Anda di halaman 1dari 40

BAB VIII

SISTEM ENDOKRIN PADA HEWAN

Sistem endokrin dapat dijumpai pada


semua golongan hewan, baik vertebrata maupun
invertebrata. Sistem endokrin (hormon) dan
sistem saraf secara bersama lebih dikenal sebagai
supra sistem neurodokrin yang bekerja sama
secara kooperatif untuk menyelenggarakan fungsi
rendah dan koordinasi pada tubuh hewan. Pada
umumnya, sistem endokrin bekerja untuk
mengendalikan berbagai fungsi fisiologis tubuh,
antara lain aktivitas metabolisme, pertumbuhan,
reproduksi, regulasi, osmotik dan regulasi tonik..
Sistem endokrin juga disebut sistem
kelenjar buntu, yaitu kelenjar yang tidak
mempunyai saluran khusus untuk mengeluarkan
sekretnya. Secret dari kelenjar endokrin
dinamakan hormon. Hormon berperan dalam
mengatur berbagai aktivitas dalam tubuh hewan,
antara lain aktivitas pertumbuhan, reproduksi,
osmoregulasi, pencernaan, dan integrasi serta
koordinasi tubuh.

1
1. Sistem Endokrin
Hormon berasal dari kata “hormaein” yang
artinya “membangkitkan”.
Fungsi hormone :
1. Mengatur aktivitas seperti metabolisme
2. Reproduksi
3. Pertumbuhan
4. Perkembangan

Kelenjar yang menghasilkan hormon disebut


kelenjar endokrin.
Ciri-ciri hormon :
a. Hormon diproduksi dan disekresikan ke
dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dalam
jumlah yang sangat kecil.
b. Hormone diangkut oleh darah menuju ke sel
(jaringan target).
c. Hormone mengadakan interaksi dengan
reseptor khusus yang terdapat di sel target.
d. Hormon mempunyai pengaruh mengaktifkan
enzim khusus
e. Hormon mempunyai pengaruh tidak hanya
terhadap satu sel target, tapi dapat juga

2
mempengaruhi beberapa sel target yang
berlainan.

Lingkup kerja kerja hormone :


1. Mengendalikan medium dalam dengan jalan
mengatur komposisi kimia dan volume.
2. Mengadakan tanggapan terhadap perubahan
drastic kondisi lingkungan, untuk menolong
tubuh dari kondisi seperti infeksi, trauma,
stress, dehidrasi, kelaparan, pendarahan.
3. Berperan dalam perkembangan dan
pertumbuhan
4. Terlibat dalam proses reproduksi, fertilisasi

Faktor yang mempengaruhi sekresi hormone :


1. Faktor saraf
2. Faktor kimia
3. Faktor penghambat

Klasifikasi hormone
Berdasarkan sifat kimiawi hormone
dibedakan menjadi 4 bagian seperti table berikut :

3
Tabel Pembagian Hormon Berdasarkan Sifat
Kimia

Susunan Nama Hormon Nama Kelenjar


Kimia

Amin Adrenalin, Medulla adrenal,


Noradrenalin, tiroid, hipofisa
Tiroksin, anterior
Triyodotirosin, FSH,
LH, TSH, ACTH,
Prolaktin
Peptida GH (hormon Hipofisa
dan pertumbuhaan) ADH, Anterior
protein Oksitosin Paratiroid Tiroid
Parathormon Pankreas
Kalsitosin Insulin, Mukosa
Glikagon, Gastrin, duodenum
Sekretin
Steroid Testosteron estrogen, Testes ovarium/
progesterone plasenta korteks
kortikosteroid adrenal

Mekanisme Kerja Hormon


Agar hormon dapat bekerja di sel target
maka hormon tersebut berinteraksi terlebih
dahulu dengan reseptor sel target. Reseptor
hormon protein terdapat pada membran sel,
sedangkan reseptor hormon steroid terdapat di
dalam sitoplasma.

4
Reseptor permukaan membran
1.Interaksi hormon dengan reseptor membrane :
Pada interaksi ini terjadi perubahan ATP
menjadi AMP Siklik (cAMP) yang dipengaruhi
oleh enzim adenil siklase yang banyak terdapat
pada membrane plasma. cAMP berdifusi ke
dalam sel (sebagai messenger kedua) dan
bergabung dengan reseptor, kemudian mengubah
fungsi sel sesuai pesan khusus (Gambar 2).

Gambar 2. Mekanisme kerja hormon melalui


membran.

