Anda di halaman 1dari 8

Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

October 28, 2019

Terdapat empat tahap perkembangan kognitif piaget, yaitu:

1. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)

   Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir hingga umur 2 tahun.

Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana.

Pada tahap ini, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap

lingkungannya, seperti meraba, menjamah, mendengar, membau, dan lain lain. Ciri pokok

perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. Aktivitas kognitif

terpusat pada aspek alat dria (sensori) dan gerak (motor), artinya dalam tahap ini, anak hanya

mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat drianya dan pergerakannya.

Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensorimotor

terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai bentuk interaksi dengan lingkungan.

2. Tahap praoperasional (umur 2-7/8 tahun)

   Saudara mahasiswa, tahap praoperasional merupakan tahap ke dua dalam perkembangan

kognitif menurut Piaget. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan
symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Ciri-ciri lain anak

praoperasional adalah 1) berfikirnya bersifat irrevesibel, 2) bersifat egosentris dalam bahasa

komunikasi, artinya dalam bermain bersama anak-anak cenderuung saling bicara tanpa

mengharapkan saling mendengar atau saling menjawab, dan 3) lebih memfokuskan diri pada

aspek statis tentang suatu peristiwa daripada transformasi dari satu keadaan kepada keadaan

lain (Hergenhahn & Olson, 2001). Pada usia ini anak cenderung berfokus pada satu aspek situasi

dengan mengesampingkan aspek lainnya, proses ini disebut dengan pemusatan (centering) (Hill,

2009). Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu pralogis dan intuitif. 

    Pralogis (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam

mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan

dalam memahami obyek. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat

memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Dalam menarik

kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah

dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki

pengalaman yang luas. 

3. Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)

   Saudara mahasiswa, tahap ini merupakan tingkat permulaan anak berpikir rasional. Pada usia

ini anak sudah masuk persekolahan di tingkat Sekolah Dasar. Maksudnya, anak memiliki

operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. Bilamana mereka

menghadapi seuatu pertentangan antar pikiran dan persepsi, maka anak akan lebih memilih

pengambilan keputusan logis, dan bukan keputusan perseptual seperti anak praoprasional

(Nurjan, 2016).
   Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan

yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki

kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Selama

tahap ini bahasa juga berubah. Anak-anak menjadi kurang egosentris dan lebih sosiosentris

dalam berkomunikasi (Dahar, 2006). Mereka berusaha untuk mengerti orang lain dan

mengemukakan perasaan dan gagasan-gagasan mereka pada orang dewasa dan teman-teman.

Proses berpikir pun menjadi kurang egosentris dan mereka sekarang dapat menerima orang lain.

4. Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)

   Saudara mahasiswa, ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu

berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Anak-anak sudah

mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu

disebut operasional formal (Ibda, 2015). Beberapa karakteristik berpikir operasional formal

(Nurjan, 2016) yaitu: 1) berpikir adolesensi ialah berpikir hipotetis-dedukatif. Ia dapat

merumuskan banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah, dan mengecek data

terhadap setiap hipotesis untuk mendapat keputusan layak. Tetapi ia belum mempunyai

kemampuan untuk menerima atau menolak hipotesis. 2) tahap ini ditandai dengan berpikir

proposisional, yaitu kemampuan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan konkret dan pertanyaan

yang berlawanan dengan fakta. 3) berpikir kombinatorial, yaitu berpikir meliputi semua

kombinasi benda-benda, gagasan atau proposis-proposisi yang mungkin. 4) berpikir refleksif,

artinya anak mampu berfikir kembali pada satu seri operasioal mental.

   Semua manusia melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda, jadi mungkin

saja seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional konkrit, sedangkan ada

seorang anak yang berumur 8 tahun pada tingkat pra-operasional dalam cara berfikir. Namun
urutan perkembangan intelektual sama untuk semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya

terintegrasi dan termasuk sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya (Wilis, 2011).

Burrhusm Frederic Skinner (1904-1990)


October 28, 2019

Skinner di lahirkan di Susquehanna, Pennylvania. Hal menarik dari teori yang dihasilkan oleh

Skinner adalah pandangannya terkait Hukuman atau  punishment. Hukuman terjadi ketika suatu

respon menghilangkan sesuatu yang positif dari situasi atau menambahkan sesuatu yang negatif.

Atau bahasa mudahnya adalah mencegah pemberian sesuatu yang diharapkan atau memberi

sesuatu yang tidak diinginkan.

Skinner memiliki kesamaan pandangnan dengan Thorndike mengenai efektivitas hukuman, bahwa

hukuman tidak menurunkan probabilitas respon. Walaupun hukuman bisa menekan sesuatu respon

selama hukuman itu diterapkan, namun hukuman tidak akan melemahkan kebiasaan. Kesimpulan

ini dihasilkan dari serangkaian percobaannya terhadap dua kelompok tikus yang dilatih untuk
menekan tuas dalam kotak skinner.

