Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PEMICU 3 BLOK 9

“Bengkak dan Sakit Di Daerah Rahang Bawah & Leher, Akibat Cabut Gigi”

DISUSUN OLEH:
TRYA FITRI AYUNI
190600063
KELAS B

DOSEN PEMBIMBING
Dr. drg. Ameta Primasari, MDSc, M.Kes, Sp. PMM
Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS, Sp.FK
Drg. Minasari, MM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020/2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur pengangkatan gigi beserta akarnya dari
dalam soket tulang alveolaris menggunakan tang, elevator ataupun dengan pendekatan
transalveolar (pembedahan). Sebelum dilakukan pencabutan gigi, dapat diberi anastesi
local yang terdiri dari lidokain yang dicampur dengan epinefrin pada lokasi yang akan
dilakukan Tindakan. Proses ini melibatkan jaringan tulang dan jaringan lunak dari rongga
mulut. Data persentase pencabutan gigi terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Tindakan pencabutan yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit pada gigi utuh atau
akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi,sehingga bekas
pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa
mendatang. Penyembuhan luka adalah proses pergantian dan perbaikan fungsi jaringan
yang rusak,melibatkan hubungan yang rumit antara faktor seluler,humoral dan unsur
jaringan ikat.Proses penyembuhan luka terbagi menjadi 3 tahap,yaitu peradangan yang
terjadi pada hari ke-0 sampai hari ke-3,regenerasi yang terjadi pada hari ke-3 sampai hari
ke-14 dan maturasi yang terjadi hari ke-7 sampai dengan satu tahun.

1.2 Deskripsi Topik

Nama : Bengkak dan Sakit Di Daerah Rahang Bawah & Leher, Akibat Cabut Gigi
Penyusun : Dr. drg. Ameta Primasari, MDSc, M.Kes, Sp. PMM; Prof. Dr. dr. Rozaimah;
Zain-Hamid, MS, Sp.FK; Drg. Minasari, MM.

Kasus:

Seorang ibu berusia 42 tahun datang berobat ke dokter gigi dengan keluhan rasa sakit yang
hebat dibekas pencabutan gigi geraham bawahnya, meluas sampai ke leher, disertai
pembengkakan pada rahang bawah. Dua hari yang lalu, pasien melakukan pencabutan gigi
dan pasien tidak mengkonsumsi obat yang diresepkan dokter. Dari anamnesis diketahui
bahwa pencabutan gigi tersebut berlangsung lama, sehingga memperbesar kemungkinan
luka terkontaminasi oleh mikroorganisme, gigi mengalami fraktur dan sakit sehingga
dokter memberikan suntikan anestesi berkali-kali.
Hasil pemeriksaan intra oral menunjukkan adanya peradangan disekitar daerah bekas
pencabutan pada soket pencabutan gigi 46 dan tidak terjadinya pembekuan darah pada luka
bekas pencabutan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Jelaskan patofisiologis timbulnya rasa sakit

Peningkatan rasa sakit setelah beberapa hari pasca ekstraksi gigidapat


menyebabkan dry socket. Dry socket merupakan salah suatu komplikasi pasca ekstrasi
atau pencabutan gigi permanen yang sering ditemukan dimana terjadi infeksi pada saat
proses penyembuhan luka operasi. Dry socket ini terjadi karena adanya perubahan
plasminogen menjadi plasmin yang menyebabkan fibrinolisis pada bekuan darah di soket
bekas pencabutan. Adanya trauma dan infeksi menyebabkan timbulnya reaksi inflamasi
pada sum-sum tulang dan akan terjadi pelepasan tissue activator. Pelepasan ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan plasminogen di dalam clot menjadi plasmin. Agen
fibrinolitik ini akan menghacurkan blood clot dan pada saat yang bersamaan, terjadi
pelepasan kinin dari kinogen, yang juga di dalam clot, sehingga akan menimbulkan
terjadinya rasa sakit.1

