Anda di halaman 1dari 41

LUKA BAKAR

Pembimbing:

dr. Utama Abdi Tarigan, Sp.BS-RE(K)

Disusun Oleh :

Ashwin Kumar 100100267


Fadlan Hafizh Harahap 190131055
Isni Dhiyah Almira 190131076
Ridwan Balatif 190131148
Insana Kamilia Tampubolon 190131201
Ayu Debora P. Nainggolan 190131204

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“Luka Bakar”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Bedah,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus
selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2021

Penulis,
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2

2.1 Kulit........................................................................................................2

2.1.1 Definisi Kulit...........................................................................2

2.1.2 Anatomi Kulit..........................................................................2

2.2 Definisi Luka Bakar...............................................................................9

2.3 Etiologi...................................................................................................9

2.4 Epidemiologi........................................................................................10

2.5 Patofisiologi..........................................................................................12

2.6 Klasifikasi Luka Bakar.........................................................................14

2.7 Diagnosis..............................................................................................21

2.7.1 Pemeriksaan Diagnosis.........................................................21

2.7.2 Indikasi Rawat Inap...............................................................22

2.8 Penatalaksanaan....................................................................................22

2.9 Prognosis...............................................................................................26

2.10 Komplikasi.........................................................................................27

BAB III STATUS PASIEN...................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Kulit sebagai organ tubuh paling luar yang dapat memberika perlindungan dari lingkungan
luar tubuh dan strukturnya yang komplek. Luka bakar merupakan salah satu penyakit yang
kompleks. Luka bakar adalah suatu trauma pada kulit yang dapat di sebabkan karena terpaparnya
zat secara lansung maupun secara radiasi. Dapat karena terpapar oleh api, bahan kimia asam atau
basa kuat, listrik tegangan tinggi, atau radiasi sinar matahari.1,2

Dilihat dari epidemiologinya menurut WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004
diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang dari 20
tahun dan di Indonesia menurut Riskesdas 2013 prevalensi luka bakar di Indonesia mencapai
0,7%. Dari data tersebut bahwa angka kematian akibat luka bakar masih tinggi.4

Luka bakar dapat mempengaruhi otot, tulang, saraf dan pembuluh darah yang akan
merusak dan merubah berbagai system dalam tubuh.. Maka luka bakar tersebut dapat merusak
keseimbangan cairan atau elektrolit normal tubuh,temperatur tubuh ,pengaturan suhu tubuh,fungsi
sendi, sisem pernafasan dan penampilan fisik.6

Untuk itu harus segera di lakukan penatalaksannan yang sesuai dan tepat. Penatalaksanaan
yang tepat dapat di lakukan dengan melakukan penegakan diagnosis secara menyeluruh dari
derajat, berat dan luas luka. Apabila tidak di lakukan pennganan segera dapat terjadi berbagai
masalah kesehatan dan komplikasi yang serius.

1
BAB II TINJUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

2.1.1 Definisi Kulit


Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkunga hidup manusia. Luas
kulit orang dewasa 2 m2 denhan berat kira-kira 16% dari berat badan. Kulit merupakan organ yang esensia dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive,
bervariasi pada keadaan iklim ,umur jenis kelamin, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.2

2.1.2 Anatomi
Kulit beserta turunannya, meliputi rambut, kuku, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan
kelenjar mamma disebut juga integumen. Fungsi spesifik kulit terutama tergantung sifat epidermis.
Epitel pada epidermis ini merupakan pembungkus utuh seluruh permukaan tubuh dan ada
kekhususan setempat bagi terbentuknya turunan kulit, yaitu rambut, kuku, dan kelenjar-kelenjar.3

Kulit sebagai organ


Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar:3
1. Kulit mempunyai berbagai jenis epitel, terutama epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk.
Penbuluh darah pada dermisnya dilapisi oleh endotel. Kelenjar-kelenjar kulit merupakan kelenjar
epitelial.
2. Terdapat beberapa jenis jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan elastin, dan sel-sel lemak
pada dermis.

3. Jaringan otot dapat ditemukan pada dermis. Contoh, jaringan otot polos, yaitu otot penegak
rambut (m. arrector pili) dan pada dinding pembuluh darah, sedangkan jaringan otot bercorak
terdapat pada otot-otot ekspresi wajah.

4. Jaringan saraf sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit berupa ujung saraf
bebas dan berbagai badan akhir saraf. Contoh, badan Meissner dan badan Pacini.

Struktur kulit
Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis merupa- kan
jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak padat yang
berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu hipo- dermis,
yang pada beberapa tempat terutama terdiri dari jaringan lemak.3
Gambar 1. Lapisan-lapisan dan apendiks kulit. Diagram lapisan kulit memperlihatkan saling hubung dan lokasi
apendiks dermal (folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea)

Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng
dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh
darah maupun limf; oleh karenaitu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan
dermis.3

Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut
keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang secara
berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanan- nya, sel-sel ini berdiferensiasi,
membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel-
sel ini mati dan secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut
sitomorfosis dari sel-sel epider- mis. Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel
memungkinkan pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit.3

Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal, stratum spinosum,
stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum.2
1. Stratum basal
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun berderet-deret di atas
membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Sel- selnya kuboid atau silindris. Intinya
besar, jika dibanding ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat
gambaran mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini
bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial.
Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam keadaan normal cepat.2

2. Stratum spinosum
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk poligonal dengan inti
lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x,
maka pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang
seolah-olah menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak
desmosom yang melekatkan sel- sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke atas bentuk sel
semakin gepeng.2

3. Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula basofilik yang
disebut granula kerato- hialin, yang dengan mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf
tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikro- filamen melekat pada permukaan granula.2
Gambar 2. Lapisan-lapisan epidermis kulit tebal
4.Stratum lusidum
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan agak eosinofilik. Tak
ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini. Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada
lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang memisahkan
stratum korneum dari lapisan lain di bawahnya.2

5. Stratum korneum
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta sitoplasmanya
digantikan oleh keratin. Sel- sel yang paling permukaan merupa-kan sisik zat tanduk yang
terdehidrasi yang selalu terkelupas.2

Sel-sel epidermis
Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu: keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel.2

Keratinosit
Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm permukaan. Merupakan sel
epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh.
Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian
sel, dan pengelupasan (deskuamasi).2

Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang dendritik panjang
tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada
stratum basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis. Dengan pewarnaan rutin sulit dikenali.
Dengan reagen DOPA (3,4- dihidroksi- fenilalanin), melanosit akan terlihat hitam. Pembentukan
melanin terjadi dalam melanosom, salah satu organel sel melanosit yang tirosin dan enzim
tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin yang berfungsi sebagai
tirai penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.2

Sel Langerhans
Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler, ditemukan terutama di antara
keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam
respon imun kulit, merupakan sel pembawa-antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas tipe
lambat pada kulit.2
Sel Merkel
Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan ditemukan pada lapisan basal
kulit tebal, folikel rambut, dan membran mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang
sitoplasma pendek. Serat saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti cakram
dan berakhir pada bagian bawah sel Merkel. Kemungkinan badan Merkel ini merupakan mekano-
reseptor atau reseptor rasa sentuh.2

Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua lapisan tidak
tegas, serat antaranya saling menjalin.
1. Stratum papilaris
Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis yang jumlahnya bervariasi
antara 50 – 250/mm Jumlahnya terbanyak dan .lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling
besar, seperti pada telapak kaki. Sebagian besar papila mengandung pembuluh-pembuluh kapiler
yang memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya mengandung badan akhir saraf sensoris
yaitu badan Meissner. Tepat di bawah epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat.3

2. Stratum retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan sejumlah kecil serat elastin
membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-
rongga di antaranya terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut. Serat
otot polos juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut, skrotum, preputium,
dan puting payudara. Pada kulit wajah dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada
dermis. Otot-otot ini berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu dengan
hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang banyak mengandung
sel lemak.3

Sel-sel dermis
Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan ikat seperti
fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast.2

Hipodermis
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia berupa jaringan
ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan
kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah tertentu,
seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di
daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-
sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan
gizinya. Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak
ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen, paha, dan
bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut pannikulus
adiposus.3

Warna kulit
Warna kulit ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: pigmen melanin berwarna coklat dalam
stratum basal, derajat oksigenasi darah dan keadaan pembuluh darah dalam dermis yang memberi
warna merah serta pigmen empedu dan karoten dalam lemak subkutan yang memberi warna
kekuningan. Perbedaan warna kulit tidak berhubungan dengan jumlah melanosit tetapi disebabkan
oleh jumlah granul-granul melanin yang ditemukan dalam keratinosit.3

2.2 Definisi Luka Bakar

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat disebabkan oleh panas (api,
cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik, kimia. Luka bakar merupakan jenis trauma yang
merusak dan merubah berbagai sistem tubuh.Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama
kulit akibat langsung atau peratara dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi luka
bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala, tergantung luas,
dalam, dan lokasi lukanya.1

2.3 Etiologi

a. Luka Bakar Termal


Luka bakar termal(panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau
objek panas lainya. Penyebab paling sering yaitu luka bakar yang disebabkan karena terpajan
dengan suhu panas seperti terbakar api secara lansung atau terkena permukaan logam yang panas.5

b. Luka Bakar Kimia


Luka bakar kimia di sebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat.
Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya
trauma karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya kontak dengan zat pembersih
yang sering di pergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang di
pergunakan dalam bidang industry, pertanian dan militer.5
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang di gerakan dari energy listrik yang di
hantarkan melaui tubuh. Berat ringanya luka di pengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya
tegangan voltage da cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh. Luka bakar lstrik ini
biasanya lukanya lebih serius dari apa yang terlihat di permuakaan.5

d. Luka Bakar Radiasi


luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali
berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industry atau dari sumber radiasi untuk
keperluan terpeutik pa dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu
lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.5

2.4 Epidemiologi
Di Amerika Serikat kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setial tahunya. Dari
angka tersebut, 112.000 penderita lukabakat membutuhkan tindakan emergensi dan sekitar 210
penderita luka bakar meninggal dunia. erdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004
diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang dari 20
tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak berusia 1 – 9 tahun.
Anak – anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian
per 100.000 populasi. Luka bakar dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup. Luka bakar dapat
menyebabkan kecacatan seumur hidup ,kebanyakan kematian terjadi pada daerah yang miskin,
seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah Timur Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi pada
daerah dengan pendapatan tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat .Di Indonesia menurut riskesdas
2013, prevalensi luka bakar sebesar 0,7% dan usia rentan terkena luka bakar di Indonesia adalah
usia 1-4 tahun yaitu 1.5 %.1,4

