UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
LAPORAN
OLEH :
HANI ALFIYAH LESTYOWATI
D061181337
GOWA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Stratigrafi
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta
distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan
yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi
(litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun
absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan. (Noor, 2012).
Stratigrafi tersusun dari 2 (dua) suku kata, yaitu kata “strati“ berasal dari
kata “stratos“, yang artinya perlapisan dan kata “grafi” yang berasal dari kata
“graphic/graphos”, yang artinya gambar atau lukisan. Dengan demikian stratigrafi
dalam arti sempit dapat dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan.
Dalam arti yang lebih luas, stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam
batuan di alam dalam ruang dan waktu, yaitu sebagai berikut: (Noor, 2012)
1. Aturan: Tatanama stratigrafi diatur dalam “Sandi Stratigrafi”. Sandi
stratigrafi adalah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi
ataupun tidak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun
pengertian nama-nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi,
Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
2. Hubungan: Pengertian hubungan dalam stratigrafi adalah bahwa setiap lapis
batuan dengan batuan lainnya, baik diatas ataupun dibawah lapisan batuan
tersebut. Hubungan antara satu lapis batuan dengan lapisan lainnya adalah
“selaras” (conformity) atau “tidak selaras” (unconformity).
3. Pembentukan (Genesa): Mempunyai pengertian bahwa setiap lapis batuan
memiliki genesa pembentukan batuan tersendiri. Sebagai contoh, facies
sedimen marin, facies sedimen fluvial, facies sedimen delta, dsb
4. Ruang: Mempunyai pengertian tempat, yaitu setiap batuan terbentuk atau
diendapkan pada lingkungan geologi tertentu. Sebagai contoh, genesa
batuan sedimen: Darat (Fluviatil, Gurun, Glacial), Transisi (Pasang-
surut/Tides, Lagoon, Delta), atau Laut (Marine: Lithoral, Neritik, Bathyal,
atau Hadal)
5. Waktu: Memiliki pengertian tentang umur pembentukan batuan tersebut
dan biasanya berdasarkan Skala Umur Geologi. Contoh: Batugamping
formasi Rajamandala terbentuk pada kala Miosen Awal; Batupasir kuarsa
formasi Bayah terbentuk pada kala Eosen Akhir.
Pada hakekatnya ada hubungan tertentu antara kejadian dan aturan batuan di
alam, dalam kedudukan ruang dan waktu geologi. Stratigrafi membahas aturan,
hubungan, kejadian lapisan serta tubuh batuan di alam. Sandi stratigrafi
dimaksudkan untuk memberikan pengarahan kepada para ahli geologi yang
bekerja mempunyai persepsi yang sama dalam cara penggolongan stratigrafi.
Sandi stratigrafi memberikan kemungkinan untuk tercapainya keseragaman dalam
tatanama satuan-satuan stratigrafi. Pada dasarnya, Sandi Stratigrafi mengakui
adanya satuan lithostratigrafi, satuan litodemik, satuan biostratigrafi, satuan
sekuen stratigrafi, satuan kronostratigrafi dan satuan geokronologi. Sandi ini dapat
dipakai untuk semua macam batuan. (Noor, 2009)
9. Law of Inclusion
Inklusi terjadi bila magma bergerak keatas menembus kerak, menelan
fragmen2 besar disekitarnya yang tetap sebagai inklusi asing yang tidak meleleh.
Jadi jika ada fragmen batuan yang terinklusi dalam suatu perlapisan batuan, maka
perlapisan batuan itu terbentuk setelah fragmen batuan. Dengan kata lain
batuan/lapisan batuan yang mengandung fragmen inklusi, lebih muda dari
batuan/lapisan batuan yang menghasilkan fragmen tersebut
Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara bidang alas (bottom) dan bidang
atas (top). Dengan demikian perhitungan tebal lapisan yang tepat harus dilakukan
dalam bidang yang tegak lurus jurus lapisan. Bila pengukuran di lapangan tidak
dilakukan dalam bidang yang tegak lurus tersebut maka jarak terukur yang
diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu dengan rumus:
d = dt x cosinus ß
Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada sudutlereng dan arah lintasan
tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah:
Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 900 (lereng
berpotongan tegak lurus dengan lapisan) dan arah lintasan tegak lurus jurus maka:
T = d (Gambar 2.5 c)
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng dan arah
lintasan tegak lurus jurus, maka :
T = d sin (s)
Gambar 2.5 Posisi pengukuran pada lereng yang berlawanan dengan kemiringan lapisan
BAB III
METODELOGI
Dalam praktikum kali ini, alat dan bahan yang digunakan yaitu:
1. Kertas grafik
2. Kertas HVS A4
3. Penggaris
4. Double tip
5. Pensil warna
6. Cutter
7. ATM
8. Kalkulator
1. Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini, dilakukan asistensi acara oleh asisten ke praktikan untuk
dipaparkan bagaimana sistematikanya ketika praktikum. Pada tahap ini
praktikan akan membuat tugas pendahuluan yakni bab 1 sampai bab 3 laporan.
2. Tahap Praktikum
Pada tahap praktikum, praktikan akan memecahkan problem set yang
diberikan dan membuat penampang stratigrafi dari hasil problem set tersebut.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini, praktikan telah membuat penampang stratigrafi berdasarkan
interprestasi sendiri. Kemudian akan diasistensikan untuk dibuatkan laporan.
4. Tahap Pembuatan Jurnal
Tahap ini, laporan sementara yang sudah diasistensikan akan dibuatkan
laporan sebagai hasil akhirnya.