2. Jelaskan patofisiologis timbulnya pembengkakan di rahang bawah

Infeksi odontogen merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi.
Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit periodontal,
perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan).
Infeksi odontogen disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal dalam
mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus gingiva, dan mukosa mulut. Bakteri yang
utama ditemukan adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif
dan batang anaerob gram negatif. Bakteribakteri tersebut dapat menyebabkan karies,
gingivitis, dan periodontitis jika mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis
pulpa dan pocket periodontal yang dalam sehingga akan terjadi infeksi odontogen.
Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari
setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan yaitu sekitar 60% disebabkan oleh
bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada
pemeriksaan kultur adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus,
Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, dan
Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan infeksi odontogen yaitu
hanya sekitar 5%. Bila infeksi odontogen disebabkan oleh bakteri aerob, biasanya
organisme penyebabnya adalah species Streptococcus. Infeksi odontogen juga banyak
yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35%.
Maka, yang terjadi pada kasus diatas ialah kasus terjadinya infeksi
odontogen,karena Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit
periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Seperti yang
diketahui bahwa pada kasus diatas terjadi pembengkakan setelah melakukan
pembedahan (pencabutan gigi).Hal ini membuktikan bahwa ada terjadi infeksi setelah
melakukan tindakan pembedahan (pencabutan gigi).2

3. Jelaskan berbagai kondisi yang dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat, meluas
sampai ke leher, disertai pembengkakan pada rahang bawah.

Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses
infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe sub- mandibular. Selain disebabkan
oleh infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh limfadenitis,
trauma, atau pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam
lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob.

Umumnya infeksi rongga mulut merupakan mixed infections, yaitu infeksi


karena dua atau lebih jenis kuman patogen. Infeksi dalam rongga mulut biasanya
berasal dari 1) jaringan apikal suatu gigi non vital, akar gigi, kista periapikal yang
terinfeksi, 2) jaringan periodontal, dan 3) jaringan perikoronal, yang akan
menyebabkan infeksi pada jaringan di sekitarnya. Infeksi pada rongga mulut umumnya
disebabkan oleh adanya Streptococcus dan Staphylococcus serta organisme mikro gram
negtif yang berbentuk batang dan anaerob. Bila tidak segera dilakukan perawatan yang
baik, maka proses akan berlanjut, sehingga terjadi supurasi yang disebabkan oleh
bakteri Staphylococcus atau kadang-kadang juga terjadi mixed infection dengan kuman
anaerob, kemudian diikuti proses destruksi tulang alveolar dan tempat tersebut terisi
oleh abses.

Infeksi di daerah alveolar ini secara klinis dapat berupa abses kronis dan akut.
Abses kronis tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti, sehingga ditemukan secara
tidak sengaja, misalnya pada saat pembuatan ronsen untuk tujuan perawatan yang lain
misalnya untuk mencari ada tidaknya fokus infeksi. Pada beberapa kasus dijumpai
adanya skin fistula yang merupakan tanda fokus infeksi di sekitar apeks gigi nekrotik.

Abses akut biasanya diikuti oleh gejala klinis yang nyata. Pembengkakan
merupakan merupakan reaksi lokal terhadap iritasi dari organisme mikro yang patogen
bermanifestasi pada jaringan lunak berupa peradangan akut, seperti rubor, tumor, dolor,
calor dan functio lesa. Nyeri hebat yang terjadi pada abses akut disebabkan abses
terkurung dalam tulang. Rasa nyeri dan sakit ini berkurang bila terjadi perforasi abses
ke jaringan lunak sekitar, lalu menjadi selulitis jaringan lunak yang bervariasi,
tergantung lokasi terjadinya abses. Jika berkumpul di vestibulum, maka gingiva akan
membengkak, merah, lalu terjadi fluktuasi. Bila pada rahang atas maka jaringan pipi
membengkak hingga kadang-kadang menutupi daerah mata.

Pembengkakan akibat abses dentoalveolar sangat bervariasi; biasanya terjadi


pada bagian labial/bukal mandibula/maksila dan bagian lingual mandibula.
Pembengkakan pada bagian palatal sangat jarang, dan biasanya didiagnosis banding
dengan kista atau tumor. Pembengkakan ekstra oral biasanya disertai odema muka pada
sisi yang terinfeksi, dengan akibat pembesaran kelenjar limfe, sehingga secara klinis
kelenjar akan teraba dengan konsistensi lunak dan sakit bila ditekan. Lokasi
pembengkakan akibat abses akut tergantung pada regio tempat infeksi terjadi. Ludwig’s
angina terjadi sebab meluasnya abses ke submandibula bilateral, submentale dan
sublingual.3

4. Jelaskan kondisi/proses yang dapat terjadi akibat kontaminasi mikroorganisme pada


luka.

Infeksi gigi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang
sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya
akan terjadi kematian pulpa gigi atau nekrosis pulpa. Adanya gigi yang nekrosis
menyebabkan bakteri dapat masuk ke ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis
dentis pada pulpa tidak dapat mendrainase pulpa yang terinfeksi.

