Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL

ANALISIS KARATERISTIK CAMPURAN ASPAL AC-BASE


MENGGUNAKAN ASPAL PERTAMINA PADA MATERIAL QUARY
WAI LAFA KABUPATEN MALUKU TENGAH

Disusun Oleh :

ERLANDO CALY LEATEMIA


12122201150022

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

2020
RINGKASAN

Perkerasan jalan merupakan hal yang utama untuk menunjang dalam


bertansportasi secara aman, nyaman dan mudah maka dari itu dibutuhkan
perkerasan jalan yang memadai dan layak untuk dipergunakan. Salah satu jenis
perkerasan yang digunakan di Indonesia adalah perkerasan lentur. Sedangkan
jenis campuran yang digunakan adalah Asphalt Concrete (AC) atau di Indonesia
sering disebut sebagai lapis aspal beton (Laston). Aspal yang paling umum
digunakan di Indonesia sebagai bahan pengikat agregat halus dan kasar pada
lapisan pekerasan jalan adalah aspal minyak. Material berupa agregat kasar dan
agregat halus pada Quary Wai Lafa merupakan tempat pengambilan sampel
yang berada di sekitar area desa Lafa, kecamatan Telutih, Kabupaten Maluku
Tengah. Agregat yang berada pada Quary tersebut berupa material yang
diambil dari hasil galian material pada aliran sungai Lafa. Agregat pada Quary
Wai Lafa telah banyak digunakan sebagai bahan perkerasan jalan baik itu
disekitar kabupaten Maluku Tengah bahkan di daerah lain di Maluku seperti
daerah Saumlaki. Namun selama ini agregat tersebut digunakan sebagai bahan
perkerasan jalan baik itu pada lapisan perkerasan AC-WC maupun AC-BC
masih menggunakan aspal pertamina sebagai bahan pengikat. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisa kelayakan material Quary Wai Lafa sebagai bahan
perkerasan jalan dan menganalisis karakteristik campuran aspal AC-BC dengan
menggunakan aspal buton (Asbuton) dan aspal pertamina pada material Quary
Wai Lafa. Penelitian ini menggunakan pengujian Marshall dan mengacu pada
standar SNI dan Spesifikasi Bina Marga 2018 dengan tahapan pelaksanaan
meliputi : pemeriksaan agregat kasar dan halus, pengujian aspal baik itu aspal
buton maupun aspal pertamina dilanjutkan dengan pembuatan benda uji dan
pengujian Marshall.

Kata kunci : Karakteristik, Material, Aspal , Marshall


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jalan merupakan prasarana dalam mendukung laju perekonomian serta


berperan sangat besar dalam kemajuan dan perkembangan suatu daerah.
Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang sangat membutuhkan
kualitas dan kuantitas jalan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
untuk melakukan berbagai jenis kegiatan perekonomian baik itu aksesibilitas
maupun perpindahan barang dan jasa. (Hartantyo, 2015)

Perkerasan jalan merupakan hal yang utama untuk menunjang dalam


bertansportasi secara aman, nyaman dan mudah maka dari itu dibutuhkan
perkerasan jalan yang memadai dan layak untuk dipergunakan. Salah satu jenis
perkerasan yang digunakan di Indonesia adalah perkerasan lentur. Sedangkan
jenis campuran yang digunakan adalah Asphalt Concrete (AC) atau di Indonesia
sering disebut sebagai lapis aspal beton (Laston).(Risdianto  Marissa, 2019)

Menurut (Tol, 2009) Laston Atas atau lapisan pondasi atas (AC- Base)
merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal
dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
Lapisan ini terletak di bawah lapis pengikat (AC- BC), perkerasan tersebut
tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas
untuk menahan beban lalu lintas yang disebarkan melalui roda kendaraan. Lapis
Pondasi (AC- Base) berfungsi untuk memberi dukungan lapis permukaan,
mengurangi regangan dan tegangan, menyebarkan dan meneruskan beban
konstruksi jalan di bawahnya (sub grade).(Surat, 2012)

