara dosa-
dosa besar lainnya.

b. Tanpa perantara. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT :

ُ ‫ستَ ِج ْيبُ ْوا لِ ْي َو ْليُؤْ ِمنُ ْوا بِ ْي لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْر‬


َ‫شد ُْون‬ ِ ۙ ‫َّاع اِ َذا َدع‬
ْ َ‫َان فَ ْلي‬ ِ ‫ب َد ْع َوةَ الد‬ ٌ ‫ي َعنِّ ْي فَاِنِّ ْي قَ ِر ْي‬
ُ ‫ب ۗ اُ ِج ْي‬ َ ‫َواِ َذا‬
ْ ‫ساَلَكَ ِعبَا ِد‬

Artinya :

“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), “Sesungguhnya Aku
sangatlah dekat.” Aku kabulkan permohonan (do’a) orang yang berdo’a apabila ia memohon kepadKu.
Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu
agar mereka selalu mendapat bimbingan.” ( Q.S Al-Baqarah : 186 )

ُ ‫س ٗه ۖ َونَ ْحنُ اَ ْق َر‬


ِ‫ب اِلَ ْي ِه ِمنْ َح ْب ِل ا ْل َو ِر ْيد‬ ُ ‫س بِ ٖه نَ ْف‬ ْ ‫سانَ َونَ ْعلَ ُم َما ت َُو‬
ُ ‫س ِو‬ َ ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْن‬

Artinya :

“Dan sungguh benar-benar Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh
jiwanya. Dan Kami sangat dekat daripada urat lehernya.” ( Q.S Qaf : 16 )
Oleh karena Allah SWT berada sangat dekat dengan hamba-hambaNya dan Maha Mengetahui
segala apa yang dilakukan oleh hamba-Nya, maka dalam berdo’a harus langsung dimohonkan kepada
Allah dan tidak melalui perantara siapapun dan apapun juga.

c. Harus ikhlas yakni murni hanya mengharap ridha Allah SWT. Keikhlasan harus ada dalam seluruh
ibadah, karena keikhlasan inilah jiwa dari ibadah. Tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin ada ibadah
yang sesungguhnya. Allah SWT berfirman

ِۗ‫ص ٰلوةَ َويُؤْ تُوا ال َّز ٰكوةَ َو ٰذلِكَ ِديْنُ ا ْلقَيِّ َمة‬ ‫هّٰللا‬
َّ ‫صيْنَ لَهُ ال ِّديْنَ ەۙ ُحنَفَ ۤا َء َويُقِ ْي ُموا ال‬
ِ ِ‫َو َمٓا اُ ِم ُر ْٓوا اِاَّل لِيَ ْعبُدُوا َ ُم ْخل‬

Artinya :

Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena
(menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus (benar).( QS. Al-Bayyinah Ayat 5 )

d. Harus sesuai dengan tuntutan. Allah SWT berfirman :

‫ش ِركْ ِب ِعبَا َد ِة َربِّ ٖ ٓه اَ َحدًا‬ َ ‫ش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم يُ ْو ٰ ٓحى اِلَ َّي اَنَّ َمٓا اِ ٰل ُه ُك ْم اِ ٰلهٌ َّوا ِح ۚ ٌد فَ َمنْ َكانَ يَ ْر ُج ْوا لِقَ ۤا َء َربِّ ٖه فَ ْليَ ْع َم ْل َع َماًل‬
ْ ُ‫صالِ ًحا َّواَل ي‬ َ ‫قُ ْل اِنَّ َمٓا اَنَ ۠ا َب‬

Artinya :

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah
menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa
mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia
mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”

Arti kata shalih adalah baik karena sesuai. Seseorang dikatakan beramal shaleh bila dalam
beribadah kepada Allah sesuai dengan cara yang disyariatkan Allah melalu para Nabi-Nya, bukan dengan
cara yang dibuat oleh manusia sendiri.

Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan tentang tata cara shalat secara lengkap melalui hadits-
haditsnya yang maqbul, dari sejak niat yang tidak dihafalkan, bacaan dan gerakan sholat, jumlah raka’at,
waktu sholat, dan lain-lain. Dalam masalah ibadah mahdah ( khusus ) yang jelas-jelas sudah ada
keterangan dari Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh ada hasil kreasi manusia yang boleh masuk
didalamnya.

e. Seimbang antara unsur jasmani dan rohani. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT :

Screenshot_2017-09-14-17-37-12.png
Artinya :

“Dan carilah apa yang Allah berikan kepadamu berupa ( kebahagiaan ) negeri akhirat, namun jangan
kamu lupa bahagianmu ( nasibmu ) dari ( kenikmatan ) dunia ...”. ( Q.S Al-Qashash : 77 )

f. Mudah dan meringankan. Allah SWT berfirman :

