Anda di halaman 1dari 8

PANCASILA SEBAGAI DASAR FALSAFAH NEGARA

DAN MAKNA FILOSOFISNY A DALAM PEMBAHARUAN


HUKUM PIDANA NASIONAL
Tongat
Fakultas Hukum Univers1tas Muhammadiyah Malang
Jalan Raya TogomasNonior 246 Malang
Email : tongat_umm@yahoo.co.1d

Abstract

In more than three decades of govemment-especially in the era of New Order-Pancasila more
"identicat with power. The interpretation and meaning of Pancasila more monopolized authority. Mean
to be so symbolic. Pancasila was given more "quality" as symbols of ideological-normative that
essentially away from substantial meaning. Pancasila stuck in a world that is not honest and not
authentic. Therefore, once the New Order collapsed, the community is reluctant, even shy away from
speaking the Pancasila in public spaces. Reluctance and public anxiety to Pancasila actually pretty
alarming in the context of national and state life. Therefore, implementing it in an honest-included in the
national criminal law reform-is a necessity.

Key words : Pancasila, Philosophy groundslag, Penal reform

Abstrak

Dalam dua orde pemerintahan di lndonesia--khususnya pada era orde baru-Pancasi/a lebih
"diidentikkan" dengan kekuasaan. Penafsiran dan pemaknaannya lebih dimonopoli penguasa.
Maknanya menjadi demikian simbolik. la lebih diberi nbobor sebagai simbol-simbol idiologis-normatif
yang-sejatinya--menjauhkan dari makna substansialnya. Pancasila terpasung dalam dunia yang
tidak jujur dan tidak otentik. Karenanya, begitu ketika Orde Baru runtuh, masyarakat enggan, bahkan
menghindar untuk berbicara Pancasila di ruang publik. Keengganan dan kegamangan publik terhadap
Pancasila sesungguhnya cukup mengkhawatirkan dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karenanya, implementasinya secara jujur-termasuk dalam pembaharuan hukum
pidana nasional-menjadi keniscayaan.

Kata Kunci: Pancasila, Dasarfalsafah negara, Pembaharuan hukum pidana

A. Pendahuluan menjatuhkan siapapun yang tidak sejalan dengan


Dalam konteks kekinian-khususnya pasca kekuasaan dengan label "Anti Pancasila".' Di zaman
reformasi-Pancasila sangat jarang dibicarakan, Orde Baru, terminologi "Anti Pancasila' seringkali
khususnya dalam hubungannya dengan ilmu diidentikkan dengan ideologi "kekid-kirian".
hukum. Pancasila menjadi momok bagi masyarakat
1
sehingga siapapun yang tidak sejalan dengan
pasca jatuhnya rezim Soeharto. Ketakutan kekuasaan sering diberi "cap" sebagai PKI. Label
masyarakat berbicara Pancasila dalam ruang "Anti Pancasila" merupakan stigma ciptaan Orde
publik-tennasuk dalam ranah hukum-hakikatnya Baru-yang kadang-kadang tidak saja berimplikasi
lebih disebabkan karena manajemen yang salah secara politis-tetapi bahkan secara yuridis dan
tentang Pancasila. Pancasila dijadikan 'alat' untuk ekonomis. Secara politis, siapapun yang diberi label
1 Salj,pto RahardJO, Pancasila, Hukum dan llmll Hulrum, Seminar Nasional tentang Ni7ai-ni/a, Pancasila sebagal Dasar Pengembangan I/mu Hulrum Indonesia,
UGM-Urvversitas Pancas la, Jal<arta 7 Desember 2006, Nm. 1 da/am,Anton F Susanto, 2010, /lmu Hul<um Non-S1stematik Fondasi Filsafat Pengembangan I/mu
Hukum, Yogyal<arta, Genta Publlshmg, Nm 293-294.
2 J,mlyAsshiddiqie, 2009. MenujuNegara Hukum Yang Demokrcltis,Jal(arta, PTBuana llmu Popoler, him. 43.

