Anda di halaman 1dari 66

STANDAR PERKEMBANGAN DASAR

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. PENDAHULUAN

Pada hakikatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai fungsi:

(1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan kesempatan, dan (3) pengembangan potensi diri.

Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI), memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga Negara untuk

berpartisipasi dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga Negara untuk

mengembangkan, potensi yang dimilikinya secara optimal.

Sementara itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi system

pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi dan tujuan

pendidikan nasional serta strategi pembangunan pendidikan nasional, untuk mewujudkan

pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat , dan berdaya saing dalam

kehidupan global.

Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan system pendidikan sebagai pranata sosial

yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar

berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab

tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan nasional adalah: (1) mengupayakan

perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh

rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat

nasional, regional dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan

kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan menfasilitasi pengembangan
potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka

mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas

kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga

pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap,

dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran

serta masyarakat prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indinesia.

Anak usia dini merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik

tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini (0-6 tahun) merupakan masa

keemasan (golden age) dimana stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting

untuk tugas perkembangan selanjutnya. Perlu disadari bahwa masa-masa awal kehidupan

anak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan seseorang anak. Pada masa ini

pertumbuhan otak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat (eksplosif).

Mengingat pentingnya masa ini, maka peran stimulasi berupa penyediaan lingkungan

yang kondusif harus disiapkan oleh para pendidik, baik orang tua, guru, pengasuh ataupun

orang dewasa lain yang ada disekitar anak, sehingga anak memiliki kesempatan untuk

mengembangkan seluruh potensinya. Potensi yang dimaksud meliputi aspek moral dan nilai-

nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian, kemampuan berbahasa, kognitif,

fisik/motorik, dan seni. Pendidikan anak usia dini diberikan pada awal kehidupan anak untuk

dapat berkembang secara optimal.

Upaya pengembangan harus dilakukan melalui kegiatan bermain agar tidak membuat

anak kehilangan masa bermainnya. Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan

bagi anak, bermain juga membantu anak mengenal dirinya, dengan siapa ia hidup, serta

lingkungan tempat di mana ia hidup. Melalui bermain anak memperoleh kesempatan untuk

berkreasi, bereksplorasi, menemukan, dan mengekspresikan perasaannya.


Atas dasar hal tersebut di atas, maka perlu dirumuskan standar kompetensi / standar

perkembangan bagi anak usia dini yang dikembangkan berdasarkan karakteristik

perkembangan anak agar dapat digunakan oleh para pendidik anak usia dini dalam

mengembangkan seluruh potensi anak.

B. TUJUAN DAN FUNGSI

1.      Tujuan

Adanya standar kompetensi perkembangan anak diharapkan dapat membantu

mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak anak usia dini, meliputi aspek moral

dan nilai-nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian, kemampuan berbahasa, kognitif,

fisik/motorik, dan seni, sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungannya.

2.      Fungsi

a.       Mengetahui perkembangan sikap dan perilaku yang baik sesuai kaidah agama dan norma

yang dianut.

b.      Mengetahui kemampuan sosialisasi dan kemampuan mengendalikan emosi.

c.       Mengetahui perkembangan kemampuan menolong diri sendiri.

d.      Mengetahui kemampuan perkembangan bahasa.

e.       Mengetahui kemampuan daya pikir dan kemampuan untuk memecahkan masalah.

f.       Mengetahui pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motorik dan panca indera.

C. RUANG LINGKUP
Standar kompetensi pendidikan anak usia dini merupakan seperangkat kompetensi yang

diharapkan dapat dikuasai oleh anak sesuai dengan tahapan usianya. Standar ini

dikembangkan berdasarkan aspek perkembangan anak, yang meliputi:

   Perkembangan moral dan nilai-nilai agama

   Perkembangan sosial, emosional dan kemandirian

   Perkembangan bahasa

   Perkembangan kognitif

   Perkembangan fisik/motorik

   Perkembangan seni

Standar perkembangan ini disusun sesuai dengan tahapan usia anak, yaitu:

   Standar perkembangan anak usia lahir - 1 tahun

   Standar perkembangan anak usia 1 – 2 tahun

   Standar perkembangan anak usia 2 – 3 tahun

   Standar perkembangan anak usia 3 – 4 tahun

   Standar perkembangan anak usia 4 – 5 tahun

   Standar perkembangan anak usia 5 – 6 tahun

D. PRINSIP-PRINSIP

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan/ pembelajaran pada

pendidikan anak usia dini meliputi:

1.      Berorientasi pada Perkembangan Anak

Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan

perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka perlu memperhatikan
perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang disiapkan perlu

memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke

abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial.

2.      Berorientasi pada Kebutuhan Anak

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak

pada usia dini sedang membutuhkan proses belajar untuk mengoptimalkan semua aspek

perkembangannya. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya

dilakukan berdasarkan pada perkembangan dan kebutuhan masing-masing anak.

3.      Bermain Sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain

Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran pada anak usia dini.

Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi

yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang

menarik serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi,

menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran

menjadi bermakna bagi anak. Ketika bermain anak membangun pengertian yang berkaitan

dengan pengalamannya.

4.      Stimulasi Terpadu

Perkembangan anak bersifat sistematis, progresif dan berkesinambung-an antara aspek

kesehatan, gizi dan pendidikan. Hal ini berarti kemajuan perkembangan satu aspek akan

mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Karakteristik anak memandang segala sesuatu

sebagai suatu keseluruhan, bukan bagian demi bagian. Stimulasi harus diberikan secara

terpadu sehingga seluruh aspek perkembangan dapat berkembang secara berkelanjutan,

dengan memperhatikan kematangan dan konteks sosial, dan budaya setempat.


5.      Lingkungan Kondusif

Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan serta

demokratis sehingga anak merasa aman, nyaman dan menyenangkan dalam lingkungan

bermain baik di dalam maupun di luar ruangan. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan

keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain. Penataan ruang belajar harus disesuaikan

dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga anak dapat berinteraksi dengan mudah

baik dengan pendidik maupun dengan temannya.

Lingkungan bermain hendaknya tidak memisahkan anak dari nilai-nilai budayanya, yaitu

tidak membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan tempat bermain ataupun di

lingkungan sekitar. Pendidik harus peka terhadap karakteristik budaya masing-masing anak.

6.      Menggunakan Pendekatan Tematik

Kegiatan pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik. Tema sebagai

wadah mengenalkan berbagai konsep untuk mengenal dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Tema dipilih dan dikembangkan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, sederhana, serta

menarik minat.

7.      Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan

Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan

oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik,

menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir

kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara

demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran.

8.      Menggunakan Berbagai Media dan Sumber Belajar

Setiap kegiatan untuk menstimulasi perkembangan potensi anak, perlu memanfaatkan

berbagai media dan sumber belajar, antara lain lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan
yang sengaja disiapkan oleh pendidik. Penggunaan berbagai media dan sumber belajar

dimaksudkan agar anak dapat bereksplorasi dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya.

9.      Mengembangkan Kecakapan Hidup

Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup melalui

penyiapan lingkungan belajar yang menunjang berkembangnya kemampuan menolong diri

sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk

kelangsungan hidupnya.

10.  Pemanfaatan Teknologi Informasi

Pelaksanaan stimulasi pada anak usia dini dapat memanfaatkan teknologi untuk kelancaran

kegiatan, misalnya tape, radio, televisi, komputer. Pemanfaatan teknologi informasi dalam

kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk mendorong anak menyenangi belajar.

E. PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

1.      Arah atau Sasaran Kurikulum PAUD

Kurikulum diarahkan pada pencapaian perkembangan sesuai dengan tingkatan pertumbuhan

dan perkembangan anak berdasarkan standar perkembangan dan perkembangan dasar (SPPD)

anak usia dini yang dikategorikan dalam kelompok umur sebagai acuan normatif.

2.      Prinsip –prinsip Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan beberapa prinsip berikut ini:

         Relevansi
Kurikulum anak usia dini harus relevan dengan kebutuhan dan perkembangan anak secara

individu

         Adaptasi

Kurikulum anak usia dini harus memperhatikan dan mengadaptasi perubahan psikologis,

IPTEK, dan Seni.

         Kontinuitas

Kurikulum anak usia dini harus disusun secara berkelanjutan antara satu tahapan

perkembangan ke tahapan perkembangan berikutnya dalam rangka mempersiapkan anak

memasuki pendidikan selanjutnya

         Fleksibilitas

Kurikulum anak usia dini harus dipahami, dipergunakan dan dikembangakan secara fleksibel

sesuai dengan keunikan dan kebutuhan anak serta kondisi lembaga penyelenggara

         Kepraktisan dan Akseptabilitas

Kurikulum anak usia dini harus memberikan kemudahan bagi praktisi dan masyarakat dalam

melaksanakan kegiatan pendidikan pada anak usia dini.

         Kelayakan (feasibility)

Kurikulum anak usia dini harus menunjukkan kelayakan dan keberpihakan pada anak usia

dini.

         Akuntabilitas

Kurikulum anak usia dini harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat sebagai

pengguna Jasa pendidikan anak usia dini

3.      Pendekatan Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum anak usia dini juga harus memperhatikan berbagai pendekatan

berikut ini:

         Pendekatan Holistik dan Terpadu


Pengembangan kurikulum dan isi program didalamnya hendaknya dapat mempertimbangkan

berbagai aspek perkembangan, potensi kecerdasan jamak serta berbagai aspek kebutuhan

anak usia dini lainnya seperti kesehatan dan gizi secara holistik dan terpadu. Sebagai

konsekuensinya, identifikasi dan pemetaan kompetensi harus disusun dan diorganisasikan

sesuai dengan perkembangan dan analisis kebutuhan anak usia dini.

         Pendekatan Ragam budaya (Multiculture approach)

Pengembangan kurikulum anak usia dini harus memperhatikan lingkungan sosial dan budaya

yang ada di sekitar anak, maupun yang mungkin dialami anak pada perkembangan

berikutnya.

Pendekatan multibudaya akan memberikan konsekuensi pentingnya cakupan isi program

yang dihadapi untuk mengakomodasi pemahaman anak pada kebiasaan, budaya dalam

lingkungan keluarga, masyarakat dan budaya-budaya lain yang terdapat di Indonesia maupun

budaya global.

         Pendekatan Konstruktivisme (Constructivism Approach)

Kurikulum anak usia dini hendaknya mengacu pada pendekatan konstruktivisme yang

beranggapan bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya. Untuk itu isi program dalam

kurikulum harus dapat memberikan peluang bagi anak untuk belajar sesuai dengan minat,

motivasi dan kebutuhannya. Hal ini akan berdampak pada proses pembelajaran yang berpusat

pada anak, yang diwarnai dengan adanya kebebasan untuk bereksplorasi dalam rangka

mencari dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang diminatinya.

         Pendekatan kurikulum bermain kreatif (Play based curriculum approach)

Filosofi dan teori kurikulum bermain kreatif didasarkan pada 4 (empat) hal, yaitu: (1)

bagaimana anak membangun kemampuan sosial dan emosional, (2) bagaimana anak belajar

untuk berpikir, (3) bagaimana anak mengembangkan kemampuan fisik serta (4) bagaimana

anak berkembang melalui budayanya


4.      Karakteristik Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini

Pengembangan kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini memiliki karakteristik sebagai berikut:

      Kurikulum PAUD merupakan program pembelajaran PAUD yang mengacu pada Standar

Perkembangan dan Perkembangan Dasar yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan

Nasional.

      Kurikulum PAUD dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan kebutuhan dan

kepentingan terbaik anak serta memperhatikan kecerdasan.

      Kurikulum PAUD dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan karakteristik ruang lingkup

dan jenis PAUD.

      Kurikulum PAUD dilaksanakan berdasarkan prinsip bermain sambil belajar dan belajar

seraya bermain dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-

masing anak, sosial budaya, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat.

      Standar Perkembangan disusun dan dilaksanakan dengan mengintegrasikan kebutuhan anak

terhadap kesehatan , gizi, dan stimulasi psikososial, termasuk kesejahteraannya.

F. RAMBU-RAMBU

1.      Standar kompetensi / perkembangan ini merupakan acuan bagi pendidik dalam menyusun

program kegiatan atau perencanaan pembelajaran untuk mencapai optimalisasi

perkembangan anak.

2.      Standar kompetensi /perkembangan ini dirancang untuk melayani anak sesuai dengan

tahapan usianya.

3.      Standar perkembangan ini dirancang sebagai acuan assessment perkembangan anak.

4.      Standar kompetensi /perkembangan ini dirancang untuk akuntabilitas pada masyarakat dan

orangtua khususnya.
5.      Standar kompetensi /perkembangan ini merupakan standar perkembangan minimal. Pendidik

dapat memberikan pengayaan apabila anak telah menguasai kemampuan pada tahap

perkembangannya.

6.      Penggunaan standar kompetensi / perkembangan ini bersifat fleksibel yang disesuaikan

dengan lingkungan sosial dan budaya anak.

G. Evaluasi, Pengukuran, dan Penilaian di PAUD

Penilaian pendidikan prasekolah (usia dini) dapat diartikan sebagai proses pengambilan

keputusan tentang kedudukan program pendidikan prasekolah (usia dini) yang dilaksanakan.

Sedangkan secara lengkap batasan dari penilaian pendidikan prasekolah (usia dini) dapat

didefinisikan sebagai suatu upaya dan proses memilih, mengumpulkan, serta menafsirkan

informasi tentang posisi program maupun anak, baik terkait dengan pertumbuhan,

perkembangan, kemajuan, perubahan serta kemampuan yang menjangkau berbagai aspek

(bidang pengembangan) melalui cara-cara yang benar, tepat, akurat, terencana dan sistematis

pada dimensi proses maupun hasil; sehingga keputusan yang diambil sesuai dengan kriteria

yang semestinya, yaitu tidak merugikan, sesuai tujuan dan nilai sebagaimana yang telah

ditetapkan.

Prinsip-prinsip Penilaian sebagai berikut:

1) berbasis/orientasi/fokus pada perkembangan.

2) menyeluruh/komprehenship.

3) mendidik/edukatif.

4) berkesinambungan.

5) obyektif.

6) kebermaknaan.
7) alat dan caranya sahih (valid) dan terpercaya/ handal (reliable).

8) penilaian harus dikaitkan dan sesuai dengan program.

9) hasil penilaian harus dimanfaatkan untuk kepentingan anak,

10) penilaian harus mengakui perbedaan individual anak baik kemampuan maupun tipe

belajarnya,

11) Penilaian harus mencakup seluruh aspek perkembangan anak (fisik, sosial, mosi, kognitif,

bahasa, dan motorik),

12) penilaian melibatkan observasi yang teratur dan periodik dari anak dalam berbagai

keadaan yang menggambarkan tingkah laku anak setiap saat,

13) penilaian didasarkan pada prosedur yang menggambarkan kegiatan anak secara khusus

dan menolak pendekatan yang menempatkan anak dalam situasi yang dibuat-buat (artificial).

Aplikasi asesmen dalam PAUD

Proses evaluasi dalam PAUD, yaitu pengamatan, pencatatan, dan pendokumentasian kinerja

dan karya siswa serta bagaimana proses anak menhasilkan karya tersebut (Grace dan Shore,

1991;Kumano, 2002). Asesmen tidak digunakan untuk mengukur suatu keberhasilan suatu

program tetapi untuk mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar anak. Dalam

aplikasinya di PAUD asesmen tersebut tidak dilakukan di kelas pada akhir program atau

akhir tahun tetapi dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Dengan cara misalnya,

saat anak bermain, mengambar, atau dari karya yang dihasilkan. Dengan asesmen guru dapat

mengetahui bakat,minat, kelebihan,dan kelemahan anak.Guru bersama orang tua siswa dapat

memberi bantuan belajar yang tepat untuk anak sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang

optimal.

Komponen Asesmen yaag dipantau terdiri dari semua aspek perkembangan anak, yaitu:

      Perkembangan Fisik Motorik (kasar/ halus)

      Perkembangan Kognitif/ Intelektual


      Pekembangan Moral dan Sosial

      Perkembangan Emosional

      Perkembangan Bahasa dan Seni

Kegiatan pengamtan dapat dilakukan melalui berbagai teknik pengamatan, yaitu:

      Narative observation yaitu catatan hasil observasi.

      Anecdotal Record yaitu catatan yang dianggap lucu.

      Running Record yaitu catatan cepat atau uraian singkat.

      Time sampling yaitu sampel waktu atau kejadian.

      check list yaitu laporan yang berupa daftar chek.

Asesmen digunakan untuk tujuan sebagai berikut:

      Untuk mengetahui berbagai aspek perkembangan anak secara individual, dan sebagainya.

Untuk diagnosa adanya hambatan perkembangan maupun identifikasi penyebab masalah

belajar pada anak.

      Untuk memberikan tempat dan program yang tepat untuk anak, dalam hal ini untuk

mengetahui apakah anak membutuhkan pelayanan khusus.’

      Untuk membuat perencanaan program (curriculum planning), dalam hal ini asesmen

digunakan untuk memodifikasi kurikulum, menentukan metodelogi, dan memberikan umpan

balik (fedback).

      Untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah perkembangan pada anak

      Untuk kajian penelitian

Adapun secara spesifik, tujuan asesmen perkembangan adalah sebagai berikut:

      Memberikan informasi perkembangan spesifik

      Membantu guru menetapkan tujuan dan merencanakan program

      Mendapat profil anak (guru dan orang tua)


      Bermanfaat untuk diagnosa anak berkebutuhan khusus sehingga dapat dibuat program

pendidikan individual dan lyanan untuk keluarga.

      Evaluasi keberhasilan program, dan lain-lain

Sementara itu, tujuan asesmen untuk bayi dan batita adalah untuk menentukan apakah anak

berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya ataukah mengalami hambatan sehingga

membutuhkan intervensi.

Sumber: http://annetmbejie.blogspot.com/2012/11/standar-perkembangan-dasar-pendidikan.html

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA MELALUI MEDIA GAMBAR


PADA ANAK USIA DINI

  UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA ANAK USIA DINI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sesuai dengan Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Depdiknas, 2007:2).

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No. 20
Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 14).

PAUD merupakan lembaga pendidikan pra-skolastik atau akademik. Itu artinya, PAUD tidak mengemban
tanggungjawab utama dalam membelajarkan keterampilan membaca dan menulis. Subtansi pembinaan kemampuan skolastik
atau akademikini haruslah menjadi tanggungjawab utama lembaga pendidikan dasar (Depdiknas, 2007:1).

Usia dini merupakan kesempatan emas bagi anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas ( golden
age). Pada usia ini anak memiliki kemampuan untuk belajar yang luar biasa khususnya pada masa kanak-kanak awal.
Mengingat usia dini merupakan usia emas maka pada masa itu perkembangan anak harus dioptimalkan. Perkembangan anak
usia dini sifatnya holistik, yaitu dapat berkembang optimal apabila sehat badannya, cukup gizinya dan didik secara baik
dan benar. Anak berkembang dari berbagai aspek yaitu berkembang fisiknya, baik motorik kasar maupun halus,
berkembang aspek kognitif, aspek sosial dan emosional.

Anak usia dini memerlukan banyak sekali informasi untuk mengisi pengetahuannya agar siap menjadi manusia
sesungguhnya. Dalam hal ini membaca merupakan cara untuk mendapatka an informasi karena pada saat membaca maka
seluruh aspek kejiwaan manusia terlibat dan ikut serta bergerak. Hasilnya, otak yang merupakan pusat koordinasi pun
bekerja keras menemukan hal-hal baru yang akan menjadi pengisi memori otak sekaligus menjadi bekal pertumbuhan (Adi
Susilo, 2011:13).

PAUD sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan anak usia dini yang dalam proses pembelajarannya
menekankan pada prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Bermain adalah bagian integral dalam
kehidupan setiap anak dan merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan potensi anak secara optimal.
Penggunaan metode bermain disesuaikan dengan perkembangan anak (keperluan usia anak). Permainan yang digunakan pada
PAUD adalah permainan yang merangsang kreativitas dan menyenangkan (tidak ada unsur pemaksaan) dan sederhana.
Pembinaan pengembangan motorik di sini merupakan salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan aspek motorik secara
optimal dan dapat merangsang perkembangan otak anak. Pengembangan aspek motorik bertujuan untuk memperkenalkan
dan melatih gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol dan melakukan koordinasi gerak
tubuh, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani
yang kuat dan terampil.

Melalui pembinaan aktivitas anak (Fisik Motorik) di PAUD diharapkan akan memberikan dasar pemikiran untuk
mengkaji lebih spesifik dalam rangka pelaksanaan program pendidikan. Dengan memanfaatkan sarana alat bermain,
gambar dan permainan yang tersedia di PAUD serta disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik anak usia
PAUD

Kemampuan membaca anak usia dini umumnya masih relatif kurang karena pedidikan usia dini merupakan awal
atau permulaan anak belajar membaca. Anak usia dini umumnya enggan untuk membaca sesuatu yang bersifat abstrak.
Selain itu tuntutan orang tua yang menginginkan anak cepat bisa membaca. Ditambah lagi tuntutan dari SD yang
mengadakan penerimaan siswa dengan menggunakan tes baca tulis.

