Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Pembiayaaan/Asuransi Kesehatan di Indonesia dan Negara lain

Dianjurkan Sebagai :

Tugas Mata Kuliah Asuransi Kesehatan

Dosen Pengampu: Sumirat Tresnayanti S.Kp., M.K.M

Disusun Oleh :

Astri Febrianti 1841111030 Ajeng Utari 1841111029


Virna Devita 1841111031 Desri Rahayu 1841111032
Gilang Ramadhan 1841111034

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia saat ini sedang mempertimbangkan perlunya reformasi penting dalam
pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional. Asuransi
kesehatan merupakan cara yang cukup ampuh untuk meningkatkan sumber daya
perlindungan kesehatan, meningkatkan akses kesehatan bagi orang miskin dan
mendorong penyedia jasa kesehatan untuk menjadi lebih bertanggung jawab
(accountable). Akan tetapi UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
baru masih belum mampu memberikan kerangka yang menyeluruh bagi reformasi
pembiayaan sektor kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan. Pemerintahan harus segera
membentuk kelompok kerja yang bertugas untuk merancang strategi pembiayaan
kesehatan yang menyeluruh, dimana asuransi kesehatan termasuk didalamnya dan juga
mengamandemen undang-undang tersebut (Depkes RI, 2009).
Strategi Pembiayaan Kesehatan
Strategi pembiayaan kesehatan dapat ditempuh dengan:
(a) menentukan kombinasi pembiayaan kesehatan (asuransi pemerintah, asuransi swasta
dan dana pribadi) yang dapat dengan baik memenuhi tujuan pemerintah, yaitu
menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan harga yang terjangkau dan dapat
diakses oleh orang miskin,
(b) menganalisa dampak anggaran dari strategi kesehatan yang diajukan,
(c) mempelajari pengalaman di negara tetangga mengenai asuransi

Cakupan asuransi amat terbatas, hanya mencakup pekerja di sektor formal dan
keluarga mereka saja, atau hanya sekitar sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi
kesehatan formal. Meski demikian mereka yang telah diasuransikan pun masih harus
mengeluarkan sejumlah dana pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar pelayanan
kesehatan (Depkes RI, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Pembiayaan Asuransi Kesehaan
2. Pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan
3. Pembiayaan Kesehatan Indonesia
4. Pembiayaan Kesehatan di Negara Maju dan Berkembang

C. Tujuan
1. TujuanUmum
a. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Ketepatan menjelaskan
pembiayaan/asuansi Kesehatan di Indonesia dan negara lain
2. Tujuan Khusus
a. Dapat Menjelaskan Pengertian Pembiayaan Asuransi Kesehaan
b. Dapat Mengetahui Pelayanan Kesehaan dibedakan dalam dua Golongan
c. Dapat Mengetahui Pembiayaan Kesehatan Indonesia
d. Dapat Menyebutkan Pembiayaan Kesehatan di Negara maju dan Berkembang
D. Manfaat Penulisan
Dari tujuan di atas dapat diambil sebagai manfaatnya yaitu dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan tentang Asuransi Kesehatan
E. Metode Penyelesaian
Metode yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan pengkajian
literatur baik dari buku, internet, dan berbagai sumber lain nya yang relavan dengan tofik
kajian yang kami bahas, sehingga diharapkan bisa memperkaya isi makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembiayaan Asuransi Kesehaan di Indonesia