399
MMH, Ji/id 41 No. 3 Juli 2012

"Anti Pancasila" akan kehilangan hak-hak politiknya. lebih menggunakan Pancasila sebagai simbol
Sementara secara yuridis, penguasa tidak segan- kekuasaan. Karenanya, runtuhnya dukungan
segan mengkriminalisasikannya lewat undang- terhadap Orde Baru tidak dengan sendirinya
undang subversif. Pada gilirannya berbagai runtuhnya dukungan terhadap Pancasila. Dukungan
perlakuan itu juga akan berimplikasi secara dan tekad masyarakat untuk tetap mempertahankan
ekonomis. Pancasila hadir dalam makna dan tafsir Pancasila sebagai dasar falsafah negara tidak
tunggal secara monopolistik versi penguasa dan berubah. Oukungan masyarakat untuk tetap
setiap warga negara-tennasuk organisasi sosial mempertahankan Pancasila sebagai dasar falsafah
politik-ditundukkan dalam dok1rin Pancasila yang negara misalnya terekam dalam hasil survei
monopolislik itu.3 nasional bertajuk "Islam dan Kebangsaan• yang
Dalam masa lebih dari tiga dasa warsa, dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Ma~,~rakat
Pancasila dihadirkan dalam "keanqkuhannya' Universitas Islam Jakarta tahun 2007. Dari hasil
sebagai simbol kekuasaan. Maknanya menjadi survei tersebut terlihat, bahwa mayoritas responden
demikian simbolik sebatas kehendak penguasa. la (87,7%) lebih mendukung Negara Kesatuan
lebih diberi "bobot' sebagai simbol-simbol idiologis- Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila
normatif yang-sejatinya-menjauhkan dari makna ketimbang beraspirasi negara Islam (22,8%).5 Hasil
substansialnya. Pancasila terpasung dalam dunia survei tersebut memperkuat survei yang dilakukan
yang tidak jujur dan tidak otentik. Dalam bahasa Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2006.
Satjipto Rahardjo, penguasa sejatinya tidak Hasil survei tersebut menunjukkan, bahwa 69,6%
bersungguh-sungguh memelihara kehidupan responden masih mengidealkan sistem
spiritual Pancasila. Pemeliharaan Pancasila ketatanegaraan berdasarkan Pancasila, 11,5%
sebatas ritual formal dalam upacara.' Karenanya, menginginkan seperti negara Islam dan hanya 3,5%
nilai-nilai spiritual Pancasila tidak mewujud dalam yang menginginkan Indonesia seperti negara barat6.
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai Pancasila tidak Survei di alas sejatinya mengukuhkan pandangan,
terrefleksi dan terimplementasi dalam kehidupan bahwa Pancasila merupakan "pilihan terbaik" bagi
masyarakat, baik dalam konteks kehidupan bangsa dan negara dalam membingkai kehidupan
berbangsa dan bernegara maupun dalam masyarakat yang berbasis kesatuan dalam
kehidupan masyarakat pada umumnya. Pancasila perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan.
mengalami "dearasisasi", can arasnya sebagai Pancasila telah terbuk1i menjadi "pilihan terbai~
dasar falsafah negara menjadi simbol kekuasaan. bagi bangsa Indonesia dengan keragaman kultur
Pada titik ini, masyarakat tidak bisa disalahkan atas dan etnis masyarakatnya.
kegagalan Pancasila menjadi spirit dan ruh dalam Memperhatikan, di satu sisi, pengalaman rezim
kehidupan berbangsa dan bernegara. kekuasaan-khususnya Orde Baru-dalam
memperlakukan Pancasila dan tekad masyarakat
B. Pembahasan untuk tetap mempertahankan Pancasila sebagai
8.1. Kontekstualisasi Pancasila Pasca dasar falsafah negara di sisinya yang lain, maka
Reformasi kontekstualisasi Pancasila---<lalam arti melakukan
Trauma masyarakat pasca reformasi terhadap penyegaran pemahaman baru mengenai
Pancasila-sejatinya lebih merupakan ketakutan Pancasila-menjadi keharusan. Kontekstualisasi
atas perilaku otoritarian rezim orde Baru-yang Pancasila dimaksudkan agar pemahaman terhadap

