Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PEMICU 2 BLOK 12

“Gusi Oh Gusi”

DISUSUN OLEH:
TRYA FITRI AYUNI
190600063
KELAS B

DOSEN PEMBIMBING
Aini Hariyani Nasution, drg., Sp.Perio (K)
Martina Amalia, drg., Sp.Perio (K)
Nurdiana, drg., Sp.PM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun seluruh gigi
asli yang hilang dan jaringan di sekitarnya. Tujuan dari pembuatan gigi tiruan adalah untuk
mengembalikan fungsi mastikasi, fonetik, estetik, kenyamanan, dan kesehatan yang terganggu
akibat dari hilangnya gigi. Salah satu bagian dari suatu gigi tiruan adalah basis gigi tiruan.
Basis gigi tiruan merupakan tempat mendukung dan menempel anasir gigi tiruan, bagian yang
berkontak langsung pada mukosa mulut, menyebarkan tekanan oklusal ke jaringan pendukung,
dan memberi stabilitas dan resistensi pada gigi tiruan

1.2 Deskripsi Topik


Nama Pemicu : Gusi Oh Gusi
Penyusun : Aini Hariyani Nasution, drg., Sp.Perio (K); Martina Amalia, drg.,
Sp.Perio (K); Nurdiana, drg., Sp.PM
Hari/Tanggal : Jumat, 26 Februari 2021
Jam : 07.30 - 9.30 WIB

Kasus
Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke RSGM USU dengan keluhan gusi berdarah
pada saat menyikat gigi sejak 2 bulan yang lalu. Dari anamnesis diketahui bahwa satu bulan
yang lalu, pasien telah dilakukan penambalan pada gigi regio depan rahang atas dan sejak
setahun yang lalu telah memakai gigi palsu lepasan, namun tidak pernah dilepas dan
dibersihkan. Pasien melakukan sikat gigi 2 kali sehari, setiap habis mandi. Pemeriksaan intra
oral terlihat ada tambalan pada gigi 13, 12 dan 11 di daerah servikal. Gigi 33,32,31,41,42 dan
43 berjejal, kemerahan yang diffuse pada daerah palatum yang ditutupi plat protesa lepasan.
Pemeriksaan secara probing pada gigi 13,12,11, 33,32,31,41,42 dan 43 ada perdarahan gingiva
(BOP +) namun belum ada kehilangan perlekatan. Indeks debris 2,4; Indeks kalkulus 1,9.
Pasien memakai protesa lepasan pada gigi 17,16, 26 dan 27.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis kasus tersebut?

Sebelum menegakkan diagnosa, dilakukan beberapa prosedur, pertama-tama


harus melakukan anamnese dan mencatat riwayat pasien terlebih dahulu. Dalam PCI
dan HPI kita mengenal dua konsep yang membantu kita agar tidak kehilangan arah
dalam membuat wawancara yang baik. Kedua konsep tersebut adalah sebagai berikut: 1
1. The basic (fundamental) four.
2. The sacred seven.
Untuk menegakkan diagnosa gingivitis dokter harus memperhatikan tanda-
tanda klinis seperti kemerahan dan pembesaran (edema) jaringan gingiva, berdarah bila
disentuh, perubahan bentuk dan konsistensi, ada kalkulus dan atau plak mikrobial,
tanpa bukti radiografis adanya kerusakan puncak tulang alveolar, yang disertai keluhan
rasa gatal pada gusi di sela-sela gigi.

Sedangkan denture stomatitis memiliki gambaran klinis berupa eritema difus


dan pembengkakan mukosa pada permukaan mukosa yang berkontak dengan gigi
tiruan. Tanda dan gejala pada denture stomatitis disertai dengan perdarahan mukosa,
pembengkakan, rasa terbakar, halitosis, perasaan tidak nyaman, dan mulut kering.
Pemeriksaan Penunjang Denture Stomatitis:
- Pemeriksaan mikologi: Smear dari dasar lesi kemerahan menggunakan KOH 15%
untuk melihat adanya Candida sp.
- Kultur: Identifikasi dan kuantifikasi jamur penyebab dilakukan dengan kultur
menggunakan Sabouraud Broth Agar, agar darah atau cornmeal agar.
- Pasien dengan kandidiasis oral biasanya mempunyai hasil kultur lebih dari
400CFU/mL.

