Abstract
In more than three decades of govemment-especially in the era of New Order-Pancasila more
"identicat with power. The interpretation and meaning of Pancasila more monopolized authority. Mean
to be so symbolic. Pancasila was given more "quality" as symbols of ideological-normative that
essentially away from substantial meaning. Pancasila stuck in a world that is not honest and not
authentic. Therefore, once the New Order collapsed, the community is reluctant, even shy away from
speaking the Pancasila in public spaces. Reluctance and public anxiety to Pancasila actually pretty
alarming in the context of national and state life. Therefore, implementing it in an honest-included in the
national criminal law reform-is a necessity.
Abstrak
Dalam dua orde pemerintahan di lndonesia--khususnya pada era orde baru-Pancasi/a lebih
"diidentikkan" dengan kekuasaan. Penafsiran dan pemaknaannya lebih dimonopoli penguasa.
Maknanya menjadi demikian simbolik. la lebih diberi nbobor sebagai simbol-simbol idiologis-normatif
yang-sejatinya--menjauhkan dari makna substansialnya. Pancasila terpasung dalam dunia yang
tidak jujur dan tidak otentik. Karenanya, begitu ketika Orde Baru runtuh, masyarakat enggan, bahkan
menghindar untuk berbicara Pancasila di ruang publik. Keengganan dan kegamangan publik terhadap
Pancasila sesungguhnya cukup mengkhawatirkan dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karenanya, implementasinya secara jujur-termasuk dalam pembaharuan hukum
pidana nasional-menjadi keniscayaan.
399
MMH, Ji/id 41 No. 3 Juli 2012
"Anti Pancasila" akan kehilangan hak-hak politiknya. lebih menggunakan Pancasila sebagai simbol
Sementara secara yuridis, penguasa tidak segan- kekuasaan. Karenanya, runtuhnya dukungan
segan mengkriminalisasikannya lewat undang- terhadap Orde Baru tidak dengan sendirinya
undang subversif. Pada gilirannya berbagai runtuhnya dukungan terhadap Pancasila. Dukungan
perlakuan itu juga akan berimplikasi secara dan tekad masyarakat untuk tetap mempertahankan
ekonomis. Pancasila hadir dalam makna dan tafsir Pancasila sebagai dasar falsafah negara tidak
tunggal secara monopolistik versi penguasa dan berubah. Oukungan masyarakat untuk tetap
setiap warga negara-tennasuk organisasi sosial mempertahankan Pancasila sebagai dasar falsafah
politik-ditundukkan dalam dok1rin Pancasila yang negara misalnya terekam dalam hasil survei
monopolislik itu.3 nasional bertajuk "Islam dan Kebangsaan• yang
Dalam masa lebih dari tiga dasa warsa, dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Ma~,~rakat
Pancasila dihadirkan dalam "keanqkuhannya' Universitas Islam Jakarta tahun 2007. Dari hasil
sebagai simbol kekuasaan. Maknanya menjadi survei tersebut terlihat, bahwa mayoritas responden
demikian simbolik sebatas kehendak penguasa. la (87,7%) lebih mendukung Negara Kesatuan
lebih diberi "bobot' sebagai simbol-simbol idiologis- Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila
normatif yang-sejatinya-menjauhkan dari makna ketimbang beraspirasi negara Islam (22,8%).5 Hasil
substansialnya. Pancasila terpasung dalam dunia survei tersebut memperkuat survei yang dilakukan
yang tidak jujur dan tidak otentik. Dalam bahasa Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2006.
Satjipto Rahardjo, penguasa sejatinya tidak Hasil survei tersebut menunjukkan, bahwa 69,6%
bersungguh-sungguh memelihara kehidupan responden masih mengidealkan sistem
spiritual Pancasila. Pemeliharaan Pancasila ketatanegaraan berdasarkan Pancasila, 11,5%
sebatas ritual formal dalam upacara.' Karenanya, menginginkan seperti negara Islam dan hanya 3,5%
nilai-nilai spiritual Pancasila tidak mewujud dalam yang menginginkan Indonesia seperti negara barat6.