1
Material berupa agregat kasar dan agregat halus pada Quary Wai Lafa
merupakan tempat pengambilan sampel yang berada di sekitar area desa Lafa,
kecamatan Telutih, Kabupaten Maluku Tengah. Agregat yang berada pada
Quary tersebut berupa material yang diambil dari hasil galian material pada
aliran sungai Lafa, dengan luasan Quary mencapai sekitar 75 Ha. Agregat pada
Quary Wai Lafa telah banyak digunakan sebagai bahan perkerasan jalan baik
itu disekitar kabupaten Maluku Tengah bahkan di daerah lain di Maluku seperti
daerah Saumlaki.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk


mengambil judul penelitian tentang : “ANALISIS KARAKTERISTIK
CAMPURAN ASPAL AC-BASE MENGGUNAKAN ASPAL
PERTAMINA PADA MATERIAL QUARY WAI LAFA KABUPATEN
MALUKU TENGAH”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang di atas,maka rumusan masalah untuk penelitian ini
adalah :
1. Apakah material dari pada Quary Wai lafa layak digunakan untuk
Aspal Beton (AC-BASE) sesuai spesifikasi umum Bina Marga 2018?
2. Bagaimana karaktekristik campuran aspal AC-BASE dengan
menggunakan aspal pertamina pada material Quary Wai lafa
Kabupaten Maluku Tengah?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kelayakan material Quary Wai lafa yang


digunakan untuk Aspal Beton (AC-BASE) sesuai spesifikasi umum
Bina Marga 2018.

2
2. Menganalisis karaktekristik campuran aspal AC-BASE dengan
menggunakan aspal pertamina pada material Quary Wai lafa
Kabupaten Maluku Tengah.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Dari hasil penelitian dapat di peroleh suatu hasil penelitian yang dapat
menambah wawasan mengenai kelayakan material yang digunakan
sebagai campuran aspal beton (AC-BASE)
2. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan instasi terkait
terutama tentang desain campuran aspal beton (AC-BASE)

1.5 BATASAN MASALAH

Agar pembahasan tidak keluar dari tujuan yang telah ditetapkan,maka


dilakukan beberapa batasan masalah dalam penelitian in antara lain:

1. Bahan baku untuk campuran beraspal panas yang dipakai dlam


penelitian ini, batu pecah 5/10, 10/20,dan pasir berasal dari berasal
dari Quary Wai lafa , Kabupaten Maluku Tengah.
2. Aspal Pertamina dari balai pelaksanaan jalan nasional XVI Maluku
dan Maluku Utara.
3. Uji karakteristik aspal Buton, aspal pertamina dan Agregat.
4. Uji sifat-sifat Marshall meliputi : stabilitas, flow, VFB, VMA,VIM.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Jalan


Menurut Sukirman (2003), perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan
yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang
berfungsi memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa
pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti.(Lestari,
2019)
2.2 Lapis Aspal Beton (Laston)
Menurut Direktorat Jendral Bina Marga (1987) dalam Pedoman Teknik
No. 13/PT/B/1987, lapis aspal beton (laston) adalah suatu lapisan
konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat
yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar serta dipadatkan
dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Dalam Spesifikasi Direktorat
Jenderal Bina Marga (2018), Laston (AC) terdiri dari tiga jenis campuran
yaitu AC Lapis Aus (AC-WC), AC lapis Antara (AC-Binder Course, AC-
BC) dan AC Lapis Pondasi (AC-Base) dan ukuran maksimum agregat
masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm. Setiap jenis
campuran AC yang menggunakan bahan aspal dimodifikasi dengan aspal
alam disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified, AC-BC Modified
dan AC-Base Modified.

4
Tabel 2.1. Ketentuan sifat campuran laston yang dimodifikasi (AC
Modified)
Sifat-sifat campuran Laston
Lapis Aus Lapis Antara Fondasi
Jumlah tumbukan per bidang 75 112(3)
Rasio partikel lolos ayakan Min. 0,6
0.075 mm dengan kadar aspal
efektif Maks. 1,2
Min. 3,0
Rongga dalam campuran (%)
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat Min.
15 14 13
(VMA) (%)
Rongga terisi aspal (%) Min. 6,5 6,5 6,5
Stabilitas marshall (kg) Min. 800 1800(3)
Min. 2 3
Pelelehan (mm)
Maks. 4 6(3)
Stabilitas Marshall sisa (%) Min.
setelah perendaman selama 24 90
jam, 600 C
Rongga dalam campuran (%) Min.
pada kepadatan membal 2
(refusal)
(Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2018)

