Anda di halaman 1dari 21

Nama : Aninditya Sekar Wardani

NIM : M0319009
Kelompok 5

Resume Praktikum Kimia Organik I


Destilasi Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang berasal dari tumbuhan. Minyak atsiri
banyak ditemukan di berbagai bagian tumbuhan, antara lain akar, batang, kulit kayu, batang, daun, bunga,
dan buah. Minyak atsiri tumbuhan memiliki aktivitas biologis yang baik, antara lain antibakteri,
antijamur, antivirus, dan antioksidan. Sejak Abad Pertengahan, minyak atsiri dapat diperoleh dengan
distilasi, minyak ini telah banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, makanan, dan kimia (Cui
dkk., 2019).
Minyak atsiri merupakan senyawa aromatik yang diturunkan secara alami, dengan aktivitas biologis
berspektrum luas. Minyak atsiri adalah campuran kompleks dari senyawa yang tidak mudah menguap dan
mudah menguap. Pada umumnya bersifat lipofilik, hampir tidak larut dalam air, serta dapat
diklasifikasikan secara luas dalam alkaloid, flavonoid, isoflavon, monoterpen, asam fenolik, karotenoid
dan aldehida. Di antara lebih dari 3000 jenis minyak atsiri yang diketahui, hanya sekitar 300 yang saat ini
memiliki kepentingan komersial. Minyak atsiri disintesis sebagai metabolit sekunder di organ tumbuhan
yang berbeda untuk memberikan perlindungan dari agen eksternal, seperti sinar UV, herbivora, serangga
dan patogen. Karena reaktivitas molekulernya yang tinggi, minyak atsiri terakumulasi dan disimpan
dalam struktur khusus yang terletak di permukaan tanaman, seperti kelenjar sekretori atau di organ sel
internal, seperti vakuola (Donsì dan Ferrari, 2016).
Kunyit (Curcuma longa L.) adalah tumbuhan tropis dari keluarga Zingiberaceae yang berasal dari
Asia Selatan. Kunyit masih digunakan secara luas dalam makanan sebagai bumbu, terutama sebagai
bahan penting pembuatan kari. Selain itu juga digunakan dalam pengobatan karena efek
menguntungkannya, seperti fungsi pengatur empedu, anti-inflamasi, antiartritik, dan peningkatan sekresi
insulin. Minyak atsiri dari kunyit mengandung aromatic-turmerone (ar-turmerone), b-turmerone, a-
turmerone, a-zingiberene, b-sesquiphellandrene, dan b-bisabolene. Minyak atsiri dari rimpang kunyit
menunjukkan aktivitas biologis antibakteri, antijamur, antikanker, pengusir serangga, dan anti bisa ular.
Selain itu, minyak atsiri yang diekstrak dari kunyit juga memiliki aktivitas anti-inflamasi, antijamur,
antihepatotoksik, dan antiartritik. Berikut ini struktur kimia dari kunyit (Hwang dkk., 2016).

Gambar 1. Struktur Kimia Kunyit


Percobaan destilasi minyak atsiri ini bertujuan untuk mengisolasi minyak atsiri dari rimpang kunyit
dengan metode stahl. Destilasi atau penyulingan didefinisikan sebagai pemisah komponen-komponen
suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih yang berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-
masing zat tersebut. Secara umum ada tiga macam sistem destilasi minyak atsiri yaitu penyulingan
dengan air, penyulingan dengan air dan uap, dan penyulingan dengan uap langsung (Nugraheni dkk.,
2016). Metode destilasi stahl yaitu memisahkan campuran berdasarkan pada berdasarkan perbedaan titik
didih dan berat jenisnya dengan penguapan dan pegembunan pada suhu tertentu. Sesuai dengan SNI,
pemisahan minyak atsiri dalam sampel dapat dilakukan melalui destilasi Stahl, yang merupakan
rangkaian alat dengan prinsip steam distillation (destilasi uap) (Kusnadi dan Tivani, 2017). Metode ini
paling sering dipakai oleh industri kecil minyak atsiri karena penanganannya mudah dan menggunakan
peralatan yang sederhana. Dalam proses destilasi uap, semakin besar laju alir uap maka difusi uap pada
permukaan bahan baku semakin baik dan menyebabkan hasil minyak atsiri menjadi optimal (Ma'sum dan
Proborini, 2016).
Peralatan lain yang digunakan dalam percobaan ini yaitu gelas beaker, penangas, labu alas bulat,
klem dan statif. Sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu kunyit, minyak, dan aquades. Percobaan
dilakukan dengan merangkai alat destilasi terlebih dahulu. Minyak yang telah disiapkan dimasukkan ke
dalam penangas, sedangkan 200 gram kunyit yang telah diiris tipis-tipis dimasukkan kedalam labu alas
bulat. Setelah itu ditambahkan aquades ke dalam labu alas bulat hingga 2/3 volume labu. Kemudian
destilator stahl dipasang pada rangkaian, stahl diolesi dengan vaseline terlebih dahulu sebelum dipasang
supaya mudah dilepas ketika percobaan telah selesai. Lalu selang untuk air masuk dipasang pada
kondensor bagian bawah, sedangkan selang untuk air keluar pada bagian atas. Kemudian keran stahl dan
erlenmeyer yang berada di bawahnya dibungkus/ditutupi dengan aluminium foil. Hal tersebut dilakukan
karena minyak atsiri bersifat mudah menguap. Selain itu juga untuk mencegah rusaknya komponen
minyak atsiri karena terkena cahaya.
Aquades bersifat polar, sedangkan minyak atsiri bersifat non-polar. Akan tetapi, aquades dapat
menarik minyak atsiri dari kunyit karena kepolaran aquades akan menurun ketika proses pemanasan,
sehingga bisa digunakan sebagai pelarut. Hal itu dikarenakan proses pemanasan membuat ikatan hidrogen
antar molekul air melemah sehingga momen dipol dan kepolarannya menurun. Pada penangas
dimasukkan minyak goreng dan bukan air karena titik didih air yang lebih rendah menyebabkan air lebih
cepat mendidih sehingga akan lebih cepat habis sebelum produk minyak atsiri didapatkan. Oleh karena
itu, digunakan minyak goreng yang titik didihnya lebih tinggi, yaitu sekitar 180oC (Arizona dkk., 2019).
Pemanasan dalam percobaan ini dilakukan pada suhu 110-120oC. Suhu alat diatur sehingga destilat yang
keluar dapat menetes teratur. Pemanasan terlalu tinggi akan menyebabkan destilat menetes cepat dan akan
teruap kembali, sedangkan bila terlalu dingin maka waktu destilasi akan lama sehingga tidak efisien
(Fatimah dkk., 2017). Setelah dilakukan pemanasan selama 30 menit, uap minyak atsiri yang didinginkan
pada kondensor mengembun, lalu keluar menuju pipa skala volume dalam bentuk cairan.
Proses destilasi dihentikan setelah dilakukan selama ± 2 jam karena tidak terdapat penambahan
jumlah minyak atsiri lagi. Setelah itu, destilat yang berupa minyak atsiri dikeluarkan melalui keran dan
ditampung dalam erlenmeyer. Pada percobaan ini, diperoleh minyak sebanyak 1 mL dengan massa
seberat 0,9145 gram. Berdasarkan hal tersebut diperoleh rendemen minyak atsiri sebesar 0,6%. Hal ini
berbeda dengan literatur, dimana rimpang kunyit biasanya mengahasilkan 1,5 – 5% minyak atsiri (Li
dkk., 2011). Hal tersebut dapat disebabkan karena minyak atsiri yang dihasilkan beberapa telah menguap
dikarenakan sifatnya yang mudah menguap.
Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri dari kunyit dapat
diperoleh dengan metode destilasi stahl. Destilasi stahl yaitu metode pemisahan campuran berdasarkan
pada perbedaan titik didih serta massa jenisnya melalui proses penguapan dan pengembunan pada tekanan
tertentu. Berdasarkan percobaan diperoleh minyak atsiri sebanyak 1 ml dengan nilai rendemen sebesar
0,6%, dan massa minyak atsiri kunyit sebesar 0,9145 gram.

Daftar Pustaka
Arizona, K., Nurhuda, M., dan Saroja, G. 2019. Optimalisasi Titik Didih Minyak Goreng pada Suhu
Tinggi dengan Metode Perangkap Suhu. KONSTAN-Jurnal FIisika dan Pendidikan Fisika, 4(2):
98-115.
Cui, H., Zhang, C., Li, C., dan Lin, L. 2019. Antibacterial Mechanism of Oregano Essential
Oil. Industrial Crops and Products, 139(1): 1-9.
Donsì, F. dan Ferrari, G. 2016. Essential Oil Nanoemulsions as Antimicrobial Agents in Food. Journal of
biotechnology, 233(1): 106-120.
Fatimah, S.F., Widyaningsih, W., dan Ikhsanudin, A. 2017. Uji Sifat Fisik Repelan Minyak Atsiri
Kombinasi Rimpang Temulawak dan Rimpang Jahe Basis Cold Cream. Pharmaciana, 7(1): 77-
84.
Hwang, K.W., Son, D., Jo, H.W., Kim, C.H., Seong, K.C., dan Moon, J.K. 2016. Levels of Curcuminoid
and Essential Oil Compositions in Turmerics (Curcuma longa L.) Grown in Korea. Applied
Biological Chemistry, 59(2): 209-215.
Kusnadi, K. dan Tivani, I. 2017. Pengaruh Pemberian Urine Kelinci dan Air Kelapa terhadap
Pertumbuhan Rimpang dan Kandungan Minyak Atsiri Jahe Merah. Kultivasi, 16(3): 444-450.
Li, S., Yuan, W., Deng, G., Wang, P., Yang, P, dan Aggarwal, B. 2011. Chemical composition and
product quality control of turmeric (Curcuma longa L.). Pharmaceutical Crops, 2(1): 28-53.
Ma'sum, Z. dan Proborini, W.D. 2016. Optimasi Proses Destilasi Uap Essential Oil. Reka Buana: Jurnal
Ilmiah Teknik Sipil dan Teknik Kimia, 1(2): 105-109.
Nugraheni, K.S., Khasanah, L.U., Utami, R., dan Ananditho, B.K. 2016. Pengaruh Perlakuan
Pendahuluan dan Variasi Metode Destilasi Terhadap Karakteristik Mutu Minyak Atsiri Daun
Kayu Manis (C. Burmanii). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, 9(2): 51-64.