3 Douglas E. Ramage, 1995, PolrlJcs III lndoneSUJ Democracy. Islam and the ldeologydTolerance, NewYo,1(, Routledge, him. 124-125. Penksa JU9a beberapa
d1skusi tentang persoalan 1111 antara lain : M IChaeJ R.J. Vatilaolls, 1998, Indonesian PolitJCS Under SrJtarto : The Rise and Fal of the New Order, Thro Edmon,
London and New Yori<, Roulledge, him. 95; Daw! Bourchter and Vedi R. HadlZ. 2003, ed., Indonesian PoliticsAnd Society: A Reader, London and New Yori<,
Routledge Curzon, him. 140; dan Donald J.Por1e<, 2002, Managing PolitJcs and Islam in Indonesia, London and New YOl1c, Rou11edge CUrzon, him. 29-30.
Penksa JU98: RobertW. Hefner,2000, CM/slam Muslims and De/llOClllt,zat.oo In Indonesia, Pnnceton, New Jersey,Pnnceton UmversrtyPress, him. 167.
4 Sat11pto Raharojo, PancasRa, Hu/rum dan /Jmu Hulnm, Setr1nar Nasional tentang Ni/llH'lilai Pancasn sebagal Dasar Pengembangan I/mu Hukum Indonesia,
UGM-Urwersrtas Pancasila, Jaltarta 7 Oesember 2006, him. 1 daJam,Anton F Susanto. 2010, llmuHufrum Non-sistematik FondasiFilsafal Pengembanganllmu
Hu/rum Indonesia, op., at him. 293-294.
5 Surve, bertangsung bulan Maret-April 2007 dengan jumlah responden 1200 orang tersebar di semua propinsi. Berasal dan kola (42%) dan desa (68%), serta
pna (50%) dan wan1ta (50%) berusia 17-60 tahun. Penksa As'ad Sad Al,, 2009, Negara Pancasila Jalat1 Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta, Pustaka LP3ES
lndooeSla, him. 1.
6 Ibid Surveidilakukan d1 bga puluh bga propins, pada 28JUll-3Agustus 2006 dengan menggunakan metode mcJII~ random samplingdan wawancara tatap
mukadenganmarpinof ero,3,8%.Jumlahresponden 700orang.

400
Tongat, Pancasila Dalam PembaharuanHukum Pidana Nasional

nilai-nilai Pancasila tidak mengalami stagnasi, mencari dan merumuskan interpretasi baru nilai-
sehingga Pancasila tetap dapat mengikuti dinamika nilai dasar Pancasila. Melalui interpretasi baru itu,
masyarakatnya, tidak menjadi "benda keramat" diharapkan nilai-nilai dasar Pancasila, seperti
yang tidak tersentuh oleh perubahan zaman. Secara religius, demokrasi, keadilan sosial dan persatuan
esensial, kontekstualisasi Pancasila dipandang akan memperbaharui relevansi dirinya dalam
urgen mengingat Pancasila hakikatnya merupakan kehidupan generasi yang bersangkutan. Meski patut
ideologi terbuka. Berbicara Pancasila sebagai dicatat, interpretasi baru itu tidak boleh ditempatkan
ideologi sejatinya berbicara Pancasila pada tataran sebagai upaya mengganti nilai-nilai dasar
nilai abstrak, yaitu nilai-nilai dasar. Sementara pada Pancasila. lnterpretasi baru generasi bangsa itu
tataran yang paling konkrit, manusia senantiasa merupakan ikhtiar agar nilai-nilai dasar Pancasila
melakukan perubahan-perubahan sesuai tuntutan tetap kontekstual dan terus relevan dengai,
zamannya. Dalam konteks ini, patut kiranya zamannya.
dikemukakan pemikiran Jimly Asshiddiqie tentang Ketiga, dalam berbagai episode sejarah
urgensi kontekstualisasi Pancasila. Menurutnya Indonesia nilai-nilai luhur Pancasila menampakkan
setidaknya terdapat empat alasan penting terhadap kesenjangan dengan dunia nyata. Kesenjangan ini
perlunya kontekstualisasi Pancasila, yang masing- menyebabkan "harga" Pancasila menjadi jauh
masing adalah :1 berkurang karena dianggap tidak dapat mewujud
Pertama, belajar dari rezim Orde Baru dalam dalam kenyataan hidup. Dalam konteks ini
melakukan "pemeliharaan" Pancasila, maka ke "keteladanan" para pemimpin dan pejabat negara
depan pemaknaan dan penafsiran Pancasila tidak menjadi langkah strategis dalam upaya
boleh menjadi "monopoli" penguasa. Monopoli mendekatkan Pancasila dengan dunia nyata.
penguasa atas pemaknaan dan penafsiran Keempat, dalam situasi di mana arus
Pancasila telah menempatkan Pancasila sebagai globalisasi melaju demikian cepat, perlu dipikirkan
"alat" kekuasaan. Setiap anak bangsa-baik kemungkinan melakukan seleksi terhadap materi
penyelenggara negara maupun masyarakat globalisasi dengan filter nilai-nilai dasar Pancasila,
jelata-mempunyai hak yang sama atas sehingga kehadirannya menunjang kepentingan
pemaknaan dan penafsiran Pancasila. Tidak boleh dan kebutuhan nasional. Materi globalisasi yang
ada monopoli dalam pemaknaan dan penafsiran cenderung merugikan (mudhorot) dan membawa
Pancasila. Pancasila harus menjadi wacana publik, kehancuran generasi bangsa patut dikaji ulang.
karena Pancasila adalah milik semua. Demikian
juga tidak boleh ada satu kelompok atau satu 8.2. Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara
golongan yang mendeklair diri sebagai "pemilik" Meskipun nama Pancasila itu sendiri
Pancasila. Perbedaan dalam pemaknaan dan sebenarnya tidak terdapat baik dalam pembukaan
penafsiran Pancasila ditempatkan sebagai UUD 1945 maupun di dalam Batang Tubuh UUD
penghargaan atas demokrasi. Jalan tengah atas 1945 (kecuali setelah amandemen, di mana
perbedaan itu ditempatkan dalam ranah peradilan, Pancasila disebut dalam Pasal 36A yang
bukan ranah politik. menyatakan "Lambang Negara ialah Garuda
Kedua, perlu konsensus dasar bersama, Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal lka",
bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka yang pen.), namun telah cukup jelas bahwa Pancasila
memungkinkan penjabaran dan aktualisasinya yang kita maksud adalah lima Dasar Negara
berkembang seiring dinamika bangsa. Karenanya, sebagaimana yang tercantum di dalam Pembukaan
fleksibilitas Pancasila-yang mencerminkan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi sebagai
kemampuan Pancasila mempengaruhi dan berikut :8
menyesuaikan diri dengan perkembangan 1. Ketuhanan Yang Maha Esa
bangsanya-menjadi keniscayaan. Dengan begitu, 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
setiap generasi bangsa dimungkinkan 3. Persatuan Indonesia
menggunakan kemampuan pemikirannya untuk 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