2. Interaksi Hormon Dengan Pengaktifan Gen


Reseptor untuk hormon steroid
merupakan protein mudah larut dalam sitoplasma

5
dan yang bersenyawa dengan steroid dan
mengangkutnya dalam nukleus tempat hormon
tersebut mengaktifkan gen yang tertekan
sebelumnya. Pengaktifan tersebut menyebabkan
diproduksinya RNAm tambahan jenis baru yang
berfungsi untuk mensintesis protein baru. Teori
dapat menjelaskan peningkatan besar dari
pengaruh hormon, karena sejumlah kecil molekul
RNAm dan molekul protein dalam jumlah yang
sangat besar ( Gambar 3)

Gambar 3 : Interaksi Hormon melalui


pengaktifan gen

6
2. Sistem Endokrin Pada Hewan Invertebrata
Sejumlah invertebrata tidak mempunyai
organ khusus untuk sekresi hormon sehingga
sekresinya dilaksanakan oleh sel neurosekretori.
Jadi, sel neurosekretori tampaknya merupakan
sumber hormon utama pada invertebrata. Sel
neurosekretori dapat ditemukan pada semua
Metazoa (hewan bersel banyak), antara lain
Koelentrata, Platihelmintes, Annelida, Nematoda,
dan Moluska. Hormon pada invertebrata
berfungsi untuk mengatur penyebaran
kromatofor, pergantian kulit (molting),
pertumbuhan, reproduksi secara seksual dan
perkembangan.

a. Coelentrata
Contoh hewan dari golongan ini adalah
Hydra (hidra). Hidra mempunyai sejumlah sel
yang mampu menghasilkan senyawa kimia yang
berperan dalam proses reproduksi, pertumbuhan
dan regenerasi. Apabila kepala hidra dipotong,
sisa tubuhnya akan mengeluarkan molekul
peptida yang disebut activator kepala. Zat
tersebut menyebabkan sisa tubuh hidra dapat

7
membentuk mulut dan tentakel, dan selanjutnya
membentuk daerah kepala.

b. Platyhelminthes
Hewan ini dapat menghasilkan hormon
yang berperan penting dalam proses regenerasi.
Diduga, hormon yang dihasilkan tersebut juga
terlibat dalam regulasi osmotik dan ionik, serta
dalam proses reproduksi.

c. Nematoda
Sejumlah nematoda dapat mengalami
ganti kulit (molting) hingga empat kali dalam
siklus hidupnya. Hewan ini mempunyai struktur
khusus yang berfungsi untuk sekresi
neurohormon, yang berkaitan erat dengan sistem
saraf. Struktur khusus tersebut terdapat pada
ganglion di daerah kepala dan beberapa
diantaranya terdapat pada korda saraf.

d. Annelida
Sejumlah annelida seperti poliseta
(misalnya neris), oligoseta (misalnya Lumbricus),
dan hirudinae (misalnya lintah) sudah

8
memperlihatkan adanya derajat sefalisasi yang
memadai. Otak hewan tersebut memiliki
sejumlah besar sel saraf yang berfungsi sebagai
sel sekretori. Hewan ini juga telah memiliki
sistem sirkulasi yang berkembang sangat baik
sehingga kebutuhan untuk menyelenggarakan
sistem kendali endokrin dapat terpenuhi. Sistem
endokrin annelida berkaitan erat dengan aktivitas
pertumbuhan, perkembangan, regenerasi, dan
reproduksi.
Contoh yang baik untuk hal tersebut ialah
perubahan bentuk cacing poliseta dewasa, yang
dikenal dengan istilah epitoki. Epitoki ialah
perubahan sejumlah ruas tubuh menjadi struktur
reproduksi. Dalam proses tersebut, beberapa ruas
tubuh annelida yang mengalami perubahan
bentuk akan terlepas dari tubuh utamanya, dan
berkembang menjadi organisme yang hidup
bebas.
Epitoki dikendalikan oleh sistem
neuroendokrin. Hormon yang dilepaskan bersifat
menghambat epitoki sehingga epitoki hanya akan
berlangsung pada saat kadar hormon tersebut
rendah. Cara kerja hormon ini tidak diketahui

9
secara jelas, tetapi diduga sekresinya diatur oleh
faktor lingkungan.

e. Moluska
Moluska (terutama siput) mempunyai
sejumlah besar sel neuroendokrin yang terletak
pada ganglia penyusun sistem saraf pusat. Hewan
ini juga memiliki organ endokrin klasik. Senyawa
yang dilepaskan menyerupai protein dan berperan
penting dalam mengendalikan osmoregulasi,
pertumbuhan serta reproduksi.
Reproduksi pada moluska sangat rumit
karena hewan ini bersifat hermaprodit (gamet
jantan dan betina terdapat dalam satu tubuh(.
Beberapa spesies hewan dari kelompok ini
bersifat protandri. Pada hewan yang bersifat
protandri, gamet jantan terbentuk lebih dahulu
daripada gamet betina. Pada hewan ini ditemukan
adanya hormon yang merangsang pelepasan telur
dari gonad dan pengeluaran telur dari tubuh. Pada
cephalopoda, hewan yang tidak bersifat
hermaprodit, proses reproduksi dikendalikan oleh
endokrin. Dalam hal ini, organ endokrin klasik
(Terutama kelenjar optik) diduga memiliki peran

10
yang sangat penting. Kelenjar optik diduga
menyekresi beberapa hormon yang diperlukan
untuk perkembangan sperma dan telur.

f. Krustasea
Seperti halnya invertebrata lain, sistem
endokrin pada krustasea umumnya berupa sistem
neuroendokrin, meskipun mempunyai organ
endokrin klasik. Fungsi tubuh yang dikendalikan
oleh sistem endokrin antara lain osmoregulasi,
laju denyut jantung, komposisi darah,
pertumbuhan, dan pergantian kulit. Sistem
kendali endokrin yang berkembang paling baik
dapat ditemukan pada Malakostra (antara lain
ketam, lobster / udang besar, dan udang).
Organ neuroendokrin Krustasea, terdapat
pada tiga daerah utama, yaitu sebagai berikut :
a. Kompleks kelenjar sinus. Organ ini kadang-
kadang disebut kompleks kelenjar sinus-organ X,
yang menerima akson sel neuroendokrin dari
ganglion kepala dan lobus optik pada tangkai
mata.

11
b. Organ post-komisural. Organ ini juga
menerima akson dari otak dan berakhir pada awal
esofogus.
c. Organ pericardial : organ ini terletak sangat
dekat dengan jantung dan menerima akson dari
ganglion toraks.
Krustasea memiliki sejumlah kecil sel
endokrin klasik, yaitu organ Y dan kelenjar
mandibula (gambar 4). Organ Y merupakan
sepasang kelenjar yang terletak di daerah dada
(toraks), tepatnya pada ruas maksila (rahang atas)
atau ruas antenna. Hormon dari kelenjar Y diduga
memengaruhi proses molting. Kelenjar mandibula
terletak di dekat organ Y dan diduga memiliki
fungsi endokrin juga. Krustesea juga mempunyai
kelenjar androgenic yang diyakini berperan dalam
perkembangan testis dan produksi sperma.
Salah satu proses pada krustasea yang
dikendalikan oleh sistem endokrin ialah
pengubahan warna kulit. Krustasea mampu
menerima rangsang berupa warna latar belakang
mereka, yang mendorong mereka untuk
menyeseuaikan warna tubuhnya dengan warna

12
itu. Dengan cara demikian, Krustasea dapat
terhindar dari perhatian musuhnya.
Kemampuan untuk mengubah warna yang
dimiliki suatu spesies dapat berbeda dari spesies
lainnya. Beberapa hewan hanya dapat mengubah
warna kulit dari terang ke gelap, sementara hewn
yang lain dapat menanggapi beraneka warna latar
belakang. Perubahan warna kulit Krustasea
dipengaruhi oleh penyebaran pigmen yang
terdapat dalam kromatofor (sel pembawa
pigmen).
Kromotofor pada umumnya terdapat pada
sel kulit luar tubuh, tetapi dapat juga terletak pada
organ yang lebih dalam. Fungsi kromatofor dapat
diubah oleh sejumlah hormon, misalnya hormon
peptida yang dihasilkan oleh kompleks kelenjar
sinus. Hormon ini menyebabkan pigmen
mengumpul atau menyebar. Hormon yang
dilepaskan oleh organ pericardial juga dianggap
dapat memengaruhi fungsi kromatofor.

13
A C

B
Gambar 4. Proses molting Lobster Air Tawar (LAT)

g. Insekta
Pada sistem saraf insekta terdapat tiga
kelompok sel neuroendokrin yang utama :
a. Sel neurosekretori medialis. Kelompok sel ini
memiliki akson yang membentang hingga ke
korpora kardiaka. Korpora kardiaka ialah
sepasang organ yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan dan pelepasan neurohormon.

14
b. Sel neurosekretori lateralis. Kelompok sel ini
juga memiliki akson yang membentang
hingga ke korpora kardiaka.
c. Sel neurosektori subesofageal. Kelompok sel
neurosekretori ini terdapat pada bagian di
bawah kerongkongan dan memiliki akson
yang membentang ke korpora alata. Korpora
alata merupakan organ endokrin klasik.

Organ endokrin klasik lainnya yang terdapat pada


insekat yaitu kelenjar protoraks. Pada insekta
yang sudah lebih maju, kelenjar protoraks
terdapat di daerah toraks, namun pada insekta
yang kurang berkembang dapat ditemukan pada
daerah kepala.
Sistem endokrin pada insekta berfungsi
untuk mengendalikan berbagai aktivitas antara
lain aktivitas pertumbuhan. Pertumbuhan insekta
terjadi dalam beberapa tahap dan memerlukan
serangkaian proses pengelupasan rangka luar
(kulit luar). Pada umumnya, pengelupasan kulit
insekta berakhir ketika hewan muda telah
menjadi hewan dewasa. Namun, pengelupasan
kulit pada beberapa jenis insekta dapat terjadi

15
terus-menerus, bahkan ketika hewan telah
mencapai dewasa (misalnya kolembola).
Proses perubahan bentuk tubuh dan
pengelupasan kulit pada insekta tersebut secara
keseluruhan dikenal dengan istilah metamorfosis.
Sejumlah insekta memiliki bentuk hewan muda
yang sangat serupa dengan mimetabola.
Sementara, perkembangan kupu-kupu dan
ngengat dinamakan holometabola karena bentuk
hewan muda sangat berbeda dari bentuk hewan
dewasanya.
Proses pengelupasan kulit insekta
berlangsung di bawah kendali hormon. Proses
tersebut terjadi melalui beberapa tahapan dengan
urutan sebagai berikut :
a. Kultikula tua dilepaskan dan sejumlah sel
kultikula baru diperbanyak melalui proses
mitosis.
b. Kultikula baru yang masih lunak
terbentuk, sementara kultikula lama
dicerna dan diserap oleh sel epidermal.
c. Tubuh insekta yang baru muncul dari
kultikula lama. Proses ini disebut ekdisis,

16
yaitu proses pengelupasan atau berganti
kulit.
d. Kultikula baru yang terbentuk akan
mengeras.

Dewasa

Pupa Telur

Larva
Gambar 5 : Metamorfosis sempurna (Holometabola)

Apabila kita perhatikan uraian di atas, dapat


dipahami bahwa ada keterkaitan fungsi yang
sangat erat antara hormon ekdison dan juvenil.
Untuk mempertahankan perkembangan yang
normal, sekresi hormon juvenil harus dihambat,
namun mekanisme terjadinya penghambatan
tersebut belum diketahui sepenuhnya.
Sistem saraf dan sistem endokrin suatu
serangga berperan dalam mengendalikan respons
fisiologis dan tingkah lakunya. Sistem saraf
mengendalikan aktivitas yang memerlukan

17
respons yang cepat, seperti dalam hal aktivitas
otot. Sebaliknya sistem endokrin mengendalikan
perubahan-perubahan yang berlangsung lama
dalam perkembangan, pertumbuhan, reproduksi
dan metabolisme. Sistem endokrin dan informasi
sensori yang berasal dari lingkungan
dikoordinasikan melalui otak serangga. Sistem
endokrin terdiri dari kelenjar dan sel-sel khusus
yang mengsekresikan hormon. Hormon itu
sendiri adalah duta-duta kimia (chemical
messengers) yang dalam konsentrasi rendah telah
mampu mempengaruhi respons fisiologis dan
tingkah laku seekor serangga.
Beberapa kelenjar dan sel neurosekretori
pada serangga telah diketahui menghasilkan
hormon. Fungsi utama dari hormon tersebut
adalah untuk mengendalikan proses reproduksi,
pergantian kulit dan metamorfosis. Adapun
beberap diantara hormon itu adalah sebagai
berikut :

1. Hormon otak atau hormon protoraksikotropik


(PTTH).

18
Hormon otak atau protorasikotropik
dihasilkan oleh sel-sel neurosekretori khusus dari
otak protoserebrum. Merupakan hormon
serangga yang pertama kali ditemukan.
Tampaknya hormon ini termasuk hormon peptide
dengan berat molekul antara 4000 hingga 30.000
(Penzlin, 1996). Fungsi hormon ini adalah
berperan dalam pergantian kulit dan dalam
pengendalian diapause. Berperan juga dalam
merangsang penghasilan hormone ekdison
(hormone pergantian kulit).

2. Hormon Ekdison
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar
protoraks beserta dengan jaringan yang
berasosiasi dengannya. Ovarium dari beberapa
serangga betina dilaporkan juga menghasilkan
hormon ini. Hormon ekdison merupakan suatu
steroid yang disintesa dari kolesterol. Hormon ini
berperan dalam hal mengawali pertumbuhan dan
perkembangan serangga, dan juga yang
menyebabkan terjadinya apolisis, yaitu suatu
peristiwa terjadinya pemisahan epidermis dari
kutikula sebagai bagian dari proses berganti kulit

19
(molting). Sehubungan dengan itu maka hormon
ini dikenal juga sebagai hormon “molting”
(pergantian kulit).

Larva Pupa Dewasa


Gambar 6 : Bagan kerja hormon dalam
metamorfosis ulat sutera.

Pengelupasan kulit larva dimulai oleh

hormone otak yang merangsang kelenjar

protoraks untuk mensekresi ekdison. Pada waktu

yang sama korpus alata menghasilkan hormon

juvenil yang memerintahkan inti untuk

20
menghasilkan transkip DNA yang berperan dalam

sintesis protein larva.

Setelah 4 -5 hari pergantian kulit, korpus

Alata menghentikan sekresi hormon juvenil

sehingga penggantian kulit berikutnya terjadi

sebagai respon terhadap eksdison dengan hormon

juvenil konsentrasi rendah. Kombinasi tersebut

menyebabkan terbentuknya kutikula pupa,

struktur - struktur pupa dan perombakan struktur

– struktur larva. Pada penggantian kulit terakhir

(kanan) sudah tidak ada hormon juvenil yang

tersisa dan dengan hanya terdapatnya ekdison

dibentuk kutikula hewan dewasa, struktur-

struktur pupa dihancurkan atau berubah menjadi

struktur dewasa.

3. Hormon Juvenil

21
Hormon ini dihasilkan oleh Korpora

allata dan dilepaskan setelah mendapat

rangsangan saraf dan hormonal dari otak.

Adapun fungsi dari hormon ini adalah dalam hal

penghambatan metamorfosis maupun dalam hal

vitellogenesis, aktivitas tambahan kelenjar

reproduksi dan produksi feromon.

2. Sistem Endokrin Pada Vertebrata

Berbeda dengan invertebrata, sistem

endokrin pada vertebrata terutama sekali tersusun

atas berbagai organ endokrin klasik. Sistem

endokrin vertebrata dapat dibedakan menjadi tiga

kelompok kelenjar utama, yaitu hipotalamus,

hipofisis, atau pituitari, dan kelenjar endodokrin

tepi. Pada vertebrata, sistem saraf memberikan

pengaruh yang jelas terhadap sistem endokrin.

Berbagai sistem endokrin tepi pada vertebrata

22
bekerja di bawah kendali kelenjar pituitari bagian

depan (anterior) yang bekerja merupakan salah

satu organ organ endokrin pusat (Gambar 7).

Pituitari anterior bekerja di bawah pengaruh

hipotalamus, yang kerjanya dipengaruhi oleh

saraf. Memperhatikan uraian di atas, tampak jelas

bahwa sistem saraf sangat mempengaruhi kerja

sistem endokrin.

Gambar 7. Letak kelenjar endokrin pada manusia

23
a. Hipotalamus dan Pituitari

Hipotalamus dan pituitari merupakan

organ endokrin pusat yang dimiliki hewan

vertebrata. Hipotalamus merupakan bagian otak

vertebrata yang terletak di bawah thalamus, dan

berperan dalam mempertemkan sistem saraf dan

endokrin. Thalamus ialah kumpulan sel saraf

yang terletak di bagian tengah otak vertebrata.

Hipotalamus berfungsi mengendalikan kelenjar

pituitari, sementara pituitari juga berfungsi

mengendalikan kelenjar endokrin lainnya. Oleh

karena itu, hipotalamus disebut juga dengan

kelenjar induk (master of gland).

Hormon yang dikeluarkan oleh

hipotalamus akan dibawa ke pituitari. Ada dua

jenis hormon dari hipotalamus, yaitu hormon

yang dilepaskan ke pituitari depan

24
(adenohopofisis) dan hormon yang dilepaskan ke

pituitari belakang (neurohopofisis).

Hormon yang dilepaskan ke pituitari

belakang mengalir melalui aksoplasma yang

membentang dari hipotalaus hingga ke bagian

tersebut. Kelenjar pituitari belakang disebut

daerah neuroendokrinal pada daerah ini banyak

ditemukan juluran saraf (ujung akson) dari sel

neurosekretori yang badan selnya terletak di

hipotalamus. Oleh karena itu, pituitari belakang

disebut juga neurohopofisis. Dari neurohopofisis

hormon dari hipotalamus akan berlangsung

dilepas ke sirkulasi melalui ujung akson.

Hormon hipotalamus yang dilepas si

pituitari belakang ialah vasopresin atau hormon

antidiuretik (ADH) dan oksitosin. ADH sangat

penting untuk mengendalikan kontraksi otot polos

pada dinding rahim dan kelenjar susu. ADH dan

25
oksitosin merupakan hormon dari golongan

pepetida. Pada semua vertebrata dapat ditemukan

pepetida yang memiliki efek hayati serupa

dengan ADH dan oksidasi tetapi susunan asam

aminonya berbeda.

Hormon penting lain yang dikeluarkan

oleh hipotalamus yaitu hormon pelepas (realising

hormon, RH) dan hormon penghambat (realize

inhibiting hormon, RIH). Kedua jenis hormon

tersebut dilepas dari ujung akson sel

neurosekretori di hipotalamus ke kapiler darah di

dekatnya. Dari hipotalamus, RH dan RIH dibawa

oleh darah ke putuitari depan yang disebut

dengan adenohopofisis.

RH bekerja untuk mempengaruhi

pelepasan hormon dari pituitari depan selanjutnya

akan mempengaruhi pengeluaran hormon dari

kelenjar yang lain merupakan kelenjar tepi.

26
Sebaliknya, RIH menghambat pelepasan hormon

dari pituitari depan.

Hormon pertumbuhan merangsang

pertumbuhan tubuh pada semua hewan dan

berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat,

lipid dan protein. Hormon ini juga merangsan hati

untuk melepaskan somatomedin, yang dapat

merangsang hati untuk melepaskan somatomedin,

yang dapat merangsang mitosi dalam jaringan

tulang. Hormon pemacu tiroid (TRH)

merangsang kelenjar tiroid (kelenjar gondok)

untuk menyekresi hormon tiroksin dan

triiodotironin, yang dapat mengendalikan laju

metabolisme pada mamalia dan metamorfosis

pada amfibi.

27
Gambar 8. Kelenjar pituitari

b. Organ Endokrin Tepi


Organ endokrin tepi adalah semua organ
endokrin di luar hipotalamus dan pituitari.
Semakin hari semakin banyak ditemukan organ
endokrin baru pada vertebrata. Saat ini telah
diketahui bahwa jantung juga mampu
menghasilkan hormon, yang disebut atrial
naturetic peptide (ANP). Hormon tersebut
berkaitan erat dengan pengaturan ion natrium di
ginjal.

28
Hampir semua aktivitas dalam tubuh
hewan dipengaruhi oleh hormon. Aktivitas
tersebut meliputi proses pengenceran, peredaran
darah (yang melibatkan jantung dan pembuluh
darah), pengeluaran, osmoregulasi, termoregulasi,
dan reproduksi. Dalam mengatur aktivitas tubuh,
sistem endokrin biasanya bekerja sama dengan
sistem saraf.
Keterlibatan hormon dalam pengaturan
suhu tubuh akan dibahas dalam kajian tentang
termoregulasi. Sementara kerja hormon untuk
mengatur fungsi organ reproduksi akan dibahas
dalam kajian tentang sistem reproduksi. Bagian
ini hanya mengemukakan contoh kerja hormon
dalam menjaga kadar kalsium dan gula darah
pada manusia. Keseimbangan kadar kalsium
dalam darah manusia dapat dicapai melalui kerja
sama antar hormon paratiroid dan kalsitonin.
Keseimbangan kadar kalsium yang normal sangat
penting karena akan mempengaruhi kemampuan
saraf otak untuk menerima rangsang, pembekuan
darah, permeabilitas membran sel, serta fungsi
normal enzim tertentu.

29
Sebagai contoh, kondisi hipolkasemia
(keadaan yang ditandai dengan kadar kalsium di
dalam darah yang rendah) akan meningkatkan
kepekaan saraf beberapa kali lipat sehingga dapat
menimbulkan kejang otot.
Peningkatan kadar kalsium darah akibat
kerja hormon paratiroid dapat terjadi melalui
berbagai cara, antara lain dengan meningkatkan
perbongkaran matriks tulang, meningkatkan
penyerapan ion Ca+2 di usus, meningkatkan
penyerapan ion Ca2+ di ginjal, dan mengaktifkan
vitamin D. Vitamin D diperoleh dari makanan
atau disentesis di kulit dari kolesterol. Vitamin D
yang aktif akan dibawa ke sel epitel usus dan
digunakan untuk menyentesis reseptor kalsium
dalam sel tersebut. Dengan demikian
penambahan vitamin D akan meningkatkan
jumlah reseptor kalsium pada sel epitel usus
sehingga akan meningkatkan penyerapan kalsium
dari lumen ke dalam darah.
Sama seperti kadar kalsium, kadar gula
dalam darah juga dikendalikan oleh hormon,
terutama insulin dan glukagon. Hormon insulin
dihasilkan oleh sel beta pankreas dan sangat

30
penting untuk menurunkan kadar gula dalam
darah. Indulin meningkatkan kecepatan transpor
glukosa melalui membran sel hati. Dalam sel hati
gula akan mengalami katabolisme atau disimpan.
Hormon insulin juga dapat meningkatkan
aktivitas enzim glukonase, suatu enzim yang
dibutuhkan dalam proses pembentukan glikoken
dan katabolisme gula. Kekurangan insulin dalam
tubuh akan menurunkan tingkat katabolisme
glukosa serta menurunkan sistesis dan
penyimpangan glikogen. Akibatnya kadar dalam
darah meningkat.
Peningkatan kadar gula dalam darah juga
disebabkn oleh adanya hormon glukagon,
epinefin, dan glukokortikoid. Glukagon
dihasilkan oleh sel alpa oada pancreas, sedangkan
epinefrin merupakan hormon dari medulla
endrenal. Pelepasan epinefrin dari medulla
adrenal sering kali dipacu oleh adanya stress
fisik. ACTH dan glukokortikoid masing-masing
dihasilkan oleh pituitari depan dan korteks
adrenal.
Glukagon menyebabkan peningkatan
aktivitas enzim fosforolase, yaitu enzim yang

31
diperlukan untuk mempercepat pemecahan
glikogen di hati. Meningkatnya pemecahan
glikogen akan menghasilkan lebih banyak
glukosa, yang selanjutnya akan dilepaskan ke
dalam darah. Akibatnya, kadar glukosa dalam
darah meningkat.
Efinefrin memiliki cara kerja yang sama
seperti glukagon, yaitu meningkatkan pemecahan
glikogen yang tersimpan dalam hati dan otot
menjadi glukosa. Glukosa yang terbentuk di hati
kemudian dialirkan ke dalam darah, sementara
glukosa yang terbentuk di otot biasanya
digunakan oleh otot itu sendiri.
ACTH memacu konteks adrenal untuk
melepaskan glukokortikoid, yakni suatu hormon
yang berperan penting untuk mempercepat proses
glukoneogenesis. Glukoneogenesis ialah proses
pembentukan gula baru dari senyawa bukan
glikogen. Glukokortikoid akan menghidrolisis
protein jaringan dan mengubahnya menjadi asam
amino yang akan dibawa ke hati. Di hati, asam
amino tersebut diubah lebih lanjut menjadi
glukoa yang kemudian dialirkan ke dalam darah
sehingga kadar gula darah meningkat.

32
Hormon lain yang juga mempengaruhi
kadar gula darah yaitu hormon pertumbuhan
(growth hormon, GH), hormon pemacu tiroid
(TSH), dan hormon tiroid. GH menyebabkan
peningkatan kadar gula darah, sedangkan TSH
dan hormon tiroid (T3 dan T4) memiliki pengaruh
yang bersifat kompleks (dapat menurunkan atau
meningkatkan kadar gula darah).
Peningkatan kadar gula darah juga dapat
timbul dalam kondisi stress. Dalam kondisi stress,
manusia atau hewan dapat mengalami berbagai
perubahan kondisi fisiologis yang sering kali
merugikan individu tersebut. Selain dapat
meningkatkan kadar gula darah, stress juga dapat
menyebabkan manusia atau hewan menjadi
sangat kuat secara tiba-tiba, atau sebaliknya
kehilangan kekuatan sama sekali, diare, buang air
tanpa sadar, berkeringat dingin, terlambat
menstruasi, dan sebagainya. Seekor hewan
misalnya sapi perah betina, dapat mengalami
stress antara lain karena petugas pemerah susunya
digantikan oleh orang lain, atau karena pemerah
susunya mengenakan pakaian yang tidak biasanya
dikenakannya saat memerah susu. Stress tersebut

33
dapat mendorong terjadinya penurunan produksi
air susu. Tanggapan tubuh yang timbul dalam
keadaan stress / tertekan merupakan proses yang
sangat rumit, yang melibatkan sistem endokrin
serta sistem saraf otonom.

c. Kelenjar Pineal
Suatu struktur kecil yang terdapat pada
permukaan atas talamus diantara hemisfer
sereberum, berkembang sebagai pertumbuhan
dari otak. Kelenjar ini mensekresi melatonin.
Pada mamalia dan burung organ pineal
diinervasi oleh saraf simpatetik autonom yang
berasal dari ganglion servikal superior.
Melatonin dan serotonin telah diidentifikasi
pada pineal burung dan amfibi. Enzim yang
responsibel untuk pembentukan hormon ini
adalah HIOMT (Hydroxyndole-O-methyl-
transferase).

34
Kelenjar pineal

Gambar 9 : Letak kelenjar Pineal

Feromon Pada Hewan


Feromon adalah zat kimia yang berasal
dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh
makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis,
individu lain, kelompok, dan untuk membantu
proses reproduksi. Berbeda dengan hormon,
feromon menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat
mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain
yang sejenis (satu spesies).

35
a. Feromon Pada Kupu-kupu
Ketika kupu-kupu jantan atau betina
mengepakkan sayapnya, saat itulah feromon
tersebar diudara dan mengundang lawan jenisnya
untuk mendekat secara seksual. Feromon seks
memiliki sifat yang spesifik untuk aktivitas
biologis dimana jantan atau betina dari spesies
yang lain tidak akan merespons terhadap feromon
yang dikeluarkan betina atau jantan dari spesies
yang berbeda.

b. Feromon Pada Rayap


Untuk dapat mendeteksi jalur yang
dijelajahinya, individu rayap yang berada didepan
mengeluarkan feromon penanda jejak (trail
following pheromone) yang keluar dari kelenjar
sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang
abdomen), yang dapat dideteksi oleh rayap yang
berada di belakangnya. Sifat kimiawi feromon ini
sangat erat hubungannya dengan bau makanannya
sehingga rayap mampu mendeteksi obyek
makanannya.
Di samping feromon penanda jejak, para
pakar etologi (perilaku) rayap juga menganggap

36
bahwa pengaturan koloni berada di bawah
kendali feromon dasar (primer pheromones).
Misalnya, terhambatnya pertumbuhan/
pembentukan neoten disebabkan oleh adanya
semacam feromon dasar yang dikeluarkan oleh
ratu, yang berfungsi menghambat diferensiasi
kelamin.
Segera setelah ratu mati, feromon ini
hilang sehingga terbentuk neoten-neoten
pengganti ratu. Tetapi kemudian neoten yang
telah terbentuk kembali mengeluarkan feromon
yang sama sehingga pembentukan neoten yang
lebih banyak dapat dihambat.
Feromon dasar juga berperan dalam
diferensiasi pembentukan kasta pekerja dan kasta
prajurit, yang dikeluarkan oleh kasta reproduktif.
Dilihat dari biologinya, koloni rayap
sendiri oleh beberapa pakar dianggap sebagai
supra-organisma, yaitu koloni itu sendiri
dianggap sebagai makhluk hidup, sedangkan
individu-individu rayap dalam koloni hanya
merupakan bagian-bagian dari anggota badan
supra-organisma itu.

37
Perbandingan banyaknya neoten, prajurit
dan pekerja dalan satu koloni biasanya tidak
tetap. Koloni yang sedang bertumbuh subur
memiliki pekerja yang sangat banyak dengan
jumlah prajurit yang tidak banyak (kurang lebih 2
- 4 persen). Koloni yang mengalami banyak
gangguan, misalnya karena terdapat banyak
semut di sekitarnya akan membentuk lebih
banyak prajurit (7 - 10 persen), karena diperlukan
untuk mempertahankan sarang.

c. Feromon Pada Ngengat


Komunikasi melalui feromon sangat
meluas dalam keluarga serangga. Feromon
bertindak sebagai alat pemikat seksual antara
betina dan jantan. Jenis feromon yang sering
dianalisis adalah yang digunakan ngengat sebagai
zat untuk melakukan perkawinan. Ngengat gipsi
betina dapat mempengaruhi ngengat jantan
beberapa kilometer jauhnya dengan memproduksi
feromon yang disebut "disparlur". Karena
ngengat jantan mampu mengindra beberapa ratus
molekul dari betina yang mengeluarkan isyarat
dalam hanya satu mililiter udara, disparlur

38
tersebut efektif saat disebarkan di wilayah yang
sangat besar sekalipun.

d. Feromon Pada Semut dan Lebah Madu


Feromon memainkan peran penting dalam
komunikasi serangga. Semut menggunakan
feromon sebagai penjejak untuk menunjukkan
jalan menuju sumber makanan.
Bila lebah madu menyengat, ia tak hanya
meninggalkan sengat pada kulit korbannya, tetapi
juga meninggalkan zat kimia yang memanggil
lebah madu lain untuk menyerang.
Demikian pula, semut pekerja dari
berbagai spesies mensekresi feromon sebagai zat
tanda bahaya, yang digunakan ketika terancam
musuh; feromon disebar di udara dan
mengumpulkan pekerja lain. Bila semut-semut ini
bertemu musuh, mereka juga memproduksi
feromon sehingga isyaratnya bertambah atau
berkurang, bergantung pada sifat bahayanya.

39
LATIHAN
1. Yang dimaksud dengan Hormon adalah .......
……………………
2.Jelaskan Sifat hormone ………………………
3.Jelaskan Mekanisme kerja hormone pada
serangga
4. Dimensi kerja sistem endokrin kita dapat
membedakan 3 bagian jelaskan :
a. Sel sekresi
b. Mekanisme transfor dan
c. Sel sasaran

40

Anda mungkin juga menyukai