Lampiran
1. Perhitungan
2. Sitasi jurnal

Surakarta, 2 Desember 2020


Mengetahui,
Asisten Pembimbing Praktikan

Novina Dwi Putri Aninditya Sekar Wardani


LAMPIRAN PERHITUNGAN

Rendemen = x 100%
,
= x 100 %
= 0,6%
KONSTAN
JURNAL FISIKA DAN PENDIDIKAN FISIKA
Volume 4, Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2460-9129 dan P-ISSN : 2460-9110
http://jurnalkonstan.ac.id/index.php/jurnal

OPTIMALISASI TITIK DIDIH MINYAK GORENG PADA SUHU TINGGI


DENGAN METODE PERANGKAP SUHU
Kurniawan Arizona1)*, Nurhuda2), Gancang Saroja2)
1)
Program Studi Tadris Fisika FTK Universitas Islam Negeri Mataram, Jl. Gajah Mada
No.100, Mataram, Indonesia
2)
Program Studi Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Konversi biomassa dengan metode pirolisis membutuhkan
Diterima Juli 2019 suhu yang tinggi sekitar 200-500oC tergantung dari jenisnya.
Disetujui Desember 2019 Untuk mencapai suhu tersebut dibutuhkan tekanan eksternal
Dipublikasikan Desember yang mengakibatkan proses konversi tidak efesien.
2019 Diusulkan suatu skema baru yaitu reaktor pemanas
menggunakan metode perangkap suhu tanpa memberikan
tekanan eksternal. Pengujian telah dilakukan dengan cara
memanaskan 4liter minyak goreng pada kecepatan putaran
Kata Kunci: pengaduk yang bervariasi yaitu 5 rpm, 10 rpm, 20 rpm dan
Titik didih, perangkap suhu,
30 rpm. Hasil yang diperoleh, makin cepat putaran
minyak goreng
pengaduk, mengakibatkan kenaikan suhu makin lambat.
Suhu maksimum yang dicapai pada reaktor bawah yaitu
300oC dengan kecepatan putaran pengaduk 5 rpm.
Diharapkan dengan pencapaian suhu ini, reaksi konversi
biomassa dengan metode pirolisis untuk penelitian
selanjutnya dapat tercapai.

* Corresponding Author: kurniawaan@gmail.com

Alamat korespodensi:
Gedung Pasca Sarjana Lantai 3 Kampus 2 UIN Mataram, Jl. Gajah Mada 100 Jempong Mataram, Indonesia
Email: jurnalkonstan@uinmataram.ac.id
Kurniawan Arizona dkk / KONSTAN Volume 3, Nomor 2 Halaman 98-115

Gambar 9. Grafik Hasil Kalibarasi antara Termokopel Digital Dengan Termokopel pada
Alat

Berdasarkan grafik di atas, perbandingan suhu yang terdeteksi oleh


termokopel pada reaktor pemanas, dengan termokopel pada termometer digital
terdapat perbedaan. Mulai awal sampai pertengahan kalibrasi, perbedaan antara
suhu yang tercatat pada kedua termometer cukup signifikan. Sedangkan diakhir
kalibrasi, kedua termometer hampir menunjukkan nilai yang sama. Walaupun
demikian, dari segi kelinearan dan rentang daerah kerja (-200 sampai +1350oC)
termokopel pada alat masih bisa digunakan.

B. Pemanasan Minyak Goreng Pada Reaktor Pemanas Perangkap Suhu


Larutan yang diuji pada penelitian ini adalah minyak goreng yang hanya
memiliki titik didih normal sekitar 180oC. Berikut ini ditunjukkan hasil pemanasan
larutan minyak goreng pada reaktor perangkap suhu dengan kecepatan putaran
pengaduk 5 rpm, 10 rpm, 20 rpm, dan 30 rpm.

1. Pemanasan minyak goreng dengan putaran 5 rpm


Percobaan diawali dengan memasukkan 4 liter minyak goreng ke dalam
reaktor pemanas. Kompor yang menggunakan gas LPG dinyalakan dan mesin
pengaduk mulai dijalankan dengan kecepatan putaran 5 rpm. Kenaikan temperatur
di bagian atas dan bawah dicatat tiap menit, sampai menit ke-92. Dari data yang
diperoleh diolah menjadi grafik hubungan antara waktu (menit) dengan temperatur
(oC) yang dicapai seperti pada Gambar 10 di bawah ini:

107
Industrial Crops & Products 139 (2019) 111498

Contents lists available at ScienceDirect

Industrial Crops & Products


journal homepage: www.elsevier.com/locate/indcrop

Antibacterial mechanism of oregano essential oil T


a a b a,⁎
Haiying Cui , Chenghui Zhang , Changzhu Li , Lin Lin
a
School of Food and Biological Engineering, Jiangsu University, Zhenjiang, 212013, China
b
Department of Bioresource, Hunan Academy of Forestry, Changsha, 410007, China

ARTICLE INFO ABSTRACT

Keywords: Meticillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is highly pathogenic and multi-drug resistant, so MRSA in-
MRSA fection has become one of the important pathogens of nosocomial infections. Oregano essential oil is an effective
Oregano essential oil natural antibacterial agent and has been found to be effective in inhibiting MRSA. In this experiment, the effects
Antibacterial mechanism of oregano essential oil on respiratory metabolism, energy metabolism and genetic material of MRSA were
Oxidative respiratory metabolism
studied with the metabolism as the starting point. At the same time, the effects of oregano essential oil on the
Pvl gene
relative expression of pvl in MRSA were further studied from the genetic level. The results indicate that oregano
essential oil can cause irreversible damage to the MRSA cell membrane and cause leakage of biological mac-
romolecules in the cell. Oregano essential oil inhibits the tricarboxylic acid cycle pathway and its key enzymes
and affects the metabolites. In addition, the main component of oregano essential oil, carvacrol, can be chimeric
with DNA, and oregano essential oil inhibits the relative expression of the pvl gene.

1. Introduction MRSA is highly pathogenic and multi-drug resistant, which causes a


wide range of skin and soft tissue infections, resulting in a significant
Essential oils are plant volatile oils. Essential oil are commonly increase in patient mortality (Day et al., 2012; Song et al., 2016).
found in various parts of plants, including roots, trunks, barks, stems, Therefore, MRSA infection has become one of the important pathogens
leaves, flowers, and fruits. Plant essential oils have good biological of nosocomial infections. At present, the main measures are prevention
activity, including antibacterial, antifungal, antiviral and antioxidant and antibiotic treatment. However, antibiotic addition can result in the
(Ali et al., 2015). Since the Middle Ages Arabs obtained plant essential accumulation of drug-resistance in bacteria. Therefore, the selection of
oils by distillation, they have been widely used in the pharmaceutical, natural antibacterial agents for effective treatment of MRSA infection
cosmetic, food and chemical industries (Bakkali et al., 2008; Popović- has become a research hotspot. It has been found that OEO can effec-
Djordjević et al., 2019). tively inhibit MRSA (Birol Özkalp et al., 2010; Uzair et al., 2017), but
Oregano is a common herb that is widely distributed in the little research has been done on the antibacterial mechanism of OEO on
Mediterranean and Asia (Yi et al., 2016).Its whole grass can extract MRSA.
aromatic oil, which is oregano essential oil (OEO). The main compo- Therefore, this paper studies the antibacterial mechanism of OEO on
nents of OEO are carvacrol and thymol, which have strong biological MRSA through respiratory metabolism, energy metabolism and genetic
activities, including anti-inflammatory, antibacterial and anti-oxidation material, and provides a theoretical basis for the development of ef-
(Govaris et al., 2010). Goncalves Cattelan et al. (2013) found that OEO fective measures for the therapy of MRSA infection.
has an inhibitory effect on a variety of bacteria and has a broad spec-
trum of antibacterial properties. Lambert et al. (2001) found that OEO 2. Materials and methods
increased the permeability of S. aureus and P. aeruginosa cell mem-
branes. Dutra et al. (2019) found that OEO can effectively control Ali- 2.1. Bacterial strains and culture
cyclobacillus, which may be related to the good antioxidant activity of
the compounds present therein. Therefore, OEO can be used as an ef- The OEO was purchased from Yuanye Biotechnology Co., Ltd.
fective natural antibacterial agent. (Shanghai,China). Resazurin was purchased from Shanghai Sinopharm
Drug-resistant strains and multi-drug resistant strains have become Chemical Reagent Co., Ltd (Shanghai, China). DAPI was bought from
major risks in the field of medicine and health security. Among them, Beijing Zhongsheng Ruitai Technology Co., Ltd (Beijing, China).The


