Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I
“UJI SENSITIVITAS BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIKA”

Disusun oleh:

Kelas E
Kelompok 2
Aristia Dian Pertiwi M. (2016210027)
Bagas Setyonugroho (2016210037)
Chitra Artha Wati (2016210045)
Daniel Immanuel (2016210054)

Tanggal Praktikum: 08 November 2017

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Antibiotik maupun jenis-jenis antimikroba lainnya telah umum dikenal
dikalangan masyarakat. Penggunaan dari ntibiotik dan antimikroba ini pun telah
meningkat, seiring dengan bermunculannya berbagai jenis infeksi yang kemungkinan
ditimbulkan oleh jenis bakteri baru ataupun virus baru. Kenyataannya adalah bahwa
penggunaanya dikalangan awam seringkali disalah artikan atau disalah gunakan,
dalam artian seringkali penatalaksanaan dalam menangani suatu jenis infeksi yang
tidak tepat, yang berupa pemakaian antibiotik dengan dosis dan lama terapi atau
penggunaan yang tidak tepat, karena kurangnya pemahaman mengenai antibiotik ini
sendiri. Hal ini pulalah yang kemudian hari merupakan penyebab utama dari
timbulnya resistensi dari obat-obat antibiotik maupun antimikroba terhadap jenis
bakteri tertentu. Obat-obat antimikroba efektif dalam pengobatan infeksi karena
kemampuan obat tersebut membunuh mikroorganisme yang menginvasi penjamu
tanpa merusak sel.
Dalam percobaan ini akan dilakukan uji sensitifitas, yang merupakan suatu
teknik untuk menetapkan sensitifitas suatu antibiotika dengan mengukur efek senyawa
tersebut pada pertumbuhan suatu mikroorganisme serta berhubungan dengan waktu
inkubasi untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau
membunuh mikroba lain. Alasan penggunaan beberapa macam antibiotik yaitu untuk
melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh
mikroba, antibiotik mana yang telah resisten dan antibiotik mana yang betul-betul
cocok untuk suatu jenis mikroba.
Penggunaan atau pemberian antibiotik sebenarnya tidak membuat kondisi
tubuh semakin baik, justru merusak sistem kekebalan tubuh karena imunitas bisa
menurun akibat pemakaiannya. Alhasil, beberapa waktu kemudian akan mudah jatuh
sakit kembali.
Antibiotik hanya melawan infeksi bakteri dan tidak bekerja melawan infeksi
virus, gondok dan bronkhitis. Antibiotik yang diperlukan untuk mengobati infeksi
virus malah bisa membahayakan tubuh. Hal ini karena setiap kali dosis antibiotik
diambil virus tidak terpengaruh, malah sebaliknya, terjadi peningkatan kekebalan
bakteri terhadap antibiotik. Bakteri yang kebal dengan antibiotik tidak dapat dibunuh
dengan obat tersebut pada dosis yang sama. Inilah sebabnya mengapa setiap orang
harus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh dokter sebelum mengambil antibiotik.
Pada percobaan ini dilakukan uji pada antibiotik terhadap bakteri Klebiella
pneumonia untuk mengetahui besar sensitif, resistensi, intermediet dan zona hambat
dari setiap antibiotik.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kepekaan bakteri Klebsiella pneumoniae terhadap antibiotika
Streptomycin?
2. Berapa besar Konsentrasi Hambat Maksimum (KHM) dari bakteri Klebsiella
pneumoniae
3. Mengapa bakteri Klebsiella pneumoniae tidak resisten terhadap antibiotika
Streptomycin?

1.3 TUJUAN PERCOBAAN


Tujuan dari praktikum ini adalah :
a. Mengetahui cara menguji tingkat resistensi suatu bakteri terhadap antibiotik
tertentu.
b. Mengetahui efektivitas suatu antibiotik terhadap bakteri yang akan diuji.
c. Mengetahui dan memahami pengaruh konsentrasi antibiotic terhadap efektifitas
penghambatan pertumbuhan suatu bakteri uji.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sensitifitas menyatakan bahwa uji sentifitas bakteri merupakan suatu metode


untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode Uji
sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan
produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan
untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang
rendah. uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang
memiliki aktivitas antibakteri. Seorang ilmuan dari perancis menyatakan bahwa
metode difusi agar dari prosedur Kirby-Bauer, sering digunakan untuk mengetahui
sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini adalah penghambatan terhadap
pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih
di sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri.
Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk
bakteri tersebut semakin sensitif (Gaman, dkk. 1992).
Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas bakteri
adalah metode Difusi Agar yaitu dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan
mikroorganisme oleh ekstrak yang diketahui dari daerah di sekitar kertas cakram
(paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Zona hambatan pertumbuhan
inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap bahan anti bakteri  (Jawelz,
1995).
Tujuan dari proses uji sensisitivitas ini adalah untuk mengetahui obat-obat yang paling
cocok (paling poten) untuk kuman penyebab penyakit terutama pada kasus-kasus
penyakit yang kronis dan untuk mengetahui adanya resistensi terhadap berbagai
macam antibiotik. Penyebab kuman resisten terhadap antibiotik yakni memang kuman
tersebut resisten terhadap antibiotik yang diberikan, akibat pemberian dosis dibawah
dosis pengobatan dan akibat penghentian obat sebelum kuman tersebut betul-betul
terbunuh oleh antibiotic (Dwidjoseputro, 1998).
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para peneliti diseluruh dunia memperoleh
banyak zat lain dengan khasiat antibiotik namun berhubung dengan adanya sifat toksis
bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat
diantaranya adalah streptomycin vial injeksi, Tetrasiklin kapsul, Kanamicin kapsul,
Erytromicin kapsul, Colistin  tablet, Cefadroxil tablet dan Rifampisin kapsul (Djide,
2003).
Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr.
Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru dikembangkan
dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford) yang kemudian
banyak zat lain dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh
dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat
digunakan sebagai obat (Djide, 2003).
Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya infeksi.
Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan berbagai zat toksik
yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat ditangani oleh sistem
pertahanan tubuh, namun adakalanya sistem ini perlu ditunjang oleh penggunaan
antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk membasni mikroba penyebab infeksi pada
manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif. Artinya antibiotik harus bersifat
toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Toksisitas selektif
tergantung kepada struktur yang dimiliki sel bakteri dan manusia misalnya dinding sel
bakteri yang tidak dimiliki oleh sel manusia, sehingga antibiotik dengan mekanisme
kegiatan pada dinding sel bakteri mempunyai toksisitas selektif relatif tinggi
(Ganiswarna, 1995).
Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik tergantung kapada kemampuan
antibiotik tersebut untuk menembus dinding sel bakteri. Antibiotik lebih banyak yang
efektif bekerja terhadap bakteri Gram positif karena permeabilitas dinding selnya lebih
tinggi dibandingkan bakteri Gram negatif. Jadi suatu antibiotik dikatakan mempunyai
spektrum sempit apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif,
sedangkan antibiotik berspektrum luas jika pertumbuhan bakteri Gram positif dan
bakteri Gram negatif dapat dihambat oleh antibiotik tersebut (Sumadio, dkk. 1994).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Pipet steril
2. Tabung reaksi steril
3. Cawan petri steril
4. Ohp pen
5. Kertas cakram
6. Pinset
7. Jarum Ose
8. Lampu spiritus

Bahan:

1. Larutan pengenceran antibiotika (tetrasiklin HCl)


2. Suspensi biakan Staphyllococcus aureus, Eschercia Coli
3. Kaldu pepton steril
4. Air suling steril
5. Media agar cair

3.2 CARA KERJA


Metode Penipisan Seri Kaldu Pepton
1. Menyiapkan penipisan bakteri 1:1000
a) Disiapkan 4 tabung steril dan beri nomor 1 sampai 4
b) Kedalam tabung nomor 1 dan 2 masing-masing dimasukkan 2,7 ml kaldu pepton
dan kedalam tabung nomor 3 dan 4 masing-masing 9 ml
c) Kedalam tabung nomor 1 dimasukkan 0,3 ml suspensi biakan Staphyllococcus
aureus, kemudian dihomogenkan. Maka pada tabung nomor 1 terdapat
pengenceran bakteri 1:10
d) Sebanyak 0,3 ml dari tabung nomor 1, di ambil dan dimasukkan ke dalam tabung
nomer 2, maka pada tabung nomor 2 terdapat pengenceran bakteri 1:100
e) Sebanyak 1 ml diambil dari tabung nomor 2 lalu dipindahkan kedalam tabung
nomor 3 dan nomor 4, maka pada tabung nomor 3 dan 4 terdapat pengenceran
bakteri 1:1000
2. Disiapkan 10 tabung reaksi steril dalam rak tabung, diurutkan dan diberi
keterangan
angka 1 sampai 10
3. Kedalam tabung nomor 2 sampai 10 masing-masing dimasukkan 0,5 ml
pengenceran antibiotika dengan konsentrasi tertentu, dihomogenkan.
4. Dari tabung nomor 2 sebanyak 0,5 ml dipindahkan ke tabung nomor 3,
dihomogenkan. Lalu dipindahkan sebanyak 0,5 ml dari tabung nomor 3 ke tabung
nomor 4 begitu seterusnya sampai pada tabung nomor 10
5. Pada tabung nomor 1 sampai 10 dimasukkan penipisan bakteri 1:1000 masing-
masing sebanyak 1 ml, dihomogenkan.
6. Diinkubasikan ke dalam incubator dengan suhu 35-37 derajat celcius selama 18-
24
jam dan dipilih konsentrasi antibiotic terendah manakah yang terdapat
penghambatan yang sempurna terhadap pertumbuhan bakteri konsentrasi terendah
inilah yang disebut batas kepekaan bakteri terhadap antibiotika tersebut. Batas
kepekaan umumnya disebut KHM.