Guru memerlukan cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru
adalah dengan menggunakan media yang dapat merangsang minat baca anak didik dalam membaca. Media yang dapat
digunakan salah satunya adalah media kartu gambar. Media kartu gambar adalah media yang berupa gambar yang diserta
dengan kata-kata atau kalimat dibawahnya. Dengan adanya gambar tersebut, maka anak didik akan terangsang utuk
mengetahui maksud gambar tersebut dan mencoba membaca kata-kata atau kalimat yang ada.

1.2. Identifikasi Masalah

Memperhatikan dan menelaah latar belakang tersebut di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian skripsi ini dapat meliputi sebagai berikut :

1. Kemampuan membaca peserta didik yang umumnya masih relatif rendah

2. Tuntutan orang tua yang menginginkan anaknya bisa cepat membaca.

3. Bagaimana cara untuk meningkatkan minat membaca anak usia dini

4. Perlu adanya metode pembelajaran yang menarik untuk anak didik.

5. Penggunaan media pengajaran dalam proses pembelajaran.

6. Penggunaan gambar yang menarik untuk meningkatkan minat siswa.

1.3. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu meluas, penulis merasa perlu memberikan batasan. Untuk
mempermudah didalam memahami skripsi ini, penulis berfokus pada upaya meningkatkan minat baca melalui media gambar
menghubungkan tulisan sederhana dengan gambar yang melambangkannya, pada anak usia dini Hidayatul Mubtadiin
Kecamatan Tunjung teja Kabupaten Serang.

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, penulis merumuskan masalah pokok yaitu;
Bagaimanakah upaya meningkatkan Minat Baca Melalui Media Gambar pada Anak Usia dini Hidayatul Mubtadiin Kecamatan
Tunjung Teja Kabupaten Serang.

1.5. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan minat baca pada anak usia dini
2. Tujuan Khusus

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah meningkatkan minat baca melalui media
gambar pada anak usia dini Hidayatul Mubtadiin Kecamatan Tunjung teja Kabupaten Serang.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk mendapatkan teori baru tentang meningkatkan minat baca anak didik melalui kartu gambar.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi siswa

a.     Anak didik lebih termotivasi dalam belajar.


b.     Meningkatnya minat baca pada anak didik.

2. Bagi guru

a. Memperoleh pengalaman untuk meningkatkan minat baca anak didik melalui kartu gambar.

b. Dapat memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran di kelas.

3. Bagi sekolah

a. Hasil penelitian diharapkan mampu membantu sekolah dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar.

b. Memotivasi kepada guru-guru untuk menerapkan metode yang bervariasi dalam pengajaran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Minat

Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila
mereka bebas memilih. Bila mereka melihat sesuatu melihat sesuatu akan menguntungkan mereka merasa berminat. Ini
kemudian mendatangkan kepuasaan. Bila kepuasaan berkurang, minat pun berkurang. Setiap minat memuaskan kebutuhan
dalam kehidupan anak, walaupun kebutuhan ini mungkin tidak segera tampak bagi orang dewasa. Semakin kuat kebutuhan
ini, semakin kuat dan bertahan pada minat tersebut (Hurlock. 1978:114).
Aiken (Ginting, 2005) mengungkapkan definisi minat sebagai kesukaan terhadap kegiatan melebihi kegiatan
lainnya. Ini berarti minat berhubungan dengan nilai-nilai yang membuat seseorang mempunyai pilihan dalam hidupnya, hal
tersebut diungkapkan oleh Anastasia dan Urbina (Ginting, 2005). Selanjutnya Ginting (2005) menjelaskan, minat
berfungsi sebagai daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan kegiatan tertentu yang spesifik, lebih jauh lagi
minat mempunyai karakteristik pokok yaitu melakukan kegiatan yang dipilih sendiri dan menyenangkan sehingga dapat
membentuk suatu kebiasaan dalam diri seseorang (www1.bpkpenabur. or.id/jurnal/04/017-035.pdf).

Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi


usaha yang dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan
usaha yang gigih, serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi
tantangan. Jika seorang anak memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat
dapat mengerti dan mengingatnya.

Berikut merupakan ciri-ciri minat anak menurut Hurlock (1978, 115), antara lain adalah sebagai berikut : (a) minat
tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik, (b) minat bergantung pada kesiapan belajar, (c) minat bergantung pada
kesempatan belajar, (d) perkembangan minat mungkin terbatas, (e) minat dipengaruhi pengaruh budaya, (f) minat itu
egosentris.
Peserta didik akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab itu,
mengembangkan minat belajar peserta didik merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi siswa. Beberapa
cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa menurut Sanjaya (2006 : 28-29), diantaranya: (a)
hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan peserta didik, (b) sesuaikan materi pelajaran dengan
tingkat pengalaman dan kemampuan siswa, (c) ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar, (d) berilah pujian yang
wajar terhadap setiap keberhasilan siswa, (e) berikan penilaian, (f) berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa,
penghargaan bisa dilakukan dengan memberikan komentar positif, (g) ciptakan persaingan dan kerja sama. Persaingan yang
sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan proses pembelajaran peserta didik.

Menurut Usman (2008:27) kondisi belajar-mengajar yang efektif adalah minat dan perhatian siswa dalam belajar.
Minat merupakan suatu sifat yag relatif menetap pada diri seseorang. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar
sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak
mungkin melakukan sesuatu. Misalnya seorang anak menaruh minat terhadap terhadap kesenian, maka ia akan berusaha
untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Pada hakikatnya setiap anak berminat terhadap belajar, dan guru
sendiri hendaknya berusaha membangkitkan minat terhadap belajar.

2.1.2. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Bahasa adalah segala bentuk komunikasi di mana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat
menyampaikan arti kepada orang lain. Oleh karena tiu, perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama sampai anak
mampu bertutur kata. Perkembangan bahasa terbagi menjadi dua periode, yaitu, periode Prelinguistik dan periode
Linguistik. Periode Linguistik inilah anak mulai mengucapkan kata-kata pertama.
Menurut Sumantri (2008:2.30-2.31) periode linguistic terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:

a. Fase satu kata atau Holofrase

Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kompleks, baik berupa keinginan, perasaan
atau temuannya tanpa perbedaan yang jelas. Pada umumnya kata pertama yang diucapkan oleh anak adalah kata benda,
setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.

b. Fase lebih dari satu kata

Fase dua kata muncul pada anak berusia sekitar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat
sederhana yang terdiri dari dua kata. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari dan
untuk dirinya. Orang tua mulai melakukan Tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat bercerita
dengan kalimat-kalimat sederhana.

c. Fase diferensiasi
Periode terakhir dari masa balita yang berlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak
dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya yang
mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengungkapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam
pemakaian kata benda dan kata kerja.

Menurut Brewer dalam Suyanto (2005:73) perkembangan bahasa mengikuti suatu urutan yang dapat diramalkan
secara umum sekalipun banyak variasinya diantara anak yang satu dengan anak yang lain, dengan tujuan mengembangkan
kemampuan untuk berkomunikasi. Kebanyakan anak memulai perkembangan bahasanya dari menangis untuk
mengekspresiakan responnya terhadap bermacam-macam stimuli. Anak mulai memerang (cooing), yaitu melafalkan bunyi
yang tidak ada artinya secara berulang-ulang, seperti suara burung yang sedang berkicau. Anak pada umumnya belajar
nama-nama benda sebelum kata-kata lain.

Berikut adalah fungsi bahasa sebagai alat komunikasi menurut Depdiknas (2007:5), antara lain adalah:

a.     Keterampilan berbahasa, dapat ditunjukkan oleh anak dalam perilaku: menyapa, memperkenalkan diri, bertanya,
mendeskripsikan, melaporkan kejadian, menyatakan suka/tidak, meminta ijin, bantuan, mengemukakan alas an, memerintah
atau menolak sesuatu.
b.     Keterampilan mendengar, dapat ditujukan oleh anak dalam perilaku: mendengarkan perintah, mendengarkan pertanyaan,
mendengarkan orang yang sedang bercerita dan mendengarkan orang yang sedang member petunjuk.
c.     Keterampilan berbicara, dapat ditujukan oleh anak dalam perilaku: mengembangkan keterampilan bertanya, menyiapkan
kegiatan yang dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
menggunakan berbagai kegiatan yang bervariasi.
d.     Keterampilan membaca, adalah kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan).
2.1.3. Membaca
Retorika adalah kiat yang didasarkan atas nengetahuan yang tersusun baik dan kemahiran yang telah dimiliki
untuk mencapai tujuan. Berbahasa merupakan kegiatan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi. Penggunaan bahasa
meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Membaca merupakan salah satu ketrampilan berbahasa yang lainnya
(berbicara dan menulis) (Haryadi, 2007:4).
Agar dapat membaca secara efektif dan efisien, seorang pembaca harus dapat menggunakan dasar pengetahuan
yang telah tersusun dengan baik dan dasar kemahiran yang telah dimiliki dengan benar dan tepat. Pembaca dapat
menggunakan keduanya dengan tepat dan benar jika pembaca mempunyai kiat dalam membaca. Kiat yang dimaksud adalah
bagaimana pembaca memilih dan menggunakan model membaca, metode membaca, dan teknik membaca sesuai kebutuhan.
Model-model membaca tidaklah muncul secara tiba-tiba, akan tetapi merupakan kerja keras dari para ahli yang
mengkajinya dalam waktu yang relatif lama. Dalam menghasilkan suatu model membaca ada suatu tata kerja tersendiri
yang harus ditempuh melalui penelitian. Cara menghasilkan model membaca dilakukannya secara profesional yang bersifat
teknik. Berikut merupakan pendekatan membaca menurut Haryadi (2007:12-16):
a. Pendekatan Taksonomik
Pendekatan taksonomik dikembangkan oleh Gray. Ia berpendapat bahwa dalam membaca diperlukan empat ketrampilan,
yaitu mengenal kata, komprehensif, reaksi, dan asimilasi (Dechant dan Smith, 1977:15). Awal mula membaca merupakan
kegiatan pengenalan simbol-simbol dilakukan pembaca dalam bentuk penyandian kembali simbol tulis yang berbentuk kata
secara mekanik
b. Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis terdiri atas dua, yaitu:
1.    Pendekatan behavioral, dipelopori oleh Skinner. Pendekatan ini berpandangan bahwa belajar bahasa dapat dikendalikan
oleh luar. Seseorang dikatakan belajar kalau mendapat stimulus atau rangsangan dari luar, kemudian dari rangsangan
tersebut menghasilkan respon dari orang yang belajar. Menurut pandangan behavioral, ketrampilan membaca merupakan
hasil proses membaca yang diperoleh dari hubungan antara rangsangan dan reaksi yang dikenal dengan sebutan S-R yaitu
stimulus dan respons.
2.   Pendekatan kognitif, dipelopori oleh piaget. Menurut pandangan kognitif, membaca tidaklah sekedar memperoleh
rangsangan simbol-simbol tertulis melalui mata, tetapi yang lebih penting adalah memproses rabgsangan tersebut di
dalam otak.
3.   Pendekatan Proses Informasi. Tokoh yang dikenal dalam pendekatan proses informasi adalag Smith. Ia menyatakan bahwa
keterampilan membaca merupakan suatu proses informasi. Pendekatan ini berprinsip bahwa membaca adalah aktivitas
komunikasi yang memungkinkan informasi ditrasformasi dari penulis kepada pembaca.
4.   Pendekatan Psikomotorik. Pendekatan ini dikembangkan oleh Holmes dan Singer . Kegunaan dari pendekatan ini dalam
membaca adalah sebagai pengukur tingkat kenyaringan dan kecepatan baca yang dilakukan pembaca.
c. Pendekatan Linguistik. Pendekatan ini dikembangkan dalam dua periode yaitu:
1)     Bloomfield, Fries, dan lefevre. Bloomfield berpendapat bahwa
membaca merupakan hubungan teratur antara sistem tulisan dan ujaran. Fries mengatakan bahwa membaca merupakan
hubungan antara bunyi-bunyi bahasa dengan huruf. Sedangkan Lefevre menekankan faktor kebahasaan dalam membaca,
baik yang berkaitan dengan tuturan kata maupun hubungan antara kata dan kata dalam menghasilkan kalimat.
2)     Muncul teori baru yang disebut teori trasformasi. Diperkenalkan oleh Chomsky yang kemudian dilanjutkan oleh Halle,
Goodman, dan Ruddel. Teori transformasi menekankan perbedaan antara struktur luar dan struktur dalam. Yang dimaksud
struktur luar membaca adalah bunyi-bunyi atau simbol-simbol tulisan, sedangkan struktur dalam membaca adalah makna
sintaktik dan interpretasi semantik (penafsiran makna bacaan).Menurut Depdiknas (2007 : 3) kemampuan membaca
ditentukan oleh perkembangan bahasa.
3)     Perkembangan kemampuan berbahasa anak usia 4-6 tahun ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut: (a) mampu
menggunakan kata ganti saya dalam berkomunikasi, (b) memiliki berbagai perbendaharaan kata kerja, kata sifat, kata
keadaan,kata tanya, dan kata sambung, (c) menunjukkan pengertian, dan pemahaman tentang sesuatu, (d) mampu
mengungkapkan pikiran, perasaan, dan tindakan dengan menggunakan kalimat sederhana (e) mampu membaca dan
mengungkapkan sesuatu melalui gambar. Secara umum melalui kegiatan awal membaca dalam perkembangan berbahasa
diharapkan anak dapat membentuk perilaku membaca, mengembangkan beberapa kemampuan sederhana dan keterampilan
pemahaman dan mengembangkan kesadaran huruf.
2.1.4. Media Gambar
Ada beberapa konsep mengenai definisi media pengajaran. Menurut Gerlach (dalam Sanjaya, 2006:161) secara umum
media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kodisi yang memungkinkan anak didik
memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Menurut Sudjana (2007,2) manfaat media pengajaran dalam proses
belajar antara lain :
a.     Pengajaran akan lebih menarik perhatian anak didik sehingga dapat menumbuhnya motivasi belajar.
b.     Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para anak didik, dan memungkinkan siswa
menguasai tujuan pengajaran.
c.     Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,
sehingga anak didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga.
d.     Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian, tetapi juga aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
Sedangkan menurut Usman (2008:32), media pendidikan mempunyai manfaat sebagai berikut: (a) meletakkan
dasar-dasar yang konkret untuk berpikir. Oleh karena itu, mengurangi verbalisme, (b) memperbesar perhatian siswa, (c)
membuat pelajaran lebih menetap atau tidak mudah dilupakan, (d) memberikan pengalaman yang nyata yang dapat
menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan para anak didik, (e) menumbuhkan pemikiran yang teraturdan
bersambung, (f) membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
Gambar merupakan media untuk berkomunikasi dengan orang lain. Gambar berfungsi sebagai stimulasi munculnya
ide, pikiran maupun gagasan baru. Gagasan ini selanjutnya mendorong anak untuk berbuat, mengikuti pola berpikir seperti
gambar atau justru muncul ide baru dan menggugah rasa (Pamadhi, 2008:2.8).
Dalam proses belajar mengajar gambar yang digunakan mampu membantu apa yang akan dijelaskas oleh guru,
memliki kualitas yang baik, dalam arti, dalam arti memiliki tujuan yang relevan, jelas, mengadung kebenaran, autentik,
aktual, lengkap, sederhana, menarik, dan memberikan sugesti terhadap kebenaran itu sendiri. Menurut Sadiman (2011, 31-
33) ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar/foto yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai media pengajaran:
a.     Autentik. Gambar tersebut secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang melihat benda sebenarnya.
b.     Sederhana. Komponen gambar hendaknya cukup jelas dan menunjukkan poin-poin pokok pembelajaran.
c.     Ukuran relatif. Gambar dapat memperbesar atau memperkecil obyek/benda sebenarnya.
d.     Gambar/foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan.
e.     Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang, gambar/foto
karya siswa sering sekali lebih baik.
f.     Tidak semua gambar yang bagus adalah media yang baik. Gambar hendaknya bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.

Menurut Pamadhi (2008:2.9) manfaat gambar bagi anak adalah sebagai berikut: (a) alat untuk mengutarakan
(berekspresi) isi hati, pendapat maupun gagasannya, (b) media bermain fantasi, imajinasi dan sekaligus sublimasi, (c)
stimulasi bentuk ketika lupa, atau untuk menumbuhkan gagasan baru, (d) alat untuk menjelaskan bentuk serta situasi.
Media pendidikan sangat berperan dalam perencanaan dan pelaksanaan secara sistematis. Media sendiri adalah
orang, benda atau kejadian yang menciptakan suasana yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
ketrampilan, maupun sikap. Salah satu media yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah kartu gambar. Media
kartu gambar adalah media yang berupa kertas tebal yang berbentuk persegi dengan disertai gambar baik berupa gambar
orang, hewan tumbuhan dan lain sebagainya.

2.2. Kerangka Berpikir

Untuk mengatasi permasalahan yang dikemukan sebelumnya, penulis menggunakan media gambar untuk meningkatkan
proses tercapainya tujuan yang nyata dari peningkatan minat membaca yang sesuai dengan keadaan tingkat
kemampuannya. Dalam hal ini berarti bahwa anak-anak harus memperoleh peningkatan atau prestasi di dalam belajarnya,
dengan menggunakan media yang dapat merangsang minat baca anak didik dalam membaca. Media yang dapat digunakan
salah satunya adalah media kartu gambar. Media kartu gambar adalah media yang berupa gambar yang diserta dengan
kata-kata atau kalimat dibawahnya. Dengan adanya gambar tersebut, maka anak didik akan terangsang utuk mengetahui
maksud gambar tersebut dan mencoba membaca kata-kata atau kalimat yang ada.

2.3. Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan kajian teori di atas dapat ditarik hipotesis
bahwa “ melalui media gambar dapat meningkatkan minat membaca pada anak usia dini Hidayatul Mubtadiin Kec. Tunjung
teja Kabupaten Serang.

Tindakan Operasional

1.      Setiap tema pebelajaran yang disampaikan kepada anak disisipkan kegiatan media gambar yang berkaitan dengan tema.
Anak diajak membaca, diberikan contoh dan diberi kebebasan untuk melihat gambar serta diberikan kebebasan untuk
mengetahui maksud gambar tersebut, mencoba membaca kata-kata atau kalimat yang ada
2.     Guru harus cukup memberikan contoh ide-ide gambar kreatif sehingga anak tidak merasa bosan.
3.     Guru harus bisa mengindari pembatasan terhadap gambar anak yang timbul dari ide kreatifnya.
4.     Setiap gambar dijelaskan kepada anak dengan kreatif guru atau menirukan berbagai hal dari kreatifitas guru terhadap
anak sehingga gambar dan bacaan yang ada di bawahnya mudah untuk dibaca.

BAB III
OBYEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di PAUD Hidayatul Mubtadiin Ds. Bojong Pandan, Kec. Tunjung teja Kabupaten
Serang Propoinsi Banten. Pada tahun ajaran 2012/2013. Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah anak didik kelas O
Besar dengan jumlah siswa 20 anak yang terdiri dari 12 anak laki-laki dan 8 anak perempuan.

3.1.1. Waktu Penelitian

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Juni 2013 Tahun Ajaran 2012/2013 Penelitian
dilakukan karena minat baca pada anak usia dini Hidayatul Mubtadiin Kec. Tunjung teja Kab. Serang

3.1.2 Tempat Penelitian

a. Lokasi penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti adalah di PAUD Hidayatul Mubtadiin Ds. Bojong Pandan, Kec.
Tunjung teja Kabupaten Serang Propoinsi Banten.

b. Penelitian dilakukan pada PAUD Hidayatul Mubtadiin, karena peneliti merupakan guru dari PAUD tersebut.

3.2. Metode dan Desain Interventasi Tindakan (Rancangan Siklus Penelitian)


1.      Metode Intervensi Tindakan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas berasal dari
istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk
mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subyek penelitian di kelas tersebut.

Penelitian tindakan adalah merupakan salah satu penelitian teknikal tindakan yang mana bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas atau system dalam pengelolaan atau tindakan (Zuber dan Skerit, 2000:31)

Menurut Dr. Sulipan, M.Pd, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online
(http://www.ktiguru.org) berjudul ”Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) ”, pertama kali penelitian
tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis,
Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi  salah satu model
penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti melakukan pekerjaannya, baik di bidang
pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu contoh pekerjaan utama dalam bidang
pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani bimbingan dan konseling, dan mengelola sekolah.   Dengan demikian para
guru atau kepala sekolah dapat melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain seperti para peneliti
konvensional pada umumnya. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu tidak lain adalah untuk memecahkan masalah,
memperbaiki kondisi, mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di
masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan  pada masyarakat yang bersangkutan. Ciri
atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi  antara peneliti dengan
anggota  kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahana masalah yang memanfaatkan
tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi  dan memecahkan
masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.

Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut;

1.  Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan
mampu  ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.

2.  Kegiatan  penelitian, baik inferensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat
kegiatan utama.

3.  Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan  tepat sasaran dan tidak memboroskan
waktu, dana dan tenaga.

4.  Metodologi  yang digunalkan harus jelas, rinci dan  terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan  tegas
sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.

5.  Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan ( on-going), mengingat bahwa
pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi  menjadi tantangan
sepanjang waktu (Arikunto, Suharsimi, 2002:82).

Menurut Sukidin, dkk (2002:54), ada 4 (empat) macam bentuk penelitian tindakan kelas, yaitu : (1) penelitian
tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaborasi, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif dan (4)
penelitian tindakan sosial eksperimental. Keempat bentuk penelitian tindakan itu ada persamaan dan perbedaannya.