2. Apakah diagnosis kasus tersebut? Jelaskan alasannya ?

Denture stomatitis adalah peradangan mukosa rahang atas, pada 50% pengguna
gigi tiruan lepasan baik gigi tiruan lengkap atau gigi tiruan sebagian lepasan, dan
terlihat suatu keadaan yang merah, licin juga perih. Gambaran klinis pada umumnya
berupa makula eritem, granular atau berbentuk beberapa nodula. Menurut Newton, DS
di klasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu: tipe 1 berupa eritema terlokalisir atau pinpoint,
tipe 2 berupa eritema difus, dan tipe 3 berupa granuler atau papillary hyperplasia.2

Berdasarkan kasus diatas, wanita berumur 45 tahun tidak pernah melepas dan
membersihkan gigi palsunya sehingga menyebabkan terjadinya denture stomatitis.
Salah satu penyebab denture stomatitis adalah penggunaan gigi tiruan lepasan secara
terus menerus yang dimana akan menyebabkan pertumbuhan koloni dan bakteri pada
permukaan dasar mukosa yang ditutupi gigi tiruan berkembang dengan cepat.
Pemakaian gigi tiruan lepasan mempunyai potensi mengakibatkan perubahan patologik
dalam mulut yang salah satunya adalah denture stomatitis yang diakibatkan oleh infeksi
candida. Pada kasus diatas denture stomatitis yang dialami termasuk tipe 2 yang dimana
eritema yang luas/seluruh mukosa yang teriritasi protesa yang tidak baik.2

Gingivitis merupakan reaksi inflamasi dari gingiva yang ditandai dengan


perubahan warna, perdarahan, adanya pembengkakan, dan lesi pada gingiva. Dalam
menetapkan suatu diagnosis gingivitis, perlu diperhatikan bahwa terdapat empat
perubahan yang terjadi dalam rongga mulut.3
a. Perubahan gambaran klinis gingiva Perubahan yang terjadi pada gingiva dapat dilihat
berdasarkan warna, konsistensi, tekstur, ukuran, dan kontur. Pada mulanya, inflamasi
gingiva dimulai ketika plak melekat pada papil interdental, lalu meluas ke margin
gingiva. Pembuluh darah yang dilatasi pada jaringan menyebabkan gingiva berwarna
merah dan odem disertai eksudat gingiva. Begitu juga, pada tepi gingiva berubah
menjadi membulat, interdental groove menjadi hilang dan permukaan gingiva menjadi
lunak dan mengkilap. Stippling pada permukaan gingiva berkurang.
b. Gingiva mudah berdarah Keluhan utama pasien yang menderita gingivitis adalah
gingiva yang mudah berdarah. Pasien sering mendapati gingivanya berdarah ketika
menyikat gigi. Begitu juga ketika makan makanan yang keras. Oleh karena itu, gingiva
yang mengalami peradangan juga akan berdarah ketika dilakukan pemeriksaan dengan
probing.10 Pada umumnya, perdarahan dimanapun selalu dikaitkan dengan keadaan
patologis. Gingiva yang memiliki konsistensi yang sangat lunak, perdarahan dapat
terjadi secara spontan. Darah tersebut kemudian dapat dirasakan dan dihirup oleh
pasien. Jika gingiva mengeras akibat penumpukan jaringan fibrosa, gingiva tidak
mudah berdarah. Meskipun gingiva tidak berdarah, tetapi keadaan ini juga merupakan
keadaan patologis.
c. Rasa yang tidak nyaman Rasa yang tidak nyaman didapat ketika pasien merasakan
darah pada lidahnya. Terlebih ketika pasien menghisap darah pada daerah interdental.
d. Halitosis Halitosis atau bau mulut biasanya menyertai pasien dengan gingivitis.
Halitosis pada gingivitis disebabkan oleh bau darah dan buruknya oral hygiene.

Berdasarkan kasus diatas, pasien mengalami ada perdarahan gingiva (BOP +)


yang berarti adanya pendarahan pada saat probing namun belum ada kehilangan
perlekatan, lalu pada indeks OHI-S yang mana hasil dari OHI-S pada kasus diatas ialah
(OHI-S: DI-S + CI-S 2,4 + 1,9 = 4,3) yang berarti OHI-S pada pasien tersebut
BURUK, hal ini membuktikan bahwa penyakit tersebut ialah gingivitis

3. Jelaskan apa saja perubahan yang dapat terjadi pada gingiva untuk penyakit tersebut,
bandingkan dengan keadaan gingiva normal, dan bagaimana perubahan tersebut dapat
terjadi.