Corresponding author.
E-mail address: linl@ujs.edu.cn (L. Lin).

https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2019.111498
Received 28 May 2019; Received in revised form 9 June 2019; Accepted 21 June 2019
Available online 26 June 2019
0926-6690/ © 2019 Elsevier B.V. All rights reserved.
Journal of Biotechnology 233 (2016) 106–120

Contents lists available at ScienceDirect

Journal of Biotechnology
journal homepage: www.elsevier.com/locate/jbiotec

Review

Essential oil nanoemulsions as antimicrobial agents in food


Francesco Donsì a,∗ , Giovanna Ferrari a,b
a
Department of Industrial Engineering, University of Salerno, Fisciano (SA) 84084, Italy
b
ProdAl Scarl, University of Salerno, Fisciano (SA) 84084, Italy

a r t i c l e i n f o a b s t r a c t

Article history: The crescent interest in the use of essential oils (EOs) as natural antimicrobials and preservatives in the
Received 3 April 2016 food industry has been driven in the last years by the growing consumers’ demand for natural products
Received in revised form 7 July 2016 with improved microbial safety, and fresh-like organoleptic properties.
Accepted 8 July 2016
Nanoemulsions efficiently contribute to support the use of EOs in foods by increasing their dispersibility
Available online 11 July 2016
in the food areas where microorganisms grow and proliferate, by reducing the impact on the quality
attributes of the product, as well as by enhancing their antimicrobial activity.
Keywords:
Understanding how nanoemulsions intervene on the mass transfer of EOs to the cell membrane and on
Nanoemulsion
Essential oil
the mechanism of antimicrobial action will support the engineering of more effective delivery systems
Antimicrobials and foster the application of EOs in real food systems.
Formulation This review focuses on the enabling contribution of nanoemulsions to the use of EOs as natural preserva-
Fabrication tive agents in food, (a) specifically addressing the formulation and fabrication of stable EO nanoemulsions,
Mechanisms (b) critically analyzing the reported antimicrobial activity data, both in vitro and in product, to infer the
impact of the delivery system on the mechanisms of action of EOs, as well as (c) discussing the regulatory
issues associated with their use in food systems.
© 2016 Elsevier B.V. All rights reserved.

Contents

1. Introduction . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 107
2. Formulation and fabrication of essential oil nanoemulsions . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 107
2.1. Definition and properties . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 107
2.2. Fabrication methods . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 108
2.2.1. Top-down fabrication . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 108
2.2.2. Bottom-up fabrication . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 110
2.3. Formulation . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 110
2.3.1. Role of formulation on mean droplet size . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 110
2.3.2. Physicochemical stability – Ostwald ripening . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 111
2.3.3. Other nanoemulsion properties affected by formulation . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 111
3. Antimicrobial activity of essential oil nanoemulsions . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 112
3.1. Antimicrobial activity against different microbial species . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 113
3.2. Mechanisms of antimicrobial action. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .113
3.3. In product application . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 115
3.3.1. Mixing EO nanoemulsions with liquid products . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 116
3.3.2. Washing the food surface with EO nanoemulsions . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 116
3.3.3. Infusion of EO nanoemulsions into porous food matrices . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 116
3.3.4. Coating with of EO nanoemulsions onto food surfaces . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 117
4. Regulatory issues . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 117
5. Conclusions and perspectives . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 118
References . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 118

∗ Corresponding author.
E-mail address: fdonsi@unisa.it (F. Donsì).

http://dx.doi.org/10.1016/j.jbiotec.2016.07.005
0168-1656/© 2016 Elsevier B.V. All rights reserved.
F. Donsì, G. Ferrari / Journal of Biotechnology 233 (2016) 106–120 107

1. Introduction

Essential oils (EOs) are naturally-derived aroma compounds,


with wide-spectrum biological activities (Asbahani et al., 2015). To
date, EOs have been exploited as flavoring additives, as medicines
or cosmetics (Dima and Dima, 2015), as insecticidal, antioxidant,
anti-inflammatory, anti-allergic, and anticancer agents (Seow et al.,
2014). However, many EOs exert strong antibacterial, antiviral, and
antifungal activities, stimulating their application also as natural
antimicrobials in food and beverage products (Burt, 2004).
In recent years, the food industry has demonstrated a growing
demand for natural compounds to develop novel food preserva-
tives against spoilage and pathogenic microorganisms, as well as
to sustain innovation in food packaging (Asbahani et al., 2015).
EOs are complex mixtures of non-volatile and volatile, gener-
ally lipophilic, scarcely water-soluble compounds, which can be
broadly classified in alkaloids, flavonoids, isoflavones, monoter-
penes, phenolic acids, carotenoids and aldehydes (Bakkali et al.,
2008; Seow et al., 2014). Among the >3000 types of known EOs,
Fig. 1. Number of publications indexed by Scopus (www.scopus.com) based on
only ∼300 are currently of commercial interest (Dima and Dima, search strings related to the use of “essential oils as antimicrobials”, “nanoemul-
2015). sions”, and “essential oil nanoemulsions” in the title, keywords, and abstract of the
EOs are synthesized as secondary metabolites in different plant publication.
organs, to provide protection from external agents, such as UV light,
herbivores, insects and pathogens (Asbahani et al., 2015; Seow activity data, both in vitro and in product, to infer the impact of the
et al., 2014), when released by humidity variation, or mechanical delivery system on the mechanisms of action of EOs, as well as (c)
action. Owing to their high molecular reactivity, EOs are accumu- discussing the regulatory issues associated with their use in food
lated and stored in specialized structures located either on the systems.
plant surfaces, such as the secretory glandules or in internal cell
organs, such as the vacuoles (Dima and Dima, 2015) to offer an
ideal protection as well as to prevent interaction with vital parts. 2. Formulation and fabrication of essential oil
The use of EOs as a mild preservation technique in the food nanoemulsions
industry has gained considerable attention in recent years, mainly
driven by the concern over the negative perception of consumers 2.1. Definition and properties
on chemical preservatives (Seow et al., 2014).
However, the high reactivity and hydrophobicity of EOs repre- Oil-in-water (O/W) nanoemulsions consist of oil droplets, with
sent a formidable challenge to their direct incorporation in food mean droplet size typically ranging from 20 to 200 nm (Sagalowicz
and beverage products. and Leser, 2010), dispersed in an aqueous medium and stabilized
To retain their biological activity and minimize at the same time by an emulsifier layer. Food-grade surfactants (polysorbates, sugar
the impact on the organoleptic properties of foods where incorpo- esters, lecithins) or biopolymers (natural gums, vegetable or animal
rated, EOs need to be encapsulated in delivery systems, which are proteins, modified starches) are frequently used in food applica-
compatible with food applications (Buranasuksombat et al., 2011). tions not only as emulsifying agents, but also to impart to the
Emulsion-based delivery systems can be formulated with food- nanoemulsions some desired features, such as specific interfacial
grade ingredients, and can be easily dispersed in those areas of behavior (electrostatic forces, steric repulsion, and rheology), load-
the food, where microorganisms grow and proliferate (Donsì et al., ing capability, as well as response to environmental stresses (Chen
2011). Moreover, nanometric scale emulsions, or nanoemulsions, et al., 2006).
offer also additional advantages, such as the minimization of the Due to their nanometric size, nanoemulsions have distinctive
impact on the organoleptic properties of the food products, as well and unique properties:
as an increased bioactivity, due to subcellular size and better diffu-
sion (Donsì et al., 2012a, 2011). The wetting ability of surfactants 1. Differently from emulsions, which are thermodynamically
and emulsifier can also contribute to the antimicrobial and anti- unstable systems, naturally tending to physical separation, in
biofilm activities of nanoemulsions (Ferreira et al., 2010; Teixeira nanoemulsions, the conditions of physical meta-stability are
et al., 2007). Nevertheless, to date, only pioneering research has induced by the Brownian motion effects dominating over grav-
been carried out to support the use of nanoemulsions of antimicro- itational forces. In addition, the strength of the net attractive
bial EOs in food products. forces acting between droplets usually decreases with decreas-
Fig. 1 compares the number of publications in the last 20 years ing droplet diameters, reducing aggregation phenomena in
on essential oils as antimicrobials, on nanoemulsions, and on essen- nanoemulsions (McClements and Rao, 2011).
tial oil nanoemulsions. While both investigations on essential oils 2. Moreover, when the droplet diameters are much smaller than
as antimicrobials, and on nanoemulsions can be considered mature the wavelength of light, the nanoemulsions do not scatter light
research fields, which are in the exponential growth phase (>500 strongly and form transparent or only slightly turbid systems,
publications per year), the research field on essential oil nanoemul- which are suitable for addition to clear beverages, sauces, soups,
sions is still in its infancy, with more than 20 publications per year and syrups (Salvia-Trujillo et al., 2014a). In particular, nanoemul-
in the last 2 years. sions exhibit optical transparency for mean droplet sizes <40 nm
This review will address the enabling contribution of nanoemul- independently on the oil fraction, whereas, in the range between
sions to the use of EOs as natural preservative agents in food, (a) 40 and 100 nm nanoemulsions appear hazy, with a marked
specifically focusing the formulation and fabrication of stable EO dependence on the oil content, and for sizes >100 nm they appear
nanoemulsions, (b) critically analyzing the reported antimicrobial white due to significant multiple scattering (Mason et al., 2006).
Pharmaciana
Vol.7, No.1, Mei 2017, Hal. 77-84
ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256
DOI: 10.12928/pharmaciana.v7i1.6342 77