Menurut hasil studi yang ada, menunjukkan bahwa bakteri anaerob Treponema
Denticola yang merupakan habitat normal dalam rongga mulut dapat merangsang
aktivitas fibrinolitik karena kerja enzimnya seperti kerja Plasmin yang dapat
memecahkan bekuan darah yang pada akhirnya dapat terjadi Dry Socket, organisme ini
tidak menghasilkan pus, pembengkakan atau warna yang lebih merah tetapi ketika
terinfeksi bakteri anaerob yang lain akan menghasilkan bau busuk dan rasa yang tidak
enak. Dan juga Salah satu mikroorganisme yang sering ditemukan dalam mulut yaitu
Staphylococcus aureus (S. aureus). Jenis bakteri ini merupakan bakteri fakultatif
anaerob yang menjadi penyebab paling utama infeksi pada manusia. Staphylococcus
aureus sebagai salah salah satu mikroflora normal yang berada didalam mulut, beberapa
penyakit didalam rongga mulut dan sekitarnya yang dapat disebabkan S. aureus yaitu
abses, gingivitis, angular cheilitis, parotitis, dan Staphylococcal mucosistis dan denture
stomatitis.2

5. Jelaskan peran mikroorganisme dalam menghambat penyembuhan luka.

Luka berpeluang infeksi bila akibat kehilangan intergritas kulit tersedia daerah
lembab, hangat, dan kaya nutrien yang sangat menguntungkan pertumbuhan bakteri.
Sel-sel pada berbagai bagian biofilm memperlihatkan pola ekspresi gen yang berbeda,
dan kompleksitas struktur biofilm dan metabolisme dapat dianalogikan sebagai
jaringan dari organisme yang lebih tinggi. Sel-sel bakteri sesil melepaskan antigen dan
menstimulai pembentukan antibodi pejamu tetapi tidak efektif untuk mematikan bakteri
tersebut dan malahan dapat menyebabkan kerusakan kompleks

Epitelium gingiva berperan melindungi jaringan gingiva dari trauma mekanis,


kimiawi dan termal serta invasi mikroba. Re-epitelisasi merupakan fase penting dalam
penyembuhan luka soket pasca pencabutan gigi. Luka soket gigi secara fisiologis
mengalami proses penyembuhan yang terdiri atas penyembuhan jaringan lunak dan
penyembuhan jaringan keras.

Luka soket gigi yang terpapar secara langsung terhadap lingkungan rongga
mulut memungkinkan masuknya mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan
alveolar osteitis, fistula oroantral dan bacteremia.4

6. Jelaskan berbagai kondisi yang dapat menyebabkan fraktur pada gigi, dan akibat yang
ditimbulkannya.
Traumatic Dental Injuries (TDI) sebagai penyebab terjadinya fraktur. Fraktur
gigi terbagi menjadi dua yaitu fraktur longitudinal yang sering terjadi pada semua tipe
gigi dan fraktur horizontal pada gigi anterior. Penyebab kasus fraktur longitudinal
disebabkan oleh prosedur dental dan tekanan oklusal, seperti akibat dari kebiasaan
mengunyah es, permen keras, karies yang merusak kekuatan gigi dan preparasi kavitas
yang berlebihan. Sedangkan etiologi dari fraktur horizontal terbagi menjadi trauma gigi
yang tidak disengaja, trauma gigi yang disengaja dan iatrogenik TDI. Trauma gigi yang
tidak disengaja meliputi jatuh, benturan, kegiatan fisik seperti olahraga, kecelakaan lalu
lintas, penggunaan gigi yang tidak tepat, menggigit benda yang keras, adanya penyakit
seperti epilepsy dan keterbatasan fisik. Adapun trauma gigi yang disengaja seperti
kekerasan fisik. Sedangkan iatrogenik TDI yang sering terjadi seperti kerusakan
mahkota atau bridges, avulsi hingga nekrosis pulpa.5

Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi karena berbagai faktor dan
bervariasi pula dalam hal yang ditimbulkannya. Komplikasi dapat digolongkan menjadi
intraoperatif, segera sesudah pencabutan dan jauh setelah pencabutan. Komplikasi yang
sering ditemui pada pencabutan gigi antara lain perdarahan, pembengkakan, rasa sakit,
dry socket, fraktur, dan dislokasi mandibula.6

7. Apakah dampak yang terjadi akibat pemberian anestesi yang berkali-kali.

Bahan anestesi lokal merupakan salah satu bahan yang paling sering digunakan
dalam kedokteran gigi, bahkan menjadi bahan yang mutlak digunakan dalam praktek
dokter gigi sehari-hari. sehari-hari. Bahan anestesi lokal digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit yang timbul akibat prosedur kedokteran gigi yang dilakukan.

