Berdasarkan pemaparan Dr. Jonatan Lassa (2021), kata kunci dalam melakukan reflective practice
adalah bertanya dengan hal yang simple namun juga tak mudah seperti “Why are we doing what we
are doing in the way we are doing it?”. Reflective Practice, dilakukan dengan merefeleksikan
pengalaman praktik yang nantinya akan dikembangkan lebih menjadi pemahaman yang baru.
Beberapa pertanyaan kunci untuk memunculkan ide dalam reflectice practice yang dikutip oleh Lassa
(2021) berdasarkan tulisan Watson & Wilcox (2000), adalah:
Lassa (2021) juga mengutip Tulisan Schon tentang the reflective practioner tentang “How to reflect on
your real-world practice? Yaitu:
Praktisi reflektif sebagai metode penelitian dapat didapatkan dengan (Watson & Wilcox (2000):
Melihat celah antara ilmu yang didapatkan dari kuliah (Knowledge in use) dengan pengalaman praktik
di lapangan (Technical rationality) adalah hal yang penting untuk seorang praktisi dan apabila seorang
praktisi tidak dapat melihat hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa dia bukanlah praktisi yang baik.
Lassa (2021) menyampaikan bahwa dunia telah bergerak ke arah yang kompleks dan semakin
membutuhkan kolaborasi antar disiplin, dari multidisciplinary-interdisciplinary-transdisciplinary. Tiga
puluh tahun terakhir ini pemikiran masih tersegmentasi sehingga beberapa asumsi, penelitian, riset,
dan sebagainya yang sama sekali tidak begitu melibatkan stakeholder dan community inputs. Lalu
pada tahun 1996 terdapat Nicolescu’s Manifeston of Transdisciplinarity: “New Vision of the World” –
yang menyampaikan pengertian yang cukup advance terhadap transdisciplinarity dan mengatakan
bahwa complexity adalah sebuah realitas yang penting untuk dipahami. Oleh karena itu urgensi dari
adanya transdisciplinary dikarenakan pemahaman tentang Mono-disciplinary yang pada
kenyataannya adalah malpraktik karena terlimitasi oleh pemikiran dan problem solving yang
tersegmentasi.
Berikut ini adalah beberapa definisi dari transdiscipnarity yang disampaikan oleh Lassa (2021):
• Disiplin akademis yang berbeda bekerja sama dengan praktisi untuk memecahkan masalah
dunia nyata. Ini dapat diterapkan di berbagai bidang (Klein et al. 2001)
• Transdisipliner juga bergerak melampaui kombinasi disiplin akademis "interdisipliner" ke
pemahaman baru tentang hubungan sains dan masyarakat yang terwujud dalam
transektoralitas dan gagasan sains untuk / dengan masyarakat. (Scholz 2020)
• Ada banyak variasi dalam preferensi dan nilai pembuat keputusan dan pemangku
kepentingan.
Reflective practice dapat membantu persoalan transdisiplin dengan cara mencoba melihat sudut
pandang yang berbeda dari science dan practice, dan mengajak beberapa praktisi lain untuk
memecahkan masalah. Tantangannya adalah “How to make you are able to see the beauty of two
things yaitu (1) The beauty of learning to ask reflective questions dan (2) The beauty of theories that
underpins reflective practice.
Diakhir diskusi, Dr Jonathan Lassa mencontohkan beberapa penelitian dengan melibatkan community
input atau melibatkan partisipasi masyarakat untuk idenya dalam menghadapi bencana, dan
beradaptasi pada perubahan iklim. Lassa melakukan penggalian informasi yang tersembunyi (tacit
knowledge) menjadi tereksplisit, dan mengkomparasikannya dalam waktu yang berbeda.