Uji sifat fisik repelan minyak atsiri kombinasi rimpang temulawak dan
rimpang jahe basis cold cream
Siti Fatmawati Fatimah1*), Wahyu Widyaningsih2, Azis Ikhsanudin3
Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Prof. Dr. Soepomo, Janturan, Yogyakarta

Submitted: 28-04-2017 Reviewed: 06-05-2017 Accepted: 08-05-2017

ABSTRAK

Rimpang jahe (Zingiber officinale Roxb. Rhizome) dan rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza roxb. Rhizome) memiliki kandungan minyak atsiri yang dapat berfungsi sebagai repelan.
Guna mengatasi mahalnya rimpang jahe dan sifat iritatif minyak atsiri rimpang jahe, maka
dikombinasikan dengan minyak atsiri rimpang temulawak. Basis cold cream memiliki fase minyak
yang lebih banyak yang dapat meningkatkan kemampuan pengikatan minyak atsiri. Adanya basis
tersebut diharapkan dapat meningkatkan efek repelan. Oleh karenanya, terkait efek repelan perlu
dilakukan uji sifat fisik minyak atsiri untuk memastikan kemurnian dan mutunya, kemudian sebelum
dilakukan uji efek repelan, perlu dilakukan uji sifat fisik sediaan repelan untuk memperoleh formula
terbaik, yaitu formula yang dapat dioleskan dengan mudah dan nyaman jika digunakan. Minyak atsiri
rimpang temulawak dan rimpang jahe diisolasi dengan metode destilasi uap dan air, serta diuji sifat
fisiknya, yang terdiri dari uji organoleptis, indeks bias dan berat jenis. Repelan dibuat dalam berbagai
konsentrasi 2% v/b, 5% v/b, 10% v/b, 15% v/b, 20% v/b, dan 25% v/b, kemudian dilakukan uji daya
sebar, daya lekat, dan viskositas. Semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri menyebabkan daya sebar
semakin luas, namun viskositas dan daya daya lekat semakin kecil. Formula terpilih adalah formula
dengan konsentrasi 25% b/v karena memiliki daya sebar yang luas dan viskositas yang kecil sehingga
dengan sedikit usaha repelan dapat dioleskan serta daya lekat yang kecil sehingga mudah untuk
dituang dan dibersihkan.

Kata kunci: Minyak atisiri, rimpang temulawak, rimpang jahe, repelan, uji sifat fisik.

ABSTRACT

Ginger Rhizome (Zingiber officinale Rhizome Roxb. Rhizome) and Javanese Turmeric Rhizome
(Curcuma xanthorrhiza roxb. Rhizome) contain essential oils that can serve as a repellent. In order to
cut the cost and irritating nature of ginger essential oil, essential oils of Javanese Turmeric had been
combined. Cold cream base has more oil phase that can improve the ability of essential oils binding.
Those bases are expected to increase the effect of repellent. Hence, related to repellan effect, the
physical properties test of essential oils must be done to ensure purity and quality. Before performing
repellent effects test, a physical properties test to obtain the best formula, i.e., a formula that can be
applied topically with ease and comfort when it used. Essential oil of ginger rhizome and javanese
turmeric rhizome are isolate by water and steam distillation methods and tested for physical properties,
which consists of organoleptic test, refractive index and specific weight.

Penulis korespondesi:
Siti Fatmawati Fatimah
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Prof. Dr. Soepomo, Janturan, Yogyakarta
Email: Fatmafatima28@gmail.com

Journal homepage: http://journal.uad.ac.id/index.php/PHARMACIANA


80 ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256

Uji Sifat Fisik Repelan


Uji daya sebar dilakukan dengan 0,5 gram repelan diletakkan di atas kaca bulat berskala,
kemudian ditutup dengan menggunakan kaca bulat yang tidak berskala dengan bobot diketahui,
selama 1 menit. Setelah itu, dicatat diameter penyebarannya, dan dilanjutkan menggunakan beban 50
gram, 100 gram. Uji daya sebar dilakukan sebanyak 3 kali.
Uji viskositas dilakukan dengan viskosimeter Brookfield. Sediaan repelan diletakkan dalam
cup viskotester sebanyak 50 mg. Viskotester dihidupkan dengan kecepatan 2 rpm dan rotor akan mulai
bergerak atau berputar. Harga viskositas dibaca dalam skala centi poise (cps), replikasi 3 kali.
Uji daya lekat dilakukan dengan cara repelan diratakan pada objek glass dengan ukuran
kurang lebih 3 cm x 2 cm. Kemudian ditutup dengan objek glass lain, ditekan dengan beban seberat 1
kg selama 5 menit. Objek glass dipasang pada alat uji dilepas dengan beban seberat 80 gram dan
waktu yang diperlukan untuk memisahkan kedua objek glass tersebut dicatat. Dilakukan replikasi
sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi.

Analisis Data
Data hasil uji sifat fisik (daya lekat, daya sebar dan viskositas) repelan diuji homogenitas dan
diuji menggunakan Kolmogorov-smirnov. Bila data terdistribusi normal pada uji Kolmogorov-smirnov
(α ≥ 0,05) dan homogen pada uji homogenitas (α ≥ 0,05), maka dilakukan uji parametrik one way
Anova dan post hock test. Apabila tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, dilanjutkan uji non
parametrik Kruskal-Wallis dan Mann Whitney. Data berbeda bermakna bila pada uji parametrik atau
pada uji non parametrik α ≤ 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Identifikasi, pengumpulan, dan persiapan bahan
Identifikasi bertujuan memastikan rimpang yang digunakan adalah benar-benar rimpang
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb. Rhizome) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Roxb.
Rhizome ) dan hasil identifikasi memang terbukti demikian.
Pengambilan bahan baku dilakukan pada musim kemarau karena pada saat ini rimpang
menghasilkan metabolit sekunder (salah satunya minyak atsiri) secara maksimal. Rimpang berupa
simplisia kering, denganrajangan melintang dan telah dibersihkan. Pengeringan dimaksudkan untu
mengurangi kelembapan agar kualitas tetap baik, tidak terjadi pertumbuhan jamur dan kapang,
mencegah aktivitas enzim yang mungkin menyebabkan terjadinya perubahan kandungan kimia, serta
memudahkan pelarut masuk ke dalam setiap bagian sehingga penyulingan berjalan efisien.
Penyulingan minyak atsiri dengan metode uap dan air berhasil dilakukan bila uap air melalui jaringan
tanaman, kemudian mendesaknya ke permukaan atau proses hidrodifusi. Proses ini akan berlangsung
sangat lambat apabila bagian tanaman dibiarkan dalam keadaan utuh, tetapi apabila perajangan terlalu
tipis menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Bentuk
rajangan sebaiknya melintang agar permukaannya lebih luas sehingga dapat mempercepat proses
penguapan.

Isolasi dan penentuan kadar minyak atsiri


Proses isolasi minyak atsiri dilakukan oleh LPPT Universitas Gadjah Mada. Isolasi minyak
atsiri atau penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa padatan atau cairan dari 2
macam campuran atau lebih, berdasar perbedaan titik uapnya. Proses ini dilakukan pada minyak atsiri
yang tidak larut air. Isolasi minyak atsiri menggunakan metode destilasi uap dan air. Tapak-tapak air
dihilangkan dengan penambahan natrium sulfat anhidrat (Na2SO4). Minyak atsiri yang diperoleh
diukur volumenya dan ditampung dalam wadah gelap tertutup rapat (flakon gelap) dibungkus
alumunium foil dikarenakan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan akibat pengaruh cahaya.
Alat yang digunakan yaitu destilator stahl. Suhu alat diatur sehingga destilat yang keluar dapat
menetes teratur. Pemanasan terlalu tinggi akan menyebabkan destilat menetes cepat dan akan teruap
kembali, dan bila terlalu dingin, maka waktu destilasi akan lama sehingga tidak efisien.

