Anda di halaman 1dari 17

MASA KEKHALIFAHAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

MATA KULIAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU

Drs. H. Arni, M. Fil. I

Disusun Oleh:

Dellya 200103040015

Aprilinda Sabrina 200103040097

Vivi Listia Ningsih 200103040076

Angger Sulistyarini 200103040131

Aulia Ahda Rahima 200103040061

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

USHULUDDIN DAN HUMANIORA

PSIKOLOGI ISLAM

BANJARMASIN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Abu Bakar Shiddiq adalah anak Abu Quhafah, khalifah pertama


dari rangkaian al-Khulafa‟ al-Rasyidin, memerintah pada 632-634 (11-13
H). Dia termasuk orang terkemuka Quraisy pertama yang menerima ajaran
nabi Muhammad. Khalifah pertama ini dikenal dalam sejarah, dengan
banyak nama dan panggilan (gelar). Nama aslinya adalah Abdullah Ibn
`Uthman (gelar Abu Quhfah) ibn Amir ibn Ka`ab ibn Sa`ad ibn Taim ibn
Murrah al-Taimy. Pada masa Jahiliyah ia bernama Abdul Ka‟bah, lalu
ditukar oleh Rasulullah dengan nama Abdullah. Nama panggilannya
adalah Abu Bakar, karena sejak awal sekali ia masuk Islam. Gelarnya
adalah al-Siddiq, karena ia amat segera membenarkan Rasulullah dalam
berbagai peristiwa, terutama peristiwa Isra‟ dan Mi‟raj.
Nabi Muhammad sejak diutus menjadi Rasul sampai akhir
hayatnya menduduki dua jabatan penting, Setelah beliau wafat, terjadilah
perselisihan di kalangan kaum muslimin tentang berbagai masalah besar.
Diantara masalah besar tersebut yaitu tentang pengganti Rasul sebagai
Kepala Negara. Akhirnya muncullah nama Abu Bakar sebagai calon yang
secara umum diterima pada semua kalangan dengan melalui berbagai
perdebatan kaum muslimin saat itu Terpilihnya Abu Bakar menunjukkan
kesadaran politik yang baik dalam ummah.
Sebagai Khalifah Abu Bakar memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai
pemimpin agama (khalifah, bukan Rasul) sekaligus merangkap kepala
negara. Pemunculannya sebagai pemimpin merupakan keputusan ad hoc
(bersifat sementara karena terdesak oleh keadaan) yang diambil oleh
ummah pada saat terjadi krisis kepemimpinan. Ummah telah menamakan

1|Ma s a K e k h a l i fa h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
sistim Khilafah ini sebagai "Khilafah yang adil dan benar" atau alKhilifah
al-Rashidah. Ini adalah kata-kata yang menjelaskan bahwa cara ini adalah
satusatunya cara yang benar bagi penggantian kedudukan Rasulullah Saw
menurut pandangan kaum muslimin

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksud biografi khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ?


2. Sampai kapan masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui biografi khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq


2. Untuk mengetahui masa kepemimpipnan khalifah Abu Bakar ash-
Shiddiq

2|Ma s a K e k h a l i fa h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Sebelum Abu Bakar ash-Siddiq memeluk agama Islam nama beliau