Karakteristik gingivitis menurut (Manson & Eley, 1993) adalah sebagai berikut:4

1) Perubahan Warna

Tanda klinis dari peradangan gingiva adalah perubahan warna. Warna gingiva
ditentukan oleh beberapa faktor termasuk jumlah dan ukuran pembuluh darah,
ketebalan epitel, keratinisasi dan pigmen di dalam epitel. Gingiva menjadi memerah
ketika vaskularisasi meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau
menghilang. Warna merah atau merah kebiruan akibat proliferasi dan keratinisasi
disebabkan adanya peradangan gingiva kronis. Pembuluh darah vena akan memberikan
kontribusi menjadi warna kebiruan. Perubahan warna gingiva akan memberikan
kontribusi pada proses peradangan. Perubahan warna terjadi pada papila interdental dan
margin gingiva yang menyebar pada attached gingiva.

2) Perubahan Konsistensi

Kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada konsistensi gingiva
normal yang kaku dan tegas. Pada kondisi gingivitis kronis terjadi perubahan destruktif
atau edema dan reparatif atau fibrous secara bersamaan serta konsistensi gingiva
ditentukan berdasarkan kondisi yang dominan.

3) Perubahan Klinis dan Histopatologis

Gingivitis terjadi perubahan histopatologis yang menyebabkan perdarahan gingiva


akibat vasodilatasi, pelebaran kapiler dan penipisan atau ulserasi epitel. Kondisi
tersebut disebabkan karena kapiler melebar yang menjadi lebih dekat ke permukaan,
menipis dan epitelium kurang protektif sehingga dapat menyebabkan ruptur pada
kapiler dan perdarahan gingiva.

4) Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva

Tekstur permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa disebut sebagai
stippling. Stippling terdapat pada daerah subpapila dan terbatas pada attached gingiva
secara dominan, tetapi meluas sampai ke papila interdental.

Tekstur permukaan gingiva ketika terjadi peradangan kronis adalah halus, mengkilap
dan kaku yang dihasilkan oleh atropi epitel tergantung pada perubahan eksudatif atau
fibrotik. Pertumbuhan gingiva secara berlebih akibat obat dan hiperkeratosis dengan
tekstur kasar akan menghasilkan permukaan yang berbentuk nodular pada gingiva.

5) Perubahan Posisi Gingiva

Adanya lesi pada gingiva merupakan salah satu gambaran pada gingivitis. Lesi yang
paling umum pada mulut merupakan lesi traumatik seperti lesi akibat kimia, fisik dan
termal. Lesi akibat kimia termasuk karena aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat,
fenol dan bahan endodontik. Lesi karena fisik termasuk tergigit, tindik pada lidah dan
cara menggosok gigi yang salah yang dapat menyebabkan resesi gingiva. Lesi karena
termal dapat berasal dari makanan dan minuman yang panas.

Gambaran umum pada kasus gingivitis akut adalah epitelium yang nekrotik, erosi atau
ulserasi dan eritema, sedangkan pada kasus gingivitis kronis terjadi dalam bentuk resesi
gingiva.

6) Perubahan Kontur Gingiva


Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan peradangan gingiva atau gingivitis
tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi pada kondisi yang lain.

Peradangan gingiva terjadi resesi ke apikal menyebabkan celah menjadi lebih lebar dan
meluas ke permukaan akar. Penebalan pada gingiva yang diamati pada gigi kaninus
ketika resesi telah mencapai mucogingival junction disebut sebagai istilah McCall
festoon.

4. Apakah etiologi penyakit tersebut dan jelaskan masing-masing peranan dari tiap-tiap
etiologi tersebut?

Denture stomatitis dapat disebabkan berbagai faktor yaitu trauma, mikroba dan
faktor sistemik. Trauma adalah bentuk cedera atau kerusakan yang disebabkan oleh
mekanis, termal dan kimia pada jaringan mukosa mulut yang dapat menyebabkan
inflamasi.4 Gigi tiruan yang tidak stabil (ill-fitting denture) atau sayap landasan yang
terlalu panjang akan menyebabkan trauma kronis pada mukosa. Trauma kronis ini akan
mengakibatkan inflamasi lalu menghasilkan jaringan granulasi dan adanya sel – sel
inflamasi kronis yang akan melepaskan local growth factor yang lebih meningkat.
Peranan local growth factor untuk mengirimkan signal ke sel fibroblas sehingga sel
tersebut berproliferasi dan menghasilkan serat – serat kolagen yang bermanifestasi
sebagai jaringan hiperplastik reaktif. Pada kondisi normal sel fibroblas merupakan
komponen dari lamina propria yang berfungsi menjaga integritas jaringan konektif
dengan cara menghasilkan serat kolagen yang memiliki tingkat poliferasi yang sangat
rendah. Microorganisme yang menyebabkan terjadinya DS adalah jamur dan bakteri.
Pertumbuhan jamur Candida albicans ditemukan pada 70% penderita denture
stomatitis. Faktor – faktor yang menyebabkan denture stomatitis yaitu trauma dari gigi
tiruan dan adanya keterlibatan mikroba umumnya disebabkan oleh jamur Candida spp
atau akibat kedua faktor tersebut.5