Pharmaciana Vol. 7, No. 1 Mei 2017, Hal. 77 – 84


Appl Biol Chem Online ISSN 2468-0842
DOI 10.1007/s13765-016-0156-9 Print ISSN 2468-0834

ARTICLE

Levels of curcuminoid and essential oil compositions in turmerics


(Curcuma longa L.) grown in Korea
Kyu-Won Hwang1 . Daniel Son2 . Hyeong-Wook Jo1 .
Chun Hwan Kim2 . Ki Cheol Seong2 . Joon-Kwan Moon1

Received: 23 October 2015 / Accepted: 16 December 2015


Ó The Korean Society for Applied Biological Chemistry 2016

Abstract Levels of curcuminoids and essential oil com- Keywords Turmeric  Curcumin  Demethoxycurcumin 
positions from eighteen turmerics (Curcuma longa L.) Bisdemethoxycurcumin  Curcuma longa
grown in Jeju were analyzed. 0.5 g of turmeric samples
was extracted with 20 mL of methanol for 7 h by shaking
and was ultra-sonicated for 30 min. The extracts were Introduction
analyzed by high-pressure liquid chromatography-diode
array detector using Brownlee SPP C18 column Turmeric (Curcuma longa L.) is a tropical herb of the
(4.6 9 100 mm, 2.7 lm) after filtration. Curcumin (CUR), Zingiberaceae family indigenous to southern Asia. The
demethoxycurcumin (DEM), and bisdemethoxycurcumin dried ground rhizome of the perennial herb Curcuma longa
(BIS) were monitored at the wavelength of 420 nm. Total Linn., called turmeric in English, haldi in Hindi, and ukon
curcuminoids in turmerics ranged from 53.9 ± 1.0 to in Japanese, has been used in Asian medicine since the
5396.0 ± 101.8 lg/g dry turmeric weight. In decreasing second millennium BC (Brouk 1975). It has been used as
order, curcuminoids found were CUR (4669.7 lg/ an important food ingredient in India for thousands of years
g) [ DEM (565.3 lg/g) [ BIS (160.9 lg/g). K145023 because of its special aromatic flavor and attractive yellow
variety contains the highest amount of curcuminoids and color (Singh et al. 2010). It is still used world widely in
variety number 10 contains the least amount. Essential oils food as a condiment, particularly as an essential ingredient
were extracted with steam distillation method and analyzed of curry power, in medicine due to its beneficial effects,
with GC–MS. The major components of turmeric oil were such as bilious regulating function (Ramprasad and Sirsi
a-zingiberene (27.70–36.75 %), aromatic-turmerone 1956, 1957), anti-inflammatory (Arora et al. 1971; Ghatak
(19.54–32.24 %), b-sesquiphellandrene (13.14–18.23 %), and Basu 1972; Chang and Fong 1994), antiarthritic
a-turmerone (3.72–6.50 %), b-turmerone (2.86–5.60 %), (Sambaiah et al. 1982), and increasing of insulin secretion
and b-bisabolene (2.50–3.46 %). (Wickenberg et al. 2010). Turmeric is also used in drug
against cancer dermatitis, AIDS, and high cholesterol level
(Kuttan et al. 1985; Ammon and Wahl 1991; Azuine and
Bhide 1992).
The distinct yellow color of turmeric comes from the
K. W. Hwang and D. Son contributed equally to this work. pigment curcurmin (CUR), 1,7-bis-(4-hydroxy-3-methox-
& Joon-Kwan Moon yphenyl)-1,6-heptadiene-3,5-dione, and two curcuminoids,
jkmoon@hknu.ac.kr demethoxycurcumin (DEM) and bisdemethoxycurcumin
(BIS) (Fig. 1). These compounds are used in the food
1
Department of Plant Life and Environmental Sciences, industry as a natural dye. Many researchers have shown
Hankyong National University, Ansung, Gyeonggi 456-749,
Republic of Korea that curcumin and curcuminoids have various biological
2
activities, such as antioxidant, anticancer, anti-arthritis,
Agricultural Research Center for Climate Change, National
Institute of Horticultural and Herbal Science, Jeju 651-150,
anti-inflammatory activities (Selvam et al. 1995; Hanif
Republic of Korea et al. 1997; Sharma et al. 2005). Curcuminoids also have

123
Appl Biol Chem

Fig. 1 The chemical structures


of curcuminoids and major
constituents of turmeric
essential oil

bacteriostatic effect against Staphylococcus aureus (Ram- is affected by climate, the location of the plant cultivated.
prasad and Sirsi 1957; Park et al. 2005), antifungal (Kim To select the most adequate variety that has the most
et al. 2003), blood glucose level suppressing effect (Nish- abundant secondary metabolites, we analyzed curcumi-
iyama et al. 2005), and effect against Alzheimer’s disease noids and essential oils from eighteen varieties of turmerics
(Park and Kim 2002). grown in Jeju.
The essential oil of turmeric contains aromatic-turmer-
one(ar-turmerone), b-turmerone, a-turmerone, a-zin-
giberene, b-sesquiphellandrene, and b-bisabolene (Sharma Materials and methods
et al. 1997; Neela et al. 2002; Manzan et al. 2003; Jaya-
prakasha et al. 2005; Singh et al. 2010). The essential oil Materials and chemicals
from the rhizomes of turmeric shows biological activities
of antibacterial, antifungal, anticancer, insect repellent, and CUR, DEM, and BIS were purchased from Sigma-Aldrich
anti snake venom activity. The essential oil extracted from Chemical Co. (USA). High-pressure liquid chromatogra-
turmeric also possesses anti-inflammatory, antifungal, phy (HPLC) grade methanol and acetonitrile were pur-
antihepatotoxic, and antiarthritic activities (Arora et al. chased from Fisher Co. (USA). Stock solutions of
1971; Kiso et al. 1983; Polasa et al. 1992; Behura et al. curcuminoids (1.0 mg/mL) were prepared in methanol and
2000; Funk et al. 2010; Singh et al. 2010). diluted with methanol to prepare standard solutions of 1.0,
Recently, turmerics have been cultivated in the southern 5.0, 10.0, 50.0, 100.0, and 200.0 lg/mL concentrations.
part of Korea including Jeju and Jeonnam (Kim et al. 2005, Eighteen varieties of turmeric were provided from the
2013). The level of curcuminoids and the compositions of National Agrodiversity Center and were grown in Jeju
essential oil are the important criteria of the quality and Island from mid February to end of December in 2013 and
utility of a variety with respect to its use as a source of the rhizomes were separated after harvest. The roots were
health-promoting agent. The secondary metabolite profile washed, sliced 5 mm width, and dried 48 h at 45 °C in

123
444 Jurnal Kultivasi Vol. 16 (3) Desember 2017

Kusnadi ∙ I. Tivani

Pengaruh pemberian urine kelinci dan air kelapa terhadap


pertumbuhan rimpang dan kandungan minyak atsiri jahe merah

The effect of rabbit’s urine and coconut water on rhizome growth and
essential oil contents of ginger red
Diterima : 11 Desember 2017/Disetujui : 18 Desember 2017 / Dipublikasikan : 30 Desember 2017
©Department of Crop Science, Padjadjaran University

Abstract Natural ingredients can be used as a Sari Bahan alami yang dapat digunakan sebagai
source of Plant Growth Regulator (ZPT). Several sumber pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
of that are rabbit urine and coconut water. diantaranya adalah urine kelinci dan air kelapa.
Application of rabbit urine, coconut water and Pemberian urine kelinci, air kelapa dan kom-
its combination could effect on the growth of binasinya diharapkan dapat memberikan
rhizome and essential oil content of red ginger. pengaruh terhadap pertumbuhan rimpang dan
The experiment was conducted from March to kandungan minyak atsiri jahe merah. Percobaan
October 2017 at the Experimental field of telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai
Pharmacy in Polytechnic of Harapan Bersama. Oktober 2017 di Kebun Percobaan Prodi Farmasi
The treatments in this study were several levels Politeknik Harapan Bersama. Perlakuan yang
of rabbit urine concentrations, coconut water digunakan adalah beberapa konsentrasi urine
and combination between rabbit urine and kelinci, air kelapa dan kombinasi urine kelinci
coconut water. The experimental design in this dengan air kelapa. Rancangan percobaan yang
research used Completely Randomized Design digunakan adalah dengan Rancangan Acak
(CRD), in which consisted 9 treatments and Lengkap (RAL), terdapat 9 perlakuan yang
repeated 3 times. The three levels of rabbit urine diulang 3 kali. Perlakuan dengan urine kelinci
treatment were u0 = 0% of fermented urine terdiri dari 3 level, yaitu u0 = 0 % pupuk
rabbit fertilizer, u1 = 25% of fermented urine fermentasi urine kelinci, u1 = 25 % pupuk
rabbit and u2 = 50% of fermented rabbit urine fermentasi urine kelinci, u2 = 50 % pupuk
fertilizer. Furthermore, the three levels of fermentasi urine kelinci, sedangkan dengan air
coconut water were k0 = 0%, k1 = 25% of kelapa terdiri dari 3 level yaitu ; k0 = 0 %, k1 = 25
coconut water and k2 = 50% of coconut water. % air kelapa dan k2 = 50 % air kelapa.
The results showed that the rabbit urine Berdasarkan hasil percobaan menunjukan
concentration and coconut water and its bahwa adanya pengaruh pemberian konsentrasi
combination gave the effects on the growth of urine kelinci dan air kelapa dan kombinasinya
rhizome and essential oil content. The treatment terhadap pertumbuhan rimpang dan kandungan
of u0k2 (rabbit urine 0% + coconut water 50%) minyak atsiri. Perlakuan u0k2 (urine kelinci 0 % +
and u2k1 (50% rabbit urine + 25% coconut air kelapa 50 %) dan u2k1 (urine kelinci 50% + air
water) showed the highest effect on height of kelapa 25%) menghasilkan tinggi tanaman,
plant, number of leaf, diameter of stem, number jumlah daun, diameter batang, jumlah anakan,
of tillers, and dry weight of red ginger rhizome dan berat kering rimpang jahe merah yang lebih
at the age of 20 mst. Also, the best effect of both tinggi daripada perlakuan lainnya pada umur 20
treatments could be seen on essential oil, 1.48 g mst. Perlakuan u0k2 dan u2k1 juga menghasilkan
(0.98%), and 1.40 g (0.93%) at 32 mst. kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi
daripada perlakuan lainnya, masing-masing
Keywords: Coconut Water, Essential Oil, Red sebesar 1,48 g (0,98 %), dan 1,40 g (0,93 %) pada
Ginger, Rabbit Urine umur 32 mst.