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian tindakan guru sebagai peneliti, dimana guru terlibat langsung
secara penuh dalam proses pelaksanaan penelitian, mulai dari tahap menyusun perencanaan, melakukan tindakan,
melakukan observasi  dan tahap refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini, kalaupun ada,   peranannya  sangat kecil
dan tidak dominan. Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.

            Ada banyak model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi secara garis besar suatu penelitian
tindakan lazimnya memiliki 4 (empat) tahapan yang harus dilalui, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan dan refleksi.
Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan
penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan,  pelaksanaan, observasi dan tahap
refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika dirasa sudah cukup memenuhi kebutuhan dan tujuan penelitian yang
telah ditetapkan.

Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih,  yaitu penelitian tindakan kelas, maka penelitian ini
menggunakan model penelitian  tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk
spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan),
observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi,
tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi
permasalahan.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan ( Action Research). Yaitu suatu
penelitian yang menempuh langkah-langkah yang dilakukan secara siklus. Peneliti menetapkan 2 siklus dalam melakukan
penelitian tindakan kelas, mengingat kemampuan anak dan waktu sangat terbatas maka peneliti menetapkan waktu yang
dibutuhkan setiap siklus selama 6 hari belajar efektif (6 x pertemuan). Untuk siklus pertama dilakukan setiap hari
berturut-turut selama 6 hari dalam waktu 1 jam kegiatan 60 menit.
Tahapan-tahapan dalam siklus adalah sebagai berikut: (a) perncanaan ( planning), (b) tindakan (acting), (c)
Pengamatan (observing), (d) refleksi (reflecting)
2.     Desain Interventasi Tindakan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas ( Classroom Action Research)
dengan model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Muharjito, 2005:20), yaitu model siklus secara berulang
dan berkelanjutan (spiral) yang berarti semakin lama diharapkan semakin meningkat perubahannya dan pencapaian
hasilnya. Penelitian ini berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan proses pembelajaran sesungguhnya. Dalam penelitian
ini peneliti berperan sebagai guru yang melakukan pengajaran dengan menerapkan metode pendekatan kontekstual. Setiap
tahapan tersebut berfungsi saling menguraikan karena pada masing-masing tahapan meliputi proses penyempurnaan yang
harus dilaksanakan secara terus menerus sehingga mendapat hasil yang diinginkan.

3.3. Peranan dan Posisi Peneliti dalam Penelitian


1.      Peran Peneliti
Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti sebagai pemimpin perencanaan.
2.     Posisi Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti berada pada posisi sebagai guru yang memberikan tindakan sekaligus
kemudian memberikan tindakan kepada subjek penelitian, selama proses penelitian peneliti dan kolabolator melakukan
pengamatan langsung, yang hasilnya di evaluasi secara kolaboratif, hasil dari pengamatan dan refleksi dan tindakan yang
telah dilakukan dapat digunakan untuk menganalisi data sehingga menjadi bahan acuan untuk memperbaiki perncanaan
pada siklus berikutnya.
3.4. Tahapan Intervensi Tindakan

Siklus I

a.    Tahap Perncanaan Tindakan (planning)


Pada tahap ini peneliti membuat program rencana kegiatan sebagai berikut: 1) menetapkan anak yang
akan dijadikan subjek penelitian; 2) menyusun instrument untuk panduan observer/kolaborator yang akan dijadikan alat
test disetiap akhir pertemuan disetiap siklus; 3) menyusun lembar program harian atau satuan kegiatan harian; 4)
membuat lembar observasi yang digunakan untuk mencantum hasil pengamatan; 5) menentukan dan menetapkan waktu
pelaksanaan; 6) membuat jadwal pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan; 7) menyusun absen anak untuk masing-
masing siklus; 8) menjelaskan kepada orang tua/wali murid PAUD Hidayatul Mubtadiin mengenai penelitian yang akan
dilaksanakan.
b.   Tahap Tindakan (action)

Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam setiap siklus terdiri dari 6 pertemuan, masing-masing pertemuan
dilakukan dalam waktu selama 90 menit, yaitu 15 menit untuk pembukaan (apersepsi) 60 menit kegiatan inti dan 15 menit
untuk evaluasi dan penutup.
Kegiatan yang disesuaikan dalam waktu belajar yang dijadwalkan di PAUD Hidayatul Mubtadiin
tersebut setelah melaksanakan 1 siklus sebanyak 6 pertemuan, peneliti dan kolaborator melakukan refleksi secara
keseluruhan dari siklus. Selanjutnya akan diadakan siklus II berdasarkan refleksi yang telah dilakukan lebih lanjut yang
akan dilakukan pada setiap siklusnya.

c.    Tahap Pengamatan

Tahap pengamatan atau observasi dalam setiap siklus pelaksanaannya adalah bersamaan dengan
tindakan yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

a.       Guru melakukan observasi atau pengamatan terhadap dirinya sendiri dengan cara mencatat pada format observasi yang
sudah disiapkan sebelumnya  tentang tindakan-tindakan yang sudah ataupun yang belum dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran.

b.      Melakukan observasi atas aktivitas belajar anak dalam kelompok maupun dalam kelas dan interaksi belajar di antara
mereka maupun dengan guru dengan cara mencatat pada lembar observasi yang telah disiapkan.

c.       Mengamati keterampilan berbicara dan membaca selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui penerapan melalui
media gambar.

4.   Tahap Refleksi

Pada tahap ini guru melakukan penafsiran, pemaknaan, dan evaluasi atas segala tindakan yang telah dilakukan
dan hasil-hasilnya maupun atas tindakan yang belum dilaksanakan berikut hambatan-hambatannya sambil memikirkan
kembali upaya perbaikan yang akan dilakukan pada tahap siklus penelitian berikutnya. Dan jika sekiranya dari tahap
refleksi ini sudah bisa disimpulkan bahwa tindakan perbaikan yang dilaksanakan sudah cukup memenuhi tujuan
pembelajaran yang ditetapkan, maka siklus penelitian berikutnya bisa dihentikan dan tidak perlu dilaksanakan. Sebaliknya,
jika tujuan pembelajaran belum tercapai dan masih dirasa perlu untuk melakukan revisi atau langkah-langkah perbaikan
tindakan lebih lanjut, maka penelitian berlanjut ke siklus berikutnya.

Siklus II

1.      Tahap Perencanaan, meliputi kegiatan:

a.     Menyusun rencana pembelajaran sebagai perbaikan dari rencana pembelajaran pada siklus terdahulu.

b.     Menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

c.     Menyusun media pembelajaran yang sesuai.

d.     Menyusun instrumen penelitian.

e.     Menyusun alat evaluasi.

2.      Tahap Pelaksanaan Tindakan

Tahap ini adalah pelaksanaan dari skenario atau rencana pelaksanaan pembelajaran dengan tindakan-tindakan perbaikan
yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada tahap ini secara garis besar
sama dengan tahap pelaksanaan tindakan pada siklus I.

3.      Tahap Pengamatan

Langkah-langkah kegiatan pada tahap ini juga boleh dikata sama dengan yang dilakukan pada siklus I.

4.      Tahap Refleksi

Pada tahap ini guru melakukan refleksi atas tindakan-tindakan yang telah dilakukan pada siklus II berikut hasil-hasil yang
telah dicapainya. Selain itu guru juga memikirkan kekurangan-kekurangan serta hambatan-hambatan yang masih dihadapi
pada siklus II dan selanjutnya mencarikan alternatif tindakan perbaikannya untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Siklus III (bila diperlukan).

3.5. Hasil Interventasi Tindakan yang Diharapkan


Hasil intervensi tindakan yang diharapkan dalam penelitian tindak kelas ini adalah untuk
mengembangkan minat membaca melalui media gambar dapat dinyatakan berkembang apabila anak bis mencoba membaca
dan mengerti huruf-hurup yang ada pada media gambar yang di sajikan oleh guru.
Untuk melakukan keberhasilan tersebut , peneliti bersama kolabolator menggunakan prosentase.
Kemampuan minat membaca melalui media gambar dinyatakan mengalami peningkatan apabila anak mengalami tingkat
penguasaan membaca minimal 60%.

Selanjutnya, untuk memberikan pedoman dalam pemaknaan atau penafsiran hasil penelitian, perlu kiranya
ditetapkan kriteria kualifikasi penilaian yang berhubungan dengan aktivitas belajar maupun prestasi belajar siswa dalam
bentuk tabel berikut.

3.6. Data dan Sumber Data


1.      Jenis Data : Kualitatif dan Kuantitatif
a.     Data Kualitatif
Data ini diperoleh dari hasil pengamatan (observasi), wawancara dan dokumentasi berupa foto Anak yang diteliti pada
saat melakukan kegiatan membaca serta mengunakan media gambar
b.     Data Kuantitatif
Berupa hasil test kemampuan anak kelas O Besar dalam kegiatan mengembangkan minat membaca melalui media gambar
pada siklus I dan siklus II
3.7. Instrumen Pengumpulan Data
1.      Kalibrasi Instrumen
Instrumen yang akan digunakan dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Uji validitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yang merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap
isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment.
Oleh karena itu isi dari sebuah tes tidak saja menunjukan bahwa tes tersebut harus komprehensif isinya akan
tetapi harus isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.
Dalam mengkaji validitas tes ini peneliti menggunakan tipe validitas logic, dimana suatu tes agar memperoleh
validitas logic yang tinggi harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu
menjadi bagian tes secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh tes haruslah dibatasi lebih dahulu
kawasan perilaku secara seksama dan konkret.
2.     Kisi-kisi instrument
Berdasarkan uji validitas diperoleh instrument final sebanyak 16 butir yang akan digunakan pada tes awal ( pre test) dan
tes akhir (post test) dengan sekor minimal 80.
3.8. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah free test dan post test. Free test diperoleh dari hasil kegiatan
awal yang dilakukan oleh anak sebelum diberikan perlakuan pada setiap siklus. Setiap butir indicator yang diamati disusun
berdasarkan aspek kemampuan perkembangan motorik kasar anak melalui kegiatan senam dengan memberikan tanda check
list pada kolom yang telah disediakan. Post test di peroleh dari hasil tanya jawab setelah melalui kegiatan
pengamatan/observasi dan reflcksi yang dilakukan oleh peneliti atau kolaborator dan hasil lembar kegiatan anak.
Pengumpulan data juga diperoleh dari hasil penelitian lembar pengamatan anak setiap kali pertemuan, dokumentasi
kegiatan pengembangan kemampuan motorik kasar pada gerakan-gerakan senam.
3.9. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan
Studi yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dengan menggunakan teknik triangulasi
yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut.
Triangulasi terdiri dari peneliti, kolaborator I dan kloaborator II dengan membandingkan laporan hasil data berupa
lembar observasi.
Data proses yang berupa observasi akan dikelompokan sesuai dengan komponen yang ada kemudian
dibandingkan antara hasil observasi peneliti, hasil guru kelas dan hasil teman sejawat. Hasil perbandingan tersebut
menjadi acuan sebagai pengamatan akhir untuk menentykan tindakan perbaikan yang dilakukan untuk memeriksa
keabsahan data, peneliti memeriksa kembali dengan melihat dokumen sehingga dapat diketahui apakah tindakan yang
telah dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
3.10.     Analisis Data dan Interprestasi Hasil Anailis
1.      Analisis Data
Setelah data terkumpul selanjutnya peneliti akan melakukan analisis data yang terdiri dari : a) analisis evaluative
berdasarkan pelaksanaan tindakan pada setiap siklus untuk menganalisis data kualitatif, b) analisis data yang digunakan
adalah dengan analisis prosentase untuk menganalisis data kuantitatif.
2.     Interpretasi Hasil Analisis
Setelah tindakan selesai dilaksanakan, maka hasil pengamatan yang berupa lembar observasi dilanjutkan pada tahap
menghitung prosentase sekor perolehan peringkat motorik kasar pada anak usia 4-5 tahun melalui kegiatan senam.
Peneliti bersama kolaborator sepakat untuk menetapkan bahwa penelitian ini dikatakan berhasil apabila tingkat
penguasaan yang dimiliki anak dalam pengembangan motorik kasar anak mencapai 60% pada setiap siklus. Dengan demikian
prosentase skor yang diperoleh masing-masing anak minimal 60% pada setiap akhir siklus. Maka apabila kemampuan
peningkatan motorik kasar anak tidak mencapai target atau kurang dari 60% maka penelitian dianggap tidak berhasil.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Kondisi


Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh data bahwa anak-anak usia dini PAUD Hidayatul Mubtadiin
Kecamatan Tunjung teja Kabupaten Serang memiliki minat membaca yang rendah. Dari 20 anak 9 atau 45% memperoleh
nilai baik, 6 atau 30% anak mendapat nilai cukup dan 5 atau 25% memperoleh nilai kurang.
1. Perencanaa

Perencanaan yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain adalah guru merumuskan tujuan pembelajaran dengan
mengunakan kartu gambar. Membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang digunakan sebagai skenario atau jalan cerita
pada saat proses bermain dan belajar. Selain itu guru juga menyiapkan kartu gambar yang semenarik mungkin. Jumlah
kartu gambar disesuaikan dengan jumlah murid.

2. Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan dimulai dengan guru mengucapakan salam. Mengabsensi untuk mengetahui kondisi anak. Sebelum
pelajaran dimulai, guru mengecek kesiapan anak seperti, kerapian dalam berpakaian. Guru juga menjelaskan tujuan utama
pembelajaran dengan menggunakan kartu gambar dan memberikan motivasi kepada anak. Proses bermain dan belajar
dimulai dengan guru menjelaskan materi dengan menggunakan dengan menggunakan kartu gambar. Kartu gambar adalah
kartu yang ada gambarnya berupa binatang yang dibawahnya terdapat tulisan sesuai dengan nama gambar tersebut. Guru
memperlihatkan gambar-gambar tersebut di depan kekas. Kemudian menyuruh anak-anak menebak gambar dan
memperhatikan huruf demi huruf yang ada dibawah gambar dan membacanya secara serempak. Gambar-gambar tersebut
bertujuan untuk menarik minat anak dalam membaca. Agar anak-anak lebih konsentrasi, guru menyuruh anak untuk
mencocokkan gambar dengan tulisan pada kertas yang telah dibagikan. Kemudian menyuruh anak untuk mencari gambar
atau tulisan sesuai dengan perintah guru.

3. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan melibatkan teman sejawat dengan menggunakan lembar observasi. Pengamatan terhadap
kemampuan anak antara lain: kemampuan anak dalam mengingat materi yang telah di pelajari, kemampuan anak
mengembangkan ide, kemampuan mengenali gambar, kesiapan anak dalam mengikuti pelajaran, kekondusifan suasana dalam
proses bermain dan belajar, keaktifan anak dalam menebak kartu gambar.
Kesiapan anak dalam belajar masih kurang, ada beberapa anak yang masih terlambat. Kondisi kelas sudah kondusif, sesuai
dengan ukuran pada umumnya. Pada saat proses bermain dan belajar, kemampuan anak dalam mengingat materi yang lalu
cukup baik. Anak-anak mampu mengenali gambar dengan baik. Pada pertemuan siklus I ini, sebagian anak masih ada yang
belum paham dengan metode yang dipakai. Masih ada anak yang kurang tertarik dan berminat dalam membaca dengan
gambar. Sebagian ada yang masih belum jelas dengan materi yang dijelaskan oleh guru.

4. Refleksi

Refleksi merupakan langkah untuk menganalisa hasil kerja anak dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian
siklus I menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar anak didik dari pra siklus. Namun hasil tersebut belum sesuai
dengan apa yang diharapkan peneliti. Perbaikan yang dilakukan antara lain: memperbaiki kualitas gambar yang dipakai agar
anak lebih tertarik, kondisi ruang kelas ditata serapi mungkin dan menempelkan gambar-gambar yang menarik, dan dalam
menyampaian materi guru menggunakan bahasa sesederhana mungkin agar anak-anak lebih mudah memahami.

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

1.      Dengan menggunakan media gambar dalam kegiatan pembelajaran anak menjadi semakin bersemangat.
2.     Dengan menggunakan media gambar anak lebih mudah mengingat huruf-huruf dan memudahkan anak untuk belajar
membaca.
3.     Dengan menggunakan gambar-gambar yang bermacam-macam dan menarik anak semakin tertarik untuk belajar membaca.
4.     Minat baca anak semakin meningkat dengan penggunaan media gambar pada kegiatan pembelajaran.

5.2 Saran

1. Bagi Guru, Guru diharapkan selalu meningkatkan kemampuannya dalam mengajar mampu membuat media pengajaran yang
sesederhana mungkin untuk meningkatkan minat belajar khususnya minat membaca anak.

2. Bagi Anak, Tidak hanya di sekolah, anak-anak diharapkan untuk belajar membaca dimulai dengan membaca tulisan-tulisan
yang ada di lingkungan sekitar kita.

3. Bagi Sekolah, Pembelajaran dengan media gambar ini bisa dijadikan menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan minat
membaca pada anak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA
Adi susilo, Taufik.2011.calistung.Jogjakarta.Hak Cipta

Asrori, Mohammad. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Wacana Prima.


Depdiknas. 2007. Bidang Pengembangan Berbahasa Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2007. Persiapan Membaca dan Menulis Melalui Permainan. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas.

Haryadi. 2007. Retorika Membaca Model, Metode dan Teknik. Semarang: Rumah Indonesia.

Suyanto, Slamet. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.

Usman, M. Uzer. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

             www1.bpkpenabur.or.id/jurnal/04/017-035.pd

sumber: http://adenaon.blogspot.com/2013/07/upaya-meningkatkan-minat-baca-melalui.html

Hakikat Pendidikan & Pembelajaran di PAUD

Pengertian Pendidikan dan Komponen-komponen Pendidikan


Dalam arti luas pendidikan adalah segala bentuk pengalaman belajar yang berlangsung dalam
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan seoptimal
mungkin sejak lahir sampai akhir hayat. Dalam arti sempit, pendidikan identik dengan persekolahan
di mana pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan pembelajaran yang terprogram dan terencana
secara formal.

Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain
tidak dapat dipisahkan dan saling berhubungan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut
meliputi: 1) tujuan pendidikan, 2) peserta didik, 3) pendidik, 4) kurikulum, 5) fasilitas pendidikan, dan
6) interaksi edukatif.

Para ahli pendidikan anak berpendapat bahwa pendidikan TK merupakan pendidikan yang dapat
membantu menumbuhkembangkan anak dan pendidikan dapat membantu perkembangan anak
secara wajar. Pada hakikatnya pendidikan TK/usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi,
membimbing, mengasuh, dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan
kemampuan dan keterampilan pada anak. Pendidikan anak usia dini pada hakikatnya adalah upaya
untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Hakikat Pembelajaran di Taman Kanak-kanak

Pada hakikatnya anak itu unik, mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan, bersifat aktif dan
energik, egosentris, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, antusias terhadap banyak hal, bersifat
eksploratif dan berjiwa petualang, kaya dengan fantasi, mudah frustrasi, dan memiliki daya
perhatian yang pendek. Masa anak merupakan masa belajar yang potensial.

Kurikulum untuk anak usia dini/TK harus benar-benar memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan
tahap perkembangan dan harus dirancang untuk membuat anak mengembangkan potensi secara
utuh. Baik Kurikulum TK 1994 maupun Kurikulum TK 2004 pada dasarnya sama memuat aspek-aspek
perkembangan yang dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh yang mencakup bidang
pengembangan perilaku melalui pembiasaan dan bidang kemampuan dasar.

Pembelajaran anak usia dini/TK pada hakikatnya adalah pembelajaran yang berorientasi bermain
(belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar), pembelajaran yang berorientasi perkembangan
yang lebih banyak memberi kesempatan kepada anak untuk dapat belajar dengan cara-cara yang
tepat. Pendekatan yang paling tepat adalah pembelajaran yang berpusat pada anak

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAK USIA TK


Hakikat Perkembangan

Perkembangan dan pertumbuhan merupakan satu proses dalam kehidupan manusia yang
berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai akhir hayat. Perkembangan juga
diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh seorang individu menuju tingkat
kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan
baik itu menyangkut aspek fisik maupun psikis. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan
itu bersifat saling ketergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organisme.
Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan mendalam (meluas) baik
secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis). Berkesinambungan, berarti perubahan pada
bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara bertahap dan berurutan.
Perkembangan memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut. 1) Perkembangan merupakan proses yang
tidak pernah berhenti. 2) Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi. 3) Perkembangan
mengikuti pola atau arah tertentu. 4) Perkembangan terjadi pada tempat yang berlainan. 5) Setiap
fase perkembangan mempunyai ciri khas. 6) Setiap individu yang normal akan mengalami
tahapan/fase perkembangan.

Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan atau pembabakan rentang perjalanan
kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Para ahli
mengemukakan pendapat yang berbeda tentang pembabakan atau periodisasi perkembangan ini.
Pendapat-pendapat tersebut secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan
analisis biologis, didaktis, dan psikologis.

Karakteristik Perkembangan Anak Taman Kanak-kanak

Perkembangan anak usia TK yang terentang antara usia empat sampai dengan enam tahun
merupakan bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan. Perkembangan pada usia ini
mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, sosial emosional, serta bahasa.

Ketika anak mencapai tahapan usia TK (3 sampai 6 tahun), terdapat ciri yang sangat berbeda dengan
usia bayi. Perbedaannya terletak pada penampilan, proporsi tubuh, berat dan panjang badan, serta
keterampilan yang mereka miliki.