adalah Abdul ka‟bah, beliau juga diberi nama Atiq atau yang tampan karena
ketampanan wajahnya. Setelah memeluk agama Islam Rasulullah mengganti
namanya menjadi Abdullah bin Abi Quhafah at-Tamimi, ibunya bernama
Ummul Khair Salma binti Sakhir bin Amir. Beliau lahir dua tahun setelah
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kemudian Abdullah diberi gelar Abu Bakar
as-Siddiq yang artinya "Abu"(Bapak) dan "Bakar"(pagi), gelar itu diberikan
karena beliau orang dewasa pertama yang memeluk agama Islam, sedangkan
gelar as-siddiq diberikan kepada beliau karena beliau adalah orang yang selalu
membenarkan segala tindakan Rasulullah saw, terutama pada peristiwa Isra‟
dan Mi'raj "Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya,
sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku
mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai
kekasih." (HR. Bukhari dan Muslim).
Sejak kecil Abu Bakar dikenal sebagai anak yang mempunyai
kepribadian mulia dan terpuji, beliau tidak mempunyai pribadi seperti
pembesar Arab lainnya. Sebelum Nabi diangkat menjadi Rasulullah saw,
beliau telah menjalin persahabatan dengan Nabi Muhammad dan persahabatan
ini berjalan hingga Nabi menerima risalah kenabian, seringkali Rasulullah
mengajak Abu Bakar bermusyawarah dengan beliau dalam berbagai hal,
terutama ketika kaum musimin mendapat tindakan kekerasan dari kaum kafir
Quraisy. Abu Bakar dikenal sebagai orang yang memiliki keinginan yang kuat,
beliau merupakan pemimpin yang adil, bijaksana, dermawan, pandai, dan tidak
pernah terburu-buru dalam mengambil keputusan pada perkara yang belum
jelas selalu mempertimbangkan dengan matang terlebih dahulu, sebagai utusan

3|Ma s a K e k h a l i fa h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
Allah, Rasulullah memegang dua jabatan yakni sebagai Rasulullah dan kepala
negara, jabatan pertama selesai bertepatan dengan wafatnya beliau dan jabatan
kedua perlu ada penggantinya. Lalu munculah pertanyaan siapakah yang layak
menjadi pengganti Rasulullah dan dapat disetujui oleh kaum muslimin.

B. Masa khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq


Dalam sejarah, tugas Nabi Muhammad sebagai kepala pemerintahan
dan kepala negara diemban oleh empat sahabat terdekat beliau yang dikenal
dengan sebutan Khulafaur Rasyidin yang berarti para Khalifah yang mendapat
petunjuk. Khalifah pertama adalah Abu Bakar ash-Shiddiq. Masa Khalifah Abu
Bakar ash-Shiddiq dapat dikatakan sebagai masa yang unik. Masa itu adalah
masa transisi yang wajar saja dengan masa Rasulullah SAW. Di awali dengan
perselisihan pendapat antar sahabat, munculnya nabi-nabi palsu, adanya
gerakan riddat agama di kalangan umat Islam.
1. Awal Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah Khalifah Islam yang pertama


dan orang yang paling terpercaya serta yang sangat setia membantu
Nabi dalam berdakwah. Abu Bakar memerintah hanya dua tahun tujuh
bulan (632-634 M). Pengangkatan terjadi di Saqifah Bani Sa‟idah,
pertemuan antara golongan Anshar yaitu Sa‟ad bin Ubadah (tokoh
terkemuka suku Khazraj) dan dari golongan Muhajirin yaitu Abu
Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Pemerintahan yang dijalankan Abu Bakar adalah sebagaimana
yang dilakukan Rasulullah SAW, yakni bersifat sentral (eksekutif,
lagislatif, dan yudikatif terpusat pada pimpinan tertinggi).1 Ketika
menjabat sebagai khalifah, Abu Bakar ash-Shiddiq selalu melibatkan
para sahabat dalam menentukan kebijakan. Bahkan Abu Bakar ash-
Shiddiq membentuk sebuah lembaga khusus semisal majelis syura
sebagai tempat musyawarah dalam menentukan kebijakan. Para

1
Khoirudin Nasution, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam dari Masa Klasik, Tengah Hingga
Modern, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014), hlm 22.

