Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu sistem yang ada di dalam tubuh manusia adalah sistem

kardiovaskuler. Jantung adalah organ pusat sirkulasi darah keseluruh tubuh.

Pada tiap siklus jantung terjadi sistole dan diastole secara berurutan serta

teratur dengan adanya katup jantung yang terbuka dan tertutup. Pada saat itu

jantung bekerja sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh

darah (Syarifuddin, 2016).

Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah ke seluruh

tubuh. Di dalam pembuluh darah terdapat darah yang salah satu fungsinya

sebagai sistem transpor dari tubuh, yaitu menghantarkan bahan kimia, oksigen,

dan nutrisi keseluruh tubuh agar dapat mempertahankan kinerja sistem organ di

dalam tubuh (Syarifuddin, 2016).

Tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat darah dialirkan disebut

tekanan darah. Dengan adanya tekanan darah ini, aliran darah akan lancar.

Pembuluh darah arteri adalah pekerjaan yang terus menerus bekerja dengan

memompakan darah ke seluruh tubuh. Jika tanpa gangguan, porsi tekanan yang

dibutuhkan sesuai dengan mekanisme tubuh. Tapi, akan meningkat begitu ada

hambatan. Inilah yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Semakin besar

hambatannya, tekanan darah akan semakin tinggi atau biasanya disebut

hipertensi (Saraswati, 2009).


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali

pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2013). Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada

ginjal, jantung dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2013). Kekuatan otot jantung

berkurang sesuai dengan bertambahnya usia, dengan bertambahnya umur,

denyut jantung maksimum dan fungsi lain dari jantung juga berangsur-angsur

menurun. Elastisitas jantung usia 70 tahun menurun sekitar 50% dibanding

pada usia 20 tahun. Perubahan yang jauh lebih bermakna dalam kehidupan

lanjut usia adalah yang terjadi pada pembuluh darah, yang disebut

arteriosklerosis atau pengapuran dinding pembuluh darah sehingga elastisitas

pembuluh darah berkurang dan meningkatkan kerja jantung yang

mengakibatkan hipertensi. Hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan

kesehatan usia lanjut yang dilaksanakan Komnas Lansia di 10 provinsi tahun

2006, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit

sendi (52,3%), hipertensi (38,8%), anemia (30,7%), dan katarak (23%),

penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab utama disabilitas pada lansia.

Lanjut usia ( lansia ) adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke

atas, berdasarkan undang-undang No. 13 tahun 1998. Menurut WHO usia

lanjut usia adalah usia 60 tahun ke atas yang terdiri dari (1) usia pertengahan

(middle age) 45-59 tahun (2) usia lanjut (elderly) 60-74 tahun (3) usia tua (old)
75-90 tahun dan usia sangat lanjut (very old) di atas 90 tahun. Persatuan

Gerontologi Medik menyebutkan bahwa pada tahun 2015 jumlah lansia

mencapai 36 juta orang atau 11,34% dari total penduduk Indonesia dan

diprediksi terus mengalami peningkatan. Semakin bertambah tua umurnya,

proporsi lansia yang mengalami keluhan kesehatan semakin besar. Proporsi

lansia perempuan yang mengalami keluhan kesehatan lebih tinggi dari pada

lansia laki-laki. Kemunduran fungsi organ tubuh pada lansia menyebabkan

rawan terhadap serangan berbagai penyakit kronis, seperti diabetes melitus,

stroke, gagal ginjal, kanker, jantung dan hipertensi. Dan salah satu penyakit

yang diderita lansia yaitu hipertensi.

World Health Organisation (2018) dalam Global Status Report on

Noncommunicable Disesases melaporkan bahwa jumlah kematian dunia pada

tahun 2016 adalah sebanyak 57 juta kematian dan 71 persen dari kematian

tersebut adalah akibat penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular yang

paling banyak menyebabkan kematian adalah akibat penyakit kardiovaskuler

yaitu sebanyak 31 persen. Data Global Status Report on Noncommunicable

Disesases 2018 dari WHO melaporkan bahwa 27 persen negara berkembang

memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya memiliki 18

persen penderita hipertensi. Hipertensi membunuh hampir 8 miliyar orang

setiap tahun di dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan

Asia Timur-Selatan. Sekitar sepertiga dari orang dewasa di Asia Timur-Selatan

menderita hipertensi (WHO, 2015).


Berdasarkan data sistem informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-

2011, jumlah kematian penyakit tidak menular di ruang rawat inap rumah sakit

tahun 2009 dan tahun 2010, hipertensi termasuk dalam 10 penyakit penyebab

kematian. Walaupun prosentase kematian akibat hipertensi secara angka kecil

tetapi hipertensi adalah faktor resiko penyakit-penyakit yang dapat menjadi

penyebab kematian seperti infark miokard, gagal jantung, stroke atau gagal

ginjal.

Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 yang menunjukan bahwa

prevalensi hipertensi semakin meningkat dengan dibandingkan dengan data

Riskesdas 2013, dimana angka prevalensi hipertensi tahun 2013 sebesar 31,7

perses dan pada tahun 2018 menjadi 34,1 persen dari total penduduk dewasa.

Walaupun prosentase kematian akibat hipertensi secara angka kecil tetapi

hipertensi adalah faktor resiko penyakit-penyakit yang dapat menjadi penyebab

kematian seperti infark miokard, gagal jantung, stroke atau gagal jantung.

Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, Jawa Barat termasuk 5 besar provinsi

yang memiliki angka kejadian hipertensi tertinggi. Jawa Barat yang memiliki

penduduk 39,6 persen mengalami hipertensi memerlukan perhatian khusus.

Penanganan hipertensi memerlukan intervensi yang teratur dan berkelanjutan

serta waktu yang lama bahkan seumur hidup. Hal tersebut dapat membuat

pasien hipertensi menjadi malas dan bosan sehingga diperlukan suatu

intervensi yang mudah.

Berdasarkan Data Profil Kesehatan Jawa Barat, Kabupaten Majalengka

merupakan kabupaten yang memiliki angka kejadian hipertensi tertinggi di


Jawa Barat. Angka kejadian hipertensi di Kabupaten Majalengka merupakan

penyakit tidak menular dengan peringkat tertinggi tahun 2015-2017 dimana

pada tahun 2017 sebanyak 45,6% kasus hipertensi yang ada adalah kasus lama.

Hal tersebut menunjukan bahwa pasien kurang mengetahui pengelolaan

penyakit hipertensi secara benar. Pengelolaan hipertensi diantaranya adalah

mengenai diet hipertensi, aktifitas atau perlunya olahraga yang sesuai,

pentingnya modifikasi gaya hidup, perlunya pengetahuan mengenai

manajemen stress, pentingnya pengobatan dan pentingnya kontrol tekanan

darah.

Berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan kabupaten Majalengka jumlah

penderita darah tinggi pada tahun 2018 sebanyak 28.883 kasus hipertensi.

Penyakit hipertensi juga menduduki peringkat ke-1 dalam kategori penyakit

tidak menular. Dari hasil pengukuran tekanan darah penduduk ≥ 18 tahun

menurut jenis kelamin, kecamatan dan puskesmas kabupaten Majalengka tahun

2018 kecamatan Bantarujeg merupakan peringkat ke-1 yaitu dengan jumlah

penderita hipertensi sebanyak 1.453 orang ( Dinkes, 2018 ).

Tidak semua penderita hipertensi harus mengkonsumsi obat-obatan untuk

menurunkan tekanan darahnya. Banyak bahan-bahan alami disekitar kita untuk

menurunkan tekanan darah, misalnya jus tomat, jus semangka, rebusan daun

salam yang terbukti ampuh untuk menurunkan tekanan darah pada penderita

hipertensi. Tomat adalah salah satu jenis buah atau sayur yang sering terdapat

di dapur Indonesia. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa tomat banyak


memiliki manfaat untuk kesehatan berbagai zat yang terkandung seperti kalium

yang dapat menurunkan tekanan darah.

Menurut hasil penelitian Hapipah dkk, 2018 di Wilayah kerja Puskesmas

Karang Pule tahun 2018 berdasarkan data yang diperoleh sekitar 16 penderita

hipertensi. Tekanan darah sebelum diberikan jus tomat dengan rata-rata

tekanan darah sistole 151.88 mmHg dan diastole rata-rata tekanan darah 95.94

mmHg dan setelah diberikan jus tomat dengan rata-rata tekanan darah sistole

130.00 mmHg dan rata-rata tekanan diastole 88.27 mmHg. Hasil uji

menunjukan bahwa adanya pengaruh yang signifikan terhadap pemberian jus

tomat pada penurunan tekanan darah lansia yang mengalami hipertensi dengan

nilai p=0,000 (p<0.05). Juga penelitian Suwanti (2018) terhadap lansia

penderita hipertensi di Desa Lemahireng Kecamatan Bawen Kabupaten

Semarang, hasil penelitian menunjukan rata-rata tekanan darah sistole lansia

sebesar 164,47 mmHg, sesudah diberikan jus tomat turun menjadi 150,53

mmHg. Sedangkan tekanan darah diastolnya juga mengalami penurunan dari

93,00 mmHg sebelum diberikan jus tomat menjadi 85,53 setelah diberikan jus

tomat. Ada pengaruh signifikan pemberian jus tomat terhadap tekanan darah

pada lansia hipertensi di Desa Lemahireng Kecamatan Bawen Kabupaten

Semarang.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang jus tomat sebagai obat alternatif nonfarmakologi terhadap

tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Bantarujeg.
B. Rumusan Masalah

Kejadian hipertensi di Kabupaten Majalengka pada tahun 2018 paling

tinggi terdapat di UPTD Puskesmas Bantarujeg yaitu sebanyak 1.453 kasus.