Dilihat dari tahapan menurut Piaget, anak usia TK berada pada tahapan praoperasional, yaitu
tahapan di mana anak belum menguasai operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan
berkembangnya kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan
menggunakan simbol-simbol. Melalui kemampuan tersebut anak mampu berimajinasi atau
berfantasi tentang berbagai hal.

Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Pada tahap ini
emosi anak usia prasekolah lebih rinci atau terdiferensiasi, anak cenderung mengekspresikan emosi
dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering mereka perlihatkan dan sering berebut perhatian
guru.

Perkembangan sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan masyarakat dimana anak itu berada. Perkembangan sosial anak merupakan hasil belajar,
bukan hanya sekedar hasil dari kematangan. Perkembangan sosial diperoleh anak melalui
kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respons terhadap dirinya. Bagi anak prasekolah,
kegiatan bermain menjadikan fungsi sosial anak semakin berkembang.

Anak prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan
yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara seperti
bertanya, berdialog, dan menyanyi. Sejak usia dua tahun anak sangat berminat untuk menyebut
nama benda. Minat tersebut terus berlangsung sehingga dapat menambah perbendaharaan kata.

PEMBELAJARAN YANG BERORIENTASI PERKEMBANGAN


Prinsip-prinsip Perkembangan Anak

Penyelenggaraan pendidikan Taman Kanak-kanak menuntut pendidik yang memiliki kemampuan


profesional, sosial dan pribadi yang baik. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik
atau guru Taman Kanak-kanak adalah memahami perkembangan anak. Pemahaman tentang
karakteristik perkembangan anak memberikan kontribusi terhadap pendidik untuk merancang
kegiatan, menata lingkungan belajar, mengimplementasikan pembelajaran serta mengevaluasi
perkembangan dan belajar anak.

Prinsip-prinsip perkembangan anak meliputi: (1) anak berkembang secara holistik, (2) perkembangan
terjadi dalam urutan yang teratur, (3) perkembangan anak berlangsung pada tingkat yang beragam
di dalam dan di antara anak, (4) perkembangan baru didasarkan pada perkembangan sebelumnya,
(5) perkembangan mempunyai pengaruh yang bersifat kumulatif.

Prinsip-prinsip perkembangan anak tersebut memberikan implikasi bagi pendidik dalam menentukan
tujuan, memilih bahan ajar, menentukan strategi, memilih dan menggunakan media, serta
mengevaluasi perkembangan dan mendukung belajar anak secara optimal.

Dasar Pemikiran dan Pengertian Pembelajaran yang Berorientasi Perkembangan

Ada beberapa hal yang mendasari munculnya praktik pembelajaran yang berorientasi
perkembangan, antara lain meningkatnya praktik pembelajaran yang bersifat formal di lembaga-
lembaga pendidikan anak usia dini, kuatnya tuntutan dan tekanan orang tua dan masyarakat
terhadap pengajaran yang lebih bersifat akademik, kesalahpahaman masyarakat tentang konsep
pendidikan anak usia dini.

Pembelajaran yang berorientasi perkembangan mengacu pada tiga hal penting, yaitu (1) berorientasi
pada usia, (2) berorientasi pada anak secara individual, dan (3) berorientasi pada konteks sosial
budaya anak.

Praktik pembelajaran yang berorientasi perkembangan menekankan pada hal-hal sebagai berikut:
(1) anak secara holistik, (2) program pendidikan yang bersifat individual, (3) pentingnya kegiatan
yang diprakarsai anak, (4) fleksibel, lingkungan kelas menstimulasi anak, (5) pentingnya bermain
sebagai wahana belajar, (6) kurikulum terpadu, (7) belajar melalui bekerja, (8) memberikan pilihan
kepada anak tentang apa dan bagaimana caranya belajar, (9) penilaian bersifat kontinu, dan (10)
bermitra dengan orang tua untuk mendukung perkembangan dan belajar anak.

Pembelajaran yang Berorientasi Perkembangan Untuk Anak Usia Taman Kanak-kanak


Prinisp-prinsip pembelajaran yang berorientasi perkembangan dapat diidentifikasi dari beberapa
dimensi, sebagai berikut.

1. Menciptakan iklim yang positif dan kondusif untuk belajar.

2. Membantu keeratan kelompok dan memenuhi kebutuhan individu.


3. Lingkungan dan jadwal hendaknya memberi kesempatan kepada anak untuk berpartisipasi
aktif, mengambil inisiatif, melakukan eksplorasi terhadap objek dan lingkungannya.

4. Pengalaman belajar hendaknya dirancang secara konkret dan memberi kesempatan kepada
anak untuk memilih kegiatannya sendiri.

5. Mendorong anak-anak untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan berbahasa


secara menyeluruh yang meliputi kemampuan berbicara, mendengarkan, membaca dan
menulis dini.

6. Strategi pembelajaran dirancang agar anak dapat berinteraksi dengan anak lainnya secara
individual dan dalam kelompok kecil.

7. Motivasi dan bimbingan diberikan agar anak mengenal lingkungannya, mengembangkan


keterampilan sosial, pengendalian dan disiplin diri.

8. Kurikulum diorganisasikan secara terpadu untuk mengembangkan seluruh aspek


perkembangan anak yang meliputi aspek fisik motorik, sosial emosi, kognitif, bahasa, dan
seni.

9. Penilaian terhadap anak dilakukan secara kontinu, melalui observasi.

10. Mencatat dan mendokumentasikan hal-hal yang telah dilakukan anak dan cara melakukan
kegiatan tersebut.

PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Pengertian dan Komponen-komponen Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah rencana yang dibuat oleh guru untuk memproyeksikan kegiatan
apa yang akan dilakukan oleh guru dan anak agar tujuan dapat tercapai.

Perencanaan pembelajaran mengandung komponen-komponen yang ditata secara sistematis


dimana komponen-komponen tersebut saling berhubungan dan saling ketergantungan satu sama
lain.

Komponen-komponen perencanaan pembelajaran meliputi:

1. Tujuan merupakan komponen pertama dalam perencanaan pembelajaran merupakan


proyeksi tentang hasil belajar atau kemampuan yang harus dicapai anak setelah belajar.

2. Materi adalah bahan yang akan diajarkan agar tujuan tercapai.

3. Kegiatan belajar mengajar adalah proyeksi kegiatan belajar yang harus dilakukan anak agar
tujuan tercapai.

4. Media dan sumber belajar merupakan salah satu komponen yang memberi dukungan
terhadap proses belajar.
5. Evaluasi merupakan suatu proses memilih, mengumpulkan informasi untuk membuat
keputusan. Evaluasi sebagai alat untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan.

6. Prosedur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran

7. Salah satu tugas guru adalah membuat perencanaan pembelajaran.

8. Jenis-jenis perencanaan di TK meliputi Perencanaan Tahunan, Perencanaan Semester,


Perencanaan Mingguan (SKM), Perencanaan Harian (SKH).

9. Perencanaan Tahunan, memuat keterampilan, kemampuan, pembiasaan-pembiasaan dan


tema-tema yang sesuai dengan minat anak dan dekat dengan lingkungan anak.

10. Perencanaan semester merupakan penjabaran dari perencanaan tahunan yang dibagi ke
dalam dua semester.

11. Perencanaan Mingguan berisi kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai kemampuan yang
telah direncanakan dalam satu minggu sesuai dengan tema pada minggu itu.

12. Perencanaan Harian (SKH) merupakan perencanaan operasional yang disusun oleh guru dan
merupakan acuan dalam melaksanakan pembelajaran. SKH dijabarkan dari SKM.

HAKIKAT STRATEGI PEMBELAJARAN


Konsep Belajar dan Prinsip-prinsip Belajar Anak

Belajar adalah proses perubahan perilaku berdasarkan pengalaman dan latihan. Prinsip-prinsip
belajar merupakan suatu ketentuan yang harus dilakukan anak ketika ia belajar.

Anak adalah pebelajar aktif. Ketika bergerak anak mencari stimulasi yang dapat meningkatkan
kesempatan untuk belajar. Anak menggunakan seluruh tubuhnya sebagai alat untuk belajar. Anak
secara energik mencari cara untuk menghasilkan potensi maksimum.

Belajar anak dipengaruhi kematangan. Guru harus memahami bagaimana kematangan anak dapat
dicapai dan apa yang perlu dilakukan untuk memfasilitasi matangan tersebut.

Belajar anak dipengaruhi oleh lingkungan. Tidak hanya lingkungan fisik tetapi juga lingkungan
belajar.

Anak belajar melalui kombinasi lingkungan fisik, sosial dan refleksi. Dengan pengalaman tersebut
anak memperoleh pengetahuannya. Tugas guru bagaimana menyediakan lingkungan yang
memungkinkan anak memperoleh pengalaman fisik, sosial dan mampu merefleksikannya.

Anak belajar dengan gaya yang berbeda. Ada yang tipe visual, tipe auditif dan tipe kinestetik.

Anak belajar melalui bermain. Melalui bermain anak dapat memahami menciptakan memanipulasi
simbol-simbol dan mentransformasi objek-objek tersebut
Variabel Strategi Pembelajaran

Tujuan. Karakteristik tujuan perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menggunakan strategi
pembelajran, apakah berkaitan dengan, pengembangan kognitif, bahasa, sosial emosi, fisik, moral
agama , motorik.

Tema, tema pembelajaran di TK, meliputi 20 tema, masing-masing tema memiliki karakteristik
tersendiri. Dalam memilih dan menggunakan strategi pembelajaran karakteristik tema merupakan
salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan.

Kegiatan. Kegiatan perlu pula dipertimbangakan karena belajar di TK tidak hanya dilaksanakan di
dalam kelas tetapi juga ada kegiatan belajar di luar kelas.

Anak. Anak perlu dipertimbangkan, karena anak memilki karakteristik dalam perkembangan dan
belajarnya anak itu unik dan memilki potensi untuk belajar.

Media dan Sumber belajar. Media dan sumber belajar yang dipilih harus dapat mendukung
terlaksananya proses belajar yang efektif dan relevan dengan strategi pembelajaran yang dipilih
guru.

Guru-guru merupakan faktor penentu dalam keberhasilan belajar anak. Kepiawaian guru dalam
memilih dan menggunakan strategi pembelajaran merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan belajar anak.

PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN


Pengertian dan Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru dan murid dalam mewujudkan kegiatan
belajar mengajar. Strategi pembelajaran adalah segala usaha guru untuk menerapkan berbagai
metode pembelajaran dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian strategi
pembelajaran menekankan kepada bagaimana aktivitas guru mengajar dan aktivitas anak belajar.

Terdapat beberapa kriteria yang harus menjadi pertimbangan guru dalam memilih strategi
pembelajaran, yaitu (1) karakteristik tujuan pembelajaran apakah untuk pengembangan aspek
kognitif, aspek afektif atau psikomotor. Atau apakah pembelajaran itu bertujuan untuk
mengembangkan domain fisik-motorik, kognitif, sosial emosi, bahasa, dan estetika; (2) karakteristik
anak sebagai peserta didik baik usianya maupun kemampuannya; (3) karakteristik tempat yang akan
digunakan untuk kegiatan pembelajaran apakah di luar atau di dalam ruangan; (4) karakteristik tema
atau bahan ajar yang akan disajikan kepada anak; dan (5) karakteristik pola kegiatan yang akan
digunakan apakah melalui pengarahan langsung, semi kreatif atau kreatif.

Semua kriteria ini memberikan implikasi bagi guru untuk memilih stratgei pembelajaran yang paling
tepat digunakan di Taman Kanak-kanak

Karakteristik Cara Belajar Anak


Anak belajar dengan cara yang berbeda dengan orang dewasa. Beberapa karakteristik cara belajar
anak itu antara lain (1) anak belajar melalui bermain; (2) anak belajar dengan cara membangun
pengetahuannya; (3) anak belajar secara alamiah, dan (4) anak belajar paling baik jika yang
dipelajarinya menyeluruh, bermakna, menarik, dan fungsional.

Bermain sebagai salah satu cara belajar anak memiliki ciri-ciri simbolik, bermakna, aktif,
menyenangkan, suka rela, ditentukan oleh aturan, dan episodik.

Para ahli teori konstruktivisme mempunyai pandangan tentang cara belajar anak yaitu bahwa anak
belajar dengan cara membangun pengetahuannya melalui kegiatan mengeksplorasi objek-objek dan
peristiwa yang ada di lingkungannya dan melalui interaksi sosial dan pembelajaran dengan orang
dewasa.

Lingkungan yang diciptakan secara kondusif akan mengundang anak untuk belajar secara alamiah
tanpa paksaan sehingga apa yang dipelajari anak dari lingkungannya adalah hal-hal yang benar-
benar bermakna, fungsional, menarik dan bersifat menyeluruh.

JENIS-JENIS STRATEGI PEMBELAJARAN DI TAMAN KANAK-KANAK


Jenis-jenis Strategi Pembelajaran Umum di Taman Kanak-kanak

Ada beberapa jenis strategi pembelajaran umum yang dapat digunakan di Taman Kanak-kanak.
Strategi pembelajaran tersebut pada umumnya lebih menekankan pada aktivitas anak dalam belajar,
namun, tidak berarti peranan guru pasif. Guru harus berperan sebagai fasilitator yang dapat
memberikan kemudahan dan kelancaran kepada anak dalam proses belajar.

Jenis-jenis strategi pembelajaran umum tersebut adalah: (1) meningkatkan keterlibatan indra, (2)
mempersiapkan isyarat lingkungan, (3) analisis tugas, (4) scaffolding, (5) praktik terbimbing, (6)
undangan/ajakan, (7) refleksi tingkah laku/tindakan, (8) refleksi kata-kata, (9) contoh atau modelling,
(10) penghargaan efektif), (11) menceritakan/menjelaskan/menginformasikan, (12) do-it-signal, (13)
tantangan, (14) pertanyaan, dan (15) kesenyapan.

Strategi-strategi pembelajaran tersebut dapat diintegrasikan atau digabungkan dalam keseluruhan


proses pembelajaran, sehingga tercipta kegiatan belajar yang lebih bervariasi.

Strategi Pembelajaran Khusus di Taman Kanak-kanak

Terdapat beberapa jenis strategi pembelajaran khusus yang dapat diterapkan di Taman Kanak-
kanak. Penerapan strategi pembelajaran khusus tersebut pada prinsipnya sama dengan penerapan
strategi pembelajaran umum, yaitu harus mempertimbangkan karakteristik tujuan, karakteristik
anak dan cara belajarnya, karakteristik tempat yang akan digunakan, dan pola kegiatan.

Jenis-jenis strategi pembelajaran khusus tersebut adalah (1) kegiatan eeksploratori, (2) Penemuan
Terbimbing, (3) Pemecahan Masalah, (4) Diskusi, (5) Belajar Kooperatif, (6) Demonstrasi, dan (7)
Pengajaran Langsung.
Di samping strategi pembelajaran di atas, guru Taman Kanak-kanak dituntut untuk dapat
menggunakan strategi pembelajaran lainnya sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik.

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN YANG BERPUSAT PADA ANAK


Rasional Pembelajaran yang Berpusat pada Anak

Anak pada hakikatnya memiliki potensi untuk aktif dan berkembang. Pembelajaran yang berpusat
pada anak banyak diwarnai paham konstruktivis yang dimotori Piaget dan Vigotsky.

Anak adalah pembangun aktif pengetahuannya sendiri. Mereka membangun pengetahuannya ketika
berinteraksi dengan objek, benda, lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

Yang melandasi pembelajaran yang berpusat pada anak adalah pendekatan perkembangan dan
pendekatan belajar aktif.

Belajar aktif merupakan proses dimana anak usia dini mengeksplorasi lingkungan melalui
mengamati, meneliti, menyimak, menggerakkan badan mereka menyentuh, mencium, meraba dan
membuat sesuatu terjadi dengan objek-objek di sekitar mereka.

Pembelajaran yang berpusat pada anak memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) prakarsa kegiatan
tumbuh dari minat dan keinginan anak, 2) Anak-anak memilh bahan dan memutuskan apa yang ingin
ia kerjakan, 3) Anak mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh indranya, 4) Anak
menemukan sebab akibat melalui pengalaman langsung, 5) Anak mentransformasikan dan
menggabungkan bahan-bahan, 6) Anak menggunakan otot kasarnya, 7) Anak menceritakan
pengalamannya.

Prosedur Pembelajaran yang Berpusat pada Anak

Pembelajaran yang berpusat pada anak harus direncanakan dan diupayakan dengan matang. Upaya
yang dilakukan adalah dengan merencanakan dan menyediakan bahan/peralatan yang dapat
mendukung perkembangan dan belajar anak secara komprehensif. Untuk itu perlu disediakan area-
area yang memungkinkan berbagai kegiatan sesuai pilihannya.

Area- area tersebut meliputi:

 Area Pasir dan Air.

 Area Balok.

 Area Rumah dan Bermain Drama.

 Area Seni.

 Area Manipulatif.

 Area Membaca dan menulis.


 Area pertukangan atau kerja Kayu.

 Area musik dan gerak.

 Area komputer.

 Area bermain di luar ruangan.

Pelaksanaan pembelajaran yang berpusat pada anak meliputi: tahap perencanaan, tahap bekerja
dan tahap melaporkan kembali.
Contoh Penerapan Pembelajaran yang Berpusat pada Anak

Plan Do Review, merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak. Dalam
pendekatan ini anak diberi kesempatan untuk melakukan sesuai dengan minat dan keinginannya,
mulai dari membuat perencanaan, (Plan), mengerjakan (Do), dan melaporkan kembali (Review).

Prosedur pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut:

1. Tahap merencanakan (Planning Time).

2. Pada tahap ini anak diberi kesempatan untuk membuat rencana dari kegiatan yang akan
mereka lakukan selanjutnya.

3. Tahap Bekerja (Work Time).

4. Tahap ini adalah tahap dimana anak bermain dan memecahkan masalah. Anak
mentransformasikan rencana ke dalam tindakan.

5. Tahap Review (Recall).

6. Tahap ini merupakan tahap memperlihatkan apa yang telah dilakukan anak pada tahap
bekerja.

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN MELALUI BERMAIN


Rasional Strategi Pembelajaran melalui Bermain

Bermain merupakan suatu kegiatan yang melekat pada dunia anak. Bermain adalah kodrat anak.
Bermain dapat dipandang sebagai suatu kegiatan yang bersifat voluntir, spontan, terfokus pada
proses, memberi ganjaran secara intrinsik, meyenangkan dan fleksibel.

Kriteria dalam kegiatan bermain adalah memotivasi intrinsik, memiliki pengaruh positif, bukan
dikerjakan sambil lalu. Cara bermain lebih diutamakan daripada tujuannya, serta bermain memiliki
kelenturan.

Fungsi bermain bagai anak TK adalah: Menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Untuk
melakukan berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata. Untuk melakukan berbagai peran
yang ada di dalam kehidupan nyata.

Untuk mencerminkan hubungan dalam keluarga dan pengalaman hidup yang nyata. Untuk
menyalurkan perasaan yang kuat seperti memukul-mukul kaleng. Untuk melepaskan dorongan-
dorongan yang tidak dapat diterima seperti berperan sebagai pencuri. Untuk kilas balik peran-peran
yang biasa dilakukan seperti gosok gigi. Untuk kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan seperti
gosok gigi, serta untuk memecahkan masalah dan mencoba berbagai penyelesaian masalah.

Ditinjau dari dimensi perkembangan sosial, bermain digolongkan sebagai berikut: bermain soliter,
bermain secara paralel, bermain asosiatif, dan bermain secara kooperatif.

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran melalui Bermain Anak

Rancangan kegiatan bermain meliputi penentuan tujuan dan tema kegiatan bermain; macam
kegiatan bermain; tempat dan ruang bermain; bahan dan peralatan bermain; dan urutan langkah
bermain.

Tujuan kegiatan bermain bagi anak usia TK adalah untuk meningkatkan pengembangan seluruh
aspek perkembangan anak usia TK, baik perkembangan motorik, kognitif, bahasa, kreativitas, emosi
atau sosial. Kegiatan bermain akan memberikan hasil yang optimal apabila kegiatan itu dirancang
dengan saksama dan tidak secara kebetulan. Tema yang akan dipilih dapat mengacu pada 20 tema
yang terdapat dalam PKB TK 1994.

Menentukan jenis kegiatan bermain yang akan dipilih sangat tergantung kepada tujuan dan tema
yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan jenis kegiatan bermain diikuti dengan jumlah peserta
kegiatan bermain. Selanjutnya ditentukan tempat dan ruang bermain yang akan digunakan, apakah
di dalam atau di luar ruangan kelas, hal itu sepenuhnya tergantung pada jenis permainan yang
dipilih.

Sebelum melakukan kegiatan bermain, bermacam bahan dan peralatan yang sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai perlu dipersiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Langkah berikutnya adalah
menentukan urutan langkah bermain yang disertai dengan penetapan kegiatan yang harus
dilaksanakan oleh setiap peserta permainan.

Contoh Penerapan Pembelajaran melalui Bermain

Pelaksanaan kegiatan bermain terdiri dari tiga kegiatan yaitu:

1. Kegiatan prabermain

2. Kegiatan bermain

3. Kegiatan penutup

4. Pada kegiatan prabermain, terdapat dua macam kegiatan persiapan, yaitu:

5. Kegiatan penyiapan siswa dalam melaksanakan kegiatan bermain


6. Kegiatan penyiapan bahan dan peralatan yang siap untuk dipergunakan dalam kegiatan
bermain

7. Tahap bermain terdiri dari rangkaian kegiatan yang berurutan dari awal sampai dengan akhir
kegiatan bermain. Banyaknya kegiatan pada tahap bermain sangat tergantung pada jenis
permainan yang dipilih, serta jumlah anak yang mengikuti permainan.

