Anda di halaman 1dari 8

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Nurhalimah Muhammad Anshari


2014201210052 2014201210109
Mika aprianti Rusdi Gunawan
2014201210097 2014201210116
Saniyah Siti Fitriani
2014201210099 2014201210118

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN ALIH JENIS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2020/2021

A. Pendahuluan
Risalah Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. kepada umatnya adalah agama yang
diharapkan membawa rahmat bagi seru sekalian alam. Ajaran ajarannya yang bersumber dari Alquran
dan Hadis memberikan tuntunan atas berbagai aspek kehidupan umat manusia guna mendatangkan
kemaslahatan, dalam rangka membentuk dan mewujudkan manusia yang berkualitas. Termasuk di
dalamnya adalah ajaran untuk memelihara kesehatan. Hasil Muzakarah Nasional MUI tentang
HIV/AIDS di Bandung tanggal 30 Nopember 1995 telah menyimpulkan bahwa penyebaran virus
HIV/AIDS di Inodnesia telah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan dan membahayakan (al-
dharar al-‘amm), karena telah memasuki kelompok perilaku resiko tinggi dengan tingkat penyebaran
yang cepat dan telah memulai menyebar kepada hampir seluruh strata masyarakat, dari kelas bawah,
kelas menengah hingga kelas atas. Konon, Indonesia kini telah meninggalkan fase pertumbuhan linier
menuju fase mewabah yang dicirikan oleh pertumbuhan yang sangat cepat (ekslposif).Bahkan
wabahnya tak lagi dapat tercegah, kecuali hanya sekedar meminimalisasi dampak negatifnya.
Penyakit HIV/AIDS antara 80 % - 90 % penyebabnya adalah berzina dalam pengertiannya yang
luas yang menurut ajaran Islam merupakan perbuatan keji yang diharamkan dan dikutuk oleh Allah
swt. Tidak hanya pelakunya yang dikenai sanksi hukuman yang berat, tetapi seluruh pihak yang
terlibat dalam kegiatan perzinaan. Perkawinan penderita HIV/AIDS dengan orang yang sehat, jika
HIV/AIDS hanya dipandang sebagai sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan, maka
hukumnya makruh. Tapi jika HIV/AIDS selain dipandang sebagai penyakit yang sulit disembuhkan
juga diyakini dapat membahayakan/ menular kepada orang lain, maka hukumnya haram. Menyadari
betapa bahayanya virus HIV/AIDS tersebut, maka ada kewajiban kolektif (fardhu kifayah) bagi
semua pihak untuk mengikhtiarkan pencegahan terjangkit, tersebar atau tertularnya virus yang
mematikan tersebut melalui berbagai cara yang memungkinkan untuk itu, dengan melibatkan peran
Ulama/tokoh agama.
Apabila kondisi yang demikian terus berlangsung tanpa ada upaya-upaya strategis dan
komprehensif untuk pencegahannya, maka pada gilirannya akan dapat melemahkan sendi-sendi
kehidupan masyarakat Indonesia baik dalam bidang budaya, social, ekonomi dan politik. Oleh karena
itu, seluruh elemen masyarakat, dengan segala potensi yang ada hendaknya dapat bersatu padu dan
bekerjasama dalam menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS, sebagai salah satu bentuk amal
saleh dan amal ibadah kepada Allah swt, Dalam konteks ini, segala daya dan upaya yang kita lakukan
harus bermuara pada satu tujuan, yaitu : terciptanya perilaku yang bertanggung jawab sesuai dengan
ajaran Islam, sehingga dapat mencegah penyebaran virus HIV/AIDS serta mengurangi dampak
negatifnya.
B. Hukum Islam Tentang Penyakit
Dalam pandangan Islam, sakit marupakan musibah yang dapat menimpa siapa saja, termasuk orang-
orang saleh dan berakhlak mulia sekalipun. Artinya, orang yang terkena penyakit belum tentu sakitnya
itu akibat perbuatan dosa yang dilakukannya, tetapi boleh jadi merupakan korban perbuatan orang
lain. Allah swt. berfirman :
٢٥ ‫ب‬ ۡ ‫وا ِمن ُكمۡ خَٓاص َّٗۖة َو‬
ِ ‫ٱعلَ ُم ٓو ْا أَ َّن ٱهَّلل َ َش ِدي ُد ۡٱل ِعقَا‬ ِ ُ‫وا فِ ۡتن َٗة اَّل ت‬
ْ ‫صيبَ َّن ٱلَّ ِذينَ ظَلَ ُم‬ ْ ُ‫َوٱتَّق‬
Artinya : Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim
saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. ( QS Al-Anfal ; 25 )