4|Ma s a K e k h a l i fa h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
anggota majelis syura yang dibentuk Abu Bakar adalah dari kalangan
para sahabat yang mewakili ulama‟ dan kaum Muslim, baik dari
kalangan Muhajirin maupun Anshar. Di antara anggota syura dalam
pemerintahan Abu Bakar adalah Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Mu‟adz bin Jabal,
Ubay bin Ka‟ab, dan Zaid bin Tsabit. Bentuk pemerintahan yang
dijalankan Abu Bakar ash-Shiddiq adalah bentuk pemerintahan yang
ideal, yang memberikan ruang bagi rakyat melalui wakilnya dalam
majelis syura untuk ikut berpartisipasi dalam menetapkan kebijakan
pemerintah.2
Pada masa kepemimpinannya, Khalifah Abu Bakar ash-
Shiddiq melakukan beberapa usaha dan mencapai beberapa prestasi
sebagai berikut.
2. Memerangi Kaum Murtad
Beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas
muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Najed
menyatakan murtad atau membangkang kepada khalifah dan sistem
pemerintahan. Diantaranya menolak membayar zakat dan beberapa
yang lainnya kembali memeluk agama dan tradisi lamanya, yakni
menyembah berhala. Suku-suku tersebut menyatakan bahwa mereka
hanya memiliki perjanjian dengan Nabi Muhammad saw. Oleh karena
itu, kewafatan Nabi Muhammad saw. menjadi alasan perjanjian itu
tidak diberlakukan lagi.
Rasa kesukuan dan sifat paternalistik, yaitu tunduk secara
membabi buta kepada pemimpinnya, juga menjadi penyebab
timbulnya gerakan murtad (riddah). Para kepala suku yang lemah
imannya kemudian mempelopori gerakan riddah. Menghadapi
keadaan tersebut, Khalifah Abu Bakar menyikapinya dengan tegas.
Ketegasan itu tersirat dalam salah satu ucapannya, yaitu “Jika saja
zakat itu hanya seutas tali unta dan mereka tidak mau menunaikannya,

2
Ahmad Hatta, dkk, The Golden Story of Abu Bakar as Shiddiq, hlm.192.

5|Ma s a K e k h a l i fa h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
niscaya tetap aku perangi mereka.” Di balik ketegasannya, Khalifah
Abu Bakar ash-Shiddiq tetap berpesan kepada panglimanya untuk
mengadakan pendekatan secara persuasif atau damai. Sebagian dari
kaum itu ada yang menerima ajakan perdamaian tersebut dan sebagian
lain tetap memilih berperang. Mereka dipimpin oleh orang-orang yang
mengangkat dirinya sebagai nabi. Gerakan nabi palsu ini terjadi pada
tahun 11-13 H/632-634 M. Mereka adalah nabi-nabi palsu yang
berusaha menghancurkan Islam, di antaranya Aswad al-Ansi,
Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi, Malik bin Nuwairah, dan
Musailamah al-Kazab.
Aswad al-Ansi memimpin suku Badui di Yaman. Mereka
berhasil merebut Najran dan San‟a. Kemudian, Khalifah Abu Bakar
mengirimkan Zubair bin Awwam untuk menghancurkan mereka,
namun setiba di Yaman ternyata Aswad al-Ansi terbunuh oleh saudara
Gubernur Yaman. Pasukan Islam kembali berhasil menguasai Yaman.
Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi juga menganggap dirinya
sebagai nabi. Pengikutnya berasal dari Bani Asad, Bani Gatafan, dan
Bani Amir. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq mengirimkan pasukan
yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Pertempuran terjadi di dekat
Sumur Buzakhah. Dan pasukan Muslimpun berhasil mengalahkan
mereka.
Malik bin Nuwairah merupakan pemimpin Bani Yarbu‟ dan
Bani Tamim. Sepeninggal Nabi Muhammad saw.,mereka tidak
mengakui Islam. Pasukan paglima Khalid bin Walid kemudian
bergerak menuju perkampungan mereka. Dan dalam pertempuran
yang sengit akhirya Malik bin Nuwairah terbunuh, para pengikutnya
tercerai berai.
Musailamah al-Kazab juga mengakui dirinya sebagai nabi. Ia
didukung oleh Bani Hanifah di Yamamah. Ia mengawini Saj‟ah yang
juga mengaku dirinya sebagai nabi dari kalangan Kristen. Mereka
berhasil menyusun pasukan besar yang berkekuatan 40.000 orang.