8. Kegiatan penutup merupakan kegiatan akhir dari seluruh langkah kegiatan bermain. Pada
kegiatan ini, guru memberikan penekanan pada aspek-aspek yang sepatutnya dikembangkan
dan dimiliki oleh anak seperti, menunggu giliran, kemampuan bekerja sama, kemampuan
memecahkan masalah dan sebagainya.

9. Evaluasi atau penilaian perlu dilaksanakan agar guru mendapatkan umpan balik tentang
keberhasilan kegiatan bermain. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan
kegiatan bermain yang telah ditetapkan sebelumnya

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN MELALUI BERCERITA


Rasional Strategi Pembelajaran melalui Bercerita

Metode bercerita merupakan salah satu metode yang banyak dipergunakan di Taman Kanak-kanak.
Metode bercerita merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman
belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan
guru harus menarik, dan mengundang perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi
anak TK.

Penggunaan bercerita sebagai salah satu strategi pembelajaran di Taman Kanak-kanak haruslah
memperhatikan hal-hal berikut:

Isi cerita harus terkait dengan dunia kehidupan anak TK.

Kegiatan bercerita diusahakan dapat memberikan perasaan gembira, lucu, dan mengasyikkan sesuai
dengan dunia kehidupan anak yang penuh suka cita

Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak TK yang bersifat unik dan
menarik.

Beberapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan antara lain guru dapat membaca
langsung dari buku, menggunakan ilustrasi dari buku gambar, menggunakan papan flannel,
menggunakan boneka, bermain peran dalam suatu cerita, atau bercerita dengan menggunakan jari-
jari tangan.

Bercerita sebaiknya dilakukan dalam kelompok kecil untuk memudahkan guru mengontrol kegiatan
yang berlangsung sehingga akan berjalan lebih efektif. Selain itu tempat duduk pun harus diatur
sedemikian rupa, misalnya berbentuk lingkaran sehingga akan terjalin komunikasi yang lebih efektif.
Prosedur Penerapan Pembelajaran melalui Bercerita

Kegiatan bercerita merupakan kegiatan yang memiliki manfaat besar bagi perkembangan anak serta
pencapaian tujuan pendidikan. Sebelum melaksanakan kegiatan bercerita guru terlebih dahulu harus
merancang kegiatan bercerita berupa langkah-langkah yang harus ditempuh secara sistematis.

Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh guru adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan tujuan dan tema cerita.

2. Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih.

3. Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita.

4. Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita.

5. mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita;

6. mengatur tempat duduk;

7. melaksanakan kegiatan pembukaan;

8. mengembangkan cerita;

9. menetapkan teknik bertutur;

10. mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.

11. Menetapkan rancangan penilaian kegiatan bercerita.

Penerapan Strategi Pembelajaran melalui Bercerita

Penerapan strategi pembelajaran melalui bercerita mengacu pada prosedur pembelajaran yang
telah dikembangkan sebelumnya, yaitu:

1. Menetapkan tujuan dan tema cerita.

2. Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih.

3. Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita.

4. Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita:

5. mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita;

6. mengatur tempat duduk;

7. melaksanakan kegiatan pembukaan;

8. mengembangkan cerita;

9. menetapkan teknik bertutur;


10. mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.

11. Menetapkan rancangan penilaian kegiatan bercerita.

12. Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan bercerita serta tema yang dipilih oleh guru
menjadi acuan dalam melaksanakan kegiatan lainnya. Guru memiliki kebebasan untuk
menentukan bentuk cerita yang dipilih, sepanjang bisa menggambarkan isi cerita dengan
baik. Bahan dan alat yang dipergunakan dalam kegiatan bercerita sangat bergantung kepada
bentuk cerita yang dipilih sebelumnya.

13. Pengaturan tempat duduk, merupakan hal yang patut mendapat perhatian karena
pengaturan yang baik membuat anak merasa nyaman dan dapat mengikuti cerita di samping
teknik bercerita, dan teknik

sumber : KB - TK ANAK CERIA BANJARBARU

sumber: http://disdik-kepri.com/tkra/646-hakikat-pendidikan-a-pembelajaran-di-paud

“PERMAINAN DAN KREATIVITAS PADA ANAK USIA DINI”

PENDAHULUAN

Sebagian besar anak dilahirkan cerdas. Dengan demikian, mereka juga dibekali kreativitas. Alam
memberikan kepada setiap anak perangkat untuk mengarungi kehidupan dengan bekal itu. Bekal
alam memberikan kecukupan bagi manusia untuk mencapai kecakapan hidup. Pendidikan, pada
hakikatnya, memiliki tujuan yang hakiki yakni humanisasi. Pendidikan memiliki makna dasar,
memanusiakan manusia. Membuat manusia kembali pada fitrahnya. Salah satunya adalah dengan
mengembalikan manusia menjadi cerdas dan kreatif guna menjangkau perkembangan hidup yang
penuh nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan berupaya mendorong anak didik berani menghadapi
problematika kehidupan. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi sedemikian penting, karena
pendidikan manusia pada lima tahun pertama sangat menentukan kualitas hidup selanjutnya.

Melihat demikian penting tugas guru PAUD, maka sudah seharusnya setiap guru menyadari atau
disadarkan akan tugas utamanya : mendidik dan mengasuh anak usia dini. Sangat perlu guru PAUD
membekali dan dibekali kecakapan sebagai pendidik. Dengan demikian, guru dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya dengan baik, optimal dan maksimal. Makalah ini bertujuan mengajak para calon
guru memahami hakikat permainan dan kreativitas pada AUD, bentuk kreativitas mereka, manfaat,
dan ciri kreativitas pada AUD. Kebermaknaannya terletak pada bagaimana guru meyakini bahwa
hakikatnya semua anak kreatif dan menjadi tugas guru untuk menjaga dan mengembangkannya.
Semoga makalah ini bermanfaat.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Permainan Dan Kreativitas Pada Anak Usia Dini


1. Pengertian Permainan Pada Anak Usia Dini
Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak, sebagian besar waktunya
dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang
menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah
mempelajari aritmatika melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Istilah bermain diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan kesenangan, dan dapat
mengembangkan imajinasi anak.

Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan spontan sehingga hal ini
memberikan rasa aman secara psikologis pada anak. Begitu pula dalam suasana bermain aktif,
dimana anak memperoleh kesempatan yang luas untuk melakukan eksplorasi guna memenuhi
rasa ingin tahunya, anak bebas mengekspresikan gagasannya memalui khayalan, drama, bermain
konstruktif, dan sebagainya. Maka dalam hal ini memungkinkan anak untuk mengembangkan
pearasaan bebas secara psikologis.

Rasa aman dan bebas secara psikologis merupakan kondisi yang penting bagi tumbuhnya
kreativitas. Anak-anak diterima apa adanya, dihargai keunikannya, dan tidak terlalu cepat di
evaluasi, akan merasa aman secara psikologis. Begitu pula anak yang diberikan kebebasan untuk
mengekspresikan gagasannya. Keadaan bermain yang demikian berkaitan erat dengan upaya
pengembangan kreativitas anak.

Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kreativitasannya. Ia dapat


berekperimen dengan gagasan-gagasan barunya baik yang menggunakan alat bermain atau
tidak. Sekali anak merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik, ia akan melakukan
kembali pada situasi yang lain. Kreativitas memberi anak kesenangan dan kepuasan pribadi yang
sangat besar dan penghargaan yang memiliki pengaruh nyata pada perkembangan pribadinya.
Menjadi kreatif juga penting artinya bagi anak usia dini, karena menambah bumbu dalam
permainannya. Jika kreativitas dapat membuat permainan menjadi menyenangkan, mereka akan
merasa bahagia dan puas.

Bermain memberikan keseempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan


kreatifnya sebagai kesempatan untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan
sesuatu dengan cara-cara baru, untuk menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda,
menemukan hubungan yang baru antara sesuatu dengan sesuatu yang lain serta
mengartikannya dalam banyak alternatif cara.Selain itu bermain memberikan kesempatan pada
individu untuk berpikir dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat hubungannya
dengan perkembangan kreativitas anak

Menurut Singer (dalam Kusantanti, 2004) mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan
anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi
dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan
untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.

Bermain menurut Mulyadi (2004), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak
yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain :

1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak


2. Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik
3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak
4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak
5. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti
kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya

Banyak konsep dasar yang dapat dipelajari anak melalui aktivitas bemain. Pada usia prasekolah,
anak perlu menguasai berbagai konsep dasar tentang warna, ukuran, bentuk, arah, besaran, dan
sebagainya. Konsep dasar ini akan lebih mudah diperoleh anak melalui kegiatan bermain.

Bermain, jika ditinjau dari sumber kegembiraannya di bagi menjadi dua, yaitu bermain aktif dan
bermain pasif. Sedangkan jika ditinau dari aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat,
yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain
tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia pra sekolah dengan menekankan
permainan dengan alat (balok, bola, dan sebagainya) dan drama.

2. Pengertian kreativitas Pada Anak Usia Dini


Supriadi (2001) memaparkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk
melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda
dengan apa yang telah ada sebelumnya. Sementara itu, Munandar (1999) mengemukakan
bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data,
informasi, atau unsur-unsur yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya, yaitu semua
pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya baik itu di
lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari lingkungan masyarakat. Selain itu, menurut
pandangan ahli psikologis Horrace et al (Sumarno, 2003) dikatakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk menemukan cara-cara baru bagi pemecahan problema-problema,
baik yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, seni sastra atau seni lainnya, yang mengandung
suatu hasil atau pendekatan yang sama sekali baru bagi yang bersangkutan, meskipun bagi
orang lain merupakan suatu hal yang tidak asing lagi. Kreativitas merupakan proses mental yang
unik, suatu proses yang semata-mata dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru,
berbeda dan orisinal. Sebaliknya kreativitas mencakup jenis pemikiran spesifik, yang disebut
Guilford “pemikiran berbeda” (divergent thinking). Pemikiran menyimpang dari jalan yang telah
dirintis sebelumnya dan mencari variasi. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk
menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan
sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.

Dalam dunia pendidikan yang terpenting kreativitas perlu dikembangkan. Sehubungan dengan
pengembangan kreativitas, terdapat empat aspek konsep kreativitas (Rhodes, 1987) diistilahkan
sebagai “Four P’s of Creativity: Person, Process, Press, Product”. Utami Munandar (1999)
menguraikan definisi tentang kreativitas berdasarkan empat P, pertama pribadi (person), bahwa
setiap anak adalah pribadi unik dan kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan pribadi
individu. Kedua proses (process), kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru atau untuk menemukan hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah
ada sebelumnya dalam mencari jawaban baru terhadap suatu masalah, merupakan manifestasi
dari kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas pemikiran anak. Ketiga pendorong (press),
kreativitas dapat berkembang jika ada “press” atau pendorong, baik dari dalam (dorongan
internal, keinginan, motivasi atau hasrat yang kuat dari diri sendiri) untuk berkreasi, maupun
dari luar, yaitu lingkungan yang memupuk dan mendorong pikiran, perasaan, sikap dan perilaku
anak yang kreatif dengan memberikan peluang kepada anak untuk bersibuk diri secara kreatif.
Keempat produk (product), bahwa produk-produk kreativitas yang konstruktif pasti akan
muncul, karena produk kreativitas muncul dari proses interaksi dari keunikan individu, di satu
pihak dan bahan, kejadian, orang-orang atau keadaan hidupnya (faktor lingkungan dilain pihak).
Dengan dorongan internal maupun eksternal untuk bersibuk diri secara kreatif, maka produk-
produk kreatif dengan sendirinya akan muncul. Misalnya sebagai pendidik menghargai produk
kreativitas anak dan mengkomunikasikannya kepada yang lain dengan memamerkan karya
anak, hal ini akan menggugah minat anak untuk berkreasi.

B. Manfaat Permainan Dan Kreativitas Pada Anak Usia Dini


1. Manfaat Permainan Pada Anak Usia Dini

Menurut Montololu (2005:1.15) bahwa manfaat sikap senang bermain bagi anak adalah
sebagai berikut : (a) Bermain memicu kreatifitas anak,(b) Bermain bermanfaat mencerdaskan
otak anak, (c) Bermain bermanfaat menanggulangi konflik bagi anak, (d) Bermain
bermanfaat untuk melatih empati, (e) Bermain bermanfaat mengasah panca indera, (g)
Bermain itu melakukan penemuan.

Karena dalam bermain memacu anak untuk menemukan ide-ide serta menggunakan daya
khalayaknya dan sekaligus dapat memicu kreativitas anak dan dengan bermain membantu
perkembangan kognitif anak dan memberi kontribusi pada perkembangan intelektual atau
kecerdasan berpikir dengan menentukan jalan menuju berbagai pengalaman yang tentu saja
memperkaya cara berpikir anak.

Beberapa ahli pendidikan diantaranya Plato, Aristoteles, dan Frobel menganggap bahwa bermain
sebagai suatu kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai media
untuk menguatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Walaupun aktivitas bermain
adalah kegiatan bebas yang spontan dan tidak selalu memiliki tujuan duniawi yang nyata serta
dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan hasil akhir, tetapi
bermain sendiri banyak memiliki manfaat yang fositif bagi anak yaitu :

a. Bagi perkembangan aspek fisik : Anak berkesempatan melakukan kegiatan yang


melibatkan gerakan-gerakan tubuh yang membuat tubuh anak sehat dan otot-otot tubuh
menjadi kuat

b. Bagi perkembangan aspek motorik halus dan kasar : Dalam bermain dibutuhkan gerakan
dan koordinasi tubuh (tangan, kaki, dan mata)

c. Bagi perkembangan aspek emosi dan kepribadian : Dengan bermain anak dapat
melepaskan ketegangan yang ada dalam dirinya. Anak dapat menyalurkan perasaan dan
menyalurkan dorongan-dorongan yang membuat anak lega dan relaks

2. Manfaat Kreativitas Pada Anak Usia Dini

Pentingnya pengembangan kreativitas ini memiliki empat alasan, yaitu:


a. Dengan berkreasi, orang dapat mewujudkan dirinya, perwujudan diri tersebut termasuk
salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Menurut Maslow (Munandar, 1999)
kreativitas juga merupakan manifestasi dari seseorang yang berfungsi sepenuhnya dalam
perwujudan dirinya.

b. Kreativitas sebagai kemampuan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan


untuk menyelesaikan suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini
masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal. Siswa lebih dituntut untuk
berpikir linier, logis, penalaran, ingatan atau pengetahuan yang menuntut jawaban paling
tepat terhadap permasalahan yang diberikan. Kreativitas yang menuntut sikap kreatif dari
individu itu sendiri perlu dipupuk untuk melatih anak berpikir luwes (flexibility), lancar
(fluency), asli (originality), menguraikan (elaboration) dan dirumuskan kembali (redefinition)
yang merupakan ciri berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Guilford (Supriadi, 2001).

c. Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga


memberikan kepuasan kepada individu.

d. Kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.


C. Bentuk Permainan Dan Kreativitas Pada Anak Usia Dini

1. Bentuk Permainan Pada Anak Usia Dini

Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan spontan sehingga hal ini memberikan
rasa aman secara psikologis pada anak. Begitu pula dalam suasana bermain aktif, dimana anak
memperoleh kesempatan yang luas untuk melakukan eksplorasi guna memenuhi rasa ingin tahunya,
anak bebas mengekspresikan gagasannya memalui khayalan, drama, bermain konstruktif, dan
sebagainya. Adapun jenis-jenis permainan :

a. Permainan Sensorimotor ( Praktis ) : Menggunakan semua indera dengan menyentuh,


mengeksplorasi benda, berlari, melompat, meluncur, berputar,melempar bola

b. Permainan Simbolis ( Pura-pura ) : Terjadi ketika anak mentransformasikan lingkungan


fisik ke suatu simbol, sehingga bersifat dramatis dan sosiodramatis. Dalam permainan
pretend, ada 3 hal yang biasa terjadi : alat-alat, alur cerita dan peran.

c. Permainan Sosial : permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan teman sebaya

d. Permainan Konstruktif : Mengombinasikan kegiatan sensorimotor yang berulang dengan


representasi gagasan simbolis. Permainan Konstrukstif terjadi ketika anak-anak melibatkan
diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau suatu pemecahan masalah ciptaan
sendiri.

e. Games: kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan dan menyenangkan yang
melibatkan aturan dan seringkali kompetisi dengan satu anak atau lebih.

Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kreativitasannya. Ia dapat


berekperimen dengan gagasan-gagasan barunya baik yang menggunakan alat bermain atau tidak.
Sekali anak merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik, ia akan melakukan kembali
pada situasi yang lain. Kreativitas memberi anak kesenangan dan kepuasan pribadi yang sangat
besar dan penghargaan yang memiliki pengaruh nyata pada perkembangan pribadinya. Menjadi
kreatif juga penting artinya bagi anak usia dini, karena menambah bumbu dalam permainannya. Jika
kreativitas dapat membuat permainan menjadi menyenangkan, mereka akan merasa bahagia dan
puas

Bermain memberikan keseempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan


kreatifnya sebagai kesempatan untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan
sesuatu dengan cara-cara baru, untuk menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda,
menemukan hubungan yang baru antara sesuatu dengan sesuatu yang lain serta mengartikannya
dalam banyak alternatif cara.Selain itu bermain memberikan kesempatan pada individu untuk
berpikir dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat hubungannya dengan
perkembangan kreativitas anak

Berbagai bentuk bermain yang dapat membantu mengembangkan kreativitas, antara lain;
Mendongeng, Menggambar, Bermain alat musik sederhana, Bermain dengan lilin atau malam,
Permainan tulisan tempel, Permainan dengan balok, Berolahraga.

Pada umumnya para ahli hanya membedakan atau mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara
jelas mengemukakan bahwa suatu jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya
dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya.

a. Jean Piaget

Adapun tahapan kegiatan bermain menurut Piaget adalah sebagai berikut:

1) Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)

Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum
dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutankenikmatan
yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari
hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.

2) Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)

Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan
bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab
pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya
. Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan
walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau
representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-
lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman
emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan
bermainnya.

3) Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)


Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan
anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.

4) Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)

Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan
dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku
dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang
melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.

Jika dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat disimpulkan bahwa bermain yang
tadinya dilakukan untuk kenangan lambat laun mempunyai tujuan untuk hasil tertantu seperti ingin
menang, memperoleh hasil kerja yang baik.

H. Zetzer, seorang ahli psikologi bangsa Jerman, meneliti permainan dikalangan anak-anak. Tokoh ini
menyebutkan jenis-jenis permainan sebagai berikut:

a. Permainan Fungsi : Dalam permainan ini yang diutamakan adalah gerakannya. Bentuk
permainan ini gunanya untuk melatih fungsi-fungsi gerak dan perbuatan.

b. Permainan Konstruktif : Dalam permainan ini yang diutamakan adalah hasilnya, ada
pula yang disebut permainan destruktif. Bentuk permainan ini lebih bersifat merusak.

c. Permainan Reseptif : Sambil mendengarkan cerita atau melihat-lihat buku bergambar,


anak berfantasi dan menerima kesan-kesan yang membuat jiwanya sendiri menjadi aktif.

d. Permainan Peranan : Anak itu sendiri memegang peranan sebagai apa yang sedang
dimainkannya

e. Permainan Sukses : Dalam permainan ini yang diutamakan adalah prestasi, untuk
kegiatan permainan ini sangat dibutuhkan keberanian, ketangkasan, kekuatan dan bahkan
persaingan.

Menurut Drs. Agus Sujanto, jenis-jenis permainan adalah:

a. Permainan Gerak atau Fungsi : Yang dimaksud adalah permainan yang mengutamakan
gerak dan berisi kegembiraan di dalam bergerak.

b. Permainan Destruktif : Yang dimaksud adalah permainan dengan merusakkan alat-alat


permainannya itu. Seakan-akan ada rahasia di dalam alat permainannya dan ia mencari
rahasia tersebut.

c. Permainan Konstruktif : Yang dimaksud anak senang sekali membangun, disusun


balokbalok, satu dan sebagainya menjadi sesuatu yang baru dan dengan itu si anak
menemukan kegembiraannya.

d. Permainan Peranan, atau ilusi : Yang dimaksud adalah permainan peranan yang di
dalamnya, si anak menjadi seorang yang penting.
e. Permainan Reseptif : Yang dimaksud adalah apabila orang tuanya sedang
menceritakan sesuatu, maka di dalam jiwanya si anak mengikuti cerita dengan
menempatkan dirinya sebagai tokohnya.

f. Permainan Prestasi : Yang dimaksud adalah di dalam permainan itu si anak berlomba--
lomba untuk menunjukkan kelebihannya, baik kelebihan dalam kekuatan, dalam
keterampilan maupun dalam ketangkasannya.

2. Bentuk kreativitas Pada Anak Usia Dini

Kreativitas dapat ditinjau dari emat aspek, yaitu :

Kreativitas dari aspek pribadi, muncul dari keunikan pribadi individu dalam interaksi dengan
lingkunganya. Setiap anak mempunyai bakat kratif, namun masing-masing dalam bidang dan kadar
yang berbeda-beda.
Kreativitas sebagai kemampuan berpikir meliputi kelancaran, kelenturan, orisinalitas dan elaborasi.
Kelancaran disini berkaitan dengan kemampuan untuk membangkitkat sejumlah besar ide-ide.