2.3 Bahan Penyusun Campuran Aspal Beton


Bahan penyusun campuran lapis aspal beton yaitu agregat halus, agregat
kasar, aspal, dan filler. Dalam proses perancangan perkerasan jalan,
bahan penyusun campuran aspal beton menjadi bagian yang diutamakan
dalam pertimbangan analisis parameter perancangan. Hal ini karena salah
satu parameter kekuatan konstruksi jalan terletak pada pemilihan material
penyusun yang tepat. Berikut adalah penjelasan masing-masing bahan
penyusun campuran aspal beton:
A. Aspal
Aspal adalah material thermoplastic yang akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair
jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap
perubahan temperatur, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspal

5
walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas
yang sama pada temperatur tertentu. Bersama dengan agregat,
aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan
(Achmad, 2010)
B. Agregat
Agregat atau batu atau granular material adalah material berbutir
yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu
bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir.

2.3.1 Agregat Halus


Agregat Halus dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami
dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah
batu. Agregat ini berukuran 0,063 mm – 4,76 mm yang meliputi pasir kasar
(Coarse Sand ) dan pasir halus ( Fine Sand ).
Agregat halus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung,
atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. (bina marga, 2019)
Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu batas yang
tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran. (bina marga, 2019)
Untuk memperoleh agregat halus yang memenuhi ketentuan diatas:
A. Bahan baku untuk agregat halus dicuci terlebih dahulu secara mekanis
sebelum dimasukan ke dalam mesin pemecah batu, atau
B. Digunakan Scalping screen dengan Proses sebagai berikut ini :
a. Fraksi agregat halus yang diperoleh dari hasil pemecah batu
tahap pertama (primary crusher) tidak boleh langsung
digunakan.
b. Agregat yang diperoleh dari hasil pemecah batu tahap pertama
(primary crusher) harus dipisahkan dengan vibro scalping
screen yang dipasang diantara Primary crusher dan secondary
crusher, hasil pengayakannya dapat digunakan sebagai agregat
halus.

6
c. Material lolos vibro scalping screen hanya boleh digunakan
sebagai komponen material Lapis Fondasi Agregat.
Agregat halus harus memenuhi persyaratan, Peresapan agregat terhadap
air maksimal 3%, Kadar debu maksimal 8%, Agregat lolos saringan no.4.
Fungsi agregat halus menambah stabilitas dari campuran dengan
memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat kasar dan juga untuk
mengurangi rongga udara agregat kasar. Selain itu, semakin kasar tekstur
permukaan agregat halus, maka dapat menambah kekasaran permukaan.
Agregat halus #30 s/d #200 penting untuk menaikkan kadar aspal sehingga
akan lebih awet.
Karakteristik agregat halus, mempunyai kekuatan atau kekerasan
mempunyai bentuk yang relatif kubus. Mempunyai bidang permukaan yang
relatif kasar. Agregat halus harus terdiri dari bahan-bahan berbidang kasar,
bersudut tajam, dan bersih dari kotoran-kotoran. (bina marga, 2019) )
Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Halus

Pengujian Metoda Pengujian Nilai


Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50%
Uji Kadar Rongga tanpa SNI 03-6877-2002 Min. 45%
pemadatan
Gumpalan lempung dan butir- SNI 03-4141-1996 Maks. 1%
butir mudah pecah dalam agregat

Agregat Lolos Ayakan No. 200 SNI ASTM C117: 2011 Maks. 10%

(Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2018)

2.3.2 Agregat Kasar


Agregat kasar yaitu batuan yang tertahan di saringan 4,75 mm, atau
sama dengan saringan standar AST No.4 dalam campuran Agregat - aspal,
Agregat kasar sangat penting dalam membentuk kinerja karena stabilitas dari
campuran diperoleh interlocking antar agregat. Fungsi agregat kasar adalah
untuk memberikan kekuatan campuran. Selain memperkecil biaya, tingginya
kandungan agregat kasar juga memberi keuntungan berupa meningkatkan