Pembiayaan kesehatan merupakan kunci utama dalam suatu sistem kesehatan di
berbagai negara. Salah satu ukuran terpenting dari sistem pembiayaan yang adil adalah
bahwa beban biaya langsung dari perorangan (out of pocket) tidak memberatkan
penduduk, aspek pendanaan yang adil tersebut pada umumnya diartikan sebagai
pendanaan kesehatan yang adil dan merata (equity). Pendanaan kesehatan yang adil dan
merata adalah keadaan seseorang mampu mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan medisnya (need) dan membayar pelayanan tersebut sesuai dengan
kemampuannya. Di semua negara maju, kecuali Amerika menerapkan konsep ekuitas ini
dalam skala besar yang mencakup seluruh penduduk atau sering disebut cakupan
universal. Pendanaan kesehatan di negara-negara tersebut dilaksanakan berdasarkan
sistem pelayanan kesehatan nasional (National Health Service / NHS), sistem asuransi
kesehatan nasional atau sosial, atau melalui jaminan sosial (Thabrany, 2005).
Secara global pembiayaan kesehatan di Indonesia sebagai negara berkembang tidak
hanya bergantung pada pemerintah saja tetapi juga melibatkan sektor swasta. Pembiayaan
kesehatan di Indonesia cukup memprihatinkan, pembiayaan sepenuhnya melalui
anggaran belanja negara tidak bisa diandalkan. Sehingga alternative yang paling rasional
dan reliable (dapat diandalkan untuk jangka panjang dan berkelanjutan) adalah dengan
mekanisme asuransi sosial. Alternatif sistem pendanaan melalui mekanisme asuransi
sosial sebagai salah satu bentuk reformasi pembiayaan sektor kesehatan di Indonesia,
diharapkan melalui mekanisme ini dapat menjadi solusi bagi peningkatan mutu pelayanan
maupun keterjangkauan pelayanan bagi
masyarakat (Murti, 2000).
Proses pelayanan kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan pembiayaan kesehatan.
Biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan
atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Berdasarkan pengertian ini, maka biaya kesehatan dapat
ditinjau dari dua sudut yaitu berdasarkan:
1. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian ini
bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah
dan ataupun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya
kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada
seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational
cost).
2. Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer), adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan
menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu
pemerintah juga turut serta, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana bagi
pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of
pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan. (Azwar, A. 1999).
Asuransi kesehatan merupakan suatu alat sosial untuk menggalang
kegotongroyongan atau solidaritas masyarakat dalam bidang kesehatan. Dalam bentuk
tradisional, seluruh masyarakat saling memberikan pertolongan semampunya untuk
saling membantu anggota masyarakat yang sakit, sehingga setiap anggota masyarakat
terjamin dalam memenuhi kebutuhan pemliharaan kesehatan tanpa mempertimbangkan
keadaan ekonomi orang tersebut saat kebutuhan pelayanan kesehatan muncul (HIAA,
2000). Cakupan asuransi kesehatan bisa bersifat universal atau parsial dan jaminan yang
disediakan bisa komprehensif atau parsial. Dasar asuransi kesehatan adalah
menghilangkan ketidakpastian yang dihadapi seseorang dari kemungkinan kebutuhan
pengobatan, karena ketidakpastian dari insiden sakit maupun biaya pengobatan.
Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan sangat lambat dibandingkan
dengan perkembangan asuransi kesehatan di beberapa negara tetangga di ASEAN.
Penelitian yang seksama tentang faktor yang memengaruhi perkembangan asuransi
kesehatan di Indonesia tidak cukup tersedia. Secara teoritis beberapa faktor penting dapat
dikemukakan sebagai penyebabkan lambatnya
pertumbuhan asuransi kesehatan di Indonesia, diantaranya permintaan (demand) dan
pendapatan penduduk yang rendah, terbatasnya jumlah perusahaan asuransi, dan
buruknya mutu fasilitas pelayanan kesehatan serta tidak adanya kepastian hukum di
Indonesia (Thabrany, 2000).
Dalam prinsip ini risiko ditanggung peserta dari berbagai tingkatan, tidak hanya
oleh penduduk miskin. Selain itu, pemberian premi sebesar Rp 10.000/Gakin (dan
dipotong 8% oleh Badan Pelaksana JPKM tidak didasarkan pada perhitungan risiko
finansial mengikuti prinsip
-prinsip aktuarial yang profesional (Depkes RI, 2002).

Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan


kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar
masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan
masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja,
tetapi yang lebih penting adalah upaya-upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan
kesehatan (promotif). Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas
atau balkesmas saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak langsung
berpengaruh kepada peningkatan kesehatan. (Juanita, 2002).

Pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yaitu :

1. Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan


masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali
diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan atau
kecelakaan.

2. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah
rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut atau rujukan. Di
Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai
dengan Rumah sakit kelas A. (Juanita, 2002). Untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat terhadap kesehatan banyak hal yang harus dilakukan, salah satunya adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Secara umum dapat dibedakan 9 (sembilan)
syarat penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik, yakni tersedia (available),
menyeluruh (comprehensive), berkesinambungan (countinues), terpadu (integrated),
wajar (appropiate), dapat diterima (acceptable), bermutu (quality), tercapai (accessible)
serta terjangkau (affordable). (Azwar Azrul ,1999).