7 JimlyAsshlddiqie,2009, MenujuNegara Hukum Yang Demokratis, op. cit., him. 44-46.


8 Dari1 Dannod1hal}O, 1984, Pancas,1a Suatu OrientasiSingkat, Cetakan Keduabelas, Jakarta.Aries Lima, him. 23-24.

401
MMH, Jifid 41 No. 3 Juli 2012

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ hukum etik-yang menjadi dasar pemikiran untuk


perwakilan mengatur tata masyarakat dan sekaligus
5. Keadilan sosial bagi seluruh wilayah Indonesia merupakan dasar filsafat hukum Indonesia. Dalam
pengertiannya yang demikian, Pancasila hakikatnya
Melalui pemyataan alinea IV Pembukaan UUD merupakan ide hukum atau cita hukum tertinggi
1945 itulah tersimpul adanya penegasan Pancasila yang akan menjadi sumber dari segala sumber
sebagai dasar falsafah negara.9 Dengan hukum di lndonesia.13
diterimanya Pancasila secara formal, eksplisit Mencermati arasnya yang demikian,
dalam Mukadimah UUD 1945 berarti bangsa maka-meminjam istilah Notonagoro-tolok-ukur
10
Indonesia mengharapkan konsep Pancasila akan praktis mengenai filsafat hukum nasional Indonesia
mampu memberikan motivasi, arah, dan gairah tidak lain adalah Pancasla" sebagai absfraks' !1ilai-
untuk memperbaiki nasib bangsanya serta nilai luhur kehidupan manusia Indonesia, yang di
mengejar ketinggalan dari negara-negara maju. dalamnya terkandung cita-cita hukum bangsa.
Dalam bahasa politik kerap dikatakan, Pancasila Dengan demikian, maka Pancasila hakikatnya
adalah ideologi negara, Pancasila adalah dasar merupakan asas kerohaniahan sistem hukum
falsafah negara. Makna filosofis dari pemyataan ini nasionai." Pandangan yang demikian juga seiring
adalah, bahwa dalam setiap aspek dan sejalan dengan berbagai pandangan ahli hukum
penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai- yang lain, antara lain :16
nilai Pancasila. Tidak boleh terjadi dalam negara a. Prof. Moeljatno : "Dalam negara kita yang
Indonesia-yang dasar falsafahnya berdasarkan Pancasila, dengan adanya sila
Pancasila-praktek penyelenggaraan negara yang ketuhanannya, maka tiap ilmu pengetahuan
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. (termasuk ilmu hukum, pen.) yang tidak
Pancasila sebagai dasar falsafah negara dibarengi dengan ilmu ketuhanan adalah tidak
mempunyai dua pengertian yang keduanya lengkap".
11
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. b. Prof. Dr. Notohamidjojo pun sering
Pertama, Pancasila merupakan satu-satunya menegaskan, bahwa "tanggung jawab jurist
ideologi negara yang menjadi dasar utama ialah merohaniahkan hukum", dan "penilaian
pelaksanaan cita-cita pokok negara. Titik sentral scientia yuridis harus mendalam dan mendasar
cita-cita pokok tersebut adalah masyarakat adil dan pada conscientia" (nilai kebenaran, keadilan,
makmur materiil dan spirituil dalam kerangka kejujuran, kasih sayang antar sesama dsb).
kemanusiaan yang adil dan beradab yang dilandasi Ditegaskan pula, bahwa norma-norma ethis-
nilai Ke-Tuhanan, kemanusiaan, persatuan dan religius harus merupakan aspek normatif atau
kerakyatan. Cita pokok inilah yang menjadi arah dan imperatif dari negara hukum.
tujuan negara yang dirumuskan dalam Pembukaan c. Prof. Dr. Hazairin : "Dalam negara Republik
UUD 1945, khususnya dalam alinea ke IV yang Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku
menjadi dasar, jiwa, sumber semangat sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-
penyelenggaraan negara.12 Kedua, Pancasila kaidah Islam bagi umat Islam atau kaidah-
merupakan dasar moral negara. Titik sentral moral kaidah Kristiani bagi umat Kristiani/Katolik atau
negara adalah nilai Ke-Tuhanan-yang di dalamnya bertentangan dengan kaidah-kaidah agama
tercantum ajaran Tuhan-dan nilai Hindu Bali bagi orang-orang Hindu Bali atau
Kemanusiaan-yang melahirkan hukum kodrat dan yang bertentangan dengan kesusilaan agama