7
tahanan gesek lapis perkerasan. Tingginya kandungan agregat kasar membuat
lapis perkerasan lebih permeable. Hal ini menyebabkan rongga udara
meningkat sehingga air mudah masuk dan menurunnya daya lekat bitumen,
maka terjadinya pengelupasan aspal dari batuan. (manual pekerjaan campuran
beraspal panas)
Agregat kasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, Abrasi maksimal
40%, kelekatan terhadap aspal minimal 95%, bagian lunak maksimal 5%, berat
jenis semu minimal 2,5%, penyerapan air maksimal 3%, kadar lempung
maksimal 0,25%, Indeks kepecahan maksimal 25%, bidang pecah maksimal
50%, gradasi lolos saringan ¾”, dantertahan saringan No.4.
Fungsi agregat kasar memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling
mengunci (interlocking) dari masing-masing agregat kasar dan dari tahanan
gesek terhadap suatu aksi perpindahan. Stabilitas ditentukan oleh bentuk dan
tekstur permukaan agregat kasar (kubus dan kasar).
Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Metoda Pengujian Nilai


Kekekalan Bentuk agragat Natrium sulfat Maks. 12%
Magnesium Sulfat Maks. 18%
terhadap Larutan SNI 3407 : 2008
Capuran Ac 100 putaran
Modifikasi dan SMA Maks. 6%
500 putaran

Abrasi dengan Maks. 30%


Semua Jenis 100 putaran
Mesin Los SNI 2417 : 2008
campuran beraspal Maks. 8%
Angeles
bergradasi lainnya 500 putaran
Maks. 40%

Kelekatan Agregat terhadap Aspal SNI 2439 : 2011 Maks. 95%


SMA 100/90 *)
lainnya 95/90 **)
Butir Pecah pada Agregat Kasar SNI 7619 : 2012
SMA Maks. 5%
Partikel Pipih Dan Lonjong lainnya ASTM D4791-10 Maks. 10%
Perbandingan 1 : 5
Material lolos ayakan No. 200 SNI ASTM C117 :

8
2012 Maks. 1%
(Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2018)

Catatan :

*) 100/90 menunjukan bahwa 100% agregat kasar mempunyai mukabidan pecah satu
atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

**) 95/90 menunjukan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu
atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

2.3.3 Gradasi Agregat


Gradasi agregat adalah distribusi dari ukuran partikelnya dan dinyatakan
dalam persentase terhadap total beratnya. Gradasi ditentukan dengan
melewatkan sejumlah material melalui serangkaian saringan dari ukuran besar
ke ukuran kecil dan menimbang berat material yang tertahan pada masing-
masing saringan.
Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal, ditunjukan dalam
persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas – batas
yang diberikan dalam tabel 2.4 dibawah ini. Rancangan dan perbandingan
campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap
batas – batas yang diberikan dalam tabel 2.4

Tabel 2.4 Amplop Gradasi agregat Gabungan Untuk Campuran Beraspal

%Berat Yang Lolos Terhadap Total Agregat

9
Stone Matrix Asphalt Lataston
Ukuran Ayakan Laston (AC)
( SMA) (HRS)

ASTM (mm) Tipis Halus Kasar WC Base WC BC Base

1 ½” 37,5 100

1” 25 100 100 90-100

90-
¾” 19 100 90-100 100 100 100 76-90
100

90-
½” 12,5 100 90-100 50-88 90-100 90-100 75-90 60-78
100

3/8” 9,5 70-95 50-80 25-60 75-85 65-90 77-90 66-82 52-71

No.4 4,75 30-50 20-35 20-28 53-69 46-64 35-54

No.8 2,36 20-30 16-24 16-24 50-72 35-55 33-53 30-49 23-41

No.16 1,18 14-21 21-40 18-38 13-30

No.30 0,600 12-18 35-60 15-35 14-30 12-28 10-22

No.50 0,300 10-15 9-22 7-20 6-15

No.100 0,150 6-15 5-13 4-10

No.200 0,075 8-12 8-11 8-11 6-10 2-9 4-9 4-8 3-7

(Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2018)

2.4 Standar Pengujian Agregat

A. Pengujian analisa saringan


Tujuannya untuk mengetahui gradasi suatu agregat. Gradasi suatu
agregat dinyatakan dengan suatu angka yang dinamakan angka
kehalusan atau modulus kehalusan. Angka kehalusan adalah jumlah
persentasi tertinggal kumulatif pada tiap-tiap ayakan dari suatu seri
ayakan yang ukuran lubangnya berbanding 2 kali lipat, dimulai dari
ayakan berukuran lubang 0,15 mm, dibagi 100, dinyatakan dalam
persen.