Reformasi kebijakan pembangunan kesehatan telah selesai dilakukan


sebagaimana telah tertuang dalam Visi, Misi, Strategi dan Paradigma baru pembangunan
kesehatan yang populer dengan sebutan Indonesia Sehat. Reformasi Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) telah memberi arah baru pembangunan kesehatan di Indonesia. Jika
diperhatikan kebijakan dan sistem baru hasil reformasi tersebut tampak banyak
perubahan yang akan dilakukan, dua diantaranya yang terpenting adalah perubahan pada
subsistem upaya kesehatan dan perubahan pada subsistem pembiayaan kesehatan.
(Gotama I, Pardede D, 2010).

Berdasarkan pengertian ini, maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut
yaitu berdasarkan:

1. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian ini
bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah
dan ataupun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya
kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada
seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational
cost).

2. Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer), adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan
menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu
pemerintah juga turut serta, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana bagi
pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of
pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan. (Azwar, A. 1999).
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang
peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka
mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara
diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health
care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Oleh karena itu reformasi
kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada
kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan
(adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari
pembiayaan kesehatan itu sendiri. (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health care


financing) akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-
sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta
menggunakannya secara efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang
mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada masyarakat miskin (equitable and pro
poor health policy) akan mendorong tercapainya akses yang universal. Pada aspek yang
lebih luas diyakini bahwa pembiayaan kesehatan mempunyai kontribusi pada
perkembangan sosial dan ekonomi. Pelayanan kesehatan itu sendiri pada akhir-akhir ini
menjadi amat mahal baik pada negara maju maupun pada negara berkembang.
Penggunaan yang berlebihan dari pelayanan kesehatan dengan teknologi tinggi adalah
salah satu penyebab utamanya. Penyebab yang lain adalah dominasi pembiayaan
pelayanan kesehatan dengan mekanisme pembayaran tunai (fee for service) dan
lemahnya kemampuan dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri
(poor management of resources and services). (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Pelayanan kesehatan memiliki beberapa ciri yang tidak memungkinkan setiap


individu untuk menanggung pembiayaan pelayanan kesehatan pada saat diperlukan:

1) Kebutuhan pelayanan kesehatan muncul secara sporadik dan tidak dapat diprediksikan,
sehingga tidak mudah untuk memastikan bahwa setiap individu mempunyai cukup uang
ketika memerlukan pelayanan kesehatan.
2) Biaya pelayanan kesehatan pada kondisi tertentu juga sangat mahal, misalnya
pelayanan di rumah sakit maupun pelayanan kesehatan canggih (operasi dan tindakan
khusus lain), kondisi emergensi dan keadaan sakit jangka panjang yang tidak akan
mampu ditanggung pembiayaannya oleh masyarakat umum.

3) Orang miskin tidak saja lebih sulit menjangkau pelayanan kesehatan, tetapi juga lebih
membutuhkan pelayanan kesehatan karena rentan terjangkit berbagai permasalahan
kesehatan karena buruknya kondisi gizi, perumahan.

4) Apabila individu menderita sakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berfungsi


termasuk bekerja, sehingga mengurangi kemampuan membiayai. (Departemen
Kesehatan RI, 2004). Berdasarkan karakteristik tersebut, sebuah sistem pembiayaan
pelayanan kesehatan haruslah bertujuan untuk:

1) Risk spreading, pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran resiko