2.5 Patofisiologi
Luka bakar adalah yang di sebabkan kaera pengalihan energy dari sumber panas ke tubuh.
Panas dapat di pindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromaknetik. Luka bakar disebabkan
karena transfer energy panas dari sebuah sumber energy ke tubuh, panas akan menyebabkan
kerusakan jaringan. Keparahan luka bakar menentukan derajat perubahan yang tapak di dalam
organ-organ dan system tubuh. Kerusakan jaringan tubuh akibat panas tersebut tergantung dari
beberapa factor, yaitu: temperature sumber panas, lamanya kontak dengan sumber panas serta
jaringan tubuh yang terkena. Factor jarngan tubuh yang terkena merupakan jaringan, yaitu:
kandungan air dalam jaringan, adanya sekresi local,
pigmentasi jaringan, ketebalan kulit,efeltivitas barrier tahan panas seperti aliran darah dalam
jaringan.6
Oleh karena banyaknya factor yang berpengaruh, trauma yang terjadi pada kulit sangat
bervariasi.kontak dengan panas >60oc selama satu menit akan mengakibatkan full thickness injury.
Efek dari luka bakar dapat digolongkan menjadi 3 kategori: efek pada kulit, efek pada
pembuluhdarah dan elemen darah, serta respon metabolic dan perubahan hemodinamika.6
Fungsi utama kulit adalah sebagai barrier terhadap panas dan kehilangan cairan dari tubuh
serta sebagai pertahanan dari invasi kuman. Pada keadaan normal kulit yang intak mampu
membatasi proses evaporasi cairan tubuh 5% dibandingkan jaringan kulit yang tidak intak. Rata-
rata kehilangan cairan melalui jaringan kulit intak sekitar 15ml/m 2/jam sedangkan pad luka bakar
derajat III anak terjadi kehilangan cairan sebesar 200ml/m 2/jam. Evaporasi cairan pada luka bakar
derajat II dab III akan disertai dengan peningkatan kebutuhan 0ksigen, keadaan ini akan
meningkatkan metabolism tubuh dan produksi energy untuk menpertahankan homeostatis panas
tubuh. Pada penderita luka bakar akan terjadi dehidrasi hipertonis di sertai hipernatremi.6
Fungsi lain dari kulit adalah barrier kuman, meskipun yang intak juga terdapat kuman
,tetapi jarang sekali terinfeksi. Pada luka derajat III, fungsi kulit sebagai barrier kuman akan
hilang. Sedangkan pad luka derajat II kemampuan kulit sebagai barrier masih tetap ada meskipun
dapat terjadi sepsis. Trauma termis akan mengakibatkan perubahan integritas pembuluh darah dan
meninhkatnya permeabilitas kapiler, terutama di daerah luka bakar. Oleh karena itu cairan dan
protein dengan cepat akan meninggalkan pembuluh darah ke jaringan intertisiel sehingga dapat
terjadi udem. Peningkatan permeabilitas pembulih darah juga terjadi secara general.6
Pada awalnya cairan yang berada di daerah luka bakar akan di resorbsi system limfe, tetapi
lama kelamaan kehilangan cairan akan bertambah karena melebihi kemampuan resorbsi limfe.
Cairan tersebut akan terkumpul di ruang intertisiel di sekitar dan di luka bakar sehingga udem.
Kehilangan cairan pada penderita luka bakar terutama akan terjadi pad 24 jam pertama. Stelah 48
jam kemudian permeabilitas kapiler akan kembali normal. Berkurangnya cairan kaya protein dari
sirkulasi akan menyebabkan syok hipovolemik. Dengan banyaknya kehilangan cairan tubuh ajakan
menyebabkan iskemik ginjal dan oliguria.6
Berkurangnya volume plasma akan diikutin berkurangnya volume seldarah merah
umumnya terjadi 24 jam pertama. Yang biaasanya di sebabkan yaitu: hemolysis sel darah merah
karena panas. Terperangkapnya sel darah merah di daerah luka bakar oleh karena thrombosis
pembuluh darah dan pengendapan sel darah merah.6
Fase pada Luka Bakar
Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu7:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas yaitu
gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau trauma
multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok
hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan Multi-
system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau
perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan
jaringan (luka dan sepsis luka)
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah yang
dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain
yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan
berlangsung lama

2.6 Klasifikasi Luka Bakar

Derajat Luka Bakar


Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung dari derajat sumber, penyebab, dan
lamanya kontak dengan permukaan tubuh. Luka bakar terbagi dalam 3 derajat.8
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial)/epidermaburn. Kulit hiperemik
berupa eritema, sedikit edema, tidak dijumpai bula, dan terasa nyeri akibat ujung saraf sensoris
teriritasi. Pada hari keempat paska paparan sering dijumpai deskuamasi. Salep antibiotika dan
pelembab kulit dapat diberikan dan tidak memerlukan pembalutan.8
Gambar 4. Luka bakar derajat 1
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis berupa reaksi inflamasi disertai proses
eksudasi. Pada derajat ini terdapat bula dan terasa nyeri akibat iritasi ujung-ujung saraf
sensoris.Dangkal/superfisial/superficial partial thickness Dalam/deep partial thickness Pada luka
bakar derajat II dangkal/ superficial partial thickness, kerusakan jaringan meliputi epidermis dan
lapisan atas dermis.Kulittampakkemerahan,edema,dan terasa lebih nyeri daripada luka bakar
derajat I. luka sangat sensitif dan akan lebih pucat jika kena tekanan. Masih dapat ditemukan
folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam
10-14 hari tanpa sikatrik, namun warna kulit sering tidak sama dengan sebelumnya. Perawatan
luka dengan pembalutan, salep antibiotika perlu dilakukan tiap hari. Penutup luka sementara
(xenograft, allograft atau dengan bahan sintetis) dapat diberikan sebagai pengganti pembalutan.8
Pada luka bakar derajat II dalam/deep partial thickness, kerusakan jaringan terjadi pada
hampir seluruh dermis. Bula sering ditemukan dengan dasar luka eritema yangbasah. Permukaan
luka berbecak merah dan sebagian putih karena variasi vaskularisasi. Luka terasa nyeri, namun
tidak sehebat derajat II dangkal. Folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea tinggal
sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama, sekitar 3-9 minggu dan meninggalkan jaringan parut.
Selain pembalutan dapat juga diberikan penutup luka sementara (xenograft, allograft atau dengan
bahan sintetis).8