10
Ketetapan standar modulus kehalusan untuk agregat halus berkisar
antar 1,5 – 3,8 % dan modulus kehalusan untuk agregat kasar berkisar
antara 6,0 – 7,1. (Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas)
B. Pengujian Keausan (Abrasi)
Pengujian Abrasi adalah Pengujian dengan menggunakan mesin los
angeles dengan tujuan untuk menghitung presentase perubahan gradasi
agregat. Keausan rata- rata didapat dari jumlah hasil tiap pengujian
dibagi dengan banyaknya pengujian dilakukan. (Manual Pekerjaan
Campuran Beraspal Panas)
Nilai Keausan atau Abrasi dapat ditentukan dengan rumus yaitu :
a−b
Keausan¿ ×100 % ............................................................. (2.1)
a
Keterangan :
a : Berat benda uji semula, dinyatakan dalam gram
b : Berat benda uji tertahan saringan No. 12 (1,70 mm)
dinyatakan dalam gram.
C. Sand Equivalent (Setara Pasir)
Tujuan pengujian untuk mengetahui kualitas pasir yang lolos saringan
No.4 (4,76 mm) terhadap kandungan bahan plastis (lempung atau
lanau), yaitu perbandingan anatara pembacaan skala pembacaan pasir
terhadap skala pembacaan lumpur pada alat uji setara pasir dan
dinyatakan dalam persen.
Bahan unutuk benda uji dapat berupa pasir alam, abu batu atau pasir
hasil mesin pemecah batu disaring dengan saringan No.4 (4.76 mm)
sebanyak ± 1500 gram. (manual pekerjaan campuran beraspal panas)
Nilai setara pasir atau Sand Equivalent dapat ditentukan dengan
rumus yaitu
B
SE¿ ×100 % ...………………...……………………...…... (2.2)
A
Keterangan :

11
A : Skala pembaca permukaan lumpur
B : Skala pembacaan pasir
D. Pengujian Berat jenis Volume Agregat
Berat jenis volume agregat dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Wv= (Wi–Wk)/V ..........................................................................(2.3)
Dimana :
Wi : Berat tabung berisi agregat (gr)
Wk : Berat tabung dalam keadaan kosong (gr)
V : Volume Tabung (cm3)
a. Pengujian Kadar Air Agregat
Berdasarkan SNI 03-1971-1990, Penentuan kadar air agregat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Ww
Wc= × 100..............................................................................(2.4)
Ws
Dimana :
Ww : adalah berat cawan (gr)
Ws : adalah berat kering (gr)
Wc : adalah Kadar air (gr)
b. Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat kasar dan Halus
Berdasarkan SNI 03-1970-1990 berat jenis dan penyerapan agregat
kasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Bk
Berat Jenis curah (bulk specific grafity ) = ..........................
Bj−Ba
(2.5)
Bj
Berat jenis permukaan jenuh ( saurated )= ..........................
Bj−B
(2.6)
Bk
Berat jenis semu ( apparent ) = ….....................
Bk−Ba
(2.7)

12
Bj−Bk
Penyerapan = .................................................................
Bk
(2.8)
Dimana:
Bk : berat benda uji kering oven (gr)
Bj : berat benda uji kering permukaan jenuh (gr)
Ba : berat benda uji kering dalam permukaan jenuh dalam air
(gr)
Berdasarkan SNI 03-1970-1990 berat jenis dan penyerapan agregat
halus dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Bk
Berat Jenis = ...................................................
(B+W 2−Bt )
(2.9)
BK
Berat jenis semu = ....................................................
(B+ BK −Bt )
(2.10)
W2
Berat jenis SSD = .................................................
(B+W 2−Bt )
(2.11)
(W 2−Bk )
Penyerapan = ×100 % ........................................
Bk
(2.12)
Dimana:
W1 : adalah berat pikno
W2 : adalah berat benda uji dalam keadaan SSD
W3 : adalah berat pikno + agregat
Bk : adalah berat benda uji kering oven (gr)
B : adalah Berat piknometer + air (gr)
Bt : adalah berat pikno + pasir + air (gr)