6|Ma s a K e k h a l i fa h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
Khalifah Abu Bakar mengirimkan Ikrimah bin Abu Jahal dan
Syurahbil bin Hasanah. Pasukan Islam bertempur dengan gagah
berani, sekitar 10.000 orang kaum murtad terbunuh dan pasukan
Musailamah al-Kazab dapat terkalahkan. Namun, ribuan kaum
muslimin gugur termasuk diantaranya para penghafal Al-Qur‟an.
Perang ini dikenal dengan sebutan Perang Yamamah.
Setelah pasukan Musailamah al-Kazab terkalahkan, pasukan
muslim bergerak menuju Bahrain, Oman, dan Yaman. Di tempat itu
juga pasukan muslim dapat mengalahkan kaum murtad. Serangkaian
perang melawan kaum murtad ini dinamakan dengan Perang Riddah.
Akhirnya, para kaum murtad yang juga mengaku sebagai nabi palsu
dapat ditumpaskan oleh kaum muslim dengan berani. Hal itu membuat
Islam kembali berhasil memperoleh kesetiaan di Jazirah Arab.
3. Kodifikasi (Penghimpunan) Ayat-Ayat Al-Qur’an
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat baik dari kalangan
Anshar maupun Muhajirin sepakat mengangkat Sayyidina Abu Bakar
ash-Shiddiq sebagai khalifah bagi kaum muslimin. Pada masa awal
pemerintahannya, banyak di antara orang-orang Islam yang belum
kuat imannya. Terutama orang yang tinggal di Yaman, banyak di
antara mereka yang memilih menjadi murtad dari agamanya, dan
banyak pula orang yang menolak membayar zakat. 3

Di samping itu, ada pula orang-orang yang mengaku dirinya


sebagai nabi seperti Musailamah al-Kahzab. Musailamah mengaku
nabi pada masa Rasulullah. Melihat fenomena yang terjadi, Sayyidina
Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah mengambil ketegasan dengan
memerangi mereka yang ingkar zakat dan mengaku sebagai nabi
beserta pengikutnya. Maka terjadilah peperangan yang hebat untuk
menumpas orang-orang murtad dan pengikut-pengikut orang yang

3
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm.31

7|Ma s a K e k h a l i fa h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
mengaku dirinya nabi. Peperangan itu dikenal dengan perang
Yamamah.

Dalam peperangan itu tujuh puluh penghafal Al-Qur‟an dari


kalangan sahabat gugur.4 Hal ini menimbulkan kekhawatiran dalam
diri Sayyidina Umar bin Khattab (yang kemudian menggantikan
Sayyidina Abu Bakar sebagai khalifah kedua). Karena orang-orang ini
merupakan penghafal Al-Qur‟an yang amat baik, Sayyidina Umar
merasa cemas jika bertambah lagi angka yang gugur. 5

Kemudian Sayyidina Umar menghadap kepada Sayyidina Abu


Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar pengumpulkan dan
membukukan Al-Qur‟an dalam satu mushaf karena dikhawatirkan
akan musnah, karena dalam peperangan Yamamah telah banyak
penghafal Al-Qur‟an yang gugur.
Di sisi lain, Sayyidina Umar juga merasa khawatir kalau
peperangan di tempat-tempat lain akan terbunuh banyak penghafal Al-
Qur‟an sehingga Al-Qur‟an akan hilang dan musnah.6 Pada awalnya
Sayyidina Abu Bakar menolak usul Sayyidina Umar untuk
mengumpulkan dan membukukan Al-Qur‟an, karena hal ini tidak
dilakukan oleh Rasulullah Saw. Walaupun demikian Sayyidina Umar
tetap membujuk Sayyidina Abu Bakar, hingga akhirnya Allah SWT
membukakan hati Sayyidina Abu Bakar untuk menerima usulan dari
Sayyidina Umar bin Khattab untuk mengumpulkan dan membukukan
Al-Qur‟an.
Kemudian Sayyidina Abu Bakar meminta kepada Zaid bin
Tsabit, mengingat kedudukannya dalam qiraāt, penulisan,
pemahaman, dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan

4
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj.Mudzakir (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2013), hlm.188
5
W. Montgommery Watt, Pengantar Studi Al-Qur‟an, terj. Taufik Adnan Amal (Jakarta: Rajawali,
1991), hlm.61
6
Al-Qathan, Studi Ilmu-ilmu, hlm.188