Anestesi lokal didefiniskan sebagai kehilangan sensasi pada daerah tubuh


tertentu yang disebabkan oleh depresi eksitasi pada ujung saraf atau adanya
penghambatan proses konduksi dalam saraf perifer. Sifat penting dari anestesi lokal
yaitu bahwa obat ini dapat menghilangkan sensasi rasa sakit tanpa menghilangkan
kesadaran.

Obat-obatan anestesi yang tidak digunakan dengan tepat juga membahayakan


pasien. Pada orang yang berulang kali mendapat obat anestesi fungsi kognitifnya akan
menurun, selain itu bisa terjadi efek kebal sehingga dosisnya perlu dinaikkan. Beberapa
penelitian juga menunjukkan terjadinya perubahan di otak saat seseorang berada di fase
tidak sadarkan diri karena anestesi. Juga dapat menimbulkan efek negatif terutama pada
pasien yang memiliki penyakit sistemik dan mengonsumsi obat-obatan. Pemberian
anestesi lokal yang mengandung epinefrin 1:80.000 sebelum tindakan pencabutan gigi
menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik.7

8. Jelaskan faktor penting yang membuat pasien tidak mengkonsumsi obatnya.

Faktor yang dominan terhadap ketidak patuhan pengobatan adalah


pengetahuan. Pasien tidak menghabiskan antibiotik karena pengetahuan tentang
instruksi tersebut masih kurang. Pasien hanya menerima informasi untuk
menghabiskan obat antibiotik tanpa mengetahui atau menerima informasi maksud dan
tujuan instruksi tersebut. Pasien tidak mengetahui resiko terjadinya resistensi obat jika
tidak menghabiskan antibiotik yang diresepkan.

Pasien berhenti minum obat dengan pertimbangan merasa diri sudah sehat dan
rasa takut yang dirasakan pasien jika mengonsumsi obat terlalu banyak justru akan
menimbulkan penyakit baru. Pasien merasa kurang paham dengan penjelasan dari
dokter tentang obat antibiotik sehingga pasien tidak patuh dengan anjuran yang dokter
sudah diberikan. Alasan yang lain yaitu terjadi efek samping obat berarti informasi obat
yang disampaikan kurang lengkap.8

9. Jelaskan etiologi & patogenesis peradangan disekitar daerah bekas pencabutan.

Etiologi terbanyak diakibatkan oleh kuman Stroptococcus sp. Mikroorganisme


lainnya adalah anaerob gram negatif seperti Prevotella, Porphyromona, dan
Fusobacterium. Infeksi odontogenik umumnya merupakan infeksi campuran dari
berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob. Infeksi campuran terjadi
pada 50% kasus.
Infeksi primer dapat berasal dari gigi (odontogenik) seperti perluasan
infeksi/abses pariapikal, osteomielitis dan perikoronitis yang berkaitan dengan erupsi
gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi
periapikal/perikoronal. Selain sebab odontogenik, infeksi dapat terjadi akibat dari
penyuntikan dengan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (sialodenitis),
fraktur maksila/mandibula, laserasi dasar mulut, serta infeksi sekunder dari keganasan
rongga mulut. Phlegmon dasar mulut diketahui dari epidemiologi 90% kasus dewasa
disebabkan dari infeksi akut gigi molar rahang bawah yang menyebar (infeksi
odontogenik).9
Infeksi odontogen disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal dalam
mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus gingiva, dan mukosa mulut. Bakteri yang
utama ditemukan adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif
dan batang anaerob gram negatif. Bakteribakteri tersebut dapat menyebabkan karies,
gingivitis, dan periodontitis jika mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis
pulpa dan pocket periodontal yang dalam sehingga akan terjadi infeksi odontogen.
Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari
setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan yaitu sekitar 60% disebabkan oleh
bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada
pemeriksaan kultur adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus,
Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, dan
Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan infeksi odontogen yaitu
hanya sekitar 5%. Bila infeksi odontogen disebabkan oleh bakteri aerob, biasanya
organisme penyebabnya adalah species Streptococcus. Infeksi odontogen juga banyak
yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35%.2

10. Jelaskan peran farmakokinetik dalam proses penyembuhan luka.

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya


kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan. Penggabungan
respon vaskuler, aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia sebagai substansi
mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses
penyembuhan luka.