Screenshot_2017-09-14-17-37-52.png

Artinya :

“Allah tidak membebani seorang manusia kecuali sesuai dengan kemampuannya.” ( Q.S Al-Baqarah : 286
)

Syariat yang diciptakan Allah SWT mesti sudah sesuai dengan porsi kemanusiaan manusia. Hal ini
karena Allah sebagai

pencipta alam semesta termasuk manusia, tentunya paling tahu tentang ciptaan-Nya dan segala
keterbatasan yang dimiliki ciptaan-Nya, sehingga dalam keadaan yang tidak normal yakni :
membahayakan, menyulitkan, atau tidak memungkinkan. Maka selalu ada jalan keluar berupa
keringanan atau ruskhah yang ditawarkan Allah dalam syariat-Nya.

B. Ibadah Mahdah dan Ghairu Mahdah

Secara umum, ibadah terbagi menjadi dua; yakni ibadah mahdhah (langsung kepada Allah) dan ghairu
mahdhah (tidak langsung kepada Allah).

1. Ibadah Mahdhah

Ibadah mahdhah adalah ibadah yang berupa pengabdian langsung kepada Allah. Segala bentuk
aktifitas ibadah berupa cara, waktu dan kadarnya telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya seperti
shalat, puasa, dan haji. Seseorang tidak akan mengetahui ibadah ini kecuali melalui penjelasan Allah
dalam Al-Qur’an atau penjelasan Rasulullah sebagaimana di dalam Sunnah beliau.

Syarat ibadah mahdhah :

a. Ikhlas

b. Benar / sesuai dengan sunnah Rasulullah

Agar amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT maka amal itu harus ikhlas dan benar. Amal yang
ikhlas adalah amal yang dilakukan dengan niat murni untuk mendapat ridha Allah, bukan untuk
mendapat ridha atau pamrih dari selain Allah. Amal yang benar adalah amal yang sesuai dengan sunnah
Rasulullah.

Tatacara pelaksanaan ibadah mahdhah harus mengikuti sedemikian rupa seperti yang diajarkan Nabi,
tak boleh menambah dan tak boleh mengurangi. Pada Shalat Misalkan, Rasulullah telah mengajarkan
dan mencontohkan pengerjaan shalat Maghrib sebanyak tiga rakaat. Maka

umatnya tidak boleh menambah dan juga tidak boleh mengurangi jumlah bilangan rakaatnya. Demikian
juga dengan haji dan puasa.

Ibnu Taimiyah menambahkan bahwa hendaknya suatu ibadah terutama menyangkut ibadah ghairu
mahdhah itu dikerjakan diatas tiga landasan, yakni hubb (cinta), khauf (takut), serta raja’ (harapan).

Berkenaan dengan hal tersebut, Allah SWT befirman :

Artinya :

“Orang-orang yang beriman amat sangat cinta kepada Allah. Seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan
Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (Q.S al-baqarah
[2]: 165)

Menurut Imam Ali, orang yang menyembah Allah terbagi kedalam tiga tipe:

a) Orang yang beribadah karena mengharapkan balasan. Ibadahnya merupakan investasi masa
depan. Semakin banyak ia menjalankan ritual-ritual keagamaan, semakin banyak pula imbalan yang akan
didapatkannya. Imam Ali menyebutnya sebagai ibadah para pedagang, pebisnis,

b) Orang yang menyembah Allah karena takut terhadap siksa-Nya. Ibadahnya laksana pengabdian
seorang budak terhadap tuannya. Ia melakukan sesuatu lantaran khawatir akan murka sang tuan. Ia
membayangkan Allah ibarat Sang Pemurka yang siap menghukumi

hamba-Nya yang mengabaikan perintah-Nya. Kata Ali, orang tipe ini biasanya beribadah semata untuk
menggugurkan kewajiban.

c) Orang beribadah karena ia sadar memang seharusnya beribadah. Imam Ali menyebutnya
sebagai ibadahnya orang yang merdeka. Ibadah yang dihiasi dengan penuh cinta serta ketulusan.
Ketulusan cinta itu muncul dari rasa syukur dan terima kasih yang mendalam. Ibadah benar-benar
menjadi penjelmaan dan ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada Allah Sang Pemberi Kehidupan.
2. Ibadah Ghairu Mahdhah

Ibadah ghairu mahdhah adalah semua perbuatan yang bermanfaat untuk sesama manusia dan
lingkungannya, yang diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah ghairu mahdhah tata caranya
tidak ditentukan oleh Allah. Hal ini menyangkut segala macam amal kebaikan yang di ridhai Allah baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Bahkan sekedar baru berniat saja sudah dianggap ibadah dan
mendapat pahala dari Allah. Ibadah pada aspek ini cakupannya sangat luas. Contoh ibadah ghairu
mahdhah adalah bekerja, belajar, berinfak, menyantuni anak yatim, membantu orang lain, menunaikan
amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, menepati janji, menyuruh kepada
kebaikan seraya mencegah kemungkaran, menjaga lingkungan dan masih banyak lagi mencakup seluruh
aktifitas manusia yang diniatkan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT selama apa yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan syariat Allah.