Dikomunikasikan oleh Erni Suminar Kata kunci : Air Kelapa, Minyak Atsiri, Jahe
Kusnadi1 ∙ I. Tivani2 Merah,Urine Kelinci
Politeknik Harapan Bersama Tegal, Indonesia
Korespondensi : kusnadi.adi87@gmail.com

Kusnadi dan I. Tivani: Pengaruh pemberian urine kelinci dan air kelapa terhadap
pertumbuhan rimpang dan kandungan minyak atsiri jahe merah
448 Jurnal Kultivasi Vol. 16 (3) Desember 2017

tukan batang dan tunas (Shanmei et al., 1990). perlakuan lainnya, masing-masing sebesar 1,48 g
Air kelapa yang memiliki kandungan mineral (0,98 %), dan 1,40 g (0,93 %) pada umur 32 mst.
fosfor dapat berfungsi untuk mempercepat dan Alasan penyebab kadar senyawa minyak atsiri
memperkuat pertumbuhan tanaman muda dalam jahe berbeda-beda antara jahe yang
menjadi dewasa dan juga memiliki unsur satu dengan jahe lainnya sesuai kondisi
kalium yang dapat membentuk protein dan pertumbuhannya (Kemper,1999).
karbohidrat (Yong et al., 2009). Minyak atsiri yang sudah didapat dari
Kandungan Minyak Atsiri. Pada umum- proses distilasi kemudian diidentifikasi
nya persenyawaan minyak atsiri bersifat tidak menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
stabil pada suhu tinggi, sehingga dalam (KLT), untuk memastikan bahwa ekstrak yang
melakukan perbandingan hasil rendemen diperoleh mengandung minyak atsiri. Metode
minyak atsiri dengan metode destilasi dilakukan ini digunakan karena perlengkapan yang
pada suhu rendah atau pada suhu tinggi dalam sederhana, memerlukan cuplikan bahan yang
waktu yang singkat agar didapat minyak atsiri sedikit, diperoleh pemisahan yang baik, dan
yang bermutu tinggi. Sesuai dengan SNI, membutuhkan waktu yang singkat untuk
minyak atsiri dalam sampel jehe dilakukan pengerjaannya (Taufiq, 2008). Berikut adalah
melalui destilasi Stahl, yang merupakan rang- hasil Rf dan hRf minyak atsiri di dalam sampel
kaian alat dengan prinsip steam distillation. jahe merah. Data Rf minyak atsiri jahe merah
Sesuai hukum Roult, penambahan uap air akan yang diperoleh tertera dalam Tabel 2 berikut:
menyebabkan titik didih campuran minyak
atsiri- air akan lebih kecil daripada 100°C Tabel 2. Hasil Rf Sampel Minyak Atsiri Rimpang
(Cahyono dan Suzery, 2011). Proses distilasi Jahe merah Hasil Distilasi.
minyak atsiri menggunakan bahan baku jahe (Stahl,
merah yang yang masih segar, hal ini Kode Rf hRf
1985) hRf
dikarenakan kualitas senyawa bioaktif dan A 0,86 86
minyak atsiri yang terkandung dalam jahe lebih B 0,86 86
baik (Muhamed, 2005). C 0,87 87
Hasil kandungan minyak atsiri jahe merah D 0,88 88
pada waktu umur 32 mst dapat dilihat Gambar 2 E 0,90 90 85-90
sebagai berikut: F 0,87 87
G 0,88 88
1,48
1,4 1,35 H 0,87 87
1,3 1,3
1,17 I 0,86 86
1,15 1,12
Berdasarkan Tabel 2 di atas, nilai Rf standar
menurut Stahl (1985) yaitu antara 0,85 – 0,90. Hasil
nilai Rf yang didapat bahwa sampel jahe merah
memiliki rata-rata Rf 0,86 sampai 0,90 yang artinya
0,32
masuk dalam range standart yang telah
ditentukan, sehingga ekstrak jahe merah yang
digunakan mengandung minyak atsiri. Perbedaan
A B C D E F G H I nilai Rf dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
pelarut atau fase gerak, tingkat kejenuhan bejana
Gambar 2. Hasil Distilasi Kandungan Minyak kromatografi, jumlah cuplikan yang digunakan,
Atsiri Jahe Merah Segar dalam Satuan Gram. suhu, keseimbangan dan penotolan sampel
(Gandjar dan Rohman, 2012).
Berdasarkan Gambar 2, menunjukan
bahwa, kandungan minyak atsiri pada sampel ___________________________________________
rimpang jahe merah dengan perlakuan Kesimpulan dan Saran
pemberian pupuk urine kelinci dan air kelapa
serta kombinasinya menghasilkan minyak atsiri Kesimpulan. Terdapat pengaruh
yang lebih tinggi daripada tanpa perlakuan. pemberian urine kelinci dan air kelapa terhadap
Perlakuan C dan H menghasilkan kandungan pertumbuhan rimpang dan kandungan minyak
minyak atsiri yang lebih tinggi daripada atsiri jahe merah.. Perlakuan C dan H

Kusnadi dan I. Tivani: Pengaruh pemberian urine kelinci dan air kelapa terhadap
pertumbuhan rimpang dan kandungan minyak atsiri jahe merah
28 Pharmaceutical Crops, 2011, 2, 28-54

Open Access
Chemical Composition and Product Quality Control of Turmeric
(Curcuma longa L.)
Shiyou Li*,1, Wei Yuan1, Guangrui Deng1, Ping Wang1, Peiying Yang2 and Bharat B. Aggarwal3

1
National Center for Pharmaceutical Crops, Arthur Temple College of Forestry and Agriculture, Stephen F. Austin State
University, Nacogdoches, TX 75972, USA
2
Department of General Oncology, Integrative Medicine Program, M.D. Anderson Cancer Center, University of Texas,
Houston, TX 77030, USA
3
Cytokine Research Laboratory, Department of Experimental Therapeutics, M.D. Anderson Cancer Center, University
of Texas, Houston, TX 77030, USA
Abstract: Chemical constituents of various tissues of turmeric (Curcuma longa L.) have been extensively investigated.
To date, at least 235 compounds, primarily phenolic compounds and terpenoids have been identified from the species, in-
cluding 22 diarylheptanoids and diarylpentanoids, eight phenylpropene and other phenolic compounds, 68 monoterpenes,
109 sesquiterpenes, five diterpenes, three triterpenoids, four sterols, two alkaloids, and 14 other compounds. Curcumi-
noids (diarylheptanoids) and essential oils are major bioactive ingredients showing various bioactivities in in vitro and in
vivo bioassays. Curcuminoids in turmeric are primarily accumulated in rhizomes. The essential oils from leaves and
flowers are usually dominated by monoterpenes while those from roots and rhizomes primarily contained sesquiterpenes.
The contents of curcuminoids in turmeric rhizomes vary often with varieties, locations, sources, and cultivation condi-
tions, while there are significant variations in composition of essential oils of turmeric rhizomes with varieties and geo-
graphical locations. Further, both curcuminoids and essential oils vary in contents with different extraction methods and
are unstable with extraction and storage processes. As a result, the quality of commercial turmeric products can be mark-
edly varied. While curcumin (1), demethoxycurcumin (2), and bisdemethoxycurcumin (5) have been used as marker com-
pounds for the quality control of rhizomes, powders, and extract (“curcumin”) products, Ar-turmerone (99), -turmerone
(100), and -turmerone (101) may be used to control the product quality of turmeric oil and oleoresin products.
Authentication of turmeric products can be achieved by chromatographic and NMR techniques, DNA markers, with
morphological and anatomic data as well as GAP and other information available.
Keywords: Turmeric, Curcuma longa L., rhizomes, ground turmeric, turmeric oils, turmeric oleoresin, curcuminoids, curcu-
min, sesquiterpenes, marker compounds, adulteration, standardization.