8|Ma s a K e k h a l i fa h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
al-Qur‟an terakhir kali oleh Rasulullah Saw. Sayyidina Abu Bakar
menceritakan kepadanya kekhawatiran Sayyidina Umar dan usulan
Sayyidina Umar. Awalnya Zaid menolak menerima seperti halnya
Sayyidina Abu Bakar sebelum itu, bahkan Zaid mengungkapkan
bahwa pekerjaan seperti itu sangatlah berat, kemudian ia
mengibaratkan seandainya Zaid itu diperintahkan untuk memindahkan
sebuah bukit, maka hal itu lebih ringan bagi Zaid daripada
mengumpulkan Al-Qur‟an yang telah diperintahkan.
Kemudian keduanya saling pendapat, yang akhirnya Zaid bin
Tsabit menerima permintaan penulisan Al-Qur‟an itu dengan lapang
dada. Riwayat lain menyebutkan bahwa untuk kegiatan pengumpulan
dan pembukuan Al-Qur‟an, Sayyidina Abu Bakar mengangkat panitia
yang terdiri dari empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai
berikut:
 Zaid bin Tsabit sebagai ketua.
 Sayyidina Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Ubay
bin Ka‟ab, masing- masing sebagai anggota.

Panitia penghimpun yang semuanya penghafal dan penulis al-


Qur‟an termashur, itu dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu
kurang dari satu tahun, yakni sesudah peristiwa peperangan Yamamah
(12 H/633 M) dan sebelum wafat Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq.
Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an, Zaid bin Tsabit
bekerja sangat teliti. Sekalipun beliau hafal al-Qur‟an seluruhnya, tapi
untuk kepentingan pengumpulan al-Qur‟an yang sangat penting bagi
umat Islam, masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau
catatan sahabat-sahabat yang lain dengan menghadirkan beberapa
orang saksi.
Dengan selesainya pengumpulan ayat-ayat al-Qur‟an dalam
satu mushaf dengan urutan-urutan yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah Saw, Zaid bin Tsabit kemudian menyerahkannya kepada

9|Ma s a K e k h a l i fa h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
Sayyidina Abu Bakar sebagai khalifah pada saat itu dan dibawa
hingga akhir hayatnya. Kemudian dipindahkan ke rumah Sayyidina
Umar bin Khattab selama pemerintahannya. Sesudah beliau wafat,
mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah, putri Sayyidina Umar, dan
juga sebagai istri Rasulullah Saw. sampai masa pembukuan di masa
khalifah Sayyidina Utsman bin Affan. Ketika pemilihan khalifah
selanjutnya, sejak awal mushaf itu tidak diserahkan kepada calon
khalifah sesudah Sayyidina Umar, alasannya adalah sebelum wafat
umar memberikan kesempatan kepada enam orang sahabat
diantaranya Sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk bermusyawarah
memilih seorang di antara mereka menjadi khalifah. Seandainya
Sayyidina Umar memberikan lebih dahulu mushaf yang ada padanya
kepada salah seorang di antara enam sahabat itu, Ia khawatir akan
dipahami sebagai dukungan kepada sahabat yang telah memegang
mushaf. Padahal Sayyidina Umar ingin memberikan kebebasan
kepada para sahabat untuk memilih salah seorang dari mereka untuk
menjadi khalifah.7
4. Sistem Politik Islam Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-
Shiddiq

Munculnya istilah khilafah dalam terminologi politik Islam,


diawali saat umat Islam merasa perlu dilanjutkan kepemimpinan
sepeninggal Rasulullah. Mereka sadar bahwa sebagai Nabi dan Rasul,
Sayyidina Muhammad SAW menerima wahyu atau bimbingan
langsung dari Tuhan yang menjadikannya sebagai pemimpin spiritual
dengan otoritas dalam bidang keagamaan. Kepemimpinan seperti ini
pada dasarnya tidak bisa diganti mengingat sepeninggal Rasulullah
Saw. Tidak lagi maupun Rasul. Akan tetapi disamping sebagai Nabi,
Rasulullah SAW. juga sebagai pemimpin politik dan “Negara”

7
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur‟an 1 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hlm.54.