Sabda Nabi Muhammad SAW menjelaskan : Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah yang
dengannya engkau mengharapkan keridhaan Allah, kecuali engkau akan mendapatkan pahala atasnya.
Sampai sesuatu yang engkau berikan pada mulut istrimu (Shahih Bukhari, 1/56).

Prinsip praktik ibadah ini yaitu tidak ada dalil yang melarangnya serta pelaksanaannya diniatkan untuk
beribadah kepada Allah. Ibadah

ghairu mahdhah membutuhkan dua hal, yakni cinta kepada Allah dan ketundukan dan taat kepada
Allah.

C. Fungsi dan Hikmah Ibadah

1. Fungsi Ibadah

Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam :

a) Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Mewujudkan hubungan antara manusia
dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui “muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan
selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan
ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk
beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT.
Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.” Atas
landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan terhadap manusia, harta benda dan hawa
nafsu.
b) Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya. Dengan sikap ini, setiap
manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban
untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur’an ketika berbicara tentang
fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Contohnya:
ketika Al-Qur’an berbicara tentang shalat, ia menjelaskan fungsinya: “Bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Qur’an dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
keutamannya dari ibadah-ibadah yang lain, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ketika Al-Qur’an berbicara tentang zakat, Al-Qur’an juga menjelaskan fungsinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka serta mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi
mereka, dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” Dan masih banyak ibadah-ibadah lain yang
tujuannya tidak hanya baik bagi diri pelakunya tetapi juga membawa dampak sosial yang baik bagi
masyarakat. Karena itu Allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut
membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda:

“Barang siapa yang sholatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar, maka dia hanya
akan bertambah jauh dari Allah” (HR. Thabrani)

c) Melatih diri untuk berdisiplin adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita
untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan shalat, mulai dari wudhu,
ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk berdisiplin.
Apabila kita menganiaya sesama muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan,
tidak mau membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada
yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma’ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan
tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah SWT.

2. Hikmah Ibadah

a) Tidak syirik

Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah kepada
Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki
Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.

b) Memiliki ketakwaan
Ketakwaan yang di landasi cinta timbul karena ibadah yang di lakukan manusia setelah merasakan
kemurahan dan keindahan Nya muncullah dorongan untuk beribadah kepada-Nya. Sedangkan
ketakwaan yang di landasi rasa takut timbl karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu
kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban ada
kalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak
menjalankan kewajiban.

c) Terhindar dari kemaksiatan

Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh
kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat
sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.

d) Berjiwa sosial, artinya ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan
lingkungan sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya.
Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan oleh
orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang lain.

e) Tidak kikir, harta ang dimiliki manusia pada dasarnya bukan muliknya tetapi milik Allah SWT yang
seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begitu besar
terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang
mencintai Allah SWT, senantiasa menafkahi hartanya di jalan Allah SWT. Ia menyadari bahwa miliknya
adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluannya semata-mata sebagai bekal di
akhirat yang di wujudkan dalam bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.

D. Makna Spiritual Ibadah Bagi Kehidupan Sosial

Ibadah memiliki dimensi keakhiratan sekaligus keduniawian. Ibadah dalam ajaran Islam tidak hanya
dimaksudkan dalam kerangka hubungan

dengan Allah semata, tetapi juga mengandung dimensi sosial yang tinggi bagi para pemeluknya. Semua
bentuk ibadah memiliki makna sosialnya masing-masing sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, ibadah shalat. Kandungan sosial dari ibadah shalat adalah bahwa shalat mengajarkan
makna persaudaraan dan persatuan manusia yang begitu tinggi. Ketika melaksanakan shalat di masjid
lima kali dalam sehari, maka sesungguhnya ibadah tersebut tengah menghimpun penduduknya lima kali
sehari. Dalam aktivitas tersebut, mereka saling mengenal, saling berkomunikasi, dan saling menyatukan
hati. Mereka shalat dibelakang seorang imam, mengadu kepada Tuhan yang satu, membaca kitab yang
sama, serta menghadap kiblat yang sama. Mereka juga melakukan amalan yang sama yakni sujud, ruku,
dan sebagainya. Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 10:

َ‫صلِ ُح ْوا بَيْنَ اَ َخ َو ْي ُك ْم َواتَّقُوا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُْر َح ُم ْون‬


ْ َ ‫اِنَّ َما ا ْل ُمؤْ ِمنُ ْونَ اِ ْخ َوةٌ فَا‬

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu ( yang berselisih ) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” ( Q.S Al-
Hujurat:10).