Gambar 5. Luka bakar derajat 2


3. Luka bakar derajat III
Kerusakan jaringan permanen yang meliputi seluruh tebal kulit hingga jaringan subkutis, otot,
dan tulang. Tidak ada lagi elemen epitel dan tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna
keabu-abuan pucat hingga warna hitam kering (nekrotik). Terdapat eskar yang merupakan hasil
koagulasi protein epidermis dan dermis. Luka tidak nyeri dan hilang sensasi akibat kerusakan
ujung-ujung saraf sensoris. Penyembuhan lebih sulit karena tidak ada epitelisasi spontan. Perlu
dilakukan eksisi dini untuk eskar dan tandur kulit untuk luka bakar derajat II dalam dan luka
bakar derajat III. Eksisi awal mempercepat penutupan luka, mencegah infeksi, mempersingkat
durasi penyembuhan, mencegah komplikasi sepsis, dan secara kosmetik lebih baik.8

Gambar 6. Luka bakar derajat 3

Berat Dan Luas Luka Bakar

Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan pasien
sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan
mempengaruhi berat luka bakar.1
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan
koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler
juga meningkat, terjadi kehilangan
cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya
cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan
respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.1
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan
penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap
luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:1
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan
individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan
derajat luka II atau III.
 Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan
bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki
kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus
ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

Gambar 7.Rule of nine pada dewasa


Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih
besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian
tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.1
Gambar 8. Rule of nine pada anak

 Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada anak.
Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia
tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan
disesuaikan dengan usia:9
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan
persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi
kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body surface area affected by burns
in children.

Gambar 9. Lund and Browder Burn Chart

Pembagian Luka Bakar


1. Luka bakar berat (major burn)9
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi

2. Luka bakar sedang (moderate burn)


a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar ringan


a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.

2.7 Patofisiologi Luka Bakar 10


Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi, rusak dan permeabilitasnya meningkat. Sel darah yang ada didalamnya
ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume
cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat
penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua,
dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih bisa
mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan
produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan
mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea,
stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan
mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen.
Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bila dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang
baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit untuk diatasi karena
daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini
membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain
berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran atas dan kontaminasi
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena
kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai macam antibiotik. Perubahan luka bakar
derajat 2 menjadi derajat 3 akibat infeksi, dapat dicegah dengan mencegah infeksi.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit
sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gream negatif.
Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan perubahan jaringan di tepi
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi
nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan
trombosis sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat
invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik.
Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya,
dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi
di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyumbat di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih
vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka
bakar derajat 2 yang dalam mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan
secara estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini
terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik usus menurun
atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena
kekurangan ion kalium.
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak
peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini
adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi.
Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang
diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh
karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Dengan
demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka
bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka bakar mengenai wajah sehingga rusak berat,
penderita mungkin menderita beban kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar terutama ditentukan
oleh luasnya luka bakar.

2.8 Diagnosis
2.8.1Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dari luka bakar sebagai penunjang untuk menggunakkan diagnosa
keperawatan antara lain sebagai berikut 11,12:
a. Hitung darah lengkap
Peningkatan HT awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan pemindahan atau
kehilangan cairan.
b. Sel darah putih
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka.
c. GDA (Gas Darah Arteri)
Penurunan PaO2 atau peningkatan Pa CO2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan kompensasi
pernapasan.
d. CoHbg (Karboksi Hemoglobin)
Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon monoksida atau cedera
inhalasi.
e. Elektrolit Serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi
ginjal: hipokalemi dapat terjadi apabila mulai terjadi diuresis. Magnesium mungkin menurun,
Natrium pada awal juga menurun.
f. Natrium Urine Random
Lebih besar dari 20 mEq/L, mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, kurang dari 10
mEq/L, menduga ketidakadekuatan resusitasi cairan.

2.8.2 Indikasi Rawat Inap Pasien Luka Bakar


Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap bila 13:
1. Luka bakar derajat III > 5%

2. Luka bakar derajat II > 10%

3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum, kulit di atas sendi utama) → risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan
kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya, atau adanya
kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi

2.9 Penatalaksanaan
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik.
Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya
jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi
edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka
bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak dapat
dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan
kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas
berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang
mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan
kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan
alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik
pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya
kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya
area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang
mengkonstriksi10,11,12,13,14.

Tatalaksana resusitasi luka bakar

a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan
intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
2. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang
menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat
menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan
modulator sepsis.
3. Penghisapan sekret (secara berkala)
4. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan
mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan
cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias
ditambahkan zat- zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret),
natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

b. Tatalaksana resusitasi cairan


Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di
seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap
organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas
yang tidak diperlukan, meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan
menggunakan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya
pada waktu yang tepat.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk
menghitung kebutuhan cairan ini14:
 Cara Evans

1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

 Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.14
c. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan
pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-
gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25- 30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian
nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya komplikasi14.
d. Dermatoterapi pada luka bakar
Luka bakar mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit sehingga memudahkan timbulnya
koloni bakteri atau jamur pada luka, dengan resiko penetrasi patogen ke jaringan yang lebih dalam
dan pembuluh darah sehinga beresiko menjadi infeksi sistemik yang mengarah pada kematian.
Pemberian terapi antimikroba topikal dalam bentuk salep atau cairan kompres/rendam seperti:
Silver- Sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone-Iodine, Bacitracin, Neomycin,
Polymyxin B, dan antifungal seperti nystatin, mupirocin, dan preparat herbal seperti Moist Exposed
Burn Ointment/Therapy (MEBO/ MEBT)15.
e. Managemen Nyeri
Nyeri merupakan masalah yang serius bagi pasien luka bakar semasa pengobatan. Luka bakar pada
lapisan epidermis akan terasa nyeri yang hebat. Akibat tidak ada lapisan epidermis sehingga ujung-
ujung saraf lebih tersensitisasi oleh rangsangan. Nyeri juga dialami pada luka bakar derajat II
sedangkan pada derajat III tidak ada. Peningkatan katekolamin saat nyeri mengakibatkan
peningkatan denyut nadi, tekanan darah, dan respirasi. Nyeri akan dirasakan pasien terutama saat
ganti pembalut luka, saat prosedur operasi, dan saat rehabilitasi. Golongan opioid dan anti
inflamasi non steroid lazim diberikan untuk mengatasi nyeri. Preparat anestesi inhalasi dapat pula
diberikan saat ganti pembalut5.