Seseorang yang kreatif dapat memiliki banyak ide, dengan hal tersebut akan semakin besar
kesempatan untuk menemukan ide-ide yang baik. Kelenturan atau fleksibilitas adalah mampu
melihat masalah dari beberapa sudut pandang.
Orang yang kreatif memiliki kemampuan untuk membangkitkan banyak
ide. Fleksibilitas secara tidak langsung, menunjukkan kemudahan
mendapatkan informasi tertentu atau berkurangnya kepastian dan
kekakuan. Fleksibilitas merupakan basis keaslian, kemurnian, dan
penemuan. Orisinalitas adalah kemampuan untuk menghasilkan ide-ide luar biasa, memecahkan
problem dengan cara yang luar biasa, atau menggunakan hal-hal atau situasi dalam cara yang luar
biasa. Individu yang kreatif membuahkan tanggapan yang luar biasa, membuat asosiasi jarak jauh,
dan membuahkan tanggapan yang cerdik serta mempunyai gagasan-gagasan yang jarang diberikan
orang lain. Elaborasi adalah dapat merinci dan memperkaya suatu gagasan. Orang yang kreatif dapat
mengembangkan gagasan-gagasannya secara luas. Penilaian merupakan kemampuan dalam
mengapresiasikan sebuah ide. Orang yang kreatif memiliki cara-cara sendiri dalam menilai sebuah
ide dan hal itu berbeda dengan orang-orang pada umumnya.

Kreativitas ditinjau dari aspek Pendorong menunjuk pada perlunya dorongan dari dalam individu
(berupa minat, hasrat, dan motivasi) dan dari luar (lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat)
agar bakat kreatif dapat diwujudkan. sehubungan dengan hal ini pendidik diharapkan dapat
memberi dukungan, perhatian, serta sarana prasarana yang diperlukan.

Kreativitas sebagai proses ialah proses bersibuk diri secara kreatif. Pada anak usia prasekolah
hendaknya kreativitas sebagai proses yang diutamakan, dan jangan terlalu cepat mengharapkan
produk kreatif yang bermakna dan bermanfaat. Jika pendidik terlalu cepat menuntut produk kreatif
yang memenuhi standar mutu tertentu, hal ini akan mengurangi kesenangan dan keasyikan anak
untuk berkreasi.
Kreativitas sebagai produk, merupakan suatu ciptaan yang baru dan bermakna bagi individu dan
/atau bagi lingkunganya. Pada seorang anak, hasil karyanya sudah dapat disebut kreatif, jika baginya
hal itu baru, ia belum pernah membuat itu sebelumnya, dan ia tidak meniru atau mencontoh
pekerjaan orang lain. Produk kreativitas anak perlu dihargai agar merasa puas dan semangat
berkreasi.

D. Ciri-ciri Permainan Dan Kreativitas Pada Anak Usia Dini

Pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak akan lepas dari 3 potensi primer, yaitu fisik, kreatif
dan rasio dan 3 potensi sekunder, yaitu gerak, imajinasi dan perasaan (Primadi, 1988). Menurut
Tabrani (1998), dalam diri manusia terdapat proses yang sifatnya sadar, ambang sadar dan tidak
sadar. Perkembangan rasio/daya nalar merupakan gabungan antara gerak dan imajinasi,
perkembangan kreatif merupakan gabungan antara imajinasi dan perasaan. Unsur fisik, kreatif dan
rasio tersebut selalu bekerja secara bersamaan dalam diri manusia hanya kadarnya saja berbeda-
beda tergantung pada usia sejak bayi hingga dewasa. Sebagai contoh, ketika bayi karena daya nalar
dan kreativitasnya belum terlatih, maka fisik sangat dominan terlihat dengan gerakan-gerakannya
atau tangisannya. Berbeda dengan masa kanak-kanak ketika kreativitasnya sudah muncul, akan
tetapi nalarnya belum sepenuhnya hadir, maka yang dominan hadir pada diri anak adalah fisik dan
kreatifnya. Dan ketika telah dewasa, perkembangan fisik, kreatif, rasio tersebut diharapkan dengan
pendidikan yang benar terjadi integrasi yang sinergis. Pemunculan aspek fisik, kreatif dan rasio
tersebut seiring dengan permasalahan yang dihadapinya, misalnya ketika seorang sedang belajar
matematika, ketiga unsur fisik, kreatif dan rasio bekerja, hanya saja pada saat itu unsur rasio lebih
dominan bekerja dibandingkan kreatif dan fisiknya. Begitu pula ketika bermain sepak bola, fisik dan
kreatif lebih dominan bekerja dibandingkan unsur rasio. Artinya tidak ada manusia yang hanya
fisiknya saja berkembang 100%, rasionya atau kreatifnya yang 100%, akan tetapi ketiganya
bersinergi menjadikan manusia sebagai manusia.

Ciri-ciri kreativitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu ciri kognitif (aptitude) dan ciri non-kognitif
(nonaptitude). Ciri kognitif dari kreativitas terdiri dari orisinalitas, fleksibilitas, kelancaran dan
elaboratif. Sedangkan ciri non-kognitif dari kreativitas meliputi motivasi, kepribadian, dan sikap
kreatif. Kreativitas baik itu yang meliputi ciri kognitif maupun ciri non kognitif merupakan salah satu
potensi yang penting untuk dipupuk dan dikembangkan. Selain kedua ciri sebelumnya, Seorang anak
disebut kreatif jika ia menunjukkan ciri-ciri berikut ini:

a. Anak yang kretif cenderung aktif

b. Bereksplorasi, bereksperimen, memanipulasi, bermain-main, mengajukan pertanyaan,


menebak

c. Menggunakan imajinasi ketika bermain peran, bermain bahasa, bercerita

d. Berkonsentrasi untuk “tugas tunggal dalam waktu cukup lama

e. Menata sesuatu sesuai selera

f. Mengerjakan sesuatu dengan orang dewasa


g. Mengulang untuk tahu lebih jauh

Beberapa ciri anak kreatif antara lain adalah sebagai berikut :


1. Lancar berpikir

Ia bisa memberi banyak jawaban terhadap suatu pertanyaan yng Anda berikan. Inilah salah satu
kehebatan anak kreatif. Ia mampu memberikan banyak solusi dari sebuah masalah yang
dihadapinya. Kemampuan ini sangat penting untuk dikembangkan. Dunia ini penuh masalah dan
tantangan. Semakin kreatif seseorang, maka ia akan dengan mudah menjawab semua masalah dan
tantangan hidupnya dengan kreativitasnya.

2. Fleksibel dalam berpikir

Ia mampu memberi jawaban bervariasi, dapat melihat sutu masalah dalam berbagai sudut pandang.
fleksibilitas ini juga sangat penting dalam kehidupan. Seorang yang fleksibel, akan dengan mudah
menyesuaikan diri dalam berbagai keadaan.

3. Orisinil (asli) dalam berpikir

Ia dapat memberi jawaban-jawaban yang jarang diberikan anak lain. Jawaban baru biasanya tidak
lazim atau kadang tak terpikirkan orang lain.

4. Elaborasi

Ia mampu menggabungkan atau memberi gagasan-gagasan atas jawaban yang dikemukakan,


sehingga ia mampu untuk mengembangkan, memperkaya jawabannya dengan memperinci sampai
hal-hal kecil Semua ciri-ciri anak kreatif tersebut bisa dikembangkan. Jadi bukan semata keturunan
seorang anak bisa menjadi kreatif.

1. Imaginatif

Anak kreatif memiliki daya khayal atau imajinasi, yang ia aplikasikan dalam kegiatannya sehari-hari. Ia
menyukai imajinasi dan sering bermain peran imajinasi. Misalnya, ia membayangkan dirinya sebagai
Ibu, maka ia akan berperan sebagai ibu dalam segi bicara dan perilakunya. Dalam tataran anak
remaja, imajinasi ini biasanya berupa fiksi ilmiah, yakni sudah cukup mampu mengembangkan
imajinasinya dalam bentuk-bentuk keilmuan, seperti menulis cerpen atau naskah drama,
menciptakan lirik lagu, bermusik dengan genre tertentu.
6. Senang Menjajaki Lingkungannya

Anak kreatif senang dengan bermain. Bermain dan permainannya itu selain menyenangkannya juga
membuatnya banyak belajar. Ia bisa mengumpulkan dan meneliti makhluk hidup, serta benda mati
yang ada di lingkungannya. Hal ini tentu saja bermanfaat untuk masa depannya karena ia akan selalu
belajar dan mengasah rasa ingin tahunya terhadap sesuatu secara mendalam. Ciri ini juga terkait
dengan kecerdasan anak secara naturalis. Misalnya, karena ia senang meneliti makhluk hidup, maka
ia senang memelihara binatang atau tanaman yang disukainya dan memberinya nama.
7. Banyak Ajukan Pertanyaan

Anak kreatif sangat suka mengajukan pertanyaan, baik secara spontan yang berkaitan dengan
pengalaman barunya maupun hasil ia berpikir. Sering kali pertanyaan yang diajukannya membuat
kita sulit dan merasa terjebak. Karena itu, kita harus memiliki strategi yang tepat dengan berhati-hati
memberikan pernyataan dan harus siap dengan jawaban yang membuatnya mengerti.

8. Mempunyai Rasa Ingin Tahu yang Kuat

Anak kreatif suka memperhatikan sesuatu yang dianggap menarik dan mendalaminya sampai puas.
Rasa ingin tahu anak kreatif sangat tinggi, sehingga ia tak akan melewatkan kesempatan untuk
bertanya. Karena itu, kita sering dibuatnya agak kewalahan bahkan jengkel dengan menganggap
anak kita bawel. Padahal itulah kehebatannya, rasa ingin tahunya akan membuatnya haus ilmu,
memiliki daya kritis dalam berpikir dan tidak cepat percaya dengan ucapan orang sebelum
membuktikan kebenarannya. Karena itu, fokus dan konsentrasi terhadap anak kreatif harus benar-
benar diperhatikan. Cara berpikirnya yang cepat dan lancar akan membuatnya mudah bertindak
memuaskan keingintahuannya.

9. Suka Melakukan Eksperimen

Anak kreatif suka melakukan percobaan dengan berbagai cara untuk memuaskan rasa penasaran
dan rasa ingin tahunya. Karena itu, sebagaimana contoh di atas, orang tua harus bayak mendampingi
dan membimbingnya, tetapi tidak bertujuan menghambat atau terlalu mencampuri eksperimennya
itu. Memberikan penjelasan tentang baik dan buruknya sesuatu lebih baik daripada berkata “jangan”
atau “tidak boleh”.

10. Suka Menerima Rangsangan Baru

Anak kreatif sangat suka mendapatkan stimulus atau rangsangan baru, serta terbuka terhadap
pengalaman baru. Hal ini berkaitan dengan rasa ingin tahunya dan kesukaannya bereksperimen.
Semakin banyak stimulus yang kita berikan, maka semakin banyak pula pengetahuan yang
didapatkannya dan semakin banyak pula percobaan yang dilakukannya, sehingga proses dan
kemampuan berpikirnya akan terus berkembang dan mengasah kecerdasan otaknya.

11. Berminat Melakukan Banyak Hal

Anak kreatif memiliki minat yang besar terhadap banyak hal. Ia suka melakukan hal-hal yang baru,
berani mencoba hal baru dan tidak takut terhadap tantangan. Dengan mengetahui antusiasme dari
minatnya terhadap sesuatu akan membantu orang tua mengenali bakat anak, sehingga sejak dini
bisa mengembangkan minat dan bakatnya secara berdampingan dan berkesinambungan. Selain itu,
keberanian melakukan hal-hal baru dapat memupuk rasa percaya dirinya yang bermanfaat untuk
perkembangan kepribadiannya kelak.

12. Tidak Mudah Merasa Bosan


Anak kreatif tidak mudah bosan melakukan sesuatu. Ia akan melakukannya sampai ia merasa benar-
benar puas. Jika sudah puas, maka ia akan melakukan sesuatu yang lain lagi. Inilah ciri kreativitasnya
yang menonjol.

KESIMPULAN

Bermain merupakan salah satu hak asasi manusia, begitu juga pada anak usia dini. Ada banyak manfaat
yang didaptkan dari kegiatan bermain, salah satunya adalah pengemangan kreativitas. Bermain dalam
bentuk apapun, baik aktif maupun pasif, baik dengan alat maupun tanpa alat dapat menunjang
ktreativitas anak dalam berbagai taraf. Disini peran orang tua dan guru pembimbing untuk dapat
menjadi fasilitator pengembangan kreativitas anak, dengan memfasilitasi anak agar dapat bermain
dengan cara dan alat yang tepat sesuai dengan bakat, minat, perkembangan, dan kebutuhan anak.

Kreativitas merupakan suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode ataupun
produk baru yang efektif yang bersifat imajinatif, estetis, fleksibel, integrasi, suksesi, diskontinuitas, dan
diferensiasi yang berdayaguna dalam berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah. Kreativitas
anak dapat distimulasi dan dirangsang oleh guru dengan pembelajaran yang kreatif pula. Anak usia dini
merupakan golden age, dimana apabila dikembangkan kreativitasnya maka ia akan tumbuh pula
menjadi dewasa yang kreatif. Seorang calon guru wajib pul mengetahui, baik bentuk atau jenis, ciri-ciri,
maupun manfaat dari permainan dan kreativitas anak.

DAFTAR PUSTAKA

Suharsono, (2000). Mencerdaskan Anak. Jakarta : Inisiasi Press

Yusuf, Syamsu LN. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya

Munandar, S.C.U.,1995. Pengembangan Kreativitaas Anak Berbakat. Rineka Cipta kerjasama


dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Jakarta

Mulyadi, S., 2004. Bermain dan Kreativitas(Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui
Kegiatan Bermain). Papas Sinar Sinanti : Jakarta

Nursisto. 1999.Kiat Menggali Kreativitas. Mitra Gama Media : Yogyakarta

http://id.wikipedia.org/wiki/Daya_cipta

http://massofa.wordpress.com/2011/09/23/mengenal-kreativitas-anak-sejak-dini/

http://konselorindonesia.blogspot.com/2011/04/kreativitas.html

sumber: http://zain.students.uii.ac.id/2013/04/08/%E2%80%9Cpermainan-dan-kreativitas-pada-
anak-usia-dini%E2%80%9D/

sumber: http://psikologi.net/standar-program-paud-isi-proses-dan-penilaian-pendidikan-anak-usia-
dini/
MENGEMBANGKAN KARAKTER ANAK USIA DINI DI TK
MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN HOLISTIK BERBASIS PARENTING

Oleh: Cep Unang Wardaya

Widyaiswara PPPPTK TK dan PLB, Bandung


 
ABSTRAK

Mengembangkan Karakter Anak Usia Dini di TK Melalui Pendidikan Holistik Berbasis Parenting. Dalam
upaya melakukan Pembentukan karakter harus dimulai dari membangun potensi nilai-nilai spritual,
mengasah dan membangkitkan kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual yang sudah diberikan
Tuhan sebagai fitrah manusia sejak lahir melalui pendidikan yang utuh dan menyeluruh (holistik).
Pendidikan karakter harus dilaksanakan sejak usia dini, karena usia dini merupakan periode perkembangan
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada masa ini, seluruh instrumen besar manusia terbentuk,
bukan kecerdasan saja tetapi seluruh kecakapan psikis. Para ahli menamakan periode ini sebagai usia emas
perkembangan.Pendidikan anak usia dini sangat penting karena akan menentukan kualitas SDM di masa
depan. Hal ini disebabkan karena masa pembentukan otak manusia terjadi paling cepat pada usia saat anak
berada pada usia dini. Oleh karena itu, pemerintah sudah semestinya memperhatikan sektor ini
sebagaimana sektor-sektor lainya. Pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan karakter merupakan
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan negara.

Keluarga adalah tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak, mereka berada dalam keluarga sejak
dalam kandungan sampai menjelang pernikahan. Oleh karena itu peranan keluarga sangat penting dalam
perjalanan seorang anak.Pendekatan pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman
Kanak-Kanak dalam upaya pembentukan manusia holistik yang berkarakter unggul, harus didukung
dengan perencanaan program jelas dan berkualitas yang meliputi visi, misi, tujuan, strategi, kegiatan yang
utuh dan terintegrasi, guru yang berkualitas, sarana prasarana yang memadai, jadwal kegiatan dan
dokumen perencanaan pembelajaran yang lengkap.Pelaksanaan pendekatan pendidikan holistik berbasis
parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak dapat meningkatkan kemampuan anak dalam
seluruh aspek perkembangan dan karakternya melalui praktik pendidikan yang dapat mengintegrasikan
pendidikan agama, pendidikan karakter pada pendidikan yang mengoptimalkan seluruh potensi peserta
didik secara holistik.

Kata Kunci: pendidikan holistik, pendidikan karakter, parenting dan anak usia dini.

1. Pendahuluan

Pendidikan karakter adalah sesuatu yang penting dalam membangun kembali peradaban bangsa. Banyak
bangsa yang maju di dunia yang berawal dari karakter unggul yang dimiliki warganya. Bangsa yang ingin
maju, berdaulat, dan sejahtera membutuhkan karakter yang kuat. Kesejahteraan sebuah bangsa bermula
dari karakter kuat warganya(Marcus Tutillus 106-43 SM). Ungkapan ini disampaikan dalam rangka
mengingatkan seluruh warga kekaisaran Roma tentang perlunya praktik kebajikan. Kemajuan suatu bangsa
tidak hanya ditentukan oleh kekayaan sumber alam, kompetensi, dan kecanggihan teknologi tetapi yang
utama dan terutama adalah karena dorongan semangat dan karakter bangsanya. Billy Graham menyatakan :
“Bila harta hilang, sesungguhnya tak ada yang hilang, bila kesehatan hilang, ada sesuatu yang hilang tapi
bila karakter hilang maka sesungguhnya, segalanya telah hilang.”
 
Bangsa Indonesia adalah bangsa kaya akan sumber daya alam (pendapat pakar), bangsa yang religious,
sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran agama yang di anutnya, memiliki sejarah sebagai bangsa
yang terkenal dengan “keramahanya”, dan “gotong royongnya”. Bangsa yang memiliki semangat juang
yang tinggi dalam membela kedaulatan bangsa dari tangan penjajah. Saat ini kemana semua karakter
(watak) yang dimiliki orang tua, para pejuang dan pendiri bangsa ini. Kita harus menemukan kembali
karakter dan jati diri bangsa yang telah luntur bahkan sudah mulai menghilang, dengan membangun
kembali semangat juang, keramahan, gotong royong dan religiusitas bangsa ini. Hanya satu kata dalam
menemukan kembali jati diri dan karakter bangsa, yaitu pendidikan yang berbasis karakter. Dengan
menanamkan nilai-nilai karakter universal dan semangat juang para pendiri Negara ini, maka kita dapat
mengejar ketertinggalan dari Negara maju pada abad 21.

 
Pentingnya pendidikan karakter bagi bangsa Indonesia adalah sebagai modal dasar untuk melaksanakan
pembangunan di segala bidang dalam rangka menuju persaingan di era abad 21. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menekankan pentingnya karakter bangsa yang unggul dalam mencapai tujuan negara maju
pada abad ke-21, sebagaimana disampaikan SBY dalam sambutannya pada Puncak Peringatan Hari
Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional 2011, sebagi berikut:
Lima karakter manusia unggul yang ingin dicapai oleh Indonesia. "Pertama, manusia-manusia
Indonesia yang sungguh bermoral, berakhlak dan berperilaku baik. Oleh karena itulah, masyarakat kita
harus menjadi masyarakat yang religius," ucap SBY. Kedua adalah mencapai masyarakat yang cerdas
dan rasional. Ketiga, manusia-manusia Indonesia yang makin ke depan menjadi manusia yang inovatif
dan terus mengejar kemajuan.Keempat, Presiden SBY mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk
memperkuat semangat Harus Bisa, yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan. "Yang terakhir,
kita semua, manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa dan negaranya,
mencintai tanah airnya.
 
Pembentukan karakter harus dimulai dari membangun potensi nilai-nilai spritual, mengasah dan
membangkitkan kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual yang sudah diberikan Tuhan sebagai
fitrah manusia sejak lahir melalui pendidikan yang utuh dan menyeluruh (holistik). Dalam prosesnya
sendiri fitrah yang alamiah ini berupa potensi pemberian Tuhan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Maka sangat penting
adanya sinergitas dan keutuhan dari tri pusat pendidikan dalam membentuk anak Indonesia yang cerdas,
handal berdaya saing dan berkarakter unggul. Jadi Pendidikan karakter bukan hanya tugas guru di sekolah,
akan tetapi harus merupakan tanggung jawab semua elemen bangsa.

 
Pembentukan karakter bangsa merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang
Sisdiknas 2003 dikatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi
peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Makna ungkapan tersebut begitu
dalam dan sangat mulia, karena dalam tujuan pendidikan tersebut terkandung prinsip keseimbangan.
Pendidikan kita tidak hanya untuk membentuk anak-anak yang hanya pinter dan cerdas saja, tetapi juga
berkepribadian dan berkarakter/berakhlak mulia, sehingga melalui pendidikan ini diharapkan akan muncul
generasi yang cerdas dari sisi intelektual, emosional dan spritual. Dengan kata lain insan Indonesia yang
cerdas, handal, berdaya saingdan berakhlak mulia.