Metode Difusi Agar

1. Pipetkan 0,1 ml biakan Staphyllococcus aureus ke dalam cawan petri steril.


Kemudian dituangkan agar cair bersuhu 48 derajat celcius, dihomogenkan.
Biarkan memadat. Setelah memadat, disimpan di dalam incubator bersuhu 37
derajat celcius dengan posisi cawan terbalik sampai titik uap air yang berada
dipermukaan agagr hilang. Bagian dasar cawan dibagi menjadi 3 bagian dengan
OHP pen.tandai dengan dosis rendah, menengah, tinggi.
2. Dengan menggunakan pipet steril. Lalu diambilnya kertas cakram dengan pinset
steril dan dijenuhkan dengan cairan antibiotika tertentu dan letakkan dipermukaan
agar yang telah mengandung suspense bakteri sesuai dengan konsentrasi yang
akan diuji.
3. Diinkubasikan dalam incubator bersuhu 37 derajat celcius selama 18-24 jam.
4. Amati dan ukur DDH yang dihasilkan.

Metode Penipisan Agar Lempeng

1. Dibuat seri pengenceran antibiotika sampai 10 konsentrasi dengan perbedaan


konsentrasi satu dengan yang berikutnya 1:2
2. Disiapkan 10 cawan petri steril, kemudian beri label sesuai dengan konsentrasi
antibiotika yang akan dimasukkan dengan nama mikroba yang akan
diinokulasikan
3. Dimasukkan 1 ml larutan pengenceran antibiotika yang akan duji ke dalam cawan
petri, lalu tambahkan 15-20 ml media agar cair yang bersuhu 48 derajat celcius
dihomogenkan biarkan memadat
4. Cawan yang telah berisi agar di atas dibalikkan dan dibagi bagian bawahnya
menjadi sector sesuai dengan jumlah bakteri yang akan diuji
5. Dengan menggunakan sengkelit, inikulasikan bakteri yang akan diuji sebanyak 1
sengkelit kedalam cawan. Lakukan hal yang sama pada agar lempeng blangko
6. Seluruh cawan diinkubasikan pada suhu 37 derajat celcius selama 18 sampai 24
jam
7. Hasil percobaan diamati dengan dilihatnya pada pengenceraan antibiotika
terendah
mana yang terdapat penghambatan pertumbuhan yang sempurna terhadap
pertumbuhan bakteri.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGAMATAN

1. Cara Dilusi (Pengenceran Seri Kaldu Pepton) -> Data Kelompok 3

No. Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dosis 100 50 25 12,5 6,25 3,125 1,56 0,78 0,39 0,195
Antibiotika 25 125 0625 3125
Pertumbuhan - - - - - - - - + +
Bakteri

Keterangan:
Nama Antibiotika: Oksitetrasiklin
Bakteri Uji : Staphylococcus aureus

Berdasarkan hasil pengamatan, maka konsentrasi hambat minimum (KHM)


antibiotika oksitetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 3,12
µg/ml. Berdasarkan nilai KHM yang diperoleh, maka bakteri Staphylococcus
aureus bersifat peka terhadap antibiotika Oksitetrasiklin.

2. Cara Difusi Agar

Gambar Dosis Antibiotika (ug/ml)


R ( 10 M( 30 T ( 60
µg/ml) µg/ml) µg/ml)
R T - 11 mm - 20 mm -18 mm
- 15 mm - 18 mm -13 mm
M - 18 mm - 18 mm -19,5 mm

DDH= 14,67 DDH = DDH =


mm 17,33 mm 16,83 mm

Keterangan:

Nama Antibiotika : Streptomycin


Bakteri Uji : Klebsiella pneumoniae

Berdasarkan hasil percobaan tersebut diatas, maka bakteri uji Klebsiella pneumoniae
bersifat Peka terhadap antibiotika Streptomycin.