Argumen Skinner yang menentang penggunaan hukuman  adalah bahwa hukuman dalam jangka

panjang tidak akan efektif. Tampak bahwa hukuman hanya akan menekan menekan perilaku dan

ketika ancaman hukuman dihilangkan maka tingkat perilaku akan kembali ke level semua. Jadi

hukuman sering kelihatannya sangat berhasil padahal sebenarnya hanya menghasilkan efek yang

sementara.

Argumen lain Skinner yang menentang suatu Hukuman adalah sebagai berikut :

1. Hukuman menyebabkan efek samping emosional yang buruk. Organisme yang dihukum

menjadi takut dan ketakutan ini digeneralisasikan ke sejumlah stimuli yang terkait dengan

stimuli yang ada saat hukuman diterapkan.

2. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan bukan apa yang seharusnya

dilakukan. Dibandingkan dengan penguatan, hukuman tidak memberikan informasi apapun

kepada organisme yang dihukum.

3. Hukuman menjustifikasi tindakan menyakiti pihak lain.Hal ini tentu saja berlaku untuk

penggunaan hukuman dalam pengasuhan anak. Ketika dipukul, satu-satunya hal yang

mereka pelajari adalah bahwa dalam situasi tertentu diperbolehkan untuk menyakiti orang

lain.

4. Berada dalam situasi dimana perilaku yang dahulu dihukum kini dapat dilakukan lagi tanpa

mendapatkan hukuman lagi mungkin akan menyebabkan anak merasa diperbolehkan

melakukannya lagi.

5. hukuman akan menimbulkan agresi terhadap pelaku penghukum dan pihak lain.  Hukuman

menyebabkan organisme yang dihukum menjadi sgresif.

6. Hukuman sering mengganti respon yang tidak diinginkan dengan respon yang tidak

diinginkan lainnya.

Belajar Menurut Jhon Broades Watson


October 28, 2019
Menurut Thorndike belajar merupakan proses interaksi antar stimulus dan respon, akan tetapi stimulus
dan respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Asumsi dasar
mengenai tingkah laku menurut teori ini bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan aturaan
yang diramalkan dan dikendalilkan.

Toeri yang dikembangkan oleh Watson ialah Conditioning. Toeri ini merupakan perkembangan lebih
lanjut dari koneksionisme. Teori  conditioning berkesimpulan bahwa perilaku inidividu dapat dikondisikan.
Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan (perangsang) yang berupa pembentukan suatu
perilaku atau respons terhadap sesuatu. Watson juga percaya bahwa kepribadian seseorang manusia yang
terbentuk melalui berbagai macam condotioning  dan berbagai macam refleks. Hill (2009) menyatakan
tentang penjelasan Watson lainnya mengenai pembelajaran ini bersandar pada dua prinsip: frekuensi
(frequency)  dan resensi (recency).  Prinsip frekuensi menyatakan bahwa semakin sering kita melakukan suatu
respon terhadap stimulus tertentu, semakin cenderung kita menjadikan respon tersebut sebagai stimulus
lagi. Begitu pula prinsip resensi menyatakan bahwa semakin baru atau terkini kita melakukan respon
terhadap stimulus tertentu, semakin cenderung kita melakukannya lagi.

Belajar Menurut Thorndike


October 28, 2019
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu
apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Selain stimulus dan respon, terdapat faktor lain yang menjadi pengaruh dalam toeri
Thorndike yaitu penguatan yang dapat memperkuat timbulnya respon. Penguatan ini berupa penguatan
positif dan pengatan negatif.

Hukum Belajar Menurut Thorndike (Gredler & Margaret, 2009):

1. Hukum Kesiapan (Law of Readiness): Jika seseorang siap melakukan sesuatu, ketika ia

melakukannya maka ia puas. Sebaliknya, bila ia tidak jadi melakukannya, maka ia tidak

puas. Contohnya, peserta didik yang siap untuk ujian, ketika dilakukan ujian, maka ia

akan puas, tetapi apabila ujiannya ditunda, maka ia tidak puas. 

2. Hukum Latihan (Law of Excercise): Jika respon terhadap stimulus diulang-ulang, maka

akan memperkuat hubungan antara respons dengan stimulus. Sebaliknya jika respons

tidak digunakan, hubunga dengan stimulus akan semakin lemah. Contohya, peserta
didik yang belajar bahasa inggris, semakin sering digunakan bahasa inggrisnya maka

akan semakin terampil dalam berbahasa inggris. Tetapi jika tidak digunakan maka ia

tidak akan terampil dalam berbahasa inggris. 

3. Hukum Akibat (Law of Effect): Bila hubungan antara respon dan stimulus menimbulkan

kepuasan maka tingkatan penguatannya semakin besar. Sebaliknya bila hubungan

respons dan stimulus menimbulkan ketidakpuasan maka tingkat penguatan semakin

lemah. Dengan kata lain, apabila stimulus diberikan diikuti oleh respon dan juga diikuti

oleh pemuas maka koneksi stimulus-respon akan menguat. Namun, jika diikuti oleh

pengganggu maka koneksi tersebut akan melemah. Contohnya, peserta didik yang

mendapatkan nilai tinggi akan menyukai pelajaran tersebut, sebaliknya peserta didik

yang mendapat nilai rendah akan membenci mata pelajaran tersebut.

Anda mungkin juga menyukai