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai Pancasila tidak Survei di alas sejatinya mengukuhkan pandangan,
terrefleksi dan terimplementasi dalam kehidupan bahwa Pancasila merupakan "pilihan terbaik" bagi
masyarakat, baik dalam konteks kehidupan bangsa dan negara dalam membingkai kehidupan
berbangsa dan bernegara maupun dalam masyarakat yang berbasis kesatuan dalam
kehidupan masyarakat pada umumnya. Pancasila perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan.
mengalami "dearasisasi", can arasnya sebagai Pancasila telah terbuk1i menjadi "pilihan terbai~
dasar falsafah negara menjadi simbol kekuasaan. bagi bangsa Indonesia dengan keragaman kultur
Pada titik ini, masyarakat tidak bisa disalahkan atas dan etnis masyarakatnya.
kegagalan Pancasila menjadi spirit dan ruh dalam Memperhatikan, di satu sisi, pengalaman rezim
kehidupan berbangsa dan bernegara. kekuasaan-khususnya Orde Baru-dalam
memperlakukan Pancasila dan tekad masyarakat
B. Pembahasan untuk tetap mempertahankan Pancasila sebagai
8.1. Kontekstualisasi Pancasila Pasca dasar falsafah negara di sisinya yang lain, maka
Reformasi kontekstualisasi Pancasila---<lalam arti melakukan
Trauma masyarakat pasca reformasi terhadap penyegaran pemahaman baru mengenai
Pancasila-sejatinya lebih merupakan ketakutan Pancasila-menjadi keharusan. Kontekstualisasi
atas perilaku otoritarian rezim orde Baru-yang Pancasila dimaksudkan agar pemahaman terhadap
3 Douglas E. Ramage, 1995, PolrlJcs III lndoneSUJ Democracy. Islam and the ldeologydTolerance, NewYo,1(, Routledge, him. 124-125. Penksa JU9a beberapa
d1skusi tentang persoalan 1111 antara lain : M IChaeJ R.J. Vatilaolls, 1998, Indonesian PolitJCS Under SrJtarto : The Rise and Fal of the New Order, Thro Edmon,
London and New Yori<, Roulledge, him. 95; Daw! Bourchter and Vedi R. HadlZ. 2003, ed., Indonesian PoliticsAnd Society: A Reader, London and New Yori<,
Routledge Curzon, him. 140; dan Donald J.Por1e<, 2002, Managing PolitJcs and Islam in Indonesia, London and New YOl1c, Rou11edge CUrzon, him. 29-30.
Penksa JU98: RobertW. Hefner,2000, CM/slam Muslims and De/llOClllt,zat.oo In Indonesia, Pnnceton, New Jersey,Pnnceton UmversrtyPress, him. 167.
4 Sat11pto Raharojo, PancasRa, Hu/rum dan /Jmu Hulnm, Setr1nar Nasional tentang Ni/llH'lilai Pancasn sebagal Dasar Pengembangan I/mu Hukum Indonesia,
UGM-Urwersrtas Pancasila, Jaltarta 7 Oesember 2006, him. 1 daJam,Anton F Susanto. 2010, llmuHufrum Non-sistematik FondasiFilsafal Pengembanganllmu
Hu/rum Indonesia, op., at him. 293-294.
5 Surve, bertangsung bulan Maret-April 2007 dengan jumlah responden 1200 orang tersebar di semua propinsi. Berasal dan kola (42%) dan desa (68%), serta
pna (50%) dan wan1ta (50%) berusia 17-60 tahun. Penksa As'ad Sad Al,, 2009, Negara Pancasila Jalat1 Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta, Pustaka LP3ES
lndooeSla, him. 1.
6 Ibid Surveidilakukan d1 bga puluh bga propins, pada 28JUll-3Agustus 2006 dengan menggunakan metode mcJII~ random samplingdan wawancara tatap
mukadenganmarpinof ero,3,8%.Jumlahresponden 700orang.