9 Soerjanto Poespowardojo, 1994, Filsafat Pancasila Sebueh Pendekatan Soclo-Budaya, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, him. 26-27. Periksa JU9a:
Kaelan, 1996, Rsafat Pancasila, Yogyakarta, Paradlgma, him. 43-44. Periksa Juga: Noor MS Sakry, 1994, Pancas,7a Yuridis Kenegaraan, Yogyakarta, Liberty,
hlm.66.
10 Kaelan, 1996, Rsafat Pancasila, op. cit. him. 43-44.
11 Noor MS Balay, 1990, Orienlasi Filsafat Pancasila, op. cit. him. 166-167.
12 Noor MS Balay, 1990, OnentasiFilsafatPancasila, op. cit. him. 166·167.
13 Ibid.
14 Jlmly Asstnddiqie, 1996, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Studitantang Bentuk-Bentulc Pidana Da/am TradisiHukum Flqh dan Relflvansinya Bagi Usaha
Pembaharuan KUHP Nasional, Bandung,Angkasa, him. 189.
15 Sunal)O Wreksosuhardjo, 2004, F11safat Pancasi/a Secara llmiah danAplikalif, Yogyakarta, Penerbi1And1, him. 65.
16 Barda Nawaw1 Ariel, 2010, Pendekatan Kei/muan dan Pendekatan Religlus de/am Rangka OplimalisasiPenegakan Hukum (Pidana) di Indonesia, Semarang,
Sadan Penerbt Universrtas 01ponegoro, him. 51-52.