 
Pendidikan karakter harus dilaksanakan sejak usia dini, karena usia dini merupakan periode perkembangan
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada masa ini, seluruh instrumen besar manusia terbentuk,
bukan kecerdasan saja tetapi seluruh kecakapan psikis. Para ahli menamakan periode ini sebagai usia emas
perkembangan.Pendidikan anak usia dini sangat penting karena akan menentukan kualitas SDM di masa
depan. Hal ini disebabkan karena masa pembentukan otak manusia terjadi paling cepat pada usia saat anak
berada pada usia dini. Oleh karena itu, pemerintah sudah semestinya memperhatikan sektor ini
sebagaimana sektor-sektor lainya.
 
Kelompok anak usia dini merupakan kelompok yang sangat strategis dan efektif dalam pembinaan
karakter, hal ini harus menjadi kesadaran kolektif dari seluruh elemen bangsa ini. Karena masalah
pendidikan anak usia dini sampai saat ini masih banyak menyisakan persoalan. Pertama, masih banyaknya
kelompok anak usia dini yang belum dapat mengakses pendidikan (lihat data APK AUD). Kedua,
kurangnya pemahaman para guru akan hakikat tujuan pendidikan nasional untuk membangun peserta didik
menjadi manusia holistik yang berkarakter. Sehingga dalam proses pembelajaran terlalu menitikberatkan
pada aspek kognitif. Padahal amanat Undang-Undang sudah demikian jelas bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah untuk membentuk (peserta didik) menjadi manusia holistik yang berkarakter. Maka dalam
prosesnya pendidikan dan pembelajaranya harus mampu mengembangkan seluruh dimensi dan potensi
serta aspek-aspek peserta didik secara utuh dan menyeluruh (holistik). Akibat dari kekurangpahaman ini
banyak praktek-praktek pembelajaran di PAUD/TK yang cenderung lebih mementingkan kemampuan
akademik (calistung) daripada pengembangan aspek emosi dan sosial anak. Hal ini tidak terlepas dari
tuntutan orang tua, termasuk Sekolah Dasar yang mensyaratkan penerimaan siswa dengan melakukan test
kemampuan calistung. Memaksakan anak usia dibawah 6 atau 7 tahun untuk belajar calistung akan
beresiko timbulnya stress jangka pendek dan rusaknya perkembangan jiwa anak dalam jangka panjang
(Elkind, 2000:12). Praktek seperti ini jelas akan menghambat proses pembentukan karakter anak.
 
Ketiga, kurangnya wawasan guru tentang pendekatan dan metode   pendidikan karakter yang tepat dalam
pembentukan karakter anak usia dini. Padahal wawasan guru dalam berbagai pendekatan dan metode
tersebut sangat penting dalam implementasi pendidikan karakter. Akibat kurangnya wawasan guru dalam
hal model, pendekatan dan metode pembelajaran pendidikan karakter di TK, maka proses pembelajaran
akan menjadi pasif dan tidak memberikan pengalaman kongkrit pada anak (Megawangi, 2011:61).
 
Keempat, kurang sinergisnya antar sekolah, keluarga dan masyarakat. Ketiga unsur tersebut harus saling
mendukung untuk peningkatan pembentukan karakter peserta didik. Akibat ketidaksinergisan ini,
pembentukan karakter peserta didik menjadi parsial, dan tidak holistik, akibatnya muncul gejala anak yang
bersikap baik di sekolah tetapi di luar sekolah berperilaku kurang baik. Atau sebaliknya di rumah dalam
lingkungan keluarga menunjukan sikap yang baik tetapi di luar rumah terlibat geng motor, narkoba dan
senang tawuran. Sikap inkonsistensi para peserta didik ini salah satunya diakibatkan kurang sinerginya
antara pendidikan sekolah dan keluarga serta masyarakat.
 
Pendidikan karakter pada anak usia dini sudah sepatutnya menjadi prioritas para orang tua dalam
lingkungan keluarga, karena pendidikan karakter harus dimulai dari dalam lingkungan keluarga, yang
merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Dukungan para orang tua ini sangat
penting dalam keberhasilan pendidikan karakter di lingkungan sekolah.Lingkungan keluarga dan
masyarakat yang merupakan tempat dimana anak bergaul dan bersosialisasi memiliki tanggung jawab
dalam pembentukan karakter anak. Dan begitu juga dukungan komitmen pemerintah sangat penting dalam
upaya pembangunan karakter bangsa melalui kebijakan yang berpihak pada pembinaan karakter,
khususnya pendidikan karakter anak usia dini.Jika saat ini semua elemen bangsa menyingsingkan lengan
baju dan semuanya dengan serius berpartisifasi dalam pembentukan karakter semua anak Indonesia yang
berada dalam rentang usia dini (0-6 tahun) maka saat negara ini memasuki usia emas 2045 (seratus tahun
Indonesia merdeka), kita akan memiliki generasi emas yang cerdas tangguh dan berkarakter serta
berakhlak mulia.
 
Oleh karena itu diperlukan sebuah pendekatan dalam pengembangan karakter anak usia dini, yang dapat
menjadi panduan orang tua, guru dan pengasuh dalam membentuk anak yang berkarakter unggul. Salah
satu alternatif pendekatan yang dapat digunakan adalah” Pendekatan Holistik Berbasis Parenting”.
 
 

A.  
B. Pengembangan Pendekatan Pendidikan Holistik Berbasis Parenting
1. Pendidikan Anak Usia Dini Masa Strategis Pembentukan Fondasi Manusia Holistik dan
Pengembangan Pendidikan Karakter
C.  

Usia dini adalah usia yang strategis dan memiliki peran penting dalam meletakan dasar-dasar dan
fondasi untuk pembentukan fondasi manusia holistik dan pengembangan pendidikan karakter sehingga
anak siap untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. “Usia dini merupakan masa emas
perkembangan (golden age) yang keberhasilannya sangat menentukan kualitas anak di masa
dewasanya”, (Megawangi, 2011:18). Maria Montesori ( dalam Hurlock, 1978:13) menyebut masa ini
dengan istilah “periode kepekaan (sensitive period)”. Pada periode tersebut seluruh aspek
perkembangan anak sangat peka, sehingga masa ini perlu dikelola secara optimal melalui upaya
berbagai stimulasi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jika peletakan fondasi manusia holistik pada masa anak usia dini terlewatkan dan stimulasi
perkembangan dan pertumbuhan serta pembinaan pada aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual
dan intelektual anak usia dini terabaikan, maka besar kemungkinan di masa-masa berikutnya anak akan
bermasalah dalam kehidupannya. Karena kemampuan berpikir kreatif, kritis dan kemampuan
menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan seseoarang saat mereka dewasa sangat ditentukan
pada kualitas pendidikan anak pada saat usia dini . Oleh karena itu hendaklah pendidikan anak usia dini
dalam pembinaan karakter dan pembinaan kemampuan-kemampuan anak lainya dilakukan secara
optimal, utuh dan menyeluruh (holistik).
Dalam prakteknya pembelajaran holistik pada anak usia dini harus disesuaikan dengan tahapan
perkembangan anak dan memperhatikan keunikan mereka. Bredekamp, (dalam Megawangi, 2004:124)
menjelaskan pendekatan yang sesuai dengan perkembangan anak yaitu DAP (Developmentally
Appropriate Practices), yaitu :”Suatu pendekatan pembelajaran  yang patut dan menyenangkan dan
sesuai dengan tahapan perkembangan anak, juga memperhatikan keunikan masing-masing individu
anak”.

1. Pendekatan Holistik dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Anak sejak lahir sampai usia delapan tahun adalah pengalaman yang unik dan masa kritis dalam
pengembangan dan pembelajaran. Pembelajaran anak saat usia dini akan membentuk landasan bagi
kehidupan anak. Pengembangan pendidikan holistikpada anak usia dinimemiliki lingkup yang jauh
lebih luas dari hanya sekadarmengembangkan keterampilan dan pengetahuan anak. Banyak faktor,
seperti lingkungan sosial budaya, lingkungan fisik, dan keyakinan spiritual orang tuaatau pengasuhyang
berpengaruh pada perkembangan anak usia dini. Oleh karena itu orang tua, pendidik, masyarakat, dan
pemerintah, memiliki peran penting dalam mendorong perkembangan menyeluruh pada anak usia dini
melalui pendekatan secara holistik.
Di setiap negara penyelenggaraan pendidikan anak usia dini telah menerapkan pendekatan pendidikan
holistik. Pendekatan pendidikan holistik dianggap tepat dalam proses pengembangan anak usia dini.
Menurut The Australian Department of Education, Employment and Workplace Relations (2009:3)
adalah :
Prosespembelajaran yang memperhatikan keterkaitan antara pikiran, tubuh dan jiwa. Ketika
pendidik anak usia dini mengambil pendekatan holistik mereka harus memperhatikan
kesejahteraan fisik anak-anak, personal, sosial, emosional dan spiritual serta aspek pembelajaran
kognitif.Semua komponen dalam pendekatan holistik terintegrasi dan saling berhubungan dari
mulai perencanaan sampai penilaian.Pendidik holistik harus memahami hubungan antara anak,
keluarga dan masyarakat dan pentingnya hubungan timbal balik dan kemitraan untuk proses
belajar. Sebuah pendekatanyangholistik dalam proses pembelajaran harus terkoneksi dengan
alam. Pendidik harus memiliki kapasitas untuk memahami dan menghormati lingkungan alam
yang saling ketergantungansatu sama lain.
 
Dalam melaksanakan pendekatan holistik hendaklah seorang pendidik memahami perkembangan
holistik pada anak usia dini, pertama-tama perlu dipahami terlebih dahulu substansi tentang apa itu
anak usia dini, bagaimana karakteristik anak usia dini. Tentang siapa itu anak usia dini, National
Assosiation Education for Young Children (NAEYC), menyampaikan bahwaanak usia dini adalah
“sekelompok individu yang berada pada rentang usia antara 0 sampai dengan 8 tahun”. Sementara di
Indonesia sesuai dengan Pasal 28 UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 ayat 1, rentang anak usia dini
adalah 0-6 tahun. Terlepas dari rentang usia tertentu, pengembangan anak usia dini merupakan masa
perubahan fisik, psikologis, dan kognitif yang luar biasa yang sangat dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal. Bahkan Santrock dan Yussen (1992:71)menganggap usia dini “merupakan masa yang
penuh dengan kejadian-kejadian yangpenting dan unik yang meletakkan dasar bagi seseorang di masa
dewasa”.
 
Pada saat anak-anak mulai masuk di TK, mereka telah mencapai beberapa tingkat kemandirian yang
telah ditanamkan orang tuanya di lingkungan keluarga, baik dalam pengembangan khasanah
kemampuan intelektual, sosial, fisik dan emosional. Anak-anak telah memiliki kemampuan untuk
berbicara, bahkan beberapa dari mereka memahami lebih dari satu bahasa. Anak-anak datang ke
sekolahmembawa keterampilan dan bakat individual mereka. Oleh karena itu sekolah, dalam hal ini TK
harus siap untuk melayani meraka dengan seoptimal mungkin.Peran pendidikan Taman Kanak-Kanak
adalah untuk mempersiapkan anak-anak untuk perjalananbelajar seumur hidup. Dan tujuan utama
daripendidikan TK adalah “untuk mendukung dan mendorong perkembangan anak secara holistik”,
(Ministry of Education Singapore : 2003:7).
 
Secara khusus proses pendidikan holistik di TK harus mampu mempersiapkan anak untuk mendapatkan
tantangan kehidupan dan tantangan akademik. Dan untuk memelihara kesehatan, keutuhan, dan rasa
ingin tahu anak, dengan cara memaksimalkan potensi bawaan anak-anak, mengembangkan
keterampilan, nilai-nilai, dan semangat anak untuk belajar. Lembaga pendidikan anak usia dini di TK
harus berupaya untuk menciptakan suatu aktivitas pengembangan secara keseluruhan, melalui
penguasaan pengetahuan, penguasaan keterampilan dan pembentukan karakter. Para pendidik holistik
hendaknya membantu anak-anak untuk menemukan bakat mereka sendiri, dan untuk mewujudkan
potensi mereka secara utuh, menjamin kesetaraan belajar bagi semua anak, dan menghormati
keragaman perbedaan budaya dan individu. Dan juga sangat penting untuk selalu menumbuhkan
perasaan positif anak tentang dirinya, hubungan mereka dengan teman-teman sebaya , keluarga dan
masyarakat.

Pemahaman pendidik tentang bagaimana anak-anak belajar dan perencanaan yang optimal dengan
memperhatikan perkembangan anak di TK akan sangat bermanfaat bagi anak dalam berbagai hal.
Diantara manfaat tersebut sebagaimana disampaikan (Ministry of Education, Canada:2010:17): sebagai
berikut :

Anak akan (1) menemukan dan menghargai karunia yang ada pada dirinya, (2) mendapatkan
kepercayaan melalui rasa memiliki, (3) memahami bahwa mereka dapat memberikan kontribusi
berharga untuk masyarakat, (4) menjadi kreatif, komunikatif dan kompeten (5) menjadi pembelajar
seumur hidup.

 
Anak-anak memiliki kekuatan dan potensi yang luar biasa serta kebutuhan berekspresiyang tak
terbatas. Anak-anak secara alami terus bereksplorasi, membuat penemuan, dan mengubahdirinya. Oleh
karena itu setiap pendidik anak usia dini di TK harus menyadari dan memahami potensi yang dimiliki
anak. Seorang pendidik yang efektif akan menghargai bahwa anak adalah pembelajar aktif yang tertarik
pada pengalaman-pengalaman untuk membangun pemahaman meraka tentang dunia. Seorang anak
akan kompeten dan menjadi pembelajar sejati dengan kehadiran seorang pendidik yang mampu
menghargai keberadaan mereka, dapat memenuhi kebutuhan fisiknya serta mampu menciptakan rasa
aman pada diri anak. Seorang pendidik harus menyadari bahwa setiap anak memiliki karakteristik yang
berbeda dalam belajar dan bertindak, oleh karena itu setiap anak harus diberikan dukungan dalam
perkembanganya dengan memberikan kesempatan untuk secara bebas dalam berekspresi
dalammenunjukan berbagai kemampuan baru yang telah diperolehnya.
 
Pengembangan dan pembelajaranholistik di TK didasarkan pada premis bahwa setiap orang
menemukan identitas, makna, dan tujuan hidupnya melaluihubungan dengan orang-orang, tempat,
nilai-nilai, dan keyakinan yang dianutnya. Oleh karena itu dalam proses pengembangan pembelajaran
di TK hendaknya memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, minat, sikap, dan kemampuan mereka yang optimal melalui pemberian pengalaman
terintegrasi yang mendukung anak-anak dalam mencapaihasil belajarnya dan memberikan kesempatan
pada anak-anak untuk tumbuh dan berkembang dalam setiap dimensi dan potensi yang meliputi aspek
intelektual, sosial, emosional, fisik, estetik, spiritual, dan aspek karakter/ akhlak mulia.

1. PendekatanPendidikan Holistik di TK

Secara umum kegiatan pendidikan holistik di TK di beberapa negara meliputi aspek sosial,
emosional,intelektual,kreativitas,fisik, dan spritual. Sedangkan tujuan kegiatan pendidikan di tingkat
TK adalah untuk meningkatkan pengembangan anak-anak secara holistik, dimana“kurikulum dan
pembelajaran di TK minimal harus memberikan pengalaman yang tepat untuk membantu anak tumbuh
dan berkembangsecara optimal dalam bidang sosial, emosional, moral,fisik, intelektual kreativitas dan
spiritual”, (Attard,2002:5). Program pengembangan pendidikan holistik pada anak usia dini di TK
dalam Saskatchewan Ministry of EducationCanada, (2008:24) mencakup “pengembangansosial-
emosional, fisik, intelektual, spritual, bahasa dan keaksaraan”.Semua bidang perkembangan anak di TK
saling terkait danberkembang secara bersamaan dalam kehidupan mereka. Kemajuan dalam satu area
perkembangan mempengaruhikemajuan dalamarea lain. Demikian pula, ketika suatuperubahan dalam
salah satu area, memiliki dampak pada semua wilayah pengembanganlainnya.
Dalam kegiatan pendidikan holistik di Taman Kanak-Kanak, sangat penting untuk dikembangkan pola
kerjasama kemitraan yang harmonis antara orang tua dan guru, melalui kegiatan parenting atau
kegiatan lainya. Ketika anak-anak melihat orang tua mereka dan guru saling berbagi tentang kemajuan
perkembangan mereka, dan perencanaan untuk pengembangan mereka secara bersama-sama, mereka
merasa dihargai oleh masyarakat dan keluarga. Hal ini akan memotivasi mereka dalam belajar dan
memacu mereka untuk menyadari tujuan dan ambisi mereka sepanjang hidup. Keluarga harus secara
teratur diberitahu tentang kemajuan anak-anaknya di sekolah, dan selalu terlibat dalam perkembangan
anak-anak mereka.

a.
A. Kegatan Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Parenting
b.  
c. Pendidikan anak usia dini berbasis keluarga (Parenting)
Anak adalah amanah dari Yang Maha Kuasa, oleh karena itu orang tua wajib untuk merawat,
mengasuh dan mendidiknya dengan baik agar mereka tumbuh menjadi manusia yang seutuhnya.
Manusia yang seutuhnya adalah manusia yang berkembanga secara optimal segenap potensi yang
dimilikinya. Anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), seperti kertas putuh yang suci dan
bersih, akan tetapi sejumlah potensi telah disiapkan dalam diri anak yang harus menjadi tanggung
jawab orang tua, masyarakat dab bangsa.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan negara.
Keluarga adalah tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak, mereka berada dalam keluarga
sejak dalam kandungan sampai menjelang pernikahan. Oleh karena itu peranan keluarga sangat
penting dalam perjalanan seorang anak. Dalam pedoman penyelenggaraan parenting Kemdikbud
2012, dinyatakan sebagai berikut:
Keluarga sebagai lembaga pendidikan informal dilindungi dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional. Menurut Ki Hadjar Dewantara, “Keluarga adalah Lingkungan
Pendidikan yang Pertama dan Utama”. Dengan demikian, peran keluarga dalam hal
pendidikan bagi anak, tidak dapat tergantikan sekalipun anak telah dididik di lembaga
pendidikan formal maupun nonformal. Untuk itu, keluarga harus memiliki kemampuan
dalam melaksanakan proses peningkatan gizi dan kesehatan, perawatan, pengasuhan,
pendidikan dan perlindungan.
Keterlibatan orang tua sangat penting terutama dalam pendidikan anak usia dini, oleh karena itu
kerjasama kemitraan anatara orang tua dan lembaga pendidikan anak usia dini merupakan suatu
hal yang mutlak, demi mengoptimalkan perkembangan anak secara utuh dan menyeluruh,
sehingga mereka menjadi insan yang cerdas, tangguh, dan berkarakter unggul. Salah satu kegiatan
yang dapat dilakukan adalah pendidikan anak usia dini berbasis parenting, dimana orang tua
dituntut untuk aktif menjalin kerja sama dengan sekolah demi tercapainya pendidikan anak-anak
tercinta secara optimal. Demikian juga sebaliknya sekolah dalam hal ini lembaga pendidikan anak
usia dini (TK) hendaknya menyediakan kegiatan yang secara khusus untuk menjalin kerjasama
dengan orang tua. Kegiatan tersebut dapat berupa program “ko parenting”, yaitu kegiatan
kemitraan antara orang tua dan sekolah sebagai sarana untuk menginformasikan berbagai kegiatan
di sekolah dan kemungkinan usaha-usaha yang dapat dilakukan orang tua dalam mendukung
pengembangan potensi anak-anak tercinta secara optimal.
Dalam pedoman pendidikan anak usia dini berbasis keluarga yang dikeluarkan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2012, dinyatakan bahwa :
Keselarasan pendidikan yang dilaksanakan di lembaga PAUD dan di rumah diakui oleh para
ahli pendidikan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan anak secara
menyeluruh. Oleh karena itu penting kiranya lembaga PAUD memfasilitasi penyelenggaraan
Program PAUD Berbasis Keluarga sebagai upaya keselarasan dan keberlanjutan antara
pendidikan yang dilakukan di lembaga dan pendidikan yang dilakukan di rumah.

 
Setiap anak adalah makhluk sosial. Ketika anak-anak melihat orang tua mereka dan guru saling
berbagitentang kemajuan perkembangan mereka, dan perencanaan untuk pengembangan mereka
secara bersama-sama, mereka merasakan bahwa mereka dihargai oleh masyarakat dan keluarga.
Ini memotivasi mereka dalam belajar dan memacu mereka untuk menyadari tujuan dan ambisi
mereka sepanjang hidup . Orang tua yang secara teratur diberitahu tentang kemajuan anak-
anaknya di sekolah, dan selalu dilibatkan dalam program pengembangan aspek-aspek
perkembangan anak-anak mereka di sekolah , mereka akan merasa bahagia dan puas.