Pada penderita tersebut, Candida albicans ditemukan pada permukaan anatomis


terutama pada daerah porus dan undercut. Candida albicans merupakan jamur oportunis
patogen, jamur tersebut mempunyai beberapa faktor patogenitas sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang disebut candidiasis. Faktor patogenitas tersebut adalah
kemampuan untuk melekat pada mukosa mulut karena pada permukaan sel tersebut
terdapat adesin, dapat menghasilkan enzim seperti proteinase dan fosfolipase, dan dapat
membentuk hifa. Adanya faktor – faktor tersebut memudahkan candida albicans untuk
berpoliferasi sehingga membentuk koloni kemudian merusak epitel dan ahirnya jamur
tersebut mengivasi epitel mukosa mulut.Selanjutnya candida albican berubah bentuk
menjadi hifa yang bersifat lebih pathogen. Beberapa bakteri telah diketahui berperan
sebagai etiologic denture stomatitis antara lain streptococcus lactobacillus dan
profotella, walaupun belum diketahui patogenesisnya.5

Faktor predisposisi lainnya adalah diabetes mellitus, defisiensi nutrisi seperti


asam folat dan B12 dan penggunaan obat – obatan imunosupresif. Kondisi tersebut pada
umumnya mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh dan kualitas jaringan
epitel.Terapi denture somatitis tergantung pada faktor predisposisinya. Perawatan DS
yang berkaitan dengan trauma misalnya trauma karena gigi tiruan maka harus dilihat
kondisi gigi tiruan tersebut.Pada umumnya trauma diakibatkan oleh gigi tiruan yang
sudah tidak stabil, bagian sayap gigi tiruan yang terlalu panjang dapat merupakan iritasi
terhadap mukosa mulut sehingga menimbulkan lesi berupa nodula yang merupakan
jaringan hiperplastik.5

Penyebab gingivitis dibagi menjadi dua, yaitu penyebab utama dan penyebab
predisposisi. Penyebab utama gingivitis adalah penumpukan mikroorganisme yang
membentuk suatu koloni kemudian membentuk plak gigi yang melekat pada tepi
gingiva. Penyebab sekunder gingivitis berupa faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor
lokal meliputi karies, restorasi yang gagal, tumpukan sisa makanan, gigi tiruan yang
tidak sesuai, pemakaian alat orthodonsi dan susunan gigi geligi yang tidak teratur,
sedangkan faktor sistemik meliputi faktor nutrisional, faktor hormonal, hematologi,
gangguan psikologi dan obatobatan.6

a. Faktor Utama

Penyebab utama dari gingivitis adalah bakteri pada plak gigi. Plak gigi memiliki
kecenderungan terbentuk di segala usia dari individu. Akumulasi plak dengan jumlah
yang sangat banyak di regio interdental menimbulkan inflamasi gingiva pada daerah
papila interdental kemudian menyebar ke daerah marginal gingiva.7

1) Plak gigi
Plak gigi dapat diklasifikasikan menjadi plak supragingiva dan plak subgingiva. Plak
yang berperan pada gingivitis adalah sebagian besar plak supragingiva. Ketika
gingivitis telah memasuki tahap lanjut, plak subgingiva ikut berperan.8

2) Bakteri yang berperan pada gingivitis

Adapun bakteri yang berperan pada gingivitis terdiri dari 56% spesies gram positif dan
44% gram negatif, 59% spesies yang fakultatif dan 41% spesies yang anaerob. Bakteri
gram positif pada gingivitis antara lain Streptococcus sanguinis, Streptococcus mitis,
Streptococcus intermedius, Streptococcus oralis, Actinomyces viscosus, Actinomyces
naeslundii, dan Peptostreptococcus micros. Bakteri gram negatif yaitu Fusobacterium
nucleatum, Prevotella intermedia, Veilonella parvula, Haemofilus influenza, spesies
Capnocyhaga, dan spesies Campylabacter.9

b. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi merupakan faktor yang memudahkan retensi plak pada gigi
sehingga menyebabkan inflamasi gingiva. Menurut B M Elley dan JD Manson (2004),
faktor predisposisi dapat berupa kesalahan restorasi, kavitas karies, impaksi makanan,
gigi tiruan yang tidak adekuat, alat ortodonti, gigi yang berjejal, bernapas melalui
mulut, dan developmental groove pada permukaan servikal.10

c. Faktor Modifikasi

Gingivitis dengan faktor modifikasi bukan disebabkan oleh plak gigi sebagai faktor
utama, melainkan faktor modifikasi itu sendiri. Tiga faktor modifikasi tersebut ialah
gingivitis yang dimodifikasi oleh keadaan sistemik, gingivitis yang dimodifikasi oleh
medikasi, dan gingivitis yang dimodifikasi oleh malnutrisi.11

Gigi berjejal atau dikenal dengan istilah “Crowded Teeth“ adalah gigi yang letaknya
berdesak-desakan yang diakibatkan bentuk rongga mulut yang sempit atau ukuran gigi
yang terlalu besar (Setyaningsih, 2007). Gigi berjejal erat kaitanya dengan kebersihan
gigi dan mulut serta gingivitis, karena gigi berjejal dapat menjadi tempat akumulasi sisa
– sisa makanan dan tempat pembentukan plak. Gigi berjejal sulit dibersihkan secara
mekanis, selain itu daya pembersihan yang kurang didaerah gigi berjejal dapat
memberikan pengaruh terhadap jaringan penyangga gigi yaitu dapat terjadinya
gingivitis (Ramadhan, 2010).12
5. Jelaskan patogenesis penyakit tersebut!

Gigi tiruan dengan kebersihan yang buruk menunjukkan tingkat akumulasi plak
yang banyak. Candida albicans merupakan salah satu mikroogranisme yang banyak
ditemukan pada plak gigi tiruan dan diketahui sebagai mikroorganisme patogen utama
penyebab denture stomatitis. Candida albicans memiliki kemampuan patogen yaitu
dapat menghasilkan enzim aspartil proteinase yang bersifat toksik dan dapat
menyebabkan reaksi inflamasi pada mukosa pendukung gigi tiruan. Enzim ini
dihasilkan dan diaktivasi pada lingkungan asam (pH < 4). Penggunaan gigi tiruan
secara terusmenerus, yaitu sepanjang hari hingga malam hari ketika tidur seperti yang
ditemukan pada 60% subjek penelitian, dapat menyebabkan keadaan di bawah
permukaan basis gigi tiruan bersifat asam. Hal ini dapat memberikan keuntungan bagi
Candida albicans untuk menghasilkan enzim aspartil proteinase dan menyebabkan
reaksi inflamasi. Permukaan internal basis gigi tiruan (denture fitting surface)
merupakan bagian yang paling banyak ditemukan kolonisasi Candida albicans. Hal ini
disebabkan karena permukaan internal basis gigi tiruan resin akrilik yang kasar
sehingga memudahkan Candida albicans untuk melekat pada permukaan tersebut. Oleh
karena itulah pembersihan gigi tiruan yang kurang adekuat dapat meningkatkan
kolonisasi dan pertumbuhan Candida albicans.13