402
Tongat, Pancasila Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional

Budha bagi orang-orang Budha". Upaya melakukan pembaharuan hukum


d. Berbagai ungkapan begawan hukum Indonesia pidana nasional dirasa urgen-tidak saja karena
itu, identik dengan ungkapan terkenal dari hukum pidana yang ada hingga kini masih
"begawan ilmu" Albert Einstein yang merupakan hukum pidana warisan jajahan-tetapi
menyatakan : "science without religion is lame". juga dalam upaya meningkatkan peran dan fungsi
Ungkapan umum dari Einstein itu tentunya hukum pidana sebagai salah satu sarana untuk
dapat juga diterapkan di bidang ilmu hukum. mewujudkan tujuan nasional, khususnya
llmu Hukum tanpa agama/ilmu ketuhanan terciptanya kesejahteraan masyarakat (social
(nilai-nilai religius) adalah tidak lengkap, welfare). Karenanya, "pembaharuan" hukum pidana
timpang, dan bahkan berbahaya. Hal ini harus diorientasikan sebagai "reformasi"-yang
senada dengan pemyataan dalam pidato mengandung makna "peningkatan kualitas yan~
pengukuhan saya, bahwa "Kajian llmu Hukum lebih baik", karena "to reform" mengandung makna
Pidana yang semata-mata terfokus pada kajian "to make better', "become better', "change for the
norma dan terlepas dari kajian nilai, merupakan better', a tau "re tum to a former good state"18
kajian yang parsial, timpang dan bahkan dapat -hukum pidana untuk menciptakan hukum pidana
berbahaya. yang lebih baik. Dengan kata lain, pembaharuan
hukum pidana haruslah diarahkan pada upaya
B.3. Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara "perubahan hukum pidana menuju kualitas yang
dan Makna Filosofisnya dalam lebih baik" atau secara singkat "peningkatan kualitas
Pembaharuan Hukum Pidana Nasional hukum pidana". Sebagaimana di muka
Merujuk pend a pat Barda Nawawi Arief. bahwa dikemukakan, maka ukuran "kualitas" dalam
pembaharuan hukum hakikatnya merupakan pembaharuan hukum pidana tersebut adalah
pembaharuan terhadap pokok-pokok sejauhmana hukum pidana yang akan diwujudkan
pemikiran/konsep/ide dasar, bukan sekedar itu benar-benar dapat merefleksikan nilai-nilai yang
mengganti perumusan pasal secara tekstual, 11 maka menjadi sumber dari segala sumber hukum, yaitu
pembaharuan hukum pidana-sebagai bagian dari nilai-nilai Pancasila.
pembaharuan hukum nasional-juga tidak Dengan merujuk Pancasila sebagai sumber
dimaksudkan sekedar mengganti perumusan pasal- dari segala sumber hukum, maka keberhasilan
pasal dalam hukum pidana. Pembaharuan hukum pembaharuan hukum pidana nasional juga
pidana dengan demikian perlu diorientasikan pada hakikatnya diukur dari seberapa jauh pembaharuan
upaya untuk menggali nilai-nilai yang hidup dan hukum pidana itu dapat melahirkan konstruksi-
berkembang dalam masyarakat Indonesia konstruksi hukum pidana yang berjiwa dan
khususnya nilai-nilai dasar yang menjadi sumber beresensi nilai-nilai Pancasila. Oengan kata lain,
nilai dalam pembaharuan hukum pidana itu. sejauhmana kristalisasi nilai-nilai luhur yang
Mengingat, Pancasila sebagai dasar falsafah terumuskan dalam Pancasila dapat diwujudkan
negara membawa implikasi terhadap keharusan dalam bangunan hukum pidana nasional. Pada
terimplementasikannya nilai-nilai Pancasila dalam hemat penulis, pada konsistensi mewujudkan dan
kehidupan berbangsa dan berbegara, maka nilai- mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila inilah
nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang hidup dan sebuah pembaharuan hukum pidana nasional dapat
berkembang dalam masyarakat yang harus dikatakan sebagai upaya untuk "to make better'.
diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa Orientasi "to make better' dari pembaharuan hukum
dan bernegara, tennasuk dalam pembaharuan pidana juga terlihat dari makna dan hakikat
hukum pidana nasional. lnilah hakikat makna pembaharuan hukum pidana yang dikemukakan
19
filosofis Pancasila sebagai dasar falsafah negara Barda Nawawi Arief seperti berikut:
dalam pembaharuan hukum pidana nasional. 1. Dilihat dari sudut pendekatan kebijakan :

17 Barda Nawawi Anel, 2005, Pembaharuan Hul<um Pidana dalam PerspektJ(KaJ1an Perbandmgan, Bandung.C1traAdltya Bakt, hlm. 4
18 Barda NawawiArief. 2010, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religiusdalam Rangka Opt,malisas, Penegakan Hukum {Pidana) di Indonesia. op. ctt. him.
47.
19 Barda Nawawi Anet, Bunga Rampa, Kebl)akan Hukum Prdana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Jakarta, Keocana Prenada Media Group,
2008, him. 26.