2.5 Pengujian Aspal

13
Pada manual pekerjaan campuran beraspal maka didapatkan pengujian
Aspal sebagai berikut :
A. Uji Penetrasi
Pengujian tersebut bertujuan untuk menentukan angka penetrasi aspal
yang akan menjadi acuan spesifikasi pada karakteristik lainnya.
B. Uji Berat Jenis Aspal
Pada pengujian tersebut dihasilkan berat jenis aspal yang akan
digunakan dalam analisis campuran, yaitu pada formula berat jenis
maksimum campuran dan presentase rongga terisi aspal.
C. Uji Daktilitas
Uji daktilitas aspal adalah suatu uji kualitatif yang secara tidak langsung
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat adhesiveness atau daktilitas
aspal keras. Aspal dengan nilai daktilitas yang rendah adalah aspal yang
memiliki gaya adesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang
memiliki nilai daktilitas yang tinggi.
D. Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal
Pengujian titik nyala dilakukan untuk memperkirakan temperatur
maksimum dalam pemanasan aspal sehingga dalam praktik di lapangan
pemanasan aspal tidak boleh melebihi titik nyala dan titik bakarnya.
Dalam percampuran aspal diusahakan untuk tidak melebihi titik nyala
karena bila dipanaskan melebihi titik nyala, aspal dapat menjadi keras
dan getas.
E. Uji Titik Lembek Aspal
Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat suhu di mana
aspal mulai lembek akibat suhu udara sehingga dalam perencanaan jalan
dapat diperkirakan bahwa aspal yang digunakan masih tahan dengan
suhu di lokasi perencanaan jalan tersebut.
F. Kelekatan aspal terhadap agregat adalah angka yang menunjukan
persentase luasan permukaan agregat yang masih terselimuti oleh aspal
setelah agregat tersebut direndam selama 24 jam. pengujian ini dapat

14
dilakukan terhadap semua jenis bahan yang digunakan sebagai agregat
bahan jalan dan campuran aspal. Kelekatan aspal terhadap agregat
dinyatakan dalam persen (%). Menurut standar SNI-03-2439-1991, atau
AASTHO 182-84 , nilai kelekatan aspal baik minimal 95%. Keletekan
aspal yang tinggi dapat di artikan bahwa aspal tersebut memiliki
kemampuan yang tinggi untuk meletakan agregat sehingga semakin baik
digunakan sebagai bahan ikat ikat perkerasan.

2.6.6 Metode Marshall


Alat Marshall merupakan alat tekan yang di lengkapi dengan proving
ring yang berkapasitas 22,5 KN atau 5000 lbs. Proving ring dilengkapi dengan
arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran.
Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur
kelelehan plastis, karena prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan
stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran
padat yang terbentuk.
Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh
Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO
melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-
90. Secara garis besar, pengujian Marshall ini meliputi, Persiapan Benda Uji,
Penentuan Berat Jenis bulk dari benda Uji, Pemeriksaan nilai stabilitas dan
flow, Perhittungan Volumertric benda uji.

15
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 BAGAN ALIR PENELITIAN

START

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN

PENGUJIAN BAHAN

ASPAL PERTAMINA AGREGAT


1. PENETRASI 1. ANALISA SARINGAN
2. BERAT JENIS 2. BERAT JENIS DAN PENYERAPAN
3. DAKTILITAS 3. KEAUSAN
4. TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR 4. SAND EQUIVALENT
5. UJI TITIK LEMBEK 5. KELEKATAN ASPAL TERHADAP
6 KELEKATAN TERHADAP ASPAL AGREGAT
6. KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN
16
SPESIFIKASI

RANCANGAN
CAMPURAN AGREGAT

KADAR ASPAL RENCANA

PEMBUATAN BENDA UJI


DENGAN ASPAL PERTAMINA

UJI MARSHALL

MENDEKATI
KADAR ASPAL
OPTIMUM

PEMBUATAN BENDA UJI


DENGAN KAO

UJI MARSHALL

17
ANALISIS

KESIMPULAN

PENUTUP

Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian

3.1. Objek Penelitian


3.1.1. Lokasi Penelitian
Berikut adalah gambar lokasi pengambilan material berupa agregat
halus dan agregat kasar pada Quarry Wai Lafa, Desa Lafa, Kecamatan
Telutih, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku

Gambar 3.2. Lokasi Quary Wai Lafa, Kabupaten Maluku Tengah

18
Sumber: Google Earth

3.1.2. Waktu Penelitian


Waktu penelitian berlangsung selama 1 bulan sejak proposal ini
disetujui, dan penelitian di lakukan pada Laboratorium Transportasi
Fakultas Teknik, Universitas Kristen Indonesia Maluku, jalan
OT.Patimaipauw Talake, Ambon

3.2. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi
pengumpulan data sekunder dan data primer.

3.2.1. Data Primer


Data primer adalah data yang diambil secara langsung di lapangan, yang
berlokasi di Quarry Wai Lafa, Desa Lafa, Kecamatan Telutih,
Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Pengambilan sampel
material berupa meliputi :
1. Agregat Kasar : Batu Pecah 05-10 mm, Batu Pecah 10-20 mm, Batu
Pecah 20-30 mm yang telah di proses langsung menggunakan alat
pemecah batu ( Stone Cruser)
2. Agregat Halus : Pasir dan Abu Batu
3.2.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber lain yang berupa:
a. Peta lokasi Quary Wai Lafa, Desa Lafa, Kecamatan Telutih,
Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku yang diambil dari
Google Earth.
b. Studi Pustaka di peroleh dari buku, dan jurnal sebagai acuan.
3.3. Metode Analisa Data

19
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik,
Universitas Kristen Indonesia Maluku, jalan OT.Patimaipauw
Talake,Ambon dengan menggunakan standar SNI dan spesifikasi Bina
Marga Revisi 2018 dengan Metode Marshall. Seperti telah disampaikan di
bab I bahwa jenis campuran beraspal panas yang dipilih untuk penelitian ini
adalah Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston). Pengujian-pengujian yang
dilakukan meliputi:
a. Pengujian agregat meliputi : Gradasi, Berat Jenis, Analisa Saringan
b. Pengujian aspal baik itu aspal Pertamina maupun Aspal Buton
(Asbuton) meliputi : Penetrasi, Titik Lembek, Titik Nyala,
Daktilitas,Kehilangan berat, Penetrasi setelah kehilangan berat, dan
Berat Jenis serta uji kelekatan terhadap agregat
c. Selanjutkan mempersiapkan bahan, yaitu menyaring agregat untuk
kebutuhan perencanaan campuran rencana (Job Mix Formula)
d. Membuat benda uji Marshall
e. Pengujian benda uji Marshall dengan tujuan mendapatkan sifat-sifat
seperti : Stabilitas, Flow, VIM (Void In The Mix), VFA (Void Filled
With Asphalt), VMA (Void Mix Aggregate) dan Marshall Quotient
(MQ)

20
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, F. (2010). Tinjauan Sifat-Sifat Agregat Untuk Campuran Aspal Panas


(Studi Kasus Beberapa Quarry Di Gorontalo). Saintek.
Bina Marga. (2019). Spesifikasi Umum 2018 Untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan
Dan Jembatan (Revisi 1). In Direktorat Jendral Bina Marga.
Hartantyo, S. D. (2015). Studi Pelaksanaan Pekerjaan Lapisan Permukaan
(Surface) Ac-Base, Ac-Bc, Dan Ac-Wc Pada Proyek Pembangunan Jalan
Dan Jembatan Ruas Widang-Gresik- Surabaya. Jurnal Teknika.
Lestari, B. D. (2019). Perencanaan Jalan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Pada Jalan Poros Kapas–Sampang Sta 0+ 000–Sta 1+ 000 Kec. Sukosewu
Kab …. De’teksi-Jurnal Teknik Sipil Unigoro.
Risdianto Marissa, Y. R. M. (2019). Perbandingan Substitusi Agregat Pada
Campuran Aspal Beton Ac-Wc Pen 60/70 Dengan Aspal Daur Ulang
(Adu). Rekayasa Teknik Sipil.

21
Peraturan Menteri PUPR NOMOR 18/PRT/M/2018 Tentang Penggunaan
Aspal Buton untuk Pembangunan Dan Preservasi Jalan

Surat. (2012). Pengujian Kadar Aspal Campuran Beton Aspal. Jurnal Intekna.
Tol, S. G. J. B. H. Untuk J. (2009). Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga. Standar Geometri Jalan Bebas Hambatan Untuk
Jalan Tol.

DOKUMENTASI

Lokasi Quarry Wai Lafa, kabupaten Maluku Tengah.

22
Proses pengambilan material di Quarry Wai Lafa, kabupaten Maluku
Tengah.

DOKUMENTASI

Lokasi Quarry Wai Lafa, kabupaten Maluku Tengah.

23
Proses pengambilan material di Quarry Wai Lafa, kabupaten Maluku
Tengah.

24

Anda mungkin juga menyukai