400
Tongat, Pancasila Dalam PembaharuanHukum Pidana Nasional
nilai-nilai Pancasila tidak mengalami stagnasi, mencari dan merumuskan interpretasi baru nilai-
sehingga Pancasila tetap dapat mengikuti dinamika nilai dasar Pancasila. Melalui interpretasi baru itu,
masyarakatnya, tidak menjadi "benda keramat" diharapkan nilai-nilai dasar Pancasila, seperti
yang tidak tersentuh oleh perubahan zaman. Secara religius, demokrasi, keadilan sosial dan persatuan
esensial, kontekstualisasi Pancasila dipandang akan memperbaharui relevansi dirinya dalam
urgen mengingat Pancasila hakikatnya merupakan kehidupan generasi yang bersangkutan. Meski patut
ideologi terbuka. Berbicara Pancasila sebagai dicatat, interpretasi baru itu tidak boleh ditempatkan
ideologi sejatinya berbicara Pancasila pada tataran sebagai upaya mengganti nilai-nilai dasar
nilai abstrak, yaitu nilai-nilai dasar. Sementara pada Pancasila. lnterpretasi baru generasi bangsa itu
tataran yang paling konkrit, manusia senantiasa merupakan ikhtiar agar nilai-nilai dasar Pancasila
melakukan perubahan-perubahan sesuai tuntutan tetap kontekstual dan terus relevan dengai,
zamannya. Dalam konteks ini, patut kiranya zamannya.
dikemukakan pemikiran Jimly Asshiddiqie tentang Ketiga, dalam berbagai episode sejarah
urgensi kontekstualisasi Pancasila. Menurutnya Indonesia nilai-nilai luhur Pancasila menampakkan
setidaknya terdapat empat alasan penting terhadap kesenjangan dengan dunia nyata. Kesenjangan ini
perlunya kontekstualisasi Pancasila, yang masing- menyebabkan "harga" Pancasila menjadi jauh
masing adalah :1 berkurang karena dianggap tidak dapat mewujud
Pertama, belajar dari rezim Orde Baru dalam dalam kenyataan hidup. Dalam konteks ini
melakukan "pemeliharaan" Pancasila, maka ke "keteladanan" para pemimpin dan pejabat negara
depan pemaknaan dan penafsiran Pancasila tidak menjadi langkah strategis dalam upaya
boleh menjadi "monopoli" penguasa. Monopoli mendekatkan Pancasila dengan dunia nyata.
penguasa atas pemaknaan dan penafsiran Keempat, dalam situasi di mana arus
Pancasila telah menempatkan Pancasila sebagai globalisasi melaju demikian cepat, perlu dipikirkan
"alat" kekuasaan. Setiap anak bangsa-baik kemungkinan melakukan seleksi terhadap materi
penyelenggara negara maupun masyarakat globalisasi dengan filter nilai-nilai dasar Pancasila,
jelata-mempunyai hak yang sama atas sehingga kehadirannya menunjang kepentingan
pemaknaan dan penafsiran Pancasila. Tidak boleh dan kebutuhan nasional. Materi globalisasi yang
ada monopoli dalam pemaknaan dan penafsiran cenderung merugikan (mudhorot) dan membawa
Pancasila. Pancasila harus menjadi wacana publik, kehancuran generasi bangsa patut dikaji ulang.