1.
a. Kegiatan Parenting melalui”signpost for building better behaviour”

Semua orang tua akan merasa senang manakala melihat anak-anaknya tumbuh dan berkembang
dengan memiliki karakter positif dan berbagai keterampilan yang bermanfaat bagi masa depan
dirinya. Akan tetapi terkadang mereka juga memperlihatkan prilaku-prilaku yang membuat orang
tua tidak senang. Prilaku-prilaku tersebut dapat terjadi pada setiap anak. Anak-anak dapat
memperlihatkan kelembutan atau terkadang memperlihatkan kekerasan, seperti halnya
mengganggu atau melukai orang lain, berkata tidak sopan atau membantah perintah dan aturan
orang tua. Dan hal ini kita katagorikan sebagai sebuah “prilaku sulit” (difficult behavior). Dalam
“Signpost For Building Better Behaviour” hasil penelitian Parenting Research Centre, Negara
Bagian Victoria Australia (2009:3) “Latar belakang timbulnya prilaku sulit (difficult behavior)
adalah sebagai berikut : (1) faktor fisik/genetic (bawaan lahir), (2) pengalaman pembelajaran di
masa lalu, (3) kondisi psikologis yang sedang dirasakan, (4) dan faktor lingkungan”.
 
Ada beberapa hal penting yang harus dikuasai orang tua dalam mengasuh anak di rumah.
Parenting Researsh Centre, salah satu lembaga yang didirikan pemerintahan Australia bergerak di
bidang penelitian pengasuhan anak menyampaikan sebuah pedoman untuk membangun perilaku
anak yang lebih baik (Signpost for Building Better Behaviour) dalam pengasuhan dan pendidikan
anak di rumah. Adapun komponen-komponen dalam signpost (2009:7) ini adalah sebagai berikut :

1. Teknik pengukuran prilaku anak

Teknik pengukuran perilaku anak hendaknya dideskripsikanperilaku tersebut dengan spesifik.


Kemudian dalam mengukur perilaku anak dapat dilakukan melalui menghitung frekuensi
perilaku, mengukur durasi perilaku, dan menghitung perilaku yang permanen pada anak.

1.  
2. Teknik memberikan intruksi yang efektif pada anak dalam kehidupan sehari-hari

Cara memberikan intruksi yang efektif pada anak, hendaklah memperhatikan (1) tingkat
pentingnya sebuah intruksi, (2) jumlah intruksi yang disampaiakan,(3) berilah hanya satu
intruksi setiap memberi intruksi agar anak tidak bingung,(4) perhatikan waktu pemberian
intruksi, (5) perhatikan tingkat kesulitan sebuah intruksi, dan (6) pastikan bahwa yang anda
perintahkan adalah hal yang mudah, (7) pastikan waktu yang tersedia cukup bagi anak untuk
menyelesaikan tugas, (8) berilah anak cukup waktu untuk menyelesaikan sebuah tugas
sebelum mereka menerima tugas yang lain, dan (9) yakinkan apakah anak membutuhkan
bantuan atau tidak.
 

1. Teknik mengganti prilaku buruk anak menjadi prilaku yang lebih baik

Ada beberapa cara untuk menangani perilaku buruk anak berdasarkan tujuan dari perilaku
buruk yang dilakukan oleh anak, secara umum tujuan anak melakukan perilaku buruk adalah
(1) untuk mendapatkan perhatian, (2) untuk mengelak dari perhatian, (3) untuk bergabung
dengan aktivitas pilihan, (4) untuk menghindari tugas, (5) untuk mendapatkan kesenangan, (6)
untuk menghilangkan rasa sakit. Contoh menangani perilaku buruk yang dilakukan anak
ketika bertujuan untuk mendapatkan perhatian, adalah (1) tentukan kapan anak diizinkan
mencari perhatian, (2) pilih sebuah perilaku dengan tujuan yang sama namun caranya dapat
lebih diterima, (3) Saat trigger bagi perilaku buruk muncul, siapkanlah trigger untuk peilaku
alternatif, (4) Saat perilaku alternatif muncul, beri ia perhatian, (5) Jika perilaku buruk muncul,
jangan beri perhatian; berilah konsekuensi negatif, (6) Saat waktu tanpa perhatian telah habis,
berilah konsekuensi positif bagi anak jika mereka berperilaku baik.

1. Teknik merencanakan prilaku yang lebih baik pada anak

Perencanaan aktivitas anak dalam situasi beresiko tinggi bisa mengurangi perilaku buruk anak,
adapun tahapan-tahapan dalam perencanaan aktivitas dalam situasi yang berisiko tinggi adalah
(1) Identifikasi situasi beresiko tinggi, (2) Pilih aktifitas yang menarik bagi anak anda untuk
dilibatkan, (3) Putuskan dalam perilaku yang anda harapkan dari anak anda selam situasi, (4)
Putuskan perilaku yang anda tidak inginkan dari anak anda selama situasi, (5) Pilih
konsekuensi positif buat anak untuk dilibatkan dalam perilaku yang diharapkan,(6) Pilih
konsekuensi negative buat anak apabila menunjukan perilaku yang tidak bisa diterima, (7)
latihlan anak  dalam situasi yang beresiko rendah.

1. Teknik mengembangkan keterampilan pada anak

Mengajarkanketerampilan kepada anak akan meningkatkan kepercayaan diri mereka. Anak


akan merasa kesulitan mempelajari keterampilan yang relatif baru jika hanya melihat sekedar
contoh dari orang lain, karena dalam mempelajari keterampilan yang baru dibutuhkan
beberapa bantuan dan latihan untuk menguasainya. Ada dua cara dalam mengajarkan
keterampilan baru pada anak. Pertama yaitu dengan cara menunjukkan (teaching by showing)
pada mereka. Kedua, pendekatan pembelajaran langkah demi langkah (step by step teaching)

A. Pendekatan Pendidikan Holistik Berbasis Parenting di TK

Pendidikan holistik merupakan solusi yang tepat atas berbagai permasalahan yang timbul melanda
bangsa kita saat ini, mulai rendahnya kualitas sumberdaya manusia sampai krisis moral dan karakter
bangsa yang diakibatkan oleh lemah sistem pendidikan yang masih didasarkan pada pola pendidikan
abad 19 yang reduksionis, linear dan kental dengan positivisme, sehingga peserta didik sangat sulit
untuk menemukan makna dan relevansi antara nilai-nila yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan
sehari-hari.

 
Pendekatan pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang bertujuan membantu
pengembangan peserta didik secara utuh, seimbang dan menyeluruh (holistik). Yang meliputi aspek
intelektual, emosional, fisik, kreativitas/estetika, sosial, dan spiritual, dalam suasana pembelajaran
yang agamis, humanis dan menyenangkan. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga peserta didik dapat menemukan identitas diri, tujuan
hidup dalam kesadaranya sebagai makhluk Allah.
 
Pendidikan pendidikan holistik berbasis parenting adalah pendekatan pendidikan yang
mengintegrasikan pendidikan agama dan pendidikan karakter dengan pendidikan yang
mengoptimalkan perkembangan seluruh potensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan
spiritual). Sebuah pendekatan pendidikan yang berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia
yang seutuhnya, yaitu manusia yang sehat, cerdas, tangguh, berdaya saing dan berkarakter/ berakhlak
mulia, yang dikembangkan melalui kegiatan stimulasi pengembangan potensi anak secara optimal
dengan didukung kerjasama kemitraan yang harmonis antara guru dan orang tua melalui kegiatan
parenting. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat tercapai terwujudnya manusia Indonesia yang
seutuhnya, sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
nomor 20 tahun 2003.

 
Pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman kanak-Kanak adalah suatu upaya
pembinaan bagi peserta didik yang berusia 0 sampai 6 tahun yang dilakukan melalui berbagai
stimulasi pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan seluruh potensi mereka yang
mencakup potensi fisik, emosi, sosial, kreativitas, spritual dan intelektual secara menyeluruh sehingga
menjadi manusia yang seutuhnya dan berkarakter unggul. Dengan dukungan kegiatan parenting yang
terprogram melalui buku komunikasi yang secara priodik disampaikan pada orang tua, serta ditambah
dengan pertemuan orang tua yang secara terjadwal membahas mengenai permasalahan perkembangan
anak.
 
Pendekatan pendidikan holistik berbasis parenting di TK merupakan pendekatan pendidikan yang
mengintegrasikan pendidikan agama, pendidikan karakter/akhlak mulia dengan pendidikan yang
mengoptimalkan seluruh potensi peserta didik dalam satu kesatuan yang utuh, yang meliputi potensi
kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual. Dalam implentasi pelaksanaan pendekatan ini
diwujudkan dalam sebuah program pendidikan secara utuh di Taman Kanak-Kanak. Pendekatan
pendidikan holistik berbasis parenting dalam upaya membentuk karakter anak usia dini . Pelaksanaan
pendekatan pendidikan holistik berbasis parenting selanjutnya dijelaskan melalui tahapan sistematika
sebagai berikut: Pertama, program pendidikan holistik berbasis parenting, Kedua, pelaksanaan
pendekatan pendidikan holistik berbasis parenting, ketiga evaluasi pendidikan holistik berbasis
parenting, dan keempat kegiatan parenting.
 
Program pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak adalah
suatu perencanaan dalam melaksanakan upaya pembinaan dan pengembangan diri peserta didik yang
berusia 4 sampai dengan 6 tahun secara utuh, dan menyeluruh (manusia holistik) yang meliputi aspek
agama, karakter/akhak mulia dan aspek lainya yang meliputi intelektual, sosial, emosional, fisik, dan
kreativitas melalui stimulasi edukatif dan religius dalam suasana pembelajaran yang agamis, humanis
dan menyenangkan, agar peserta didik dapat menemukan jati dirinya, menemukan makna serta tujuan
hidup sehingga menjadi anak yang cerdas, sholeh dan berakhlak mulia sebagai pondasi dalam
membangun manusia yang seutuhnya dan berkarakter unggul.
Sistematika program pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-
Kanak meliputi: Pertama, pendahuluan yang mencakup (a) latar belakang, pendidikan holistik
berbasis karakter (b) pernyataan visi untuk mewujudkan manusia holistik yang berkarakter, (d)
pernyataan misi yang berisi cara mewujudkan impian dalam visi, (e) tujuan pendidikan holistik
berbasis karakter (c) konsep pendidikan holistik berbasis karakter, dan (d) strategi pendidikan
holistik berbasis karakter di TK Assalam kota Bandung. Kedua, kegiatan pendidikan holistik
berbasis karakter yang mencakup (a) kegiatan pembelajaran berbasis karakter, (b) kegiatan ko
parenting, (c) kegiatan ekstrakurikuler, (d) kegiatan ko kurikuler, dan (e) jadwal kegiatan
pendidikan holistik berbasis karakter. Ketiga, ketenagaan, sentra pembelajaran dan sarana
prasarana. Keempat, kalender pendidikan dan dokumen perencanaan yang meliputi perencanaan
tahunan, semester, mingguan dan harian.
Pelaksanaan pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak
meliputi empat kegiatan (a) kegiatan pembelajaran terintegrasi berbasis karakter, (b) kegiatan ko-
parenting, (c) kegiatan ekstrakurikuler, dan (d) kegiatan ko kurikuler.

 
Pembelajaran terintegrasi berbasis parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak
dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran yang patut dan sesuai tahap
perkembangan anak (DAP) dengan pendekatan kelompok, sentra dan proyek serta menggunakan
metode pembelajaran metode yang dapat mendukung optimalisasai seluruh aspek perkembangan
anak yakni student active learning , inquiry based learning, contextual learning, brain based
learning dan pendidikan karakter yang diberikan secara eksplisit, sistematis dan berkesinambungan
dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good, melalui metode
bernyanyi, bercerita dan bermain peran.

 
Langkah-langkah pembelajaran dalam pembelajaran terintegrasi berbasis parenting pada anak usia
dini di Taman Kanak-Kanak terdiri dari kegiatan sapa pagi, jurnal pilihan, morning circle,
pembelajaran pilar karakter yang mencakup salah satu dari dimensi pengetahuan (knowing),
perasaan (feeling), dan perbuatan (acting), makan bersama, bermain bebas, pembelajaran sentra
umum, sentra agama dan kegiatan penutup/evaluasi.
Kegiatan parenting dalam pendekatan pendidikan holistik berbasis parenting, merupakan kegiatan
kerjasama kemitraan antara sekolah dengan orang tua. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung
proses pembelajaran di TK dalam hubungannya dengan pengembangan seluruh aspek
perkembangan anak dan pembinaan nilai-nilai karakter, dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:
Pertama, memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran satu minggu kedepan melalui buku
komunikasi. Kedua, memberikan laporan perkembangan anak setiap 3 minggu sekali melalui buku
komunikasi. Ketiga, memberikan tips-tips penerapan pendidikan karakter setiap tiga minggu sekali.
Keempat, memberikan kuesioner tentang keberhasilan pendidikan karakter setiap tiga minggu
sekali. Disamping itu untuk memberikan pencerahan kepada para orang tua dalam pengasuhan anak
dilakukan seminar parenting yang dilakukan setiap bulan.

 
Kegiatan ekstrakurikuler di TK adalah bagian integral dari pelaksanaan pendidikan holistik berbasis
parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak. Kegiatan ini dilakukan untuk menyalurkan
bakat dan minat anak serta mendukung pengembangan aspek-aspek perkembangan dan
pembentukan karakter anak melalui kegiatan tari, futsal dan lacy yang dilaksanakan setiap hari
sabtu atau hari-hari setelah pulang sekolah selama 1 jam. Adapun skenario kegiatan: diawali
pembukaan, yang diisi dengan berbaris, salam, berdoa dan berdialog tentang perasaan anak dan
dihubungkan dengan karakter. Kegiatan inti menyangkut pelaksanaan kegiatan yang langsung
dibimbing oleh guru. Kegiatan penutup diisi dengan riview kegiatan, refleksi tentang perasaan anak
setelah mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir, dan menyampaikan pesan-pesan tentang pilar
karakter yang sedang beralangsung minggu itu. Kemudian ditutup dengan berdoa bersama.

 
Kegiatan ko kurikuler dalam pendekatan pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini
di Taman Kanak-Kanak adalah bagian integral dari pelaksanaan pendidikan holistik berbasis
karakter, karena dalam kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka pengembangan seluruh aspek
perkembangan dan pembentukan karakter anak. Kegiatan kokurikuler yang berhubungan dengan
Peringatan Hari Besar Nasional, dan Peringatan Hari Besar Islam dilaksanakan sesuai dengan
tanggal masing-masing. Sementara kegiatan lainnya seperti parents conseling, field trip/outing
class, pemerikaan kesehatan, pengenalan lingkungan sekolah, pentas seni, praktek manasik haji,
praktek ibadah zakat dan praktek ibadah qurban, pelaksanaannya disesuaikan dengan kalender
pendidikan di TK.
Kegiatan evaluasi dalam pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman
Kanak-Kanak dilaksanakan melalui: (1) observasi, yaitu sistem penilaian yang dilakukan untuk
mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan kemajuan anak dalam semua aspek
perkembangan dan nilai-nilai karakter, (2) pencatatan anekdot (anecdotal record), yaitu penilaian
yang berhubungan dengan kejadian penting dalam setiap aspek perkembangan dan karakter anak,
(3) penilaian portofolio, yaitu penilaian yang berhubungan dengan hasil karya anak, rekaman
pembicaraan anak, atau poto-poto kegiatan anak dalam kurun satu semester, (4) kuesioner, yaitu
penilaian yang berhubungan dengan kemajuan anak dalam pilar karakter yang dilakukan orang tua.
Penerapan pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak dapat
meningkatkan kemampuan anak dalam bidang agama, kognitif, bahasa, sosial, emosional, fisik dan
kreatifitas melebihi standar tingkat pencapaian perkembangan anak yang ditentukan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 58 tahun 2009, terutama dalam kemampuan
keagamaan. Dan dapat meningkatkan karakter /akhlak mulia anak TK Assalam, yang ditunjukan
dengan kebiasaan anak TK Assalam dalam menerapkan nilai-nilai karakter sesuai dengan indikator
dalam sembilan (9) pilar karakter yang meliputi : (1) Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya, (2)
Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian, (3) Kejujuran/ Amanah dan Diplomasi, (4)
Hormat dan Santun, (5) Dermawan, Suka Menolong, dan Gotong-royong Kerjasama, (6) Percaya
Diri, Kreatif, dan Pekerja Keras, (7) Kepemimpinan dan Keadilan, (8) Baik dan Rendah Hati, (9)
Toleransi, Kedamaian, dan Kesatuan, dan ditambah . dengan pilar K4 (kebersihan, kerapian,
kesehatan dan kemanan) baik di sekolah maupun di rumah.

1.
A. Kesimpulan

Pentingnya pendidikan karakter bagi bangsa Indonesia adalah sebagai modal dasar untuk melaksanakan
pembangunan di segala bidang dalam rangka menuju persaingan di era abad 21. Pembentukan karakter
harus dimulai dari membangun potensi nilai-nilai spritual, mengasah dan membangkitkan kecerdasan
emosional dan kecerdasan intelektual yang sudah diberikan Tuhan sebagai fitrah manusia sejak lahir
melalui pendidikan yang utuh dan menyeluruh (holistik). Pendidikan karakter harus dilaksanakan sejak
usia dini, karena usia dini merupakan periode perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pada masa ini, seluruh instrumen besar manusia terbentuk, bukan kecerdasan saja tetapi seluruh
kecakapan psikis. Para ahli menamakan periode ini sebagai usia emas perkembangan.Pendidikan anak usia
dini sangat penting karena akan menentukan kualitas SDM di masa depan. Hal ini disebabkan karena masa
pembentukan otak manusia terjadi paling cepat pada usia saat anak berada pada usia dini. Oleh karena itu,
pemerintah sudah semestinya memperhatikan sektor ini sebagaimana sektor-sektor lainya.

 
Pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat dan negara. Keluarga adalah tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak,
mereka berada dalam keluarga sejak dalam kandungan sampai menjelang pernikahan. Oleh karena itu
peranan keluarga sangat penting dalam perjalanan seorang anak.
 
Pendekatan pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak dalam
upaya pembentukan manusia holistik yang berkarakter unggul, harus didukung dengan perencanaan
program jelas dan berkualitas yang meliputi visi, misi, tujuan, strategi, kegiatan yang utuh dan terintegrasi,
guru yang berkualitas, sarana prasarana yang memadai, jadwal kegiatan dan dokumen perencanaan
pembelajaran yang lengkap.

Pelaksanaan pendekatan pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-
Kanak dapat meningkatkan kemampuan anak dalam seluruh aspek perkembangan dan karakternya melalui
praktik pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan agama, pendidikan karakter pada pendidikan
yang mengoptimalkan seluruh potensi peserta didik secara holistik.

Praktik pendidikan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional harus didukung dengan penggunaan
kurikulum dan pembelajaran yang terintegrasi berbasis parenting, pendekatan dan metode pembelajaran
yang aktif, dan kontekstual, serta pengaliran pilar karakter secara eksplisit dan berkesinambungan yang
meliputi aspek knowing, feeling dan acting, dalam suasana pembelajaran yang agamis, humanis dan
menyenangkan, dengan pemanfaatan media dan alat permaian edukatif yang tepat serta didukung kegiatan
ko kurikuler, ekstrakurikuler dan kerjasama kemitraan dengan orang tua melalui kegiatan parenting.

Evaluasi dalam pelaksanaan pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-
Kanak dilakukan melalui observasi, pencatatan anekdot dan portofolio dalam menilai kemajuan anak
dalam setiap aspek perkembangan dan penerapan nilai-nilai karakter, serta didukung penilaian orang tua
melalui kuesioner tentang penerapan dan pembiasaan nilai-nilai pilar karakter baik di rumah.

Penerapan pendekatan pendidikan holistik berbasis parenting pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak
dapat meningkatkan kemampuan anak dalam aspek agama, kognitif, sosial emosional, bahasa, fisik,
kreatifitas, dan karakter, manakala didukung dengan perencanaan program yang berkualitas, pelaksanaan
dan evaluasi yang dilakukan secara holistik .

DAFTAR PUSTAKA
 

Elkind D.(1997) Miseducation: Preschoolers at Risk. New York: Knopf

Erikson . (1968). Identity, youth, and crisis. New York: Norton.

Koesoema, D.(2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Megawangi, R. 2004. Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia
Heritage Foundation.
Megawangi,R. (2009), Pendidikan Karakter. Indonesia Heritage Foundation, Jakarta. Cetakan ke 3
Kemdiknas. (2010). Pedoman Pengembangan Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak Tahun 2010. Direktorat TK
dan SD. Kementerian Pendidikan Nasional.
Megawangi, R. (2005). Membangun SDM Indonesia Melalui Pendidikan Holistik Berbasis Karakter.
Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, No. 58 Tahun 2009, Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
Puskur, Balitbang Kemdiknas. (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman
Sekolah .Jakarta.
Puskur Balitbang Depdiknas. (2007). Pedoman Pendidikan Anak Usia Dini Jakarta: Puskur Balitbang
Depdiknas.
Tim Kurikulum Kemendikbud.(2013). Pengembangan Kurikulum 2013. Materi Uji Publik, Kemendikbud.
Tim Penyusun Pusat Bahasa. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi IIIJakarta: Balai Pustaka.
Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas.2010. Pembinaan PendidikanKarakter di Sekolah Menengah
Pertama.Tidak diterbitkan.
Undang-undang No. 20 Tahun  2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokusmedia, 2005.

Sumber: http://www.tkplb.org/index.php/11-warta/75-mengembangkan-karakter-anak-usia-dini-di-
tk-melalui-pendekatan-pendidikan-holistik-berbasis-parenting

Anda mungkin juga menyukai