biaya sepanjang waktu sehingga besaran tersebut dapat terjangkau oleh setiap
rumah tangga. Artinya sebuah sistem pembiayaan harus mampu memprediksikan
resiko kesakitan individu dan besarnya pembiayaan dalam jangka waktu tertentu
(misalnya satu tahun). Kemudian besaran tersebut diratakan atau disebarkan dalam
tiap bulan sehingga menjadi premi (iuran, tabungan) bulanan yang terjangkau.
2) Risk pooling, beberapa jenis pelayanan kesehatan (meskipun resiko rendah dan
tidak merata) dapat sangat mahal misalnya hemodialisis, operasi spesialis
(jantung koroner) yang tidak dapat ditanggung oleh tabungan individu (risk
spreading). Sistem pembiayaan harus mampu menghitung dengan
mengakumulasikan resiko suatu kesakitan dengan biaya yang mahal antar
individu dalam suatu komunitas sehingga kelompok masyarakat dengan tingkat
kebutuhan rendah (tidak terjangkit sakit, tidak membutuhkan pelayanan
kesehatan) dapat mensubsidi kelompok masyarakat yang membutuhkan
pelayanan kesehatan. Secara sederhana, suatu sistem pembiayaan akan
menghitung resiko terjadinya masalah kesehatan dengan biaya mahal dalam
satu komunitas, dan menghitung besaran biaya tersebut kemudian membaginya
kepada setiap individu anggota komunitas. Sehingga sesuai dengan prinsip
solidaritas, besaran biaya pelayanan kesehatan yang mahal tidak ditanggung
dari tabungan individu tapi ditanggung bersama oleh masyarakat.
3) Connection between ill-health and poverty, karena adanya keterkaitan antara
kemiskinan dan kesehatan, suatu sistem pembiayaan juga harus mampu
memastikan bahwa orang miskin juga mampu pelayanan kesehatan yang layak
sesuai standar dan kebutuhan sehingga tidak harus mengeluarkan pembiayaan
yang besarnya tidak proporsional dengan pendapatan. Pada umumnya di
negara miskin dan berkembang hal ini sering terjadi. Orang miskin harus
membayar biaya pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh penghasilan
mereka dan juga memperoleh pelayanan kesehatan di bawah standar.
4) Fundamental importance of health, kesehatan merupakan kebutuhan dasar
dimana individu tidak dapat menikmati kehidupan tanpa status kesehatan yang
baik Organisasi kesehatan se-dunia (WHO)
Tingginya biaya kesehatan disebabkan oleh beberapa hal, beberapa yang
terpenting diantaranya sebagai berikut:
1. Tingkat inflasi Apabila terjadi kenaikan harga di masyarakat, maka secara otomatis
biaya investasi dan juga biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula,
yang tentu saja akan dibebankan kepada pengguna jasa.
2. Tingkat permintaan Pada bidang kesehatan, tingkat permintaan dipengaruhi
sedikitnya oleh dua faktor, yaitu meningkatnya kuantitas penduduk yang memerlukan
pelayanan kesehatan, yang karena jumlahnya lebih atau bertambah banyak, maka biaya
yang harus disediakan meningkat pula. Faktor kedua adalah meningkatnya kualitas
penduduk.
3. Kemajuan ilmu dan teknologi Sejalan dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan (penggunaan peralatan kedokteran yang
modern dan canggih) memberikan konsekuensi tersendiri, yaitu tingginya biaya yang
harus dikeluarkan dalam berinvestasi.
4. Perubahan Pola Penyakit Meningkatnya biaya kesehatan juga dipengaruhi adanya
perubahan pola penyakit, yang bergeser dari penyakit yang sifatnya akut menjadi
penyakit yang bersifat kronis.
5. Perubahan pola pelayanan kesehatan Perubahan pola pelayanan kesehatan ini terjadi
akibat perkembangan keilmuan dalam bidang kedokteran sehingga terbentuk
spesialisasi dan subspesialisasi yang menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi
terkotak-kotak (fragmented health service) dan satu sama lain seolah tidak
berhubungan. Akibatnya sering terjadi tumpang tindih atau pengulangan metoda
pemeriksaan yang sama dan pemberian obat-obatan yang dilakukan pada seorang
pasien, yang tentu berdampak pada semakin meningkatnya beban biaya yang harus
ditanggung oleh pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan ini. Selain itu, dengan
adanya pembagian spesialisasi dan subspesialisasi tenaga pelayanan kesehatan,
menyebabkan hari perawatan juga akan meningkat.
6. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien Sistem kekeluargaan yang dulu mendasari
hubungan dokter-pasien seakan sirna. Dengan adanya perkembangan spesialisasi dan
subspesialisasi serta penggunaan berbagai peralatan yang ditunjang dengan kemajuan
ilmu dan teknologi, mengakibatkan meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan oleh
pasien, hal ini tentu saja membuat pasien menuntut adanya kepastian pengobatan dan
penyembuhan dari penyakitnya.
7. Lemahnya mekanisme pengendalian biaya Kurangnya peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan untuk mengatur dan membatasi pemakaian biaya pelayanan
kesehatan menyebabkan pemakaiannya sering tidak terkendali, yang akhirnya akan
membebani penanggung (perusahaan) dan masyarakat secara keseluruhan.
8. Penyalahgunaan asuransi kesehatan Asuransi kesehatan (health insurance)
sebenamya merupakan salah satu mekanisme pengendalian biaya kesehatan, sesuai
dengan anjuran yang diterapkan oleh pemerintah. Tetapi jika diterapkan secara tidak
tepat sebagaimana yang lazim ditemukan pada bentuk yang konvensional (third party
sistem) dengan sistem mengganti biaya (reimbursement) justru akan mendorong
naiknya biaya kesehatan. (Medis Online, 2009). Biaya kesehatan banyak macamnya,
karena kesemuanya tergantung dari jenis dan kompleksitas pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dan atau yang dimanfaatkan