Pada dasarnya ajaran Islam sarat dengan tuntunan untuk berpola hidup sehat secara jasmani dan
rohani. Di antaranya, Islam mengajarkan untuk menghindari penyakit dan berobat jika sakit, bersabar
dan banyak beristighfar jika mendapat musibah, pantang berputus asa, dan agar merawat serta
memperlakukan orang yang sakit dengan baik. Apabila sedang tertimpa musibah, termasuk jika
sedang sakit, maka kita di perintahkan untuk banyak bersabar sambil berikhtiar/berobat. Allah
swt.berfirman :
١٧ ‫ور‬ ُ َ ِ‫صاب َۖكَ إِ َّن ٰ َذل‬
ِ ‫ك ِم ۡن ع َۡز ِم ٱأۡل ُم‬ َ َ‫ٱصبِ ۡر َعلَ ٰى َمٓا أ‬
ۡ ‫َو‬
Artinya : … dan bersabaralah atas apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS Luqman: 17)

Jika suatu saat kita khilaf melakukan perbuatan keji, diperintahkan untuk segera ingat kepada Allah,
beristighfar dan tidak terus menerus laut dalam lembah dosa. Allah swt. berfirman :

ْ ُ‫وا َعلَ ٰى َما فَ َعل‬


َ‫وا َوهُمۡ يَ ۡعلَ ُمون‬ ْ ُّ‫ُصر‬ َ ُ‫ُوا لِ ُذنُوبِ ِهمۡ َو َمن يَ ۡغفِ ُر ٱل ُّذن‬
ِ ‫وب ِإاَّل ٱهَّلل ُ َولَمۡ ي‬ ْ ‫ٱست َۡغفَر‬ ْ ‫ أَ ۡو ظَلَ ُم ٓو ْا أَنفُ َسهُمۡ َذ َكر‬Šً‫وا ٰفَ ِح َشة‬
ۡ َ‫ُوا ٱهَّلل َ ف‬ ْ ُ‫َوٱلَّ ِذينَ إِ َذا فَ َعل‬
١٣٥

Artinya : Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri,
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain Allah?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang
mereka mengetahui. (Qs. Al Imran : 135 )

Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengertian perbuatan keji (fahisyah) dalam ayat tersebut ialah
dosa besar yang mudaratnya tidak hanya menimpa diri pelaku perbuatan dosa tersebut, melainkan
juga dapat menimpa orang lain, seperti zina dan riba. Selain bersabar, kita juga diperintahkan untuk
tidak berputus asa dari rahmatAllah swt., sebagaimana firman-Nya :
Penyakit HIV/AIDS antara 80 % - 90 % penyebabnya adalah berzina dalam pengertiannya yang
luas yang menurut ajaran Islam merupakan perbuatan keji yang diharamkan dan dikutuk oleh Allah
swt. Tidak hanya pelakunya yang dikenai sanksi hukuman yang berat, tetapi seluruh pihak yang
terlibat dalam kegiatan perzinaan.

‫ ۗ َو َس ۤا َء َسبِ ْياًل‬Šً‫اح َشة‬


ِ َ‫الز ٰن ٓى اِنَّهٗ َكانَ ف‬
ِّ ‫َواَل تَ ْق َربُوا‬

Artinya : janganlah engkau mendekati zina, karena zina itu merupakan perbuatan keji dan jalan yang
buruk (QS. Al-Isra' Ayat 32)

Dalam sebuah Hadis Nabi bahkan dengan tegas disebutkan, yang artinya : bahwa apabila zina dan
riba telah menjadi fenomena dalam suatu negeri, maka berarti penduduk negeri tu telah
menghalalkan azab Allah.Diharamkan melakukan euthanasia terhadap penderita AIDS, baik secara
aktif maupun pasif.

Perkawinan penderita HIV/AIDS dengan orang yang sehat, jika HIV/AIDS hanya dipandang
sebagai sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan, maka hukumnya makruh. Tapi jika
HIV/AIDS selain dipandang sebagai penyakit yang sulit disembuhkan juga diyakini dapat
membahayakan/menular kepada orang lain, maka hukumnya haram.