Kedua, ibadah puasa. Puasa mampu menumbuhkan kepekaan sosial bagi pelakunya. Dengan
berpuasa, si kaya merasakan betapa tidak enaknya merasakan lapar. Puasa mengajarkan kepadanya
untuk bisa mengenali serta merasakan penderitaan orang yang sehari-hari senantiasa berada dalam
kekurangan dan berbalut kemiskinan. Kemudian puasa diakhiri dengan membayar zakat fitrah yang
memaksa seseorang untuk berderma, sekalipun mungkin hatinya belum sadar ini akan menjadi latihan
dan pembinaan tersendiri bagi orang yang besangkutan untuk menjadi orang yang dermawan dan peduli
terhadap orang-orang yang lemah.

Ketiga, ibadah zakat. Ibadah zakat memiliki fungsi dan hikmah ganda. Secara individu zakat
mengandung hikmah untuk membersihkan dan menyucikan diri beserta harta bendanya. Dengan begitu,
zakat melatih manusia menghilangkan sifat kikir, rakus, tamak yang melekat pada dirinya. Zakat menjadi
tanda kedermawanan, solidaritas, dan kasih sayang seorang muslim terhadap saudara-saudaranya agar
bisa ikut merasakan rezeki sebagai karunia Allah SWT.

Keempat, ibadah haji. Dalam ibadah haji terkandung pengalaman nilai-nilai kemanusiaan yang
universal. Ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan kemudian
mengenakan pakaian ihram. Dengan mengenakan pakaian ihram pada saat haji, manusia diajarkan
untuk menanggalkan perbedaan status sosial yang mereka sandang dan bersatu dalam persamaan dan
persaudaraan. Pada saat melaksanakan ihram, seseorang dilarang menyakiti binatang, dilarang
membunuh, menumpahkan darah, serta dilarang mencabut pepohonan.

Maknanya manusia harus menerapkan apa yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist ke dalam
kehidupan sosial.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Secara bahasa, kata ibadah berasal dari bahasa arab al-abdiyyah, al-‘ubudiyyah, dan al-‘ibadah
yang berarti ketaatan. Kata al-‘ubudiyyah identik dengan kata al-khudhu dan adz-dzull yang berarti
ketundukan dan kehinaan.

2. Sedangkan menurut terminologi syariat, Muhammad Abduh menafsirkan ibadah sebagai suatu
bentuk ketundukkan dan ketaatan sebagai dampak dari rasa pengagungan yang bersemai didalam lubuk
hati seseorang terhadap siapa yang menjadi tujuan ketundukannya.

3. Rukun ibadah ada tiga yaitu : Al-Hubb ( Cinta ), Al-Khouf ( Takut ), dan Ar-Roja ( Berharap ).

4. Syarat ibadah ada tiga yaitu : ikhlas, ilmu, dan sunnah.

5. Prinsip dalam beribadah antara lain :

a) Hanya menyembah kepada Allah semata sebagai wujud hanya mengesakan Allah SWT.

b) Tanpa perantara.

c) Harus ikhlas

d) Harus sesuai dengan tuntutan.

e) Seimbang antara unsur jasmani dan rohani.

f) Mudah dan meringankan

6. Fungsi ibadah :

a) Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Mewujudkan hubungan antara manusia
dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui “muqorobah” dan “khudlu”.

b) Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya.

c) Melatih diri untuk berdisiplin adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita
untuk berdisiplin.
7. Dengan beribadah kita akan mendapat hikmah berupa kita tidak menjadi syirik, tidak kikir,
memiliki ketakwaan, terhindar dari kemaksiatan, dan berjiwa sosial.

8. Kandungan sosial dari ibadah shalat adalah bahwa shalat mengajarkan makna persaudaraan dan
persatuan manusia yang begitu tinggi.

9. Puasa mampu menumbuhkan kepekaan sosial bagi pelakunya. Dengan berpuasa, si kaya
merasakan betapa tidak enaknya merasakan lapar.

10. Ibadah zakat memiliki fungsi dan hikmah ganda. Secara individu zakat mengandung hikmah untuk
membersihkan dan menyucikan diri beserta harta bendanya.

11. Dalam ibadah haji terkandung pengalaman nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Ibadah haji
dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan kemudian mengenakan pakaian ihram.

Anda mungkin juga menyukai