karena Pancasila adalah milik semua. Demikian
juga tidak boleh ada satu kelompok atau satu 8.2. Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara
golongan yang mendeklair diri sebagai "pemilik" Meskipun nama Pancasila itu sendiri
Pancasila. Perbedaan dalam pemaknaan dan sebenarnya tidak terdapat baik dalam pembukaan
penafsiran Pancasila ditempatkan sebagai UUD 1945 maupun di dalam Batang Tubuh UUD
penghargaan atas demokrasi. Jalan tengah atas 1945 (kecuali setelah amandemen, di mana
perbedaan itu ditempatkan dalam ranah peradilan, Pancasila disebut dalam Pasal 36A yang
bukan ranah politik. menyatakan "Lambang Negara ialah Garuda
Kedua, perlu konsensus dasar bersama, Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal lka",
bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka yang pen.), namun telah cukup jelas bahwa Pancasila
memungkinkan penjabaran dan aktualisasinya yang kita maksud adalah lima Dasar Negara
berkembang seiring dinamika bangsa. Karenanya, sebagaimana yang tercantum di dalam Pembukaan
fleksibilitas Pancasila-yang mencerminkan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi sebagai
kemampuan Pancasila mempengaruhi dan berikut :8
menyesuaikan diri dengan perkembangan 1. Ketuhanan Yang Maha Esa
bangsanya-menjadi keniscayaan. Dengan begitu, 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
setiap generasi bangsa dimungkinkan 3. Persatuan Indonesia
menggunakan kemampuan pemikirannya untuk 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
401
MMH, Jifid 41 No. 3 Juli 2012
9 Soerjanto Poespowardojo, 1994, Filsafat Pancasila Sebueh Pendekatan Soclo-Budaya, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, him. 26-27. Periksa JU9a:
Kaelan, 1996, Rsafat Pancasila, Yogyakarta, Paradlgma, him. 43-44. Periksa Juga: Noor MS Sakry, 1994, Pancas,7a Yuridis Kenegaraan, Yogyakarta, Liberty,
hlm.66.
10 Kaelan, 1996, Rsafat Pancasila, op. cit. him. 43-44.
11 Noor MS Balay, 1990, Orienlasi Filsafat Pancasila, op. cit. him. 166-167.
12 Noor MS Balay, 1990, OnentasiFilsafatPancasila, op. cit. him. 166·167.
13 Ibid.
14 Jlmly Asstnddiqie, 1996, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Studitantang Bentuk-Bentulc Pidana Da/am TradisiHukum Flqh dan Relflvansinya Bagi Usaha
Pembaharuan KUHP Nasional, Bandung,Angkasa, him. 189.
15 Sunal)O Wreksosuhardjo, 2004, F11safat Pancasi/a Secara llmiah danAplikalif, Yogyakarta, Penerbi1And1, him. 65.
16 Barda Nawaw1 Ariel, 2010, Pendekatan Kei/muan dan Pendekatan Religlus de/am Rangka OplimalisasiPenegakan Hukum (Pidana) di Indonesia, Semarang,
Sadan Penerbt Universrtas 01ponegoro, him. 51-52.
402
Tongat, Pancasila Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional
17 Barda Nawawi Anel, 2005, Pembaharuan Hul<um Pidana dalam PerspektJ(KaJ1an Perbandmgan, Bandung.C1traAdltya Bakt, hlm. 4
18 Barda NawawiArief. 2010, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religiusdalam Rangka Opt,malisas, Penegakan Hukum {Pidana) di Indonesia. op. ctt. him.
47.
19 Barda Nawawi Anet, Bunga Rampa, Kebl)akan Hukum Prdana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Jakarta, Keocana Prenada Media Group,
2008, him. 26.
403
MMH, Ji/id 41 No. 3 Juli 2012
a. Sebagai bagian dari kebijakan sosial, ideologis maupun wilayah teritorial sesuai dengan
pembaharuan hukum pidana pada tujuan "melindungi segenap bangsa dan seluruh
hakikatnya merupakan bagian dari upaya tumpah darah Indonesia". Harus dicegah
untuk mengatasi masalah-masalah sosial munculnya produk hukum yang berpotensi
dalam rangka mencapai tujuan nasional. memecah belah keutuhan bangsa dan negara
b. Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, Indonesia, termasuk hukum-hukum yang
pembahruan hukum pidana pada diskriminatif berdasar ikatan-ikatan primordial.
hakikatnya merupakan bagian dari upaya Kedua, hukum nasional harus dibangun
perlindungan masyarakat. secara demokratis dan nomokratis dalam arti harus
c. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan mengundang partisipasi dan menyerap aspirasi
hukum, pembaharuan hukum pidana pada masyarakat luas melalui prosedur-prosedur dan
hakikatnya merupakan bagian dari upaya mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel.