Patogenesis gingivitis terdapat empat tipe lesi yang berbeda. Keempatnya


adalah lesi awal, lesi dini, lesi mapan, dan lesi lanjut. Lesi dini dan mapan dapat tetap
stabil untuk waktu yang lama. Selain itu, dapat terjadi pemulihan secara spontan atau
disebabkan oleh karena perawatan (Retnoningrum, 2011).14
Lesi Inisial Atau Lesi Awal
Pada tahap ini plak mulai berakumulasi ketika kebersihan rongga mulut tidak terjaga.
Untuk beberapa hari pertama, plak ini terdiri dari bakteri cocci dan batang gram positif,
lalu hari berikutnya organisme filamen, dan terakhir Spirochetes atau bakteri gram
negatif. Dalam beberapa hari, gingivitis ringan mulai terjadi pada tahap ini
(Retnoningrum, 2011).
Lesi Dini atau Early Lesion
Pada tahap ini sudah mulai terlihat tanda klinis eritema. Eritema terjadi karena
proliferasi kapiler dan meningkatnya pembentukan kapiler. Epitel sulkus menipis atau
terbentuk ulserasi. Pada tahap ini mulai terjadi perdarahan pada probing. Ditemukan
70% jaringan kolagen sudah rusak terutama di sekitar sel – sel infiltrat. Neutrofil keluar
dari pembuluh darah sebagai respons terhadap stimulus kemotaktik dari komponen
plak, menembus lamina dasar ke arah epitelium dan masuk ke sulkus. Dalam tahap ini
fibroblast jelas terlihat menunjukkan perubahan sitotoksik sehingga kapasitas produksi
kolagen menurun (Retnoningrum, 2011).
Lesi Mapan atau Established Lesion
Pada tahap ini disebut sebagai gingivitis kronis karena seluruh pembuluh darah
membengkak dan padat, sedangkan pembuluh balik terganggu atau rusak sehingga
aliran darah menjadi lambat. Terlihat perubahan warna kebiruan pada gingiva. Sel – sel
darah merah keluar ke jaringan ikat, sebagian pecah sehingga hemoglobin
menyebabkan warna daerah peradangan menjadi gelap. Lesi ini dapat disebut sebagai
peradangan gingiva moderat hingga berat. Aktivitas kolagenolitik sangat meningkat
karena kolagenase banyak terdapat di jaringan gingiva yang diproduksi oleh sejumlah
bakteri oral maupun neutrophil (Tutuheru, 2014).15
Lesi Lanjut atau Lesi Advanced
Perluasan lesi ke dalam tulang alveolar menunjukkan karakteristik tahap keempat yang
disebut sebagai lesi advanced atau fase kerusakan periodontal. Secara mikroskopis,
terdapat fibrosis pada gingiva dan kerusakan jaringan akibat peradangan dan
imunopatologis. Secara umum pada tahap advanced, sel plasma berlanjut pada jaringan
konektif, dan neutrofil pada epitel junctional dan gingiva. Dan pada tahap ini gingivitis
akan berlanjut pada pada individu yang rentan (Putri, 2010).16

6. Jelaskan prognosis penyakit tersebut!

Denture stomatitis biasanya merupakan kondisi yang tidak berbahaya tanpa


konsekuensi jangka panjang. Biasanya sembuh dengan tindakan sederhana seperti
peningkatan kebersihan gigi palsu atau obat antijamur topikal.

Gingivitis, jika diidentifikasi dan diobati, dapat dengan mudah diatasi karena
kondisinya dapat disembuhkan pada tahap awal. Namun, gingivitis kronis, jika tidak
ditangani, dapat berkembang menjadi periodontitis dan pada akhirnya dapat
menyebabkan kerusakan tulang, menyebabkan kehilangan gigi.17

7. Jelaskan rencana perawatan penyakit tersebut!


Denture stomatitis dapat dicegah dengan kebersihan gigi tiruan yang
adekuat.Terdapat beberapa metode pembersihan gigi tiruan yang dapat dilakukan oleh
pemakai gigi tiruan, yaitu dengan penyikatan (mekanis), perendaman (kimiawi) atau
kombinasi keduanya. Metode pembersihan gigi tiruan yang baik harus didukung
dengan praktek pemakai gigi tiruan dalam menjaga kebersihan gigi tiruan dan rongga
mulut, seperti frekuensi pembersihan gigi tiruan secara teratur, melepas gigi tiruan di
malam hari ketika tidur serta membersihkan mukosa pendukung gigi tiruan. Pemberian
obat anti jamur juga menjadi rencana perawatan pada pasien.13

Tujuan perawatan gingivitis dan periodontitis adalah mengontrol bakteri


sebagai faktor lokal dan meminimalkan pengaruh sistemik sebagai bentuk perawatan
penyakit periodontal non bedah. Perawatan periodontal non bedah meliputi
pemeliharan kebersihan mulut, SRP (scaling root planing) dan pemberian antibiotik
untuk mencegah dan mengurangi penyakit periodontal . Initial phase therapy yang
merupakan terapi awal perawatan penyakit periodontal, merupakan tindakan yang
paling penting untuk semua pasien dengan kelainan periodontal . Tujuan utama SRP
adalah mengembalikan kondisi gingiva menjadi sehat kembali dengan mengeluarkan
faktor-faktor yang menyebabkan inflamasi gingiva seperti plak, kalkulus, endotoxin .
Pemberian antibiotik secara sistemik, mempunyai potensi yang besar untuk mengontrol
bakteri ini, karena bisa menjangkau daerah subgingiva melalui cairan sulkus gingiva.
Pemakaian antibiotik diperlukan bagi pasien yang tidak berhasil dengan perawatan
SRP, serta pada pasien dengan penyakit periodontal akibat penyakit sistemik sebagai
profilaksis pada tindakan periodontal non bedah. Keuntungan terapi antibiotik secara
sistemik yaitu dapat memberantas dan mencegah infeksi bakteri patogen periodontal
yang menyerang jaringan periodontal atau yang berkoloni di dalam rongga mulut.18

