Anda di halaman 1dari 2

KATA PENGANTAR

Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial


menerangkan bahwa Informasi Geospasial (IG) merupakan alat bantu dalam
perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan
yang berhubungan dengan ruang kebumian. Informasi Geospasial (IG) sangat
berguna sebagai sistem pendukung pengambilan kebijakan dalam rangka
mengoptimalkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan
ketahanan nasional, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam,
penyusunan rencana tata ruang, perencanaan lokasi investasi dan bisnis
perekonomian, penentuan garis batas wilayah, pertanahan, dan kepariwisataan.
Informasi Geospasial (IG) juga merupakan informasi yang amat diperlukan dalam
penanggulangan bencana, pelestarian lingkungan hidup, dan pertahanan
keamanan.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
efektivitas penerapan rencana tata ruang sangat dipengaruhi tingkat ketelitian
atau kedalaman pengaturan dan skala peta dalam rencana tata ruang. Dengan
demikian maka fungsi data spasial dan peta menjadi penting karena terkait
akurasi dan presisi data agar menghasilkan kualitas tertentu.
Pemanfaatan informasi geospasial tidak berhenti pada pelayanan antar sektor
pemerintah, tapi memiliki fungsi dalam pelayanan pemerintah terhadap
masyarakat. Masyarakat yang memperoleh akses lebih luas terhadap informasi
geospasial akan memperoleh berbagai kemudahan dalam kehidupan. Contoh-
contoh praktis terkait pelayanan publik adalah pada registrasi pertanahan,
kemudahan informasi tentang penanggulangan dan mitigasi bencana, hingga ke
pengaturan transportasi umum.
Peran toponimi tidak hanya sekadar untuk keperluan pemetaan, tetapi terkait
dengan aspek-aspek ekonomi, sosial dan budaya. Contoh peran toponimi
terhadap aspek-aspek tersebut, antara lain untuk perencanaan dalam
menghitung jarak terpendek suatu site ekonomi (aksesibilitas), bantuan-bantuan
sosial untuk korban bencana alam, pelestarian budaya nenek moyang,
keamanan dan pertahanan. Informasi nama-nama rupabumi pada saat ini sudah
berkembang pesat, sejalan dengan perkembangan teknologi informasi. Nama-
nama generik dari unsur geografipun juga menarik untuk dipelajari karena dari
nama generik tersebut dapat ditelusuri suku-suku bangsa yang pertama kali
mendiami wilayah tersebut, dan menyebut nama generik dari unsur geografik
dalam bahasanya.
Kondisi peta 1:5.000 (dasar dan tematik) dalam pemutakhiran RDTR di
kabupaten Majalengka dirasa perlu untuk diperbaharui dan dilengkapi, mengingat
perubahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Majalengka terindikasi cukup tinggi
sebagai dampak dari pembangunan Bandara BIJB Kertajati, serta kondisi peta
1:5.000 eksisting yang belum menggambarkan secara utuh informasi rupa bumi
Wilayah Kabupaten Majalengka. Salah satu unsur pada peta dasar 1:5.000 yang
perlu diperbaharui dan dilengkapi adalah unsur toponimi (informasi nama objek
rupa bumi) dan informasi kelengkapan lapangan hasil dari interpretasi citra satelit
resolusi sangat tinggi (CSRST).
Pengukuran unsur toponimi di dilakukan pada 9 Kecamatan di Kabupaten
Majalengka yaitu, Kecamatan Argapura, Kecamatan Banjaran, Kecamatan
Bantarujeg, Kecamatan Cikijing, Kecamatan Cingambul, Kecamatan
Lemahsugih. Kecamatan Maja, Kecamatan Malausma dan Kecamatan Talaga.
Dengan informasi dari pengukuran unsur toponimi di lapangan yaitu berupa
deskripsi objek toponimi yang berisi keterangan posisi berupa nama Desa,
Kecamatan dan Kabupaten, lalu ada Koordinat UTM dan keterangan –
keterangan toponimi.

Anda mungkin juga menyukai