Proses farmakoninetik dalam penyembuhan luka berperan dengan


mengabsorbsi obat atau menggerakkan partikel Obat dari tempat pemberian masuk ke
dalam aliran darah. Kemudian, mendistribusikan obat dari sirkulasi darah masuk ke
jaringan ekstraseluler dan jaringan-jaringan yang memiliki reseptor dengan obat
sehingga ketika obat telah berikatan dengan reseptor tersebut dan kadar dari obat sesuai
dengan kadar reseptor tersebut maka efek yang ingin didapatkan dapat tercapai yaitu
sembuhnya luka tersebut. Setelah pendistribusian obat, beberapa partikel - partikel obat
dimetabolisme terlebih dahulu di hepar sebelum diekskresikan. Metabolisme enzim
pada obat ini dipandang sebagai sistem detokfikasi nonselektif yang berguna untuk
membebaskan tubuh dari substansi asing. Kemudian obat diekskresikan melalui rute
utama nya yaitu ginjal, dan rute lainnya seperti empedu, feses, paru-paru, saliva,
keringat, dan air susu ibu.10

11. Jelaskan kondisi yang menyebabkan tidak terjadinya pembekuan darah pada luka bekas
pencabutan gigi.

Kesatuan dari jaringan lunak dan jaringan keras gigi dalam rongga mulut dapat
mengalami kerusakan yang menyebabkan adanya jalur terbuka untuk terjadinya infeksi
yang menyebabkan komplikasi dalam penyembuhan luka pasca pencabutan gigi. Salah
satu komplikasi dari pencabutan gigi adalah dry socket.4 Dry socket (alveolar osteitis)
adalah gangguan dalam penyembuhan luka berupa inflamasi yang meliputi salah satu
atau seluruh bagian dari lapisan tulang padat pada soket gigi (lamina dura).3,5 Dry
socket dikenal sebagai osteitis lokal atau vokal dan secara klinis bermanisfestasi berupa
inflamasi yang meliputi salah satu atau seluruh bagian dari lapisan tulang padat pada
soket gigi (lamina dura).Dry socket digambarkan sebagai komplikasi pada disentegrasi
bekuan darah intra alveolar yang dimulai sejak hari ke dua hingga ke empat pasca
pencabutan gigi. Dry socket adalah gangguan dalam penyembuhan yang terjadi setelah
pembentukan bekuan darah yang matang, tapi sebelum bekuan darah tersebut
digantikan oleh jaringan granulasi.
Dry socket merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pasca
pencabutan gigi permanen. Tingkat insidensi dry socket dilaporkan di Indonesia
mencapai 0,5 % hingga 5% pasca pencabutan gigi. Pada pencabutan gigi lebih sering
terjadi pada molar mandibula sekitar 3%-38%. Pencabutan gigi secara bedah juga
dilaporkan dapat menimbulkan insidensi dry socket 10 kali lebih tinggi. Angka kejadian
dry socket pada wanita menunjukkan peningkatan dari laki-laki sekitar 2:1.Penggunaan
kontrasepsi oral merupakan salah satu faktor yang menyebabkan dry socket.
Berdasarkan penelitian dari 267 pasien di University Hospital Complex of Santiago de
Compostela, diperoleh prevalensi dry socket secara keseluruhan yaitu 6,4%. Prevalensi
dry socket sebesar 11,5% pada pengguna kontrasepsi oral dibandingkan dengan 3,9%
pada yang tidak menggunakan kontrasepsi oral.11