INTRODUCTION Longae but recently it has been separated as Rhizoma


Wenyujin Concisum in the 2005 version of the Pharmaco-
Turmeric (Curcuma longa L.) is a rhizomatous
poeia of People’s Republic of China [5]. In Thailand and
herbaceous perennial plant of the ginger family,
some other countries, C. domestica Val. is also used as the
Zingiberaceae. It is native to tropical South Asia but is now scientific name of turmeric [6-8] although it is recognized as
widely cultivated in the tropical and subtropical regions of
a synonym of C. longa [9].
the world. The deep orange-yellow powder known as
turmeric is prepared from boiled and dried rhizomes of the There are extensive in vitro and in vivo investigations on
plant. It has been commonly used as spice and medicine turmeric extracts (ethanol, methanol, water, and ethyl acetate
(Rhizome Curcumae Longae), particularly in Asia. In extracts) or “pure” active “curcumin” (actually it was a mix-
Ayurveda medicine, turmeric is primarily used as a treatment ture of three major curcumnnioids in many cases) powder
for inflammatory conditions and in traditional Chinese over the last half century. The role of curcumin (1), one of
medicine, it is used as stimulant, aspirant, carminative, cor- the most studied chemopreventive agents, on anti-
deal, emenagogue, astringent, detergent, diuretic and martir- inflammatory and cancer activity has been well appreciated
net [1-3]. In India and China, wild turmeric (C. aromatica [3, 10-19]. Data from cell culture, animal research, and clini-
Salisb., commonly called as Kasthuri manjal or yujin) is cal trials indicate that curcumin may have potential as a
sometimes used as turmeric production [4]. This species is therapeutic agent in diseases such as inflammatory bowel
known as C. wenyujin Y.H. Chen et C. Ling in China. It was disease, pancreatitis, arthritis, and chronic anterior uveitis [3,
also occasionally used to substitute Rhizome Curcumae 20]. The anti-cancer effect has been reported in a few clinical
trials, mainly as a chemoprevention agent in colon and
*Address correspondence to this author at the National Center for Pharma- pancreatic cancer, cervical neoplasia and Barrets metaplasia
ceutical Crops, Arthur Temple College of Forestry and Agriculture, Stephen [16]. The compound modulates several molecular targets and
F. Austin State University, Nacogdoches, TX 75972, USA; inhibits transcription factors (NF-kB, AP-1), enzymes
Tel: 936-468-2071, 936-468-5600; Fax: 936-468-7058; (COX-1, COX-2, LOX), cytokines (TNF, IL-1, IL-6) and
E-mail: lis@sfasu.edu

2210-2906/11 2011 Bentham Open


Chemical Composition and Product Quality Control of Turmeric (Curcuma longa L.) Pharmaceutical Crops, 2011, Volume 2 35

Contd….

No. Compound Name Compound Type Ref.

69 (Z)-sabinol* Monoterpenoid [18]

70 2-(2,5-dihydroxy-4-methylcyclohex-3-enyl)propanoic acid Monoterpenoid [82]

71 camphene* Monoterpenoid [78]

72 3-carene* Monoterpenoid [81]

73 2-carene* Monoterpenoid [77]

74 ascaridole* Monoterpenoid [81]

75 -pinene* Monoterpenoid [77]

76 -pinene* Monoterpenoid [79]

77 cineole* Monoterpenoid [79]

78 cis-ocimene* Monoterpenoid [78]

79 citronellal* Monoterpenoid [77]

80 geranial* Monoterpenoid [78]

81 neral* Monoterpenoid [78]

82 myrcene* Monoterpenoid [78]

83 R-citronellene* Monoterpenoid [79]

84 citronellyl pentanoate* Monoterpenoid [77]

85 nerol* Monoterpenoid [77]

86 geraniol Monoterpenoid [76]

87 iso-artemisia ketone* Monoterpenoid [78]

88 trans-ocimene* Monoterpenoid [78]

89 linalool* Monoterpenoid [77]

90 neryl acetate Monoterpenoid [76]

91 geranic acid Monoterpenoid [76]

92 geranyl acetate Monoterpenoid [76]

93 3-bornanone Monoterpenoid [76]

94 4,8-dimethyl-3,7-nonadien-2-ol Monoterpenoid [76]

95 3,4,5,6-tetramethyl-2,5-octadiene Monoterpenoid [76]

96 3,7-dimethyl-6-nonenal Monoterpenoid [76]

97 2,6-dimethyl-2,6-octadiene-1,8-diol Monoterpenoid [76]

98 4,5-dimethyl-2,6-octadiene Monoterpenoid [76]

Sesquiterpenes from the dried turmeric rhizome [87]. To date, 109 com-
pounds of sesquiterpenes have been identified, belonging to
Dried turmeric rhizomes usually yields 1.5 to 5% essen-
various types: 54 bisabolanes (99-152) [15, 16, 72-80, 82,
tial oils which are dominated by sesquiterpenes and are re- 83, 87-93], six germacranes (153-158 ) [77, 78, 90], seven
sponsible for its aromatic taste and smell. Ar-turmerone (99),
guaianes (159-165) [72, 90], four selinanes (166-169) [76,
-turmerone (100) [83], and -turmerone (101) [83] are ma-
79], three santalanes (170-172) [76], two caryophyllanes
jor ketonic sesquiterpenes of essential oils, and these com-
(173 and 174) [76, 81], two elemanes (175 and 176) [76, 79],
pounds may account for at least 40% of essential oils of tur-
acorane (177) [76], aristolene (178) [76], bergamotane (179)
meric rhizomes [84-86]. Two sesquiterpene ketoalchols-
[81], carabrane (180) [90], cedrane (181) [76], himachalene
turmeronol A (121) and turmeronol B (122) were isolated
105
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

OPTIMASI PROSES DESTILASI UAP ESSENTIAL OIL

Zuhdi Ma’sum dan Wahyu Diah Proborini


PS. Teknik Kimia, Fak. Teknik. Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Abstract
Most of essential oils are produced using simple method steam destillation. The tool
used in this reseach were made by a small workshop. This equipment can be used for
distillation and condensation. But the best process that can be applied to this equipment
is still unknow. The purpose of this study is to obtain the shortest processing time and
optimization of production processes. This condition is achieved by decrease the rate of
increasing temperature of cooling water. With the achievement of this conditions, the
optimization of the essential oil distillation process in oil refining production system can
be determined. The method used in this research is to reduce the temperature of the
water out of the condenser using cooling tower.The best temperature decrease is
obtained at A process with the difference in temperature of the cooling water at 1.5 oC,
2.5oC, 3.5oC, 5.5oC. The decrease of increasing temperature of the cooling water can
increase the capacity process through the addition of process. Optimization of
processing time in 12 hours resulted repetition of the process at 4 hour by 3 times. With
the cooling tower can reduce the rate of increase temperature in cooling water.Yield of
Essential oils increase 29%.
Keywords: Optimization of production, cooling water, distillation process, essential oils

Pendahuluan ditujukan untuk mengetahui optimasi


atau proses terbaik dari peralatan
Sebagian besar produksi penyulingan
destilasi uap tersebut. Pada kenyataannya
minyak atsiri (essential oil) diproduksi
pengetahuan optimasi proses sangat
menggunakan metode yang sangat
diperlukan karena dapat mempengaruhi
sederhana yaitu destilasi uap. Metode ini
tinggi rendahnya hasil dan kualitas
paling sering dipakai oleh industri kecil
produk minyak atsiri (De Silva, 1995).
minyak atsiri karena penanganannya
Mutu dan hasil minyak atsiri juga
mudah dan menggunakan peralatan yang
bergantung pada teknologi dan teknik
sederhana. Banyaknya industri kecil
pemrosesan (Agustian, 2004). Hal inilah
minyak atsiri yang menggunakan alat
yang mendorong penelitian ini penting
yang sederhana ini menyebabkan banyak
untuk dilakukan.
bengkel kecil memproduksi peralatan
Teknik pemrosesan destilasi minyak
destilasi uap. Secara prinsip, peralatan
atsiri diuji pada peralatan utama berupa
yang dibuat oleh bengkel kecil dapat
seperangkat destilator yang
dipakai untuk melakukan proses destilasi
menggunakan sistem uap dan air yang
dan kondensasi. Namun sebagian besar
diproduksi oleh PT. Mesin Jatim dengan
pembuat alat tidak mengetahui proses
kapasitas 10 kg bahan baku dan
terbaik yang dapat diterapkan pada
selanjutknya dilakukan optimasi.
peralatan tersebut. Hal ini terjadi karena
tidak terlalu banyak penelitian yang Peralatan utama terdiri dari tiga bagian
yaitu destilator, kondensor dan bak
106
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

penampung air pendingin. Bagian dalam Gambar 1. Peralatan proses destilasi uap
destilator dibagi dalam dua bagian yaitu minyak atsiri, (A) Destilator, (B)
atas dan bawah. Bahan baku kondensor, (C) Bak penampung air
ditempatkan di atas dan air yang pendingin
dipanaskan berada di bagian bawah.
Kondensor terdiri dari sebuah tangki
dimana pada bagian dalamnya terdapat
pipa berbentuk spiral yang akan dilewati
uap dari destilator. Bak penampung air
pendingin berupa tangki memanjang
dengan panjang 122 cm, lebar 50 cm dan
tinggi 59 cm. Seluruh peralatan dibuat
dari bahan stainless steel. Bahan bakar yang
digunakan adalah Gas LPG dan proses
destilasi menggunakan pendingin air Gambar 2. Sistem sirkulasi air pendingin
(Gambar 1). Prinsip kerja alat ini adalah dan minyak atsiri (A) Destilator, (B)
menguapkan air dalam tangki destilasi kondensor, (C) Bak penampung air
menjadi steam. Steam melewati pendingin
tumpukan daun sereh dapur dan
membawa minyak atsiri yang terdapat Steam keluar sebagai kondensat dan
dalam daun sereh dapur. Steam yang minyak sereh dapur dipisahkan dari
membawa minyak atsiri dari daun sereh kondensat menggunakan corong
dapur kemudian didinginkan. Proses pemisah. Proses destilasi steam
pendinginan berlangsung dalam dilakukan sampai kondensat yang keluar
kondensor. Steam melewati pipa spiral dari kondensor tidak mengandung
didalam kondensor dan pada bagian luar minyak atsiri. Dalam proses destilasi uap
pipa spiral didinginkan menggunakan air semakin besar laju alir steam maka difusi
pendingin dari bak penampung air uap pada permukaan bahan baku
pendingin. Steam yang sudah didinginkan semakin baik dan menyebabkan hasil
berubah menjadi kondensat. Air minyak atsiri menjadi optimal (Koul,
pendingin dari kondensor dikembalikan Gandorta, 2003).
ke bak penampung air pendingin.
Pendinginan air dalam bak penampung Proses destilasi uap pada penelitian
air pendingin berlangsung secara alami ini sudah dilakukan dan diatur pada dua
(Gambar 2). Temperatur air pendingin perlakuan. Destilasi pertama dilakukan
yang dibutuhkan untuk proses dengan dengan laju alir bahan bakar
kondensasi adalah 25o-30oC (Molide, rendah. Proses kedua dilakukan dengan
2010). laju alir bahan bakar tinggi. Pada
pengujian secara berulang di dapatkan
hasil yang berbeda. Pada destilasi dengan
laju alir bahan bakar rendah maka laju
alir steam menurun sehingga destilasi
berlangsung lama (6 jam). Proses ini
menghasilkan minyak atsiri 40ml.
Temperatur air di bak penampung air
pendingin meningkat 2oC tiap jam.
Dengan laju alir steam menurun maka
laju peningkatan suhu air pendingin