403
MMH, Ji/id 41 No. 3 Juli 2012

a. Sebagai bagian dari kebijakan sosial, ideologis maupun wilayah teritorial sesuai dengan
pembaharuan hukum pidana pada tujuan "melindungi segenap bangsa dan seluruh
hakikatnya merupakan bagian dari upaya tumpah darah Indonesia". Harus dicegah
untuk mengatasi masalah-masalah sosial munculnya produk hukum yang berpotensi
dalam rangka mencapai tujuan nasional. memecah belah keutuhan bangsa dan negara
b. Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, Indonesia, termasuk hukum-hukum yang
pembahruan hukum pidana pada diskriminatif berdasar ikatan-ikatan primordial.
hakikatnya merupakan bagian dari upaya Kedua, hukum nasional harus dibangun
perlindungan masyarakat. secara demokratis dan nomokratis dalam arti harus
c. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan mengundang partisipasi dan menyerap aspirasi
hukum, pembaharuan hukum pidana pada masyarakat luas melalui prosedur-prosedur dan
hakikatnya merupakan bagian dari upaya mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel.
memperbaharui substansi hukum dalam Harus dicegah munculnya produk hukum yang
rangka lebih mengefektifkan penegakan di proses secara licik, kucing-kucingan dan transaksi
hukum. di tempat gelap. Meskipun secara demokratis
pembentukan hukum itu benar, tetapi jika salah
2. Dilihat dari sudut pendekatan nilai : secara nomokratis (prinsip hukum) maka hukum itu
Pembahruan hukum pidana pada hakikatnya batal atau dapat dibatalkan oleh lembaga yudisial.
merupakan bagian dari upaya melakukan Ketiga, hukum nasional harus ditujukan juga
peninjauan dan penilaian kembali nilai-nilai untuk menciptakan keadilan sosial dalam arti harus
sosiopolitik, sosiofilosofik dan sosiokultural mampu memberi proteksi khusus terhadap
yang melandasi dan memberi isi terhadap golongan yang lemah dalam berhadapan dengan
muatan normatif dan substantif hukum pidana golongan yang kuat baik dari luar maupun dari
yang dicita-citakan. dalam negeri sendiri. Tanpa proteksi yang khusus
dari hukum golongan yang lemah pasti akan selalu
Dalam konteks bangsa Indonesia, upaya kalah jika dilepaskan bersaing atau bertarung
melakukan peninjauan dan penilaian kembali nilai- secara bebas dengan golongan yang kuat.
nilai sosiopolitik, sosiofilosofik dan sosiokultural Keempat, hukum harus menjamin kebebasan
yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan beragama dengan penuh toleransi antar pemeluk-
normatif dan substantif hukum pidana yang dicita- pemeluknya. Tidak boleh ada pengistimewaan
citakan tersebut diukur dengan nilai-nilai Pancasila. terhadap agama dan pemeluknya hanya karena
Hal ini mengingat, bahwa Pancasila hakikatnya didasarkan pada besar kecilnya jumlah pemeluk.
merupakan cita hukum (rechtsidee) yang akan terus Perlakukan proporsional tentu saja dibolehkan,
menjadi bintang pemandu (leitstern)20 dalam tetapi pengistimewaan tidak diperbolehkan. Negara
pembaharuan hukum pidana nasional. Cita hukum boleh mangatur kehidupan beragama sebatas pada
inilah yang kemudian melahirkan sistem hukum menjaga ketertiban agar tidak terjadi konflik serta
Pancasila. Sistem hukum Pancasila memasang memfasilitasi agar setiap orang dapat
rambu-rambu dan melahirkan kaidah penuntun melaksanakan ajaran agamanya dengan bebas
dalam politik hukum nasional, yaitu larangan bagi tanpa mengganggu atau diganggu oleh orang lain.
munculnya hukum yang bertentangan dengan nilai- Hukum agama tidak pertu dibertakukan oleh negara
nilai Pancasila.21 Menurut Mahfud,22 rambu-rambu sebab pelaksanaan ajaran agama diserahkan
tersebut diperkuat dengan adanya empat kaidah kepada pribadi masing-masing pemeluknya, tetapi
penuntun hukum sebagai kaidah dalam politik atau negara dapat mengatur pelaksanaannya oleh
pembangunan hukum, yang masing-masing adalah: pemeluk masing-masing untuk menjamin
Pertama, hukum nasional harus dapat kebebasan dan menjaga ketertiban dalam
menjaga integrasi (keutuhan) nasional baik pelaksanaannya tersebut.

2ooa.
20 Dardji OarmodihardJo dan Shldar1a, Pokdc-Pokok Rsafat HukumApadan Bagaimana Filsafal Hukum Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama,
hlm.248.
21 Moh. Mahlud MD, 2009, Konsbtusidan HuklXTldalamKontroversilsu,Jakar1a, PT. Raia Grafindo Persada, him. 37-38.
22 Ibid., him. 38-39.