8. Jelaskan metode, interval dan waktu penyikatan gigi yang tepat untuk menjaga
kesehatan gingiva.

Terdapat 5 metode menyikat gigi yaitu, Bass, S Stillman, Horizontal, Vertical,


dan Roll
Teknik apapun yang dipergunakan, harus diperhatikan cara menyikat gigi tersebut
jangan sampai merusak struktur gigi. Ada bermacam-macam metode penyikatan gigi,
yaitu:19
1. Metode Horizontal : dilakukan dengan cara semua permukaan gigi disikat dengan
gerakan ke kiri dan ke kanan. Permukaan bukal dan lingual disikat dengan gerakan ke
depan dan ke belakang. Metode horizontal terbukti merupakan cara yang sesuai dengan
bentuk anatomis permukaan oklusal. Metode ini lebih dapat masuk ke sulkus
interdental disbanding dengan metode lain.
2. Metode vertical dilakukan untuk menyikat bagian depan gigi, kedua rahang tertutup
lalu gigi disikat dengan gerakan keatas dan kebawah. Untuk permukaan gigi belakang
gerakan dilakukan dengan keadaan mulut terbuka. Metode ini sederhana dan dapat
membersihkan plak, tetapi tidak dapat menjangkau semua bagian gigi seperti metode
horizontal dengan sempurna sehingga apabila penyikatan tidak benar maka
pembersihan plak tidak maksimal.
3. Metode Roll: ujung bulu sikat diletakkan dengan posisi mengarah ke akar gigi dan
arah bulu sikat pada margin gingiva, sehingga sebagian bulu sikat menekan gusi. Ujung
bulu sikat digerakkan perlahan-lahan sehingga kepala sikat gigi bergerak membentuk
lengkungan melalui permukaan gigi. Permukaan atas mahkota juga disikat. Gerakan ini
diulangi 8- 12 kali pada setiap daerah dengan sistematis. Cara pemijatan ini terutama
bertujuan untuk pemijatan gusi dan untuk pembersihan daerah interdental.
4. Metode Bass: bulu sikat pada permukaan gigi membentuk sudut 45 derajat dengan
panjang gigi dan diarahkan ke akar gigi sehingga menyentuh tepi gusi. Dengan cara
demikian saku gusi dapat dibersihkan dan tepi gusinya dapat dipijat. Sikat gigi
digerakkan dengan getaran kecil-kecil ke depan dan ke belakang selama kurang lebih
15 detik.
5. Metode Stillman dimodifikasi: dianjurkan untuk pembersihan pada daerah dengan
resesi gingiva yang parah disertai tersingkapnya akar gigi, guna menghindari dekstruksi
yang lebih parah pada jaringan akibat abrasi sikat gigi. Jenis sikat gigi yang dianjurkan
adalah sikat gigi dengan kekerasan bulu sikat sedang sampai keras, yang terdiri dari
dua atau tiga baris rumpun bulu sikat.
Lama waktu menyikat gigi yang disarankan adalah 2 menit hingga 5 menit. Menyikat
gigi terlalu lama bisa berarti jika semua permukaan gigi tidak dibersihkan dengan
sempurna. Menyikat gigi terlalu cepat tidak akan membersihkan gigi dengan sempurna,
namun terlalu lama dapat berdampak buruk kepada kesehatan gigi dan gusi. Jenis sikat
gigi yang digunakan juga penting dan sikat gigi diganti jika bulu sikat sudah tidak lurus
(Djamil, 2011).20
Frekuensi menyikat gigi maksimal 3 kali sehari yaitu setelah sarapan pagi, makan siang
dan sebelum tidur malam. Namun pada kenyataanya, menyikat gigi 3 kali sehari tidak
selalu dapat dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, di kantor, atau
tempat lain. Oleh sebab itu, Manson (1971) berpendapat bahwa menyikat gigi cukup 2
kali sehari saja yaitu setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam.
BAB III
KESIMPULAN

Denture stomatitis adalah peradangan mukosa rahang atas. Berdasarkan kasus diatas,
wanita berumur 45 tahun tidak pernah melepas dan membersihkan gigi palsunya
sehingga menyebabkan terjadinya denture stomatitis. Salah satu penyebab
denture stomatitis adalah penggunaan gigi tiruan lepasan secara terus menerus
yang dimana akan menyebabkan pertumbuhan koloni dan bakteri.