Tabel 3.1 Flow Chart
Tahap Pendahuluan
Tahap Praktikum
Batupasir yang tertua memiliki ciri fisik warna segar abu-abu, warna lapuk
cokelat kehitaman, tekstur klastik dengan ukuran butir 1/8 – ¼ mm, komposisi
silikaan, struktur berlapis dan struktur sedimen berupa laminasi. Satuan ini
memiliki tebal 13 meter. Satuan ini dijumpai sepanjang 17 meter dengan slope
27° terbentuk di lingkungan laut dangkal.
2. Satuan Batugamping
3. Satuan Batulempung
4. Satuan Batugamping
5. Satuan Batulempung
6. Satuan Batulanau
8. Satuan Konglomerat
4.2 Perhitungan
1. Stasiun 1
Koreksi dip = tan-1 (sin 75 x tan 25)
Koreksi dip = 24,08˚
2. Stasiun 2
Koreksi dip = tan-1 (sin 32 x tan 31)
Koreksi dip = 17,32˚
3. Stasiun 3
Koreksi dip = tan-1 (sin 78 x tan 22)
Koreksi dip = 21,55˚
4. Stasiun 4
Koreksi dip = tan-1 (sin 80 x tan 41)
Koreksi dip = 40,124˚
5. Stasiun 5
Koreksi dip = tan-1 (sin 58 x tan 25)
Koreksi dip = 21,55˚
6. Stasiun 6
Koreksi dip = tan-1 (sin 68 x tan 27)
Koreksi dip = 25,22˚
7. Stasiun 7
Koreksi dip = tan-1 (sin 70 x tan 22)
Koreksi dip = 20,756˚
8. Stasiun 8
Koreksi dip = tan-1 (sin 72 x tan 24)
Koreksi dip = 22,91˚
9. Stasiun 9
Koreksi dip = tan-1 (sin 30 x tan 31)
Koreksi dip = 17,32˚
1. Stasiun 1 – Stasiun 2
Beda tinggi = 17 meter x sin 27˚
Beda tinggi = 7,701 meter
2. Stasiun 2 – Stasiun 3
Beda tinggi = 21 meter x sin 20˚
Beda tinggi = 7,14 meter
3. Stasiun 3 – Stasiun 4
Beda tinggi = 11 meter x sin 16˚
Beda tinggi = 3,025 meter
4. Stasiun 4 – Stasiun 5
Beda tinggi = 21 meter x sin 20˚
Beda tinggi = 7,14 meter
5. Stasiun 5 – Stasiun 6
Beda tinggi = 7 meter x sin 16˚
Beda tinggi = 1,925 meter
6. Stasiun 6 – Stasiun 7
Beda tinggi = 9 meter x sin 11˚
Beda tinggi = 1,717 meter
7. Stasiun 7 – Stasiun8
Beda tinggi = 5 meter x sin 17˚
Beda tinggi = 1,46 meter
8. Stasiun 8 – Stasiun 9
Beda tinggi = 18 meter x sin 14˚
Beda tinggi = 4,35 meter
1. Stasiun 1 – Stasiun 2
Jarak lintasan = 17 meter x cos 27˚
Jarak lintasan = 15, 147 meter
2. Stasiun 2 – Stasiun 3
Jarak lintasan = 21 meter x cos 20˚
Jarak lintasan = 19,73 meter
3. Stasiun 3 – Stasiun 4
Jarak lintasan = 11 meter x cos 16˚
Jarak lintasan = 10,57 meter
4. Stasiun 4 – Stasiun 5
Jarak lintasan = 21 meter x cos 20˚
Jarak lintasan = 19,73 meter
5. Stasiun 5 – Stasiun 6
Jarak lintasan = 7 meter x cos 16˚
Jarak lintasan = 6,72 meter
6. Stasiun 6 – Stasiun 7
Jarak lintasan = 9 meter x cos 11˚
Jarak lintasan = 8,883 meter
7. Stasiun 7 – Stasiun8
Jarak lintasan = 5 meter x cos 17˚
Jarak lintasan = 4,78 meter
8. Stasiun 8 – Stasiun 9
Jarak lintasan = 18 meter x cos 14˚
Jarak lintasan = 17,46 meter
4.2.4 Ketebalan
1. Stasiun 2
Ketebalan = 13 cm x 100
Ketebalan = 13 m
2. Stasiun 3
Ketebalan = 14 cm x 100
Ketebalan = 14 m
3. Stasiun 4
Ketebalan = 6,5 cm x 100
Ketebalan = 6,5 m
4. Stasiun 5
Ketebalan = 18 cm x 100
Ketebalan = 18 m
5. Stasiun 6
Ketebalan = 4,3 cm x 100
Ketebalan = 4,3 m
6. Stasiun 7
Ketebalan = 5,3 cm x 100
Ketebalan = 5,3 m
7. Stasiun 8
Ketebalan = 3 cm x 100
Ketebalan = 3 m
8. Stasiun 9
Ketebalan = 11 cm x 100
Ketebalan = 11m
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang bisa kita dapatkan dari praktikum ini adalah
sebagai berikut :
1. Ketebalan dari setiap lapisan berdasarkan penampang stratigrafi terukur
bertuturut-turut dari sekis mika (stasiun 1) hingga konglomerat (stasiun 9)
adalah 13 m; 14 m; 6,5 m; 18m; 4,8 m; 5,3 m; 3 m dan 11 m.
2. Stratigrafi daerah penelitian dibagi atas dua yakni Kompleks Tektonik
Bantimala atau Kompleks Basement yang terdiri atas satuan Sekis Mika dan
Formasi Walanae yang terdiri atas satuan Batupasir, Batugamping,
Batulempung, Batugamping, Batulempung, Batulanau, Batupasir Kasar dan
Konglomerat. Adapun hubungan antara Kompleks Tektonik Bantimala atau
Kompleks Basement dengan Formasi Walanae adalah tidakselaras karena
adanya rumpang waktu pengendapan.
DAFTAR PUSTAKA