10 | M a s a K e k h a l i f a h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
Madinah dan memiliki otoritas, dalam batas-batas konstitusional,
untuk mengatur kehidupan dunia. Tampilnya Sayyidina Abu Bakar
sebenarnya tidak memiliki “otoritas” dalam bidang keagamaan
sebagaimana yang memiliki oleh seirang Nabi atau Rasul. Kalau Nabi
dipelihara atau dilindungi oleh Tuhan dari “kesalahan” dalam
kapasitasnya sebagai pemimpin spiritual dan karenanya mendapat
sebutan “ma‟shum”, Sayyidina Abu Bakar tidak.

Kemampuan individualnya dalam menguasai dan memahami


persoalan agama hanya bisa mengantarkannya kepada tingkatan
Mujatahid yang ijtihadnya tidak dijamin kebenarannya. Untuk
memperkuat posisi dirinya sebagai pengganti Nabi dalam memimpin
masyarakat, Sayyidina Abu Bakar tidak mau menggunakan istilah
Khalifatullah, pengganti atau wakil Tuhan. Hanya pantas diberikan
pada Nabi yang memang mendapat bimbingan langsung dari Tuhan
dan karenanya memiliki “otoritas mutlak” dalam bidang keagamaan.
Sayyidina Abu Bakar keberatan menggunakan istilah khalifatullah dan
kalaupun akan menggunakan istilah khalifah juga, maka beliau lebih
memilih menggunakan istilah khalifah Rasulullah dengan maksud
memberi penekanan bahwa yang digantikan oleh beliau dari
Rasulullah adalah sebatas kepemimpinannya di masyarakat. Jadi,
meskipun sudah menjadi khalifah, Sayyidina Abu Bakar tetap
manusia biasa yang bisa salah dan keliru. Beliau tidak ma‟shum dan
karena kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang agama maupun
politik bisa di kritik. Oleh karena tidak memiliki “otoritas mutlak”
maka sejak awal mereka mengembangkan tradisi musyawarah guna
mendapatkan alternatif terbaik dalam menghadapi persoalan-persoalan
di masyarakat.

Setelah terpilihnya Sayyidina Abu Bakar terpilih sebagai


khalifah, Sayyidina Umar bin Khattab memintanya untuk
mengulurkan tangannya sebagai wujud menerima jabatan khalifat

11 | M a s a K e k h a l i f a h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
tersebut. Kemudian Sayyidina Umar bin Khattab memberikan Bay‟ah
(sumpah setia) kepada Sayyidina Abu Bakar diikuti oleh kaum
Muhajirin dan kaum Anshor. Bay‟ah dipahami sebagai kepastian hak
dan kewajiban timbal balik antara rakyat dan penguasa (dewasa ini
sering disebut dengan “kontrak sosial”). Proses pemilihan Khulafau
Rasyidin berikutnya, masing-masing Sayyidina Umar bin Khattab
(634-644), Sayyidina Utsman bin „Affan (644-656), Sayyidina „Ali
bin Abi Thalib (656-661), tetap lewat musyawarah, meskipun dengan
pola yang berbeda-beda yang dilanjutkan dengan Bay‟ah.

5. Perluasan Wilayah Baru (Futuhat)


Ketika Abu Bakar menjabat sebagai khalifah pertama, ia
berusaha meneruskan upaya Rasulullah dalam memperluas wilayah
kekuasaan Islam ke daerah Syiria. Untuk keperluan tersebut Abu
Bakar menugaskan 4 orang panglima perang, yaitu:
1) Yazid bin Abu Sufyan yang ditugaskan di Damaskus
2) Abu Ubaidah bin Jarrah ditugaskan di Homs sebagai
panglima besarnya
3) Amru bin Ash ditugaskan di Palestina
4) Surahbil bin Hasanah ditugaskan di Yordania
Ketika itu Syiria di bawah pimpinan Kaisar Heraklius,
kekuasaan Romawi. Sebenarnya perkembangan Islam ke Syiria ini
sudah dimulai sebelum Rasulullah wafat, di bawah pimpinan Usamah
bin Zaid. Namun, terhenti ketika berita Rasulullah Saw. wafat.
Kemudian dilanjutkan kembali oleh khalifah Abu Bakar. Usaha
perluasan ini diperkuat oleh datangnya pasukan Khalid bin Walid
yang berjumlah kurang lebih 1500 orang, dan juga mendapatkan
bantuan dari Mutsanna ibnu Haritsah. Khalid bin Walid sebelumnya
telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan
Persia. Tetapi, karena Khalifah mendengar bahwa Abu Ubaidah
kewalahan dalam meghadapi pasukan Romawi Timur di Syiria, lalu