Penatalaksanaan Jaringan Parut(2,7)


Penatalaksanaan jaringan parut berhubungan komponen fisik dan komponen estetik
dikarenakan adanya implikasi emosional dan psikososial pasca luka bakar.
Jaringan parut hipertrofik merupakan hasil dari pembentukan serat kolagen yang berlebihan
selama masa penyembuhan luka dan reorientasi dari serat tersebut dengan pola yang tidak
seragam.
Jaringan keloid berbeda dari jaringan parut hipertrofik karena ia bisa meluas di luar area
luka bakar. Keloid lebih sering dijumpai pada orang-orang dengan kulit hitam dibanding orang-
orang kulit putih.
Pembentukan jaringan parut dipengaruhi oleh banyak faktor:

 Faktor diluar kulit: pertolongan pertama kecukupan resusitasi cairan, penempatan di


rumah sakit, intervensi bedah, penatalaksanaan luka dan pembebatan luka.
 Faktor yang berhubungan dengan pasien sendiri. Derajat penyesuaian dengan
program rehabilitasi, tingkat motivasi, umur, kehamilan, warna kulit.

1. Prosedur Pembedahan ( 14 , 15 , 16 )
Terdapat dua tipe besar prosedur bedah yang dapat menghilangkan jaringan parut dan
mengganti jaringan yang hilang pada korban luka bakar berat: dermabrasi dan skin graft.
Dermabrasi adalah prosedur bedah yang bertujuan meminimalisasi penampilan jaringan parut,
mengembalikan fungsi dan mengkoreksi kelainan bentuk akibat dari luka. Skin graft adalah
prosedur bedah dimana sepotong kulit yang berasal dari tubuh pasien di transplantasikan ke daerah
lain dari tubuh.
a. Dermabrasi
Dermabrasi adalah prosedur bedah yang bertujuan meminimalisasi penampilan jaringan
parut, mengembalikan fungsi dan mengkoreksi kelainan bentuk akibat dari luka. Dermabrasi
digunakan untuk menghaluskan jaringan parut dengan “mencukur” atau mengikis lapisan kulit
teratas. Walaupun dermabrasi dapat menghaluskan permukaan jaringan parut,proses ini tidak akan
menghilangkan jaringan parut tersebut. Jaringan parut akan tetap ada akan tetapi penampilannya
akan menjadi lebih baik seiring dengan waktu.
Prosedur ini dapat dilaksanakan di tempat praktek bedah kulit atau di fasilitas kesehatan
lain bagi pasien yang berobat jalan. Segera setelah pembedahan ini dilakukan, kulit akan diberikan
salep, perban yang basah atau mengandung lilin,perawatan kering atau kombinasi dari keduanya.
Biasanya kulit akan terlihat merah dan bengkak setelah pembedahan. Pembengkakan ini akan
berlanjut selama 2 – 3 minggu. Pasien akan mengalami rasa nyeri, gatal atau rasa terbakar setelah
pembedahan yang menandakan kulit baru yang mulai tumbuh. Krusta akan terbentuk di area yang
sudah mulia menyembuh, bagaimanapun jika salep dioleskan pada daerah yang terluka segera
setelah pembedahan maka hanya akan ada sedikit atau tidak ada krusta sama sekali. Seiring dengan
proses penyembuhan, krusta akan luruh meninggalkan lapisan kulit baru yang berwarna merah
jambu. Jika daerah tersebut tetap berwarna merah, bengkak dan terasa gatal mungkin ini
merupakan tanda pembentukan jaringan parut abnormal. Hal ini harus segera dilaporkan pada ahli
bedah yang bersangkutan.
Setelah pembedahan, pasien dapat beraktifitas dengan normal seperti kembali bekerja
dalam waktu 2 minggu. Pasien disarankan untuk menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan
benturan pada area yang di operasi selama 2 minggu. Olah raga harus dihindari untuk 4 – 6 minggu
setelah operasi. Sangatlah penting untuk melindungi kulit selama 6 – 12 bulan sampai proses
pigmentasi kulit lengkap terbentuk. Warna kulit akan kembali normal dalam waktu sekitar 3 bulan.
Pada saat repigmentasi kulit sudah lengkap, warna kulit akan tampak sama dengan warna kulit
sekitarnya.