memperbaharui substansi hukum dalam Harus dicegah munculnya produk hukum yang
rangka lebih mengefektifkan penegakan di proses secara licik, kucing-kucingan dan transaksi
hukum. di tempat gelap. Meskipun secara demokratis
pembentukan hukum itu benar, tetapi jika salah
2. Dilihat dari sudut pendekatan nilai : secara nomokratis (prinsip hukum) maka hukum itu
Pembahruan hukum pidana pada hakikatnya batal atau dapat dibatalkan oleh lembaga yudisial.
merupakan bagian dari upaya melakukan Ketiga, hukum nasional harus ditujukan juga
peninjauan dan penilaian kembali nilai-nilai untuk menciptakan keadilan sosial dalam arti harus
sosiopolitik, sosiofilosofik dan sosiokultural mampu memberi proteksi khusus terhadap
yang melandasi dan memberi isi terhadap golongan yang lemah dalam berhadapan dengan
muatan normatif dan substantif hukum pidana golongan yang kuat baik dari luar maupun dari
yang dicita-citakan. dalam negeri sendiri. Tanpa proteksi yang khusus
dari hukum golongan yang lemah pasti akan selalu
Dalam konteks bangsa Indonesia, upaya kalah jika dilepaskan bersaing atau bertarung
melakukan peninjauan dan penilaian kembali nilai- secara bebas dengan golongan yang kuat.
nilai sosiopolitik, sosiofilosofik dan sosiokultural Keempat, hukum harus menjamin kebebasan
yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan beragama dengan penuh toleransi antar pemeluk-
normatif dan substantif hukum pidana yang dicita- pemeluknya. Tidak boleh ada pengistimewaan
citakan tersebut diukur dengan nilai-nilai Pancasila. terhadap agama dan pemeluknya hanya karena
Hal ini mengingat, bahwa Pancasila hakikatnya didasarkan pada besar kecilnya jumlah pemeluk.
merupakan cita hukum (rechtsidee) yang akan terus Perlakukan proporsional tentu saja dibolehkan,
menjadi bintang pemandu (leitstern)20 dalam tetapi pengistimewaan tidak diperbolehkan. Negara
pembaharuan hukum pidana nasional. Cita hukum boleh mangatur kehidupan beragama sebatas pada
inilah yang kemudian melahirkan sistem hukum menjaga ketertiban agar tidak terjadi konflik serta
Pancasila. Sistem hukum Pancasila memasang memfasilitasi agar setiap orang dapat
rambu-rambu dan melahirkan kaidah penuntun melaksanakan ajaran agamanya dengan bebas
dalam politik hukum nasional, yaitu larangan bagi tanpa mengganggu atau diganggu oleh orang lain.
munculnya hukum yang bertentangan dengan nilai- Hukum agama tidak pertu dibertakukan oleh negara
nilai Pancasila.21 Menurut Mahfud,22 rambu-rambu sebab pelaksanaan ajaran agama diserahkan
tersebut diperkuat dengan adanya empat kaidah kepada pribadi masing-masing pemeluknya, tetapi
penuntun hukum sebagai kaidah dalam politik atau negara dapat mengatur pelaksanaannya oleh
pembangunan hukum, yang masing-masing adalah: pemeluk masing-masing untuk menjamin
Pertama, hukum nasional harus dapat kebebasan dan menjaga ketertiban dalam
menjaga integrasi (keutuhan) nasional baik pelaksanaannya tersebut.
2ooa.
20 Dardji OarmodihardJo dan Shldar1a, Pokdc-Pokok Rsafat HukumApadan Bagaimana Filsafal Hukum Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama,
hlm.248.
21 Moh. Mahlud MD, 2009, Konsbtusidan HuklXTldalamKontroversilsu,Jakar1a, PT. Raia Grafindo Persada, him. 37-38.
22 Ibid., him. 38-39.
404
Tongat, Pancasila Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional
405
MMH, Ji/id 41 No. 3 Jull 2012
406