Gingivitis merupakan reaksi inflamasi dari gingiva yang ditandai dengan perubahan
warna, perdarahan, adanya pembengkakan, dan lesi pada gingiva. Berdasarkan kasus
diatas, pasien mengalami ada perdarahan gingiva (BOP +) yang berarti adanya
pendarahan pada saat probing namun belum ada kehilangan perlekatan, lalu pada
indeks OHI-S yang mana hasil dari OHI-S pada kasus diatas ialah (OHI-S: DI-S + CI-
S 2,4 + 1,9 = 4,3) yang berarti OHI-S pada pasien tersebut BURUK, hal ini
membuktikan bahwa penyakit tersebut ialah gingivitis
DAFTAR PUSTAKA

1. Setyawan FEB. Komunikasi Medis: Hubungan Dokter-Pasien. Jurnal Unimus 2017;


1(4).
2. Mandagi D.T. Pangemanan D.H.C. Siagian K.V. Gambaran Denture Stomatitis Pada
Pengguna Gigi Tiruan Di Kelurahan Winangun Satu Kecamatan Malalayang. Jurnal
Ilmiah Farmasi 2016; 5(2): 29-37.
3. Korompot F. Siagian K.V. Pangemanan D.H.C. Khoman J. Efektivitas Tindakan
Skeling Terhadap Perawatan Gingivitis di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas
Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-Gigi 2019; 7(2): 58-64.
4. Manson, J.D., & Eley, B.M., 1993, Buku Ajar Periodonti Edisi 2, Jakarta, Hipokrates,
h. 1-240.
5. Herawati1 E.Novani D.Denture Stomatitis Terkait Trauma: Gambaran Klinis dan
Tatalaksananya.Jurnal Kedokteran Gigi 2017; 29(4).
6. Diah. Widodorini T. Nugraheni N.E. Perbedaan Angka Kejadian Gingivitis Antara
Usia Pra-Pubertas Dan Pubertas Di Kota Malang. E-Prodenta Journal Of Dentistry
2018; 2(1): 108-115.
7. Elley BM, Manson JD. Periodontics. Ed ke-5. London: Wright, 2004
8. Zahnmed SM. Subgingival plaque due to gingivitis and inactive periodontitis sites in
the adult periodontitis patient. USA: Pubmed, 1995.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7878415
9. Amoian B, etc. Salvadora persica extract chewing gum and gingival health:
Improvement of gingival and probe-bleeding index. Complement Ther Clin Pract 2010;
16
10. Elley BM, Manson JD. Periodontics. Ed ke-5. London: Wright, 2004
11. Gehrig JS, Willmann DE. Foundations of periodontics for the dental hygienist. Ed-2.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
12. Yosa A, Wahyuni S. Hubungan Kondisi Gigi Berjejal dengan Terjadinya Gingivitis
pada Siswa SDN Bumisari Kecamatan Natar Lampung Selatan. Jurnal eperawatan
2015; 11 (1).
13. Krisma W. Mozartha M. Purba R. Level of Denture Cleanliness Influences the Presence
of Denture Stomatitis on Maxillary Denture Bearing-Mucosa. Journal Of Dentistry
2014; 21(2): 44-48.
14. Retroningrum D. Gingivitis pada ibu hamil sebagai factor resiko terjadinya bayi berat
badan lahir rendah kurang bulan di rs. Kariadi Semarang. Dentika Dental Journal 2011;
1(1).
15. Tutuheru, dkk. Status Kebersihan Gigi dan Mulut Pasien Poloklinik Gigi Puskesmas
Paniki Bawah Manado. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sam Ratulangi Manado
2014; 2 (3)
16. Putri, Hiranya M, dkk. Ilmu Pencegahan Penyakit Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan
Pendukung Gigi. Jakarta: EGC, 2010
17. Rathee M. Jain P. Gingivitis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557422/ 17
November 2020. (20 Februari 2021).
18. Kodir A.I.A. Perbedaan Efektivitas Antara Pemberian Secara Sistemik Ciprofloksasin
dan Amoksilin Setelah Scalling & Root Planning Pada Periodontitis Kronis Penderita
Hipertensi. J Ked Gi 2014; 5(4): 323-328.

19. Haryanti DD, Adhani R, Aspriyanto D, Dewi IR. Efektivitas Menyikat Gigi Metode
Horizontal, Vertical, dan Roll Terhadap Penurunan Plak pada Anak Usia 9-11 Tahun.
Dentino Jurnal Kedokteran Gigi 2014; 2 (2)
20. Djamil, M. S . 2011. A-Z: Kesehatan Gigi: Panduan Lengkap Kesehatan Gigi
Keluarga. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai