Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dedak padi merupakan bagian dari tanaman serta bahan organik didapatkan

dari hasil penggilingan padi. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2015

produksi padi mencapai 75.397.841 ton. Hal ini menyebabkan ketersediaan dedak

sebagai limbah pengolahan padi di Indonesia sangat banyak. Limbah padi ini

banyak ditemui sehingga banyak peternak yang menjadikan dedak untuk bahan

pakan hewan–hewan ternak. Dedak padi dijadikan sebagai bahan tambahan pakan

ransum ayam boiler dan ayam buras oleh peternak unggas seperti ayam (Ananto et

al., 2015; Bidura, et al., 2016).

Dedak padi memiliki kandungan protein yang cukup rendah berkisar antara

6–13%, lemak 2,30%, air 10,50% serta serat yang cukup tinggi mencapai 26,80%

(Mahardika & Sudiastra, 2015). Berdasarkan kandungan tersebut, dedak padi

berpotensi untuk dijadikan sebagai salah satu jenis pakan untuk cacing tanah.

Kandungan serat yang tinggi pada dedak padi perlu diolah terlebih dahulu dengan

fermentasi agar dapat lebih mudah dicerna oleh cacing tanah. Selain serat, asam

fitat pada dedak padi mampu mengikat beberapa mineral, serta mengikat protein

yang berakibat menurunnya manfaat serta tingkat kecernaannya (Wibawa et al.,

2015). Ananto et al., (2015) menyatakan dengan fermentasi kualitas dedak padi

dapat meningkat untuk pakan cacing tanah. Fermentasi dapat memecah serat dan

memudahkan cacing tanah dalam mencerna dedak padi. Makro molekul kompleks

1
2

dapat dipecah menjadi mikro molekul sederhana yang mudah dicerna tanpa

menghasilkan senyawa beracun (Bidura et al., 2016)

Fermentasi pada dedak padi cukup banyak diteliti sebagai campuran pakan

untuk ransum unggas dilakukan dengan menggunakan cairan rumen, ragi dan

EM–4 (Ananto et al., 2015). Mahardika dan Sudiastra (2015) pada penelitiannya

memferntasi dedak padi untuk pakan babi. Bidura et al., (2016) menggunaakan

fermentasi dedak padi untuk pakan ayam buras. Berdasarkan data tersebut, dedak

padi memilik potensi sebagai alternatif pakan fermentasi yang murah dan mudah.

Fermentasi pada umumnya tidak hanya diakukan untuk dedak padi saja. Nur et

al., (2015) melakukan fermentasi pada ampas tahu dan kulit pisang dengan EM–4

untuk pakan dan menghasilkan pertumbuhan terbaik pada cacing penelitian.

Fridata et al., (2015) menyebutkan bahwa ampas tahu umumnya digunakan

sebagai bahan tambahan ransum seperti bebek, babi, dan ayam sedangkan

manusia umumnya mengolahnya menjadi tempe gambus. Ampas tahu juga sering

kali digunakan sebagai pupuk yang diproses dengan teknik vermikompos yang

menggunakan bantuan cacing tanah dalam perombakannya (Lesmana et al.,

2015.). Pada penelitian Purkan et al., (2017) ampas tahu dapat menambah

pertumbuhan cacing tanah Lumbricus rubellus sebesar 14%. Pada dasarnya ampas

tahu seringkali digunakan oleh peternak cacing sebagai pakan. Berdasarkan

beberapa penelitian tersebut ampas tahu dan dedak padi dapat digunakan sebagai

pakan cacing tanah yang relatif mudah didapat dengan harga terjangkau.
3

Permintaan pasar untuk cacing tanah setiap harinya mengalami peningkatan,

dan cacing tanah yang telah diproses menjadi jus cacing mencapai 60 ton untuk

beberapa wilayah di Asia (Arifin, 2017). Ciptanto dan Paramita (2011)

menjelaskan bahwa untuk mendukung pertumbuhan cacing tanah, bahan organik

yang dibutuhkan adalah yang mengandung karbohidrat, lemak, mineral, air, serta

protein yang tidak lebih dari 15% karena dapat memberikan dampak keracunan

bagi cacing tanah. Febrita et al., (2015) menyebut, pakan utama cacing tanah

adalah bahan organik seperti serasah daun, kotoran ternak atau bagian tanaman

dan hewan yang sudah mati. Secara umum cacing tanah dapat diberi pakan berupa

limbah organik seperti limbah sayuran, serbuk gergaji, kotoran ternak, limbah

industri dan pertanian seperti serutan kayu, kompos dedak, jerami, rumput dan

ampas tahu (Arifah, 2014; Nur et al., 2015).

Pada peneilitan sebelumnya yang dilakukan oleh Pangestika et al., (2016)

cacing tanah diberi pakan kotoran ayam dan baglog jamur tiram putih. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang cacing efektif adalah

pada pemberian pakan 25% baglog jamur tiram putih, yakni pertambahan panjang

cacing sebesar 7,25 cm/ekor dan berat sebesar 2,68 g/ekor. Febrita et al., (2015)

memberikan pakan buatan berupa ampas tahu, rumput kakawatan, kotoran ayam,

dan kotoran sapi pada cacing tanah. Nur et al., (2015) meneliti ampas tahu dan

kulit pisang sebagai pakan cacing tanah dan hasil dari peneilitan menunjukkan

bahwa pertumbuhan efektif adalah pada campuran ketiganya karena dengan

adanya ampas tahu yang memiliki ukuran partikel protein kecil dapat

memudahkan cacing tanah dalam mencerna pakan tersebut.


4

Cacing tanah semakin ramai diminati untuk dibudidaya karena memiliki

banyak manfaat diantaranya sebagai sumber protein tinggi untuk hewan ternak

seperti unggas, ikan, dan udang (Febrita et al., 2015). Hal ini disebabkan karena

cacing tanah sendiri memiliki kandungan gizi yang cukup baik yaitu protein 60–

70%, lemak kasar 7%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, dan serat kasar 1,08%

(Pangestika et al., 2016). Ciptanto & Paramita (2011) menyebutkan bahwa cacing

tanah digunakan sebagai bahan industri kosmetik dan sediaan farmasi berupa obat

penurun demam, tekanan darah tinggi, serta mengobati infeksi saluran pencernaan

seperti tipus dan maag.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, perlu dilakukan penelitian

dengan judul “Pemanfaatan Pakan Fermentasi Dedak Padi dengan Ampas

Tahu terhadap Pertumbuhan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)" dengan

tujuan untuk memberi alternatif pakan yang mudah didapat dan dengan harga

yang lebih terjangkau pada proses pembudidayaan cacing Lumbricus rubellus.

Selain itu, cacing yang diberi limbah dedak padi akan membantu mengurangi

jumlah limbah yang kurang dimanfaatkan serta memperbaiki aerasi dan struktur

tanah sehingga lahan menjadi subur (Yulius et al., 2007).

1.2 Rumusan Masalah

1. Adakah perbedaan pertumbuhan berat cacing Lumbricus rubellus atas dasar

perbedaaan konsentrasi fermentasi dedak padi yang diberikan?

2. Adakah perbedaan pertumbuhan panjang cacing Lumbricus rubellus atas

dasar perbedaaan konsentrasi fermentasi dedak padi yang diberikan?


5

3. Adakah perbedaan pertumbuhan berat cacing Lumbricus rubellus atas dasar

perbedaaan konsentrasi ampas tahu yang diberikan?

4. Adakah perbedaan pertumbuhan panjang cacing Lumbricus rubellus atas

dasar perbedaaan konsentrasi ampas tahu yang diberikan?

5. Adakah interaksi antara pemberian konsentrasi fermentasi dedak padi dengan

konsentrasi ampas tahu terhadap pertumbuhan berat dan panjang cacing

Lumbricus rubellus?

6. Bagaimana hasil penelitian ini dapat dikaji sebagai sumber belajar dalam

pembelajaran Biologi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis perbedaan pertumbuhan berat cacing Lumbricus rubellus

setelah pemberian pakan konsentrasi fermentasi dedak padi.

2. Menganalisis perbedaan pertumbuhan panjang cacing Lumbricus rubellus

setelah pemberian pakan konsentrasi fermentasi dedak padi.

3. Menganalisis perbedaan pertumbuhan berat cacing Lumbricus rubellus

setelah pemberian pakan konsentrasi pakan ampas tahu.

4. Menganalisis perbedaan pertumbuh panjang cacing Lumbricus rubellus

setelah pemberian pakan konsentrasi pakan ampas tahu.

5. Menganalisis perbedaan pemberian interaksi komposisi pakan fermentasi

dedak padi dan dengan konsentrasi ampas tahu terhadap pertumbuhan berat

dan panjang cacing Lumbricus rubellus.


6

6. Mengetahui hasil penelitian ini dapat dikaji sebagai sumber belajar dalam

pebelajaran Biologi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Secara Teoritis

Menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti pada pengetahuan

mengenai proses untuk mengolah dan memanfaatkan limbah dedak padi menjadi

pakan cacing Lumbricus rubellus yang bermanfaat untuk pembudidaya cacing.

1.4.2. Secara Paraktis

1. Bagi masyarakat: (1) menginformasikan kepada masyarakat pembudidaya

cacing tanah dalam meningkatkan pemanfaatan limbah organik khususnya

limbah dedak padi dan ampas tahu agar dapat digunakan sebagai bahan pakan

cacing tanah, (2) memberi pengetahuan mengenai kandungan kimia dari

limbah dedak padi yang telah difermentasi serta ampas tahu agar dapat

menarik perhatian masyarakat untuk melakukan usaha yang dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat dalam pengelolahan limbah, (3) hasil

penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar.

2. Bagi peneliti lain: (1) sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut

terkait pemanfaatan limbah organik, khususnya limbah dedak padi dan ampas

tahu.
7

1.5 Definisi Istilah

1. Limbah adalah hasil buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik

industri maupun domestik (rumah tangga) yang kehadirannya pada suatu saat

dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai

ekonomis (Habibi & Marwan, 2018).

2. Dedak padi (rice bran) merupakan sisa dari penggilingan padi yang

dimanfaatkan sebagai sumber energi pada pakan ternak dengan kandungan

serat kasar berkisar 6–27 % (Sufi et al., 2014).

3. Fermentasi merupakan teknologi pengolahan bahan makanan secara biologis

yang melibatkan aktivitas mikroorganisme guna memperbaiki gizi bahan

berkualitas rendah (Sufi et al., 2014).

4. Pertumbuhan adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya


jumlah ukuran, dimensi pada tingkat sel organ maupun individu anak

(Wahyuningsih, 2017).

5. Ampas tahu merupakan produk sisa dari produksi tahu yang masih memiliki
kandungan protein relatif tinggi, karena pada proses pembuatan tahu tidak

semua protein dapat terekstrak (Rahayu et al., 2016).

Anda mungkin juga menyukai