Penyakit HIV/AIDS dapat dijadikan alasan untuk menuntut perceraian oleh salah satu
61
pasangannya. Pasangan suami isteri yang salah satunya atau kedua-duanya menderita HIV/AIDS
boleh bersepkat melanjutkna ikatan perkawinannya

Suami atau isteri yang menderita HIV/AIDS wajib menggunakan alat, obat atau metode yang
dapat mencegah penularan virus HIV/AIDS . Kaidah hokum Islam menyatakan sbb :

Wanita penderita HIV/AIDS yang hamil, baik hamil dengan suaminya atau hamil karena
zina, dilarang (haram) menggugurkan kandungannya .

Orang yang meninggal karena penyakit HIV/AIDS wajib ditahjizkan sebagaimana mayat
pada biasanya, seperti dimandikan, dikafani, disalati dan dimakamkan.

C. Peranan Ulama Dalam Mencegah Penyebaran Virus Hiv/Aids


1. Dalil-Dalil
1) Firman Allah (QS. Al-Anbiya’: 107) :

َ‫َو َمٓا أَ ۡر َس ۡل ٰنَكَ إِاَّل َر ۡح َم ٗة لِّ ۡل ٰ َعلَ ِمين‬


Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam

2) Firman Allah (QS. Al-Baqarah: 195) :

‫وا بِأ َ ۡي ِدي ُكمۡ إِلَى ٱلتَّ ۡهلُ َك ِة َوأَ ۡح ِسنُ ٓو ۚ ْا‬
ْ ُ‫َواَل تُ ۡلق‬
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik

3) Hadis Nabi SAW :

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain” (HR Ahmad, al-
Baihaqi, al-Hakim, dan Ibnu Majah)

4) Kaidah Fiqhiyah :

“Setiap bahaya harus dihindarkan”

“Memilih dua perkara yang paling ringan bahayanya”

5) Maqashid al-Syari’ah al-Khams, khususnya yang berkaitan dengan Hifz al-Nafs


(melindungi keselamatan jiwa) dan Hifz al- Nasl (melindungi keturunan).

2. Peran Ulama
Ulama selaku pewaris risalah kenabian untuk mewujudkan rahmat bagi semesta, mengemban
tugas dan peran utamanya antara lain :
1) Memberikan bimbingan, penyuluhan, dan keteladanan kepada masyarakat sesuai dengan
ajaran dan nilai-nilai agama Islam bagi ketahanan umat Islam dalam menghadapi tantangan
peradaban dan budaya global
2) Melakukan amar ma’ruf nahi munkar untuk membina dan melindungi kehidupan keluarga
sakinah penuh mawaddah dan rahmah.
3. Pandangan ulama tentang masalah hiv/aids
Bahwa penyebaran HIV/AIDS sudah merupakan bahaya umum (al-Dharar al-’Am) yang
dapat mengancam siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, umur, dan profesi.

4. Sikap Ulama
Mengingat tingkat bahaya HIV/AIDS tersebut maka wajib bagi semua pihak untuk
mengikhitiarkan pencegahan dengan berbagai cara yang mungkin dilaksanakan secara
perorangan maupun bersama, baik dari sudut agama, budaya, sosial maupun kesehatan.

D. Petunjuk Untuk Mencegah Penyebaran Hiv/ Aids


1. Untuk yang secara positif terkena HIV/AIDS :
a. Bagi yang lajang agar melakukan puasa seks, melanggar ketentuan ini bukan saja berdosa
besar karena perzinaan, akan tetapi juga berdosa besar karena menyeret orang lain ke dalam
bahaya yang mengancam jiwanya.
b. Bagi yang berkeluarga wajib memberi tahu pasangan (suami/ isteri)-nya secara bijak perihal
penyakit yang diderita, serta akibat-akibatnya.
c. Bagi yang berkeluarga wajib melindungi pasangan (suami/isteri)-nya dari penularan penyakit
yang dideritanya. Dalamkeadaan darurat dengan cara antara lain menggunakan kondom
dalam berhubungan seks antara mereka.
d. Bagi yang lajang maupun yang berkeluarga diharamkan melakukan segala sesuatu yang
dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain misalnya dengan mendonorkan darah.
e. Bagi setiap pengidap HIV/AIDS dan penderita AIDS wajib memberitahukan tentang
kesehatannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan jaminan kesehatannya.