B. Pembiayaan Kesehatan di Negara Maju dan Berkembang
Pada tahun 2010, sekitar 808 juta orang (11-7% dari populasi dunia) mengalami
pegeluaran kesehatan katastropik, atau melebihi 10% dari konsumsi rumah tangga.
Peningkatan katastropik meningkat 2 persen sejak tahun 2000 dan dikaitkan dengan
pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran kesehatan per kapita. Hampir 100 juta orang
terdesak ke dalam kemiskinan yang ekstrem setiap tahun karena pengeluaran yang
tidak terduga terutama untuk kesehatan. Untuk Rumah tangga uang lebih miskin,
pembayaran di luar dugaan ini sering berarti memilih antara membayar untuk
kesehatan dan membayar kebutuhan lain seperti makanan atau sewa rumah,
memperkuat kemampuan bertahan hidup sehari-hari mereka dan mempengaruhi
kesejahteraan fisik, social dan ekonomi mereka. pembiayaan kesehatan haruslah
didukung dengan sistem kesehatan yang baik. Orang-orang yang tinggal di negara-
negara dengan. sistem kesehatan yang tidak berfungsi dengan baik, tanpa disertai
dengan mekanisme pembiayaan dan asuransi yang tepat, maka akan berisiko utuk
mendapatkan bencana atau memiskinkan pengeluaran ketika akan berobat.
Pembayaran yang out of pocket (yaitu pengeluaran kesehtan yang dilakukan oleh
pasien sendiri pada titik perawatan) sebagai bagian dari konsumsi rumah tangga,
akhir-akhir ini telah meningkat di seluruh dunia.
Sebagai perbandingan, dari segi pembiayaan, di Negara Maju, dalam sistem
kesehatan mereka dicirikan dengan tingkat ketidakpercayaan kepada tarif dan
pembagian biaya untuk asuransi cukup tinggi. Responden dari AS mengatakan bahwa
rata-rata mereka tidak pergi ke dokter ketika sakit, atau untuk mendapatkan tes dan
rekomendasi tindak lanjut selanjutnya atau pergi tanpa resep obat dikarenakan
permasalahan biaya.
Pembiayaan kesehatan di negara berkembang tidak lebih baik dari negara maju.
Hal ini disebabkan karena kondisi keuangan pemerintah. Di Afrika, efisiensi
penggunaan pembiayaan kesehatannya paling rendah, yaitu sebesar 67%, sedangkan di
negaranegara Pasifik Barat memiliki efisiensi pembiayaan yang tinggi yaitu sebesar
86%.
C. Pembiayaan Asuransi di Negara Lain
1. Amerika
Amerika menjadi satu-satunya negara yang menerapkan asuransi
kesehatan komersial bagi rakyatnya, di mana mereka bebas menentukan pilihan,
termasuk bebas tidak berasuransi. Meski akhirnya jumlah perusahaan asuransi
kesehatan menjamur namun biaya operasional sangat besar, premi menukik tajam
setiap tahun, tingginya unnecessary utilization karena system pembiayaan fee for
services maupun mutu pelayanan kesehatan yang meragukan meski penggunaan
teknologi canggih bukan lagi hal baru. Tingginya biaya kesehatan yang mencapai
12% GNP menyebabkan biaya kesehatan menjadi beban berat secara ekonomis.
Biaya produksi barang dan jasa menjadi tinggi karena tingginya biaya komponen
kesehatan. Langkah strategis pun dibuat. Tahun 1973 Pemerintah federal AS
menerbitkan Health Maintenance Organization (HMO-ACT), sebuah undang-
undang yang bermaksud mengerem pertumbuhan conventional health insurance.
Tahun 1984 Ronald Reagan menetapkan pembayaran berdasarkan DRG’s
(Diagnostic Related Group’s) untuk program medicare dan medicaid. Kemudian
tahun 1992, Presiden Clinton melancarkan “Health Care Reform”dalam upaya
memenuhi janji kampanyenya, karena di Amerika isu kesehatan memang paling
laku dijual.
2. Korea
Negeri Ginseng, Korea dianggap sebagai negara dengan perkembangan
program asuransi kesehatannya yang tumbuh sangat cepat. Kurang dari 20 tahun,
seluruh penduduknya tercakup program asuransi kesehatan sosial. Tahun 1973,
dengan pendapatan per kapita US$1.000 per tahun, langkah Korea diawali pada
diwajibkannya pelaksanaan asuransi kesehatan melalui Dekrit Presiden.
Pendekatannya adalah pelaksanaan program asuransi kesehatan secara bertahap
dimulai dari kelompok tempat kerja dengan jumlah tenaga kerja yang besar.
Penyelenggaraan program asuransi kesehatan ditangani Medical Insurance
Society yang berjumlah lebih dari 200 buah namun sejak tahun 1976 mereka
semua tergabung dalam National Federation of Medical Insurance
3. Belanda
Pemerintah merancang agar seluruh warganya memperoleh jaminan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup minimumnya. Maka itu diterapkan program
asuransi kesehatan sosial yang dikelompokkan menjadi dua yaitu yang berlaku
bagi seluruh penduduk (national scheme) dan bagi kelompok tenaga kerja, yang
kemudian membuka peluang jaminan sosial sesuai kebutuhan atau kemampuan
tenaga kerja. Di sana terdapat 20 lembaga atau yayasan non-profit penyelenggara
program asuransi kesehatan sosial sehingga tenaga kerja dapat memilih satu
diantara mereka. Lembaga atau sichting tersebut diperkenankan membuka usaha
untuk asuransi kese-hatan swasta. Tak cuma itu, rumah sakit di sana juga bersifat
non -profit. Negeri kincir angin ini memiliki undang-undang yang mengatur
pengaturan tarif rumah sakit yaitu “The Health Care Rates Act”. Tarif rumah sakit
ditetapkan berdasarkan negosiasi rumah sakit dan lembaga asuransi kesehatan
serta musti mendapat persetujuan “The Central Health Care Rates Boards” Ke
depannya, pemerintah berupaya melakukan langkah-langkah strategis guna
mengendalikan biaya pelayanan kesehatan agar tidak melampaui angka 1,3% per
tahun, misalnya de-ngan mengurangi benefits package bagi peserta asuransi
kesehatan sosial, khususnya pelayanan gigi dan fisioterapi serta mengendalikan
dana obat-obatan de-ngan menetapkan harga maksimum sesuai standar Eropa.