Gambar 13. Dermabrasi

b. Skin Graft

Skin graft adalah prosedur bedah dimana sepotong kulit yang berasal dari tubuh pasien di
transplantasikan ke daerah lain dari tubuh. Kulit dari orang lain atau dari binatang mungkin
digunakan sebagai penutup sementara pada luka bakar luas untuk menghindari kehilangan cairan.
Kulit yang diambil dari donor haruslah kulit yang sehat dan diiplantasikan ke daerah kulit yang
rusak dari resipien.
Skin graft merupakan prosedur bedah yang lebih rumit daripada dermabrasi. Skin graft
biasanya dilakukan di rumah sakit besar di bawah anestesi umum. Waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan tergantung dari luas dan keparahan luka, antara 6 minggu sampai beberapa bulan.
Dalam 36 jam pertama setelah pembedahan, pembuluh darah yang baru akan mulai terbentuk pada
kulit yang ditransplantasi. Pada umumnya skin graft berhasil, tetapi ada beberapa yang
membutuhkan pembedahan tambahan jika proses penyembuhan tidak berjalan dengan sempurna.
Ada beberapa tipe dari skin graft: pinch,split - thickness,full – thickness dan pedicle graft.
 Pinch Graft : potongan kulit sebesar ¼ inchi dipasang pada donor. Bagian kulit yang
kecil ini kemudian akan tumbuh menutup area yang terluka. Kulit ini akan tumbuh
bahkan didaerah dengan suplai darah yang terbatas dan dapat mencegah infeksi.

 Split – thickness graft : terdiri dari lapisan superficial dan lapisan dalam dari kulit
yang berbentuk helaian. Graft yang diambil dari daerah donor dapat mencapai lebar 4
inchi dan panjang 10 – 12 inchi. Graft ini kemudian ditempel pada area resipien.
Segera setelah graft ditanam daerah tersebut dapat ditutup dengan balut tekan atau
dibiarkan terbuka. Split thickness graft digunakan pada bagian tubuh yang tidak
menyangga berat badan ( non weight bearring ).
 Full – thickness graft : digunakan pada bagian tubuh yang menyangga berat badan dan
yang cenderung mengalami gesekan seperti telapak kaki dan sendi. Full thickness
graft terdiri dari semua lapisan kulit termasuk pembuluh darah. Pembuluh darah dari
area resipien akan tumbuh menyambung area transplantasi dalam 36 jam.
 Pedicle graft : dengan pedicle graft bagian dari kulit yang digunakan dari daerah
donor akan tetap menempel pada daerah tersebut dan sisanya akan menempel pada
daerah resipien. Suplai darah akan tetap utuh pada daerah donor dan tidak akan
dipotong sampai suplai pembuluh darah baru terbentuk dengan lengkap. Prosedur
ini pada umumnya dilakukan pada tangan, wajah atau sekitar leher.

Gambar 14. Skin Graft


Keberhasilan skin graft dapat diperkirakan 72 jam setelah pembedahan. Jika transplantasi kulit ini
dapat melewati 72 jam pertama tanpa infeksi atau trauma, tubuh pada umumnya tidak menolak
transplantasi ini. Sebelum pembedahan, area donor dan resipien harus bebas dari infeksi dan
mempunyai suplai darah yang stabil. Prosedur lanjutan yang berupa memindahkan atau
meregangkan area resipien harus dihindari. Perban yang digunakan harus steril dan biasanya
diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

2. Penggantian Kulit ( 17 )

Pada beberapa pasien dengan luka bakar yang sangat parah, transplantasi kulit
menggunakan kulit sehat meraka sendiri tidak dapat dilakukan karena mereka hanya memiliki
sedikit sekali kulit yang sehat atau meraka tidak cukup kuat menjalani operasi. Alternatif lain
untuk menutup luka bakar ini adalah dengan menggunakan kulit cadaver atau kulit binatang.
Tubuh akan menolak kedua pilihan ini dalam beberapa hari dan pembedahan harus diulangi lagi.
Pada tahun 1997, produk sintetik baru bernama Dermagraft–TC tersedia di pasaran. Dermagraft
TC dibuat dari sel manusia hidup dan secara luas digunakan untuk mengganti kulit kadaver.
Badan pengawasan obat dan makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui penggunakan
Dermagraft TC ini. Ada dua jenis perban kulit buatan yang dapat digunakan untuk perawatan luka
bakar derajat tiga: Integra Artificial Skin dan Original BioBrane. Tidak seperti perban tradisional,
perban baru ini dapat mempercepat penyembuhan luka dengan berinteraksi langsung dengan
jaringan tubuh.
BioBrane adalah bahan nilon yang mengandung gelatin yang berinteraksi dengan factor
pembekuan pada luka. Interaksi ini menyebabkan perban menempel dengan baik membentuk
lapisan pelindung yang lebih kuat.
Integra adalah perban 2 lapis. Lapisan paling atas berperan sebagai lapisan epidermis
sintetik, lapisan di bawahnya berperan sebagai dasar pertumbuhan kembali jaringan kulit. Lapisan
yang bawah terbuat dari serat kolagen dan berperan sebagai penghubung bagi sel tubuh untuk
mulai membentuk jaringan kulitnya sendiri.
Produk pengganti kulit lain banyak muncul di pasaran. Organogenesis inc. menjual
Apilgra, suatu bahan yang ekuivalen dengan kulit manusia hidup untuk merawat luka dan ulcus.
Lifecell corporation membuat jaringan kulit manusia yang dapat di implantasi untuk keperluan
bedah rekonstruksi dan perawatan luka bakar.
Sebagai tambahan dari kulit buatan adalah kulit kultur. Dokter dapat mengambil potongan
kulit sebesar perangko dari pasien dan menumbuhkannya di media kultur khusus. Dari bagian kulit
yang kecil ini, para ahli dapat menumbuhkan cukup kulit untuk menutup hampir seluruh tubuh
dalam jangka waktu 3 minggu. Kultur kulit sudah tersedia di Amerika sejak 10 tahun yang lalu.
Kulit buatan hanya merupakan perbaikan sementara;pasien akan tetap membutuhkan skin graft
bagaimanapun juga dengan penggunaan kulit buatan berarti skin graft yang akan di gunakan
semakin tipis yang membantu daerah donor dan resipien menyembuh secara lebih cepat dan akan
lebih sedikit operasi yang dibutuhkan.
Penggunaan kulit buatan belum sepenuhnya sempurna dan mungkin tidak cocok bagi
semua pasien luka bakar. Jaringan parut masih akan tetap tampak akan tetapi jauh lebih ringan.