2. Untuk yang potensial terkena HIV/AIDS


a. Wajib memeriksakan kesehatan dirinya untuk mengetahui status positif/negatif.
b. Bagi pasangan suami isteri dalam keadaan darurat agar mengenakan kondom (dan alat
perlindungan lain).
c. Bagi pasangan yang akan nikah wajib memeriksakan status kesehatannya untuk mengetahui
status positif/negatifnya.

3. Untuk Masyarakat Umum


a. Bagi masyarakat sendiri perlu meningkatkan’ ketaqwaan kepada Allah SWT dengan
menuruti perintah dan menjahui larangan-Nya, khususnya tentang larangan perzinaan dan
hal-hal yang dapat mendorong kepadanya.
b. Bagi para ulama perlu meningkatkan efektifitas (dengan pembaharuan metode dan
pendekatan) dakwah kepada masyarakat untuk semakin meningkatkan ketaqwaan kepada
Allah dan ketaatan kepada ketentuan-ketentuan agamanya.
c. Baik ulama atau pemerintah dan pihak lainnya meningkatkan langkah-langkah KIEM
(Komunikasi,Informasi, Edukasi, dan Motivasi) kepada masyarakat luas tentang bahaya,
sebab musabab dan cara penanggulangan HIV/AIDS melalui kerjasama semua pihak.

E. Rekomendasi
1. Kepada MUI agar membentuk kelompok kerja yang secara khusus menangani ikhtiar pencegahan
penularan HIV/AIDS dan pelayanan kepada pengidap serta penderita. Komisi Fatwa diharapkan
dapat membicarakan dan mengeluarkan fatwa perihal langkahlangkah pencegahan penyebaran
HIV/AIDS, khususnya tentang :
a. Euthanasia bagi penderita AIDS, karena pendapat yang masih berbeda diantara :
 Yang mendukung berdasarkan pengutamaan maslahat/ keselamatan umum yang lebih
menyeluruh.
 Yang menolak karena larangan agama menghilangkan nyawa manusia dengan alasan
apapun, dan juga etika kedokteran tentang keharusan pengobatan sampai akhir hayat.
b. Pengkarantinaan penderita AIDS dengan pertimbangan maslahat umum bagi yang
menyetujuinya dan pertimbangan hal asasi bagi yang menolaknya.
c. Sterilasasi bagi suami isteri yang positif mengidap ataupun menderita HIV/AIDS.
2. Kepada MUI dan pemerintah agar mengeluarkan Panduan Perawatan Penderita/ Penanganan
Jenazah yang menderitaAIDS untuk menjaga penularan kepada orang lain.
3. Kepada Komisi Nasional P2-AIDS agar MUI Tingkat I dan II dilibatkan dalam komisi daerah P2-
AIDS.
4. Kepada pemerintah agar dalam melaksanakan pembangunan, khususnya di bidang industri
pariwisata, selalu mempertimbangkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa yang luhur.
5. Kepada pengidap/penderita agar diberikan tuntunan rohani (bertobat) agar mereka yakin bahwa
tobatnya diterima.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Depag, Jakarta, 2003

Jalal al-Din al-Suyuthi, Jami’ al-Shaghir, Juz I, Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, Indonesia, tt

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz I, Mushthafa al-Babi al-Halabi, , Mesir, tt.

Abdussattar Abd al-Ghurrah, ed., Qararat wa Taushiyat Majma’ al-Fiqh al-Islamy, Cet. II, Dar al-
Qalam, Damaskus, 1418 H/ 1998 M

Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, Juz VII, hlm. 32; Bandingkan : Imam
Taqyuddin, Kifayat al-Akhyar, Juz III

Abdussattar Abd al-Ghurrah, ed., Op. Cit., hlm. 206; Imam Nawawi, Al-Majmu’Syarh al-Muhazzab, Juz
XVI, hlm. 265-266; Perhatikan : UU No. 1/1974 tentang Perkawinan pasal 39; jo PP No.
9/1975 pasal 19; jo Kompilasi Hukum Islam.

Al-Shan’ani, Subul al-Salam, Juz III, Mushthafa al-Babi al-Halabi, Mesir, tt.

Anda mungkin juga menyukai