12 | M a s a K e k h a l i f a h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
Khalid diperintahkan untuk membantu Abu Ubaidah. Pada waktu
berlangsung perang melawan kekuasaan Romawi, dikabarkan sebuah
berita tentang wafatnya Khalifah Abu Bakar (13 H/634 M). Kemudian
usaha ini dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. 8

C. Wasiat Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq Kepada Sayyidina Umar bin


Khattab
Menjelang wafatnya. Sayyidina Abu Bakar meminta pendapat
sejumlah sahabat generasi pertama ynag tegolong ahli syura. Mereka
seluruhnya sepakat untuk mewasiatkan khilafah sesudahnya kepada Sayyidina
Umar bin Khattab ra. Dengan demikian Sayyidina Abu Bakar merupakan
orang yang pertama kali mewasiatkan khilafah sepeninggalnya kepada orang
yang sudah ditunjuk, dan mengangkat khilafah berdasarkan wasiat tersebut.
Setelah mengetahui kesepatakan semua orang atsa penunjukkan
Sayyidina Umar sebagai pengganti. Sayyidina Abu Bakar memanggil
Sayyidina Ustman bin Affan dan membacakan surat berikut ini kepadanya :
“Bismillahirrahmanirrahim. Berikut ini adalah wasiat Abu Bakar,
Khalifah Rasulullah, pada akhir kehidupannya di dunia dan awal
kehidupannya di akherat, di mana orang kafir akan beriman dan orang fajir
akan yakin, sesungguhnya aku telah mengangkat Umar bin Khattab untuk
memimpin kalian. Jika dia bersabar dan berlaku adil maka itulah yang
kuketahui tentang dia, dan pendapatku tentang dirinya. Tetapi jika dia
menyimpang dan berubah maka aku tidak mengetahui hal yang ghaib.
Kebaikanlah yang aku inginkan bagi setiap apa yang telah diupayakan.
Orang-orang yang zhalim akan mengetahui apa nasib yang akan
ditemuinya.”
Sayyidina Abu Bakar menstempel. Lalu surat wasiat ini dibawa keluar
oleh Sayyidina Ustman untuk dibacakan kepada khalayak ramai. Kemudian

8
Kementerian Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam Kelas X MA, (Jakarta: 2014), hlm 88.

13 | M a s a K e k h a l i f a h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
mereka pun membaiat Sayyidina Umar bin Khattab. Peristiwa ini berlangung
pada bulan Jumadil Akhir tahun ke 13 Hijriyah.9

D. Wafatnya Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq


Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq wafat pada Jumadil Akhir tahun 13
Hijriyah. Sebelum ia meninggal, Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq menderita
sakit lebih kurang 15 hari. Pada rentang waktu tersebut ia hanya terbaring di
tempat tidur dan tidak bisa melakukan shalat berjamaah bersama sahabat
lainnya.
Agar shalat jamaah di masjid bisa terus berlanjut, Sayyidina Abu
Bakar digantikan oleh Sayyidina Umar bin Khattab. Sayyidina Abu Bakar
meninggal pada usianya yang ke-63 tahun. Jenazah Sayyidina Abu Bakar al-
Shiddiq dimandikan oleh isterinya yaitu Asma` binti Amisy, sesuai dengan
wasiatnya sebelum ia meninggal. Jika ada hal-hal yang tidak bisa ia lakukan
maka ia meminta bantuan kepada putranya, Abdurrahman bin Abu Bakar.10
Ada riwayat yang mengatakan bahwa Abu Bakar al-Shiddiq menderita
sakit yang mengantarkannya pada kematian disebabkan oleh makanan yang
dibubuhi racun oleh seorang Yahudi. Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq
memakan makanan tersebut bersama al-Harist bin Kaladah dan al-Atab bin
Usaid. Mereka mengalami penyakit yang sama dan meninggal pada hari yang
sama. Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq memerintah lebih kurang 2 tahun.
Berbagai keberhasilan telah ia torehkan dengan tinta emas sejarah. Dan hal ini
tidak akan bisa dilupakan oleh umat Islam hingga ke akhir zaman. 11