12. Jelaskan jenis-jenis pemeriksaan yang dilakukan untuk screening pembekuan darah.
Uji skrining pembekuan darah memungkinkan penilaian terhadap sistem
ekstrinsik dan intrinsik pembekuan darah dan juga perubahan sentral fibrinogen
menjadi fibrin.
1. Uji masa protrombin (prothrombin time = PT) berguna untuk menilai kemampuan
faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama, yaitu faktor I (fibrinogen), faktor
II (prothrombin), faktor V (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart).
2. Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplstin time =
aPTT) adalah uji laboratorium untuk menilai kelainan koagulasi pada jalur bersama,
yaitu faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein, kininogen, faktor XI (plasma
tromboplastin antecendent). faktor IX (faktor Christmas), faktor VIII
(antihemophilic factor), faktor X (faktor Stuart), faktor V (proakselerin), faktor II
(protrombin) dan faktor I (fibrinogen)
3. Pemeriksaan masa perdarahan (bleeding time = BT) dan masa pembekuan (clotting
time = CT) memiliki sesnsitivitas dan spesifisitas yang rendah dalam memprediksi
risiko perdarahan, dibandingkan pemeriksaan masa tromboplastin parsial
teraktivasi (aPTT) lebih sensitif dan mempunyai reprodusibilitas yang lebih baik
dibanding clotting time.12

13. Obat apa yang seharusnya diberikan kepada pasien (kasus di atas) & bagaimana
mekanisme kerjanya.

Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka termasuk jenis obat yang
digunakan pada perawatan antara lain Non Steroid Anti Inflamation Drug (NSAID)
yang sering digunakan sebagai antiinflamasi. Setiap jenis NSAID memiliki keunggulan
dan keuntungan, serta efek samping. Efek samping NSAID dapat terjadi pada berbagai
organ tubuh penting seperti ginjal, sistem kardiovaskular, dan pencernaan. Keuntungan
dan bahaya efek samping NSAID dapat dikaitkan dengan mekanisme kerjanya. Cara
kerja NSAID adalah sebagai regulator prostaglandin untuk menekan cyclo-oxygenase
(COX) pada proses peradangan. erdapat beberapa jenis NSAID antara lain aspirin,
parasetamol, Ibuprofen, asam mefenamat, endometasin, diklofenak, piroksikam, dan
nemosulide. Ibuprofen dikenal masyarakat mempunyai aktivitas antirematik-
antiradang dan sering digunakan terutama untuk mengurangi peradangan.13

14. Jelaskan mekanisme terjadinya resistensi terhadap obat (khususnya antibiotik).


Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan salah satu
atau lebih mekanisme berikut:

1. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotika. Misalnya


Stafilokoki, resisten terhadap penisilin G menghasilkan beta-laktamase, yang merusak
obat tersebut. Beta- laktamase lain dihasilkan oleh bakteri batang Gram-negatif.
2. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Misalnya tetrasiklin, tertimbun
dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri yang resisten.
3. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat. Misalnya
resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan dengan hilangnya (atau
perubahan) protein spesifik pada subunit 30s ribosom bakteri yang bertindak sebagai
reseptor pada organisme yang rentan.
4. Bakteri mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung dihambat oleh obat.
Misalnya beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak membutuhkan
PABA ekstraseluler, tetapi seperti sel mamalia dapat menggunakan asam folat yang
telah dibentuk.
5. Bakteri mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan fungsi
metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari pada enzim pada kuman
yang rentan. Misalnya beberapa bakteri yang rentan terhadap sulfonamid,
dihidropteroat sintetase, mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap
sulfonamid dari pada PABA (Jawetz, 1997).

Penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan


irasional.

Terdapat beberapa faktor yang mendukung terjadinya resistensi, antara lain:

1. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional): terlalu singkat, dalam dosis yang terlalu
rendah, diagnosa awal yang salah, dalam potensi yang tidak adekuat.
2. Faktor yang berhubungan dengan pasien. Pasien dengan pengetahuan yang salah akan
cenderung menganggap wajib diberikan antibiotik dalam penanganan penyakit
meskipun disebabkan oleh virus, misalnya flu, batuk-pilek, demam yang banyak
dijumpai di masyarakat. Pasien dengan kemampuan finansial yang baik akan meminta
diberikan terapi antibiotik yang paling baru dan mahal meskipun tidak diperlukan.
Bahkan pasien membeli antibiotika sendiri tanpa peresepan dari dokter (self
medication). Sedangkan pasien dengan kemampuan finansial yang rendah seringkali
tidak mampu untuk menuntaskan regimen terapi.
3. Peresepan: dalam jumlah besar, meningkatkan unnecessary health care expenditure
dan seleksi resistensi terhadap obat-obatan baru. Peresepan meningkat ketika diagnose
awal belum pasti. Klinisi sering kesulitan dalam menentukan antibiotik yang tepat
karena kurangnya pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotiknya.
4. Penggunaan monoterapi : dibandingkan dengan penggunaan terapi kombinasi,
penggunaan monoterapi lebih mudah menimbulkan resistensi.
5. Perilaku hidup sehat: terutama bagi tenaga kesehatan, misalnya mencuci tangan setelah
memeriksa pasien atau desinfeksi alat-alat yang akan dipakai untuk memeriksa
pasien.14
BAB III
PENUTUP