3. Cara Penipisan Seri Agar Lempeng


No Dosis Pertumbuhan
(µg/ml) Bakteri (-/+)
1 2 3
1 100 - - -
2 50 - - -
3 25 - - -
4 12,5 + + +
5 6,25 + + +
6 3,125 + + +
7 1,5625 + + +
8 0,78125 + + +
9 0,30625 + + +
10 10,1953 + + +

Keterangan :
Nama Antibiotik : Streptomycin
Bakteri Uji : Klebsiella pneumonia

Maka, konsentrasi hambat minum (KHM) antibiotika Streptomycin terhadap Bakteri


Klebsiella pneumonia adalah 12,5 (µg/ml).
Berdasarkan hasil percobaan diatas maka kepekaan bakeri uji terhadap antibiotic
Tetrasiklin HCL sedikit peka.

4.2 PEMBAHASAN
ARISTIA DIAN N P.M. (2016210027)
a. Setiap jenis antibiotik memiliki tingkat kepekaan atau sensitivitas yang berbeda-
beda terhadap setiap bakteri uji. Contohnya antibiotik Streptomycin ketika diuji
pada bakteri Klebsiella pneumonia, bakteri ini memiliki kemampuan menjadi
peka, hal ini karena suatu faktor yang memang sudah ada pada mikroorganisme
tersebut sebelumnya.
b. Sesuai hasil pengamatan, dengan menggunakan cara dilusi (pengenceran kaldu
pepton), terlihat bahwa bakteri Klebsiella pneumonia bersifat sedikit peka
terhadap antibiotika Streptomycin. Hal ini disebabkan dari hasil konsentrasi
hambat minimum (KHM) bakteri tersebut adalah 12,5 µg/mL.

BAGAS SETYONUGROHO (2016210037)


a. Pada praktikum ini dapat diketahui bahwa bakteri Klebsiella pneumoniae adalah
bakteri yang peka terhadap antibiotik streptomicin. Karena terdapat daerah
hambat di ketiga dosis antibiotik yang disiapkan.
b. Sekaligus pada praktikum ini dapat diketahui bahwa bakteri Klebsiella
pneumoniae merupakan bakteri yang sedikit peka dengan antibiotik yang
diencerkan hingga 10 kali. Bakteri tumbuh pada antibiotik dengan dosis 12.5
mikrogram/ml

CHITRA ARTHA WATI (2016210045)


a. Pada praktikum uji sesitivitas bakteri terhadap antibiotika ini dengan cara difusi
agar, bakteri yang digunakan adalah bakteri Klebsiella pneumonia dan antibiotika
yang digunakan adalah Streptomycin.
b. Bedasarkan data tersebut didapatkan bahwa bakteri Klebsiella pneumonia peka
terhadap antibiotika Streptomycin.

DANIEL IMMANUEL (2016210054)


a. Pada praktikum uji sensitivitas bakteri dengan cara penipisan seri agar lempeng
menggunakan bakteri yang sama dengan cara dilusi, namun tingkat kepekaan
dalam metode ini, bakteri Klebsiella pneumonia sedikit peka terhadap antibiotika
Streptomycin.
b. Berdasarkan hasil pengamatan, didapati bahwa pada dosis antibiotika pada table
no.4 sudah tidak ada pertumbuhan bakteri (dinyatakan dengan tanda - dalam
tabel) maka Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) antibiotika Streptomycin
terhadap bakteri Klebsiella pneumonia adalah 12,5 µg/ml dimana pada angka
tersebut bakteri dikategorikan sedikit peka terhadap antibiotiknya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari percobaan difusi agar yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa
bakteri Klebsiella pneumoniae peka terhadap antibiotika Streptomycin, namun sedikit
peka ketika diuji dengan metode penipisan seri agar lempeng. Dan dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi dosis antibiotik yang diberikan, maka diameter daerah hambat
yang diperoleh semakin besar.

   5.2  SARAN
Adapun saran yang dapat saya disampaikan adalah :
1. Hendaknya berhati-hati dalam memilih jenis antibiotika, terutama jika dipakai
untuk pengobatan. Hal itu disebabkan tidak semua antibiotika baik sebagai zat
kemoterapeutik. Suatu antibiotik dapat digunakan untuk kemoterapeutik bila
toksisitasnya selektif, artinya dapat menghambat mikroorganisme tetapi tidak
beracun bagi inangnya.
2. Perlu dikembangkan antibiotik yang baru dan berbeda unruk menggantikan
antibiotika yang sudah tidak efektif lagi karena adanya resistensi pada
mikroorganisme terhadap antibiotika tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alke Rumimpunu. 2012. Pola Bakteri Aerob Dan Uji Kepekaan Terhadap Antibiotika Pada
Penderita Otitis Media Di Poliklinik Tht-Kl Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Periode Desember 2012 – Januari 2013. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

(http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/
ebiomedik/article/download/3860/3375).

Anda mungkin juga menyukai