B
A

C
PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN DAN VARIASI METODE DESTILASI
TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU MINYAK ATSIRI DAUN KAYU MANIS
(C. Burmanii)

THE EFFECT OF PRETREATMENT AND VARIATION METHOD OF DISTILLATION ON


QUALITY OF CINNAMON LEAF OIL

Krisnawati Setyaningrum Nugraheni1), Lia Umi Khasanah1), Rohula Utami1), Baskara


Katri Ananditho1)
1)
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami No. 36A, Kentingan, Jebres, Surakarta
email: liaumikhasanah@gmail.com

Diserahkan [5 Juli 2016]; Diterima [4 Agustus 2016]; Dipublikasi [31 Agustus 2016]
ABSTRACT

This study aims to determine the effect of pretreatment (drying, drying and sun drying) and distillation
method (distillation of water and vapor distillation) to the quality characteristics of cinnamon leaf oil.
Characteristics of quality of essential oil of cinnamon leaves, essential oil of selected cinnamon leaves from
vapor distillation with dry treatment of wind has the highest yield of 0.10161%. Specific gravity, viscosity,
refractive index, and solubility in 70% ethanol range from 0.91 - 0.96 g / ml, 0.0023 N.s / m2, 1.48-1.51 and 1:
0.8 - 1: 1.5, respectively. Water vapor distillation with dry wind treatment has a solubility value in the smallest
70% alcohol. The active compounds contained in the volatile oil of leaf from the distillation of water vapor with
dry treatment of wind are L-Linalool 34,40%, 1,8-Cineole 18,18%, α-Pinene 13,96% and β-Pinene 9.30%.

Keywords: essential oil, cinnamon leaf, distillation

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan (pemeraman, kering angin
dan sun drying) dan metode destilasi (destilasi air dan destilasi uap air) terhadap karakteristik mutu minyak
atsiri daun kayu manis. Karakteristik mutu minyak atsiri daun kayu manis, minyak atsiri daun kayu manis
terpilih dari destilasi uap air dengan perlakuan kering angin mempunyai rendemen tertinggi sebesar 0,10161%.
Berat jenis, viskositas, indeks bias, dan kelarutan dalam etanol 70% masing-masing berkisar 0.91 - 0.96 g / ml,
0,0023 N.s/m2, 1.48-1.51 dan 1:0.8 - 1:1.5. Destilasi uap air dengan perlakuan kering angin mempunyai nilai
kelarutan dalam alkohol 70% paling kecil. Kandungan senyawa aktif yang terdapat pada minyak atsiri daun
kayu dari hasil destilasi uap air dengan perlakuan kering angin antara lain L-Linalool 34,40 %, 1,8-Cineole
18,18 %, α-Pinene 13,96% dan β-Pinene 9,30%.

Kata Kunci: minyak atsiri, daun kayu manis, destilasi

PENDAHULUAN minuman, obat-obatan, minyak atsiri serta


oleoresin yang berasal dari bagian batang,
Indonesia merupakan salah satu dahan, ranting, pucuk daun dan akar
negara penghasil minyak atsiri yang tanaman. Tanaman ini dikenal juga
merupakan komoditi yang menghasilkan sebagai rempah atau pemberi cita rasa
devisa negara. Oleh karena itu, minyak (flavor). C. Burmannii merupakan
atsiri mendapat perhatian yang cukup Cinnamomum asli Indonesia yang dikenal
besar dari pemerintah. Salah satunya dengan cassiavera, kaneel cassia, atau
adalah minyak atsiri kayu manis. Kayu padang kaneel. Menurut Yusmeiarti
manis (Cinnamomun sp.) merupakan salah (2007), cassiavera merupakan komoditi
satu tanaman multi fungsi yang dapat spesifik Sumatera Barat karena sekitar
digunakan dalam industri makanan dan 95% ekspor cassiavera berasal dari daerah

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016 51


Sumatera Barat sehingga dalam mikroorganisme. Pengecilan ukuran
perdagangan dikenal dengan Padang biasanya dilakukan dengan perajangan
Kaneel. Jenis kayu manis yang dikenal di dengan tujuan untuk menambah luas
dunia sebanyak 300 spesies dan 12 spesies permukaan bahan sehingga minyak yang
di antaranya terdapat di Indonesia. Ada dihasilkan lebih banyak. Tujuan dari
tiga spesies utama dikenal di Indonesia pelayuan dan pengeringan yaitu untuk
yaitu : C. burmanii BL., C. zeylanicum menguapkan sebagian kecil air dari bahan
Brey dan C. cassia Presl. Di dunia sehingga destilasi lebih mudah dan lebih
perdagangan, produk yang diminta dari singkat. Menurut Hernani (2009), lama
kayu manis berdasarkan jenis kayu manis pelayuan dan penjemuran yang dilakukan
dan asal bahan yaitu cinnamon leaf oil, akan berpengaruh terhadap rendemen
cinnamon bark oil, dan cassia oil. minyak atsiri. Proses pemeraman maupun
Cinnamon leaf oil adalah minyak yang fermentasi mikroorganisme dilakukan
diperoleh dari daun kayu manis jenis pada minyak-minyak tertentu untuk
Cinnamomun zeylanicum. Cinnamon bark memecahkan sel-sel minyak pada daun.
oil merupakan minyak yang diperoleh dari Perlakuan pemeraman dilakukan dengan
kulit. Sedangkan cassia oil adalah minyak meremas-remas serta menyobek daun kayu
yang diperoleh dari daun, ranting, dan manis terlebih dahulu untuk merusak sel-
bubuk kulit kayu manis jenis C. Burmanni sel daun, kemudian diperam selama 1 hari.
atau C. Cassia (Rismunandar, 2001). Perlakuan ini dilakukan seperti fermentasi
Menurut Guaenther (1987), minyak pada teh.
atsiri merupakan minyak yang mudah Proses pengambilan minyak atsiri
menguap dan banyak digunakan dalam daun kayu manis dilakukan dengan cara
industri sebagai pemberi aroma dan rasa. distilasi. Distilasi atau penyulingan
Nilai jual dari minyak atsiri sangat didefinisikan sebagai pemisah komponen-
ditentukan oleh kualitas minyak dan kadar komponen suatu campuran dari dua jenis
komponen utamanya. Menurut Sumarni cairan atau lebih yang berdasarkan
(2008), kualitas minyak atsiri ditentukan perbedaan tekanan uap dari masing-
oleh karakteristik alamiah dari masing- masing zat tersebut (Guenther, 1987).
masing minyak tersebut dan bahan-bahan Secara umum ada tiga macam sistem
asing yang tercampur di dalamnya. Faktor distilasi yaitu penyulingan dengan air,
lain yang menentukan mutu minyak yaitu penyulingan dengan air dan uap, dan
sifat-sifat fisika-kimia minyak, jenis penyulingan dengan uap langsung. Akan
tanaman, umur panen, perlakuan bahan tetapi dalam penelitian ini hanya
sebelum penyulingan, jenis peralatan yang menggunakan dua distilasi yaitu destilasi
digunakan dan kondisi prosesnya, air dan destilasi uap air. Oleh karena itu,
perlakuan minyak setelah penyulingan, hal-hal tersebut menjadi latar belakang
kemasan, dan penyimpanan. Menurut penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
Ketaren (1989), penanganan pendahuluan perlakuan pendahuluan dan variasi metode
terhadap bahan baku yang kurang tepat destilasi terhadap karakteristik mutu
sebelum penyulingan akan menyebabkan minyak atsiri daun kayu manis (C. Leaf
kehilangan minyak atsiri yang cukup besar Oil Burmannii).
dan menurunkan mutu. Untuk itu
diperlukan perlakuan pendahuluan METODE PENELITIAN
terhadap bahan untuk mempertinggi Bahan
rendemen dan mutu yang dihasilkan. Bahan yang digunakan adalah daun
Beberapa cara perlakuan pendahuluan kayu manis (Cinnamomum burmannii)
yang dapat dilakukan meliputi pengecilan yang diperoleh dari Desa Bubakan,
ukuran bahan, pengeringan, pelayuan, Kecamatan Girimarto, Kabupaten
pemeraman dan fermentasi

52 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016

Anda mungkin juga menyukai