Pembengkakan pada rahang bawah dapat terjadi karena pencabutan gigi yang
memakan waktu yang lama, gigi mengalami fraktur , dokter memberikan suntikan anestesi
berkali-kali sehingga menyebabkan kondisi yang dinamakan Dry Socket. Dry socket atau
alveolar osteitis adalah nyeri hebat setelah cabut gigi karena peradangan di tulang rahang.
Normalnya, ruang kosong atau soket pada gigi yang telah dicabut akan dilapisi gumpalan
darah. Fungsi dari gumpalan darah ini adalah melindungi tulang dan saraf, sebelum tertutup
oleh jaringan yang baru. Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal
dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibular. Selain
disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh
limfadenitis, trauma, atau pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher
dalam lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob.
DAFTAR PUSTAKA

1. Preetha S. An Overview Of Dry Socket And It’s Management. IOSR Journal Of Dental
And Medical Science 2014; 13(5): 32-4.
2. laporan kasus dr drg. L.Cinthia Hutomo, Sp. Ort PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2018.
3. (Penatalaksanaan infeksi rongga mulut: Ludwig’s angina (Laporan Kasus)
Management of oral cavity infection: Ludwig’s angina (case report). Muh. Irfan Rasul,
Netty N. Kawulusan.Makassar Dent J 2018; 7(1): 30-34).
4. Alhasyimi AA. Induksi Re-epitalisasi Pada Proses Penyembuhan Gingiva. Jurnal B-
Dent. 2016; 3(1): 31- 38.
5. Farani W. Nurunnisa W. Distribusi Frekuensi Fraktur Gigi Permanen Di Rumah Sakit.
Gigi Dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Insisiva Dental Journal
2018; 7(1): 30-31.
6. Lande R. Kepel B. Siagian K. Gambaran Faktor Risiko Dan Komplikasi Pencabutan
Gigi Di RSGM PSPDG-FK UNSRAT. Jurnal e-GiGi (eG) 2015; 3(2): 477.
7. Wijaya MA, Hidayat M, Sitorus TD. Blood Pressure Changes on Tooth Extraction
Using Local Anesthesia Contains 1:80,000 Epinephrine at Jatinangor Primary Health
Care. JMH 2018; 2(2): 712-713.
8. Setiawan I. Mariati W. Leman M.A. Gambaran Kepatuhan Pasien Melaksanakan
Intruksi Setelah PencabutaN Gigi Di RSGM FK UNSRAT. Jurnal e-Gigi (eG) 2015;
3(2): 367-372.
9. Aditya M,Wulan AJ.Phlegmon Dasar Mulut Odontogenik: Laporan Kasus Juke Unila
2015; 5( 9): 19.
10. Pohan HT. Dasar-dasar Pemilihan Antibiotik pada Infeksi Komunitas. Dalam: Setiati
et al. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2005: 50-55.
11. Ananda R.S. Khatimah H. Sukmana B.I. Perbedaan Angka Kejadian Dry Socket Pada
Pengguna Kontrasepsi Hormonal Dan Yang Tidak Menggunakan Kontrasepsi
Hormonal. Dentino (Jur. Ked. Gigi) 2016; 1(1): 21-26.
12. Wahdaniah, Tumpuk S. Hubungan Jumlah Trombosit Dengan Nilai Prothrombin Time
Dan Activated Partial Thromboplastin Time Pada Pasien Persiapan Tindakan Operasi.
Jurnal Laboratorium Khatulistiwa 2017; 1(1): 8-12.
13. Agustin R. Nurdiana D. Rahardja S.D. Efektivitas Ekstrak Ikan Haruan (Channa striata)
Dan Ibuprofen Terhadap Jumlah Sel Neutrofil Pada Proses Penyembuhan Luka Studi
in Vivo pada Mukosa Bukal Tikus (Rattus norvegicus) Wistar. Dentino (Jur. Ked. Gigi)
2016; 1(1): 69.
14. Utami R. Antibiotika, Resistensi, Dan Rasionalitas Terapi. Jurnal El-Hayah 2011; 1(4):
193.

Anda mungkin juga menyukai