4. India
Kualitas pembiayaan kesehatan memang menjadi satu hal penting bagi
negara berkembang, tak terkecuali India. Negeri cantik pemilik istana Taj Mahal
ini menganggarkan Rs 103.000 atau sekitar 5,2% dari GDP. Di sana, terdapat lima
bentuk pembiayaan kesehatan yaitu private insurance, social insurance, employer-
provider cover, community insurance schemes dan government healthcare spend.
Namun pada kenyataannya, lebih dari 60% masyarakat India yang masih
tergolong miskin menerapkan sistem out of pocket spending , di mana
pembiayaan kesehatan tidak dianggarkan sebelumnya dan menjadikannya tidak
efisien.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan

Pembiayaan kesehatan merupakan kunci utama dalam suatu sistem kesehatan di


berbagai negara. Secara global pembiayaan kesehatan di Indonesia sebagai negara
berkembang tidak hanya bergantung pada pemerintah saja tetapi juga melibatkan
sektor swasta. Pembiayaan kesehatan di Indonesia cukup memprihatinkan,
pembiayaan sepenuhnya melalui anggaran belanja negara tidak bisa diandalkan.
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan
yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai
berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya
adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health care)
dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Orang-orang yang tinggal di
negara-negara dengan. sistem kesehatan yang tidak berfungsi dengan baik, tanpa
disertai dengan mekanisme pembiayaan dan asuransi yang tepat, maka akan berisiko
utuk mendapatkan bencana atau memiskinkan pengeluaran ketika akan berobat.
Daftar Pustaka

- Askes PT, 2009, Asuransi Kesehatan Indonesia, Jakarta, Indonesia,


(http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Asuransi_Ke sehatan_Indonesia)

- M O D U L 6 TREND PEMBIAYAAN KESEHATAN DI BERBAGAI NEGARA,

Anda mungkin juga menyukai