Gambar 15. Kulit Buatan

3. Balut Teka n ( 17 , 18 )
Kulit normal yang tidak mengalami kerusakan terdiri dari jaringan ikat yang terdapat pada
lapisan dermis yang membentuk serabut kolagen 3 dimensi yang menyatu secara pararel pada
permukaan kulit. Kulit memerlukan tekanan yang berlawanan dengan lapisan di bawahnya. Pada
keadaan normal, tekanan yang diberikan kulit terhadap tubuh memastikan setiap kulit yang terluka
digantikan ke bentuknya semula tanpa adanya jaringan parut.
Ketika luka bakar merusak kulit, tekanan papilla dermis yang normal pada lapisan ini tidak
ada lagi. Tanpa tekanan ini jaringan parut hipertrofik akan mulai terbentuk menyebabkan berbagai
macam deformitas. Perban balut tekan menyediakan dan mengontrol pembentukan dari jaringan
parut hipertrofik dengan memberikan reaksi titik topang pada daerah luka. Pembalut takan
berperan dalam menurunkan pembentukan jaringan parut hipertrofik dengan menurunkan
pembentukan jaringan parut dan deformitas.
Sangatlah penting bagi pasien luka bakar menggunakan balut tekan pada saat jaringan parut
masih in aktif dan belum matur. Jaringan parut sangat responsif pada awal pembentukannya dan
penggunaan balut tekan secara dini sangat membantu. Balut tekan sebaiknya dipakai paling tidak
23 jam sehari dan hanya dibuka pada saat mandi atau membersihkan balut tekan tersebut. Pada
umumnya pasien harus memakai balut tekan ini selama 12-18 bulan. Penggunaan lanjut balut tekan
mencegah penebalan, pemadatan dan pembentukan nodul yang biasa terlihat pada jaringan parut
hipertrofik. Diharapkan hanya akan terbentuk jaringan parut tipis yang elastis yang masih
memungkinkan pergerakan semi normal. Tekanan eksternal yang diberikan oleh balut tekan dapat
menurunkan respon inflamasi dan jumlah darah dalam jaringan parut, mengurangi rasa gatal dan
mencegah sintesis kolagen. Sebagai tambahan, balut tekan memberikan perlindungan terhadap
trauma.

Gambar 16. Balut Tekan

Pemasangan balut tekan adalah intervensi yang utama di dalam penata laksanaan jaringan
parut. Pemberian tekanan pada luka bakar bertujuan untuk mengurangi pembentukan jaringan
parut dengan menghalangi maturasi jaringan parut dan memudahkan reorientasi serat kolagen
menjadi seragam, dan tersusun paralel sebagai kebalikan dari pola melingkar yang terlihat di
jaringan parut tidak dirawat.
Bahan pembalut tekan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan sering kali
dipengaruhi oleh jenis pembedahan yang telah di jalani. Pasien harus diukur pada hari ke lima atau
ke tujuh setelah operasi transplantasi dan bahan pembalut tekan ini harus langsung digunakan
secepatnya setelah mereka selesai dibuat. Balut tekan bisa digunakan untuk 3 bulan, setelah masa
itu diharapkan diadakan pengukuran kembali terhadap pasien untuk menyesuaikan dengan
perubahan dimensi jaringan parut.
Pada orang-orang dengan luka bakar derajat sedang sampai berat di daerah muka atau
leher, masker wajah yang terbuat dari akrilic harus dipertimbangkan untuk digunakan. Masker ini
memberikan tekanan yang cukup untuk daerah wajah dan leher. Masker ini juga bisa dibuat untuk
dipakai pasien pada malam hari. Pada daerah dengan jaringan parut yang persisten yang tidak
responsive terhadap pemasangan balut tekan, teknik perawatan jaringan parut lain harus di
pertimbangkan. Teknik ini termasuk dengan pijatan, krim pelembab.
Gambar 17. Topeng Akrilik

4. Edukasi Pasien Pada Penatalaksanaan Jaringan Parut ( 18 )

Setelah mengalami luka bakar, kulit mengalami perubahan fungsi, oleh karena itu pasien
harus di beri motivasi untuk terus menerus menggunakan zat pelembab bagi kulit. Pelembaban
sangat penting karena dapat mencegah kulit dari kekeringan, berkerut dan pecah-pecah yang dapat
menyebabkan infeksi sekunder dan kerusakan kulit.
Edukasi tentang perlindungan terhadap sinar matahari juga penting bagi pasien. Pasien
harus mengetahui bahwa mereka harus melindungi kulit mereka dari sinar matahari sampai 2 tahun
dan mereka juga harus melindungi dan menutup kulit mereka tidak hanya dengan tabir surya tapi
juga pakaian yang baik pada saat bekerja atau beraktivitas di luar ruangan.

H. Follow Up pasien rawat Jalan(18)

Unit penanganan luka bakar sebaiknya memberikan ringkasan yang teratur dan
komprehensif mengenai perkembangan terapinya. Jenis follow up pasien rawat jalan tergantung
dari derajat beratnya luka bakar, akan tetapi dalam hubungannya dengan pengembalian fungsi dan
pergerakan, pasien rawat jalan membutuhkan monitoring yang ketat dan perubahan secara berkala
dosis latihan fisioterapi dan program latihan di rumah.

Gambar 18. Fisioterapi


2.10 Prognosis

Prognosis pada luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar,
dan penanganan awal hingga proses penyembuhan penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah
yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan dalam psroses
penyembuhan.19
Prognosis yang kurang baik dapat di pengaruhi oleh beberapa penyulit. Penyulit yang dapat
timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta
parut hipertrofik dan kontraktur.