9
M.Sa‟id Ramadhan Al-Buthy, “Sirah Nabawiyah : Analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan
Islam di Masa Rasulullah” (https://alquranmulia.wordpress.com/2014/09/22/kh ilafah-abu-bakar-
ash-shiddiq/, Diakses pada 16 Oktober 2020, 10.59)
10
Muhammad bin Sa`ad bin Muni` al-Zuhry, Kitab al-Thabaqat al-Kubra, (Cairo: Syirkah al-
Dauliyah li al-Thiba`ah, 2001), Jilid 3, hlm. 186.
11
Ibid., Jilid 3, hlm. 196, 199

14 | M a s a K e k h a l i f a h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
BAB III

KESIMPULAN

Khalifah adalah jabatan tertinggi dalam kepemimpinan Islam pasca


Rasulullah Saw. wafat. Mereka dipilih oleh umat Islam melalui proses
musyawarah, khalifah tidak menjalankan fungsi kenabian. Tugas utama mereka
dalam hal keagamaan adalah memimpin shalat Jum‟at dan menyampaikan
khutbah Jum‟at di Masjid Nabawi, selain sebagai kepala negara mereka juga
menjadi panglima perang. Tugas-tugas Rasulullah dalam pemerintahan inilah
yang mereka emban dalam memimpin umat Islam. Yang keempat Khalifah
inilah kemudian dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin, salah satunya Khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau menjabat selama dua tahun, yaitu dari tahun
632-634 M. Masa pemerintahannya adalah masa-masa kegemilangan umat
Islam, dari cara beliau memerangi kaum murtad yang tidak mau membayar
zakat sebab mereka menganggap zakat hanyalah sebuah upeti yang harus
diberikan kepada Rasulullah, maka setelah Rasulullah wafat zakat tidak perlu
dilakukan lagi serta para nabi-nabi palsu di perang Riddah dan perang
Yamamah, di perang Yamamah banyak sekali para penghafal Al-Qur‟an gugur
dalam berperang sehingga para sahabat cemas jika suatu saat ayat-ayat Al-
Qur‟an akan musnah. Selain itu, Khalifah Abu Bakar juga melakukan
perluasan wilayah ke Syiria yang saat itu di bawah kekuasaan Romawi
pimpinan Kaisar Heraklius.

15 | M a s a K e k h a l i f a h a n A b u B a k a r A s h - S h i d d i q
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Khoirudin. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam dari Masa


Klasik, Tengah Hingga Modern,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014.
Wahyu, “Khilafah Sebagai Sistem Politik,” dalam Jurnal Pendidikan Islam-
Ta’lim, Vol. 9, No. 2, 2011.
Marizal, M. “Al-Fikru,” dalam Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 5, No. 1, 2006.
Abidin S, Zainal, Seluk Beluk Al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Khalil Al-Qattan, Manna. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terjemah Mudzakir,
Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013.
Montgommery Watt, W. Pengantar Studi Al-Qur’an, terjemah Taufik Adnan
Amal, Jakarta: Rajawali, 1991.
Amin Suma, Muhammad. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an 1, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000.
Sa’id Ramadhan Al-Buthy, M. “Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Mahajiah
Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah,” diakses pada
https://alquranmulia.wordpress.com/ pada 16 Oktober 2020.
Muhammad Ali, Maulana, “Early Caliphate,” Darul Kutubil Islamiyah, 2017.
Kementerian Agama RI, “Sejarah Kebudayaan Islam Kelas X MA,” 2014.

Anda mungkin juga menyukai