404
Tongat, Pancasila Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional

C. Simpulan dengan Ke VIII dan Konvensi Hukum


Berdasarkan paparan singkat tersebut di atas Nasional 2008, Semarang : Pustaka
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Magister.
1. Dalam arasnya yang paling fundamental, Arief, Barda Nawawi, 2005, Pembaharuan Hukum
Pancasila hakikatnya merupakan dasar Pidana dalam Perspektif Kajian
falsafah negara yang mengandung Perbandingan, Bandung: CitraAditya Bakti.
konsekuensi setiap penyelenggaraan negara Asshiddiqie, Jimly, 2009, Menuju Negara Hukum
harus ditundukkan pada nilai-nilai Pancasila, Yang Demokratis, Jakarta : PT Buana llmu
tidak terkecuali dalam upaya melakukan Populer.
pembaharuan hukum pidana nasional. Pada Arief, Barda Nawawi, 1996, Pembaharuan Hukum
konsekuensinya yang demikian, maka tidak Pidana Indonesia Studi tentang Bentuk-
dapat dibenarkan pembaharuan hukum pidana Bentuk Pidana Oalam Tradisi Hukum Fiqh
yang tidak bersumber dan dan Relevansinya Bagi Usaha
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Pembaharuan KUHP Nasional, Bandung :
2. Mengingat pembaharuan hukum pidana Angkasa.
hakikatnya merupakan upaya melakukan Sakry, Noor MS, 1994, Pancasi/a Yuridis
peninjauan dan penilaian kembali nilai-nilai Kenegaraan, Yogyakarta : Liberty.
sosiopolitik, sosiofilosofik dan sosiokultural Bourchier, David, and Vedi R. Hadiz, 2003, ed.,
yang melandasi dan memberi isi terhadap Indonesian Politics And Society: A Reader,
muatan normatif dan substantif hukum pidana London and New York : Routledge Curzon.
yang dicita-citakan, maka "kualitas" Darmodiharjo, Darji, 1984, Pancasila Suatu
pembaharuan hukum pidana sangat ditentukan Orientasi Singkat, Cetakan Keduabelas.
dari seberapa jauh konsistensi pembaharuan Jakarta :Aries Lima.
hukum pidana itu dalam mengimplementasikan Oarmodihardjo, Dardji, dan Shidarta, 2008, Pokok-
nilai-nilai Pancasila itu ke dalam hukum pidana Pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana
nasional. Tentu dengan tidak menutup mata Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta : PT.
terhadap berbagai kecenderungan yang terjadi Gramedia Pustaka Utama.
dalam masyarakat internasional, sebab Hefner, Robert W., 2000, Civil Islam: Muslims and
pembaharuan hukum pidana selain berdimensi Democratization In Indonesia, Princeton,
yuridis, sosiologis dan politis juga harus New Jersey: Princeton University Press.
berdimensi adaptif. Artinya, bagaimana Kaelan, 1996, Filsafat Pancasila, Yogyakarta :
pembaharuan hukum pidana nasional dapat Paradigma.
mengawal bangsa dan negara dalam Mahfud MD, Moh., 2009, Konstitusi dan Hukum
pergaulan masyarakat internasional yang dalam Kontroversi lsu, Jakarta : PT. Raja
beradab. Grafindo Persada.
Poespowardojo, Soerjanto, 1994, Filsafat Pancasila
DAFTAR PUSTAKA Sebuah Pendekatan Socio-Budaya,
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Arief, Barda Nawawi, 2010, Pendekatan Keilmuan Porter, Donald J., 2002, Managing Politics and Islam
dan Pendekatan Religius dalam Rangka in Indonesia, London and New York :
Optimalisasi Penegakan Hukum (Pidana) di Routledge Curzon.
Indonesia, Semarang : Sadan Penerbit Rahardjo, Satjipto, Pancasila, Hukum dan I/mu
Universitas Diponegoro. Hukum, Seminar Nasional tentang Nilai-
Arief, Barda Nawawi, 2008, Bung a Rampai n i I a i Pancasila sebagai Dasar
Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Pengembangan llmu Hukum Indonesia,
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Jakarta : UGM-Universitas Pancasila, Jakarta 7
Kencana Prenada Media Group. Desember 2006, hal. 1 dalam, Anton F
Arief, Barda Nawawi, 2008, Kumpulan Hasil Susanto, 2010, I/mu Hukum Non-Sistematik
Seminar Hukum Nasional Ke I sampai Fondasi Filsafat Pengembangan I/mu

405
MMH, Ji/id 41 No. 3 Jull 2012

Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing.


Ramage, Douglas E., 1995, Politics in Indonesia:
Democracy, Islam and the Ideology of
Tolerance, New York: Routledge.
Vatikiotis, Michael R.J., 1998, Indonesian Politics
Under Suharto : The Rise and Fall of the
New Order, Third Edition, London and New
York: Routledge.
Wreksosuhardjo, Sunarjo, 2004, Filsafat Pancasila
Secara llmiah dan Aplikatif, Yogyakarta :
PenerbitAndi.

406

Anda mungkin juga menyukai