2.11 Komplikasi.20

Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat berkembang
menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi
atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk
mengembalikan kepercayaan diri. Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
 Infeksi dan sepsis

 Oliguria dan anuria

 Oedem paru

 ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)

 Anemia

 Kontraktur

 Kematian
BAB III STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Pernikahan : Belum menikah

Alamat : Deli Serdang

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Luka Bakar
Anamnesis terpimpin:
• Pasien dewasa, laki-laki 19 tahun, dibawa oleh keluarga ke IGD RSUP HAM. Pasien mengalami
luka bakar hampir seluruh tubuh bagian atas. Pasien datang dalam keadaan sadar dan panik. Luka
bakar dialami karena pasien menggunakan bensin saat membakar sampah sehingga api menyambar
ke badan pasien, hal ini terjadi lebih kurang 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat kejadian,
keluarga langsung menolong pasien dengan menutupkan tubuh pasien menggunakan kain basah.
Pasien belum mendapat terapi apapun. Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit terdahulu dan alergi tidak ditemukan. Riwayat penyakit keluarga tidak dijumpai.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey
A : Bebas
B : Spontan, frekuensi nafas 28x/menit, reguler
C : Akral hangat, CRT<2, tekanan darah 105/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, suhu febris
D : Alert
E : Melepas semua pakaian dan aksesoris dari tubuh pasien
: Lakukan log-roll untuk melihat permukaan posterior pasien
: Jaga pasien tetap dalam keadaan hangat
: Menghitung luas luka bakar dengan metode rules of nine
Status Generalis
Kondisi umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
VAS : 9-10
Tekanan darah : 105/70 mmHg
Pernapasan : 28x/menit, reguler
Nadi : 80x/menit
Temperaratur : 36,7°C
BB : 70 kg
TB : 169 cm

Status Lokalis
Kepala
Mata : Konjungtivitis anemis +/+
Sklera ikterik -/-
Pupil isokor, ukuran ø 3 mm
Refleks cahaya direk (+/+)
Refleks cahaya indirek (+/+)
Telinga : Terdapat luka bakar di bagian telinga kanan
Hidung : Tidak dijumpai deviasi, sekret maupun perdarahan aktif
Mulut : Tidak ada ulkus, gigi geligi baik, mukosa normal
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan
Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan
Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen simetris
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan
Ekstremitas : edema tidak dijumpai, luka bakar dijumpai pada kedua ekstremitas atas

Body surface area


Kepala dan leher : 4,5%
Trunkus anterior : 18%
Trunkus posterior : 18%
Ekstremitas atas kanan : 9%
Ekstremitas atas kiri : 6%
Ekstremitas bawah kanan : 0%
Ektremitas bawah kiri : 0%
Genitalia : 0%
Total : 55,5%

Foto Klinis
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes Hasil
Hematokrit 38%
RBC 4.45 juta/µL
HGB 10.2 g/dL
Trombosit 302.000/µL
Leukosit 21.180/µL
MCV 85 fL
MCH 27,9 pg
MCHC 32,8 g/dL
Hitung jenis
 Neutrofil 79,20
 Limfosit 11,90
 Monosit 8,30
 Eosinofil 0,40

 Basofil 0,20

V. DIAGNOSIS KERJA

 Flame burn injury + anemia + leukositosis

VI. PENATALAKSANAAN

• IVFD RL dengan resusitasi cairan 2x70x55,5 =7770 ml 3885 ml 8 jam pertama


3885 ml 16 jam berikutnya

• Inj Ketorolac 30mg/8jam

• Inj Ranitidin 50mg/12jam

• Tetanus toxoid 0,5 cc IM

• ATS 1500 IU

• Pemasangan kateter urin

VII. Penjajakan

• Pemeriksaan elektrolit dan Analisa Gas Darah Arteri

• Foto thorax

• Pemeriksaan antigen SARS-CoV-2


DAFTAR PUSTAKA

1. R Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-4. Penerbit Buku
Kedokteran.EGC.2016:1
2. Tortora,G. J,Derrickson, B. Principles Of Anatomy and Physiologi.USA: John Wiley and
Sons:2009
3. Kalangi, SJ. Histofisiologi Kulit.Jurnal Biomedik(JBM). Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.2013:5(3)
4. Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar:Riskesdas. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.2013
5. Rahayuningsih, T. Penatalaksanaan Luka Bakar(Combustio). Jurnal profesi.2012:8
6. Chu DH. Overview Of Biology, Develop- Ment, And Structure Of The Skin. In: In: Wolf KW, Et

Al. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 8thed. Mc Graw Hill Medical. 2013:7
7. Noer MS, Saputro ID, Perdanakusuma DS. Penanganan Luka Bakar. Airlangga University Press.
Surabaya. 2006.2:3-9
8. Anggowarsito, J. Luka BakarSudut Pandang Dermatologi. Jurnal Widya Medika
Surabaya.2014:2(2)
9. Kristanto, E. Sonny K. Penentuan Derajat Luka Dalam Visum Et Repertum Pada Kasus Luka
Bakar. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik(JBM). Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.2013:5(3)
10. Mayo clinic staff. Bruns First Aids. http// ww.nlm.nih.gov/medlineplus.
11. James H. Holmes, david M. heimbach. Burn,In: Schwartz’s Principles of surgery. 18 th
ed.McGraw-Hill.Nyew
12. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p
66-8

13. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya Plastic
Surgery.
14. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-129
15. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill Companies.
New York. p 245-259
16. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal. November 2006
17. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. Agustus 2008
18. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of Surgery. 18th
ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
19. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19.
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007

20. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari 2006

Anda mungkin juga menyukai