Sehingga yang menjadi pertanyaan penelitiannya adalah “ Adakah pengaruh

jus tomat terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di wilayah

UPTD Bantarujeg ? “

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi pengaruh jus tomat terhadap tekanan darah pada lansia

penderita hipertensi wilayah UPTD Bantarujeg.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tekanan darah sebelum diberikan terapi jus tomat pada

lansia penderita hipertensi di wilayah UPTD Bantarujeg.

b. Mengidentifikasi tekanan darah sesudah diberikan terapi jus tomat pada

lansia penderita hipertensi di wilayah UPTD Bantarujeg.

c. Menganalisis pengaruh terapi jus tomat pada lansia penderita hipertensi

di wilayah UPTD Bantarujeg


D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

kemajuan di bidang ilmu keperawatan terutama tentang pengaruh jus tomat

terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tempat Penelitian

Melalui penelitian ini dapat memberikan suatu masukan kepada

pihak puskesmas mengenai pemberian jus tomat pada lansia penderita

hipertensi menjadi salah satu alternatif keperawatan nonfarmakologis.

b. Bagi Pasien Hipertensi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai ilmu dan pengetahuan

kepada penderita hipertensi tentang pengobatan nonfarmakologi yang

dapat dilakukan oleh penderita untuk menjaga tekanan darah tetap

optimal dengan mengkonsumsi jus tomat disamping melakukan

pengontrolan tekanan darah secara teratur.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi

dalam proses belajar atau mengajar.

d. Bagi Peneliti
Peneliti mendapat pengetahuan dan pengalaman tentang bagaimana

penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian jus tomat pada

lansia penderita hipertensi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan

angka kesakitan (morbilitas) dan angka kematian /mortalitas. Tekanan

darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung

yaitu fase sistolik 140 menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh

jantung dan fase diastolik 90 menunjukan fase darah yang kembali ke

jantung (Triyanto Endang, 2014). Menurut WHO batas tekanan darah yang

masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangakan bila

lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi dan diantara nilai

tersebut sebagai normal-tinggi (batasan tersebut bagi umur diatas 18

tahun). Batasan tekanan darah yang dianggap normal adalah kurang dari

130/85 mmHg. Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan

darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi hipertensi dibuat

berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan

peningkatan resiko jantung dan pembuluh darah (CBN, 2006).


Hipertensi adalah melonjaknya tekanan darah menjadi tinggi diluar

batas normal. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa

gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan

meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan

jantung dan kerusakan ginjal. Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan

sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang

dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.

Hipertensi ini sering sekali ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan

bertambahnya usia hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan

darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,

kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis

(Triyanto Endang, 2014)

Hipertensi maligna adalah hipertensi yang paling parah yang bila

tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan.

Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari 200 penderita hipertensi.

Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi

dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih

rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktifitas

fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktifitas dan lebih

rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda

paling tinggi diwaktu pagi dan paling rendah pada saat tidur malam hari

(Triyanto Endang, 2014).

2. Jenis hipertensi
Menurut Julianti (2009) menyatakan bahwa hipertensi digolongkan

menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Hipertensi esensial atau primer

Hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui.

Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial

sedangkan 10% lagi termasuk hipertensi sekunder. Onset hipertensi

primer terjadi pada usia 30 tahun ke atas. Hipertensi primer adalah

suatu kondisi hipertensi tidak ditemukan. Pada hipertensi primer tidak

ditemukan penyakit renovaskuler, aldoteronism, pheochro-mocytoma,

gagal ginjal, dan penyakit lainnya. Genetik dan ras termasuk bagian

yang menjadi penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk faktor

lain yang diantaranya adalah faktor stress, mengkonsumsi alkohol,

merokok, lingkungan, demografi dan gaya hidup. Diagnosis hipertensi

dibuat setelah minimal 2 kali pengukuran tekanan darah tetap

menunjukan peningkatan. Pengulangan pengukuran tekanan darah

dilakukan setelah 2 menit.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang dapat diketahui antara lain

kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tyroid, penyakit

kelenjar adrenalin. Golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah

hipertensi esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak

ditujukan ke penderita hipertensi esnsial.

3. Penyebab hipertensi
Menurut Susilo Yekti dan Ari Wulandari (2011), penyebab hipertensi ada

beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga tersebut mempunyai resiko menderita hipertensi. Individu

dengan orang tua hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar

untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai

keluarga dengan riwayat hipertensi.

b. Umur

Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan

bertambahnya umur seseorang. Individu yang berumur di atas 60 tahun,

50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan

140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi

pada orang yang bertambah usianya. Proses menua adalah hal yang

alami tidak bisa kita hindari. Pada lansia kekuatan otot jantung

berkurang sesuai dengan bertambahnya usia, dengan bertambahnya

umur, denyut jantung maksimum dan fungsi lain dari jantung juga

berangsur-angsur menurun. Elastisitas jantung usia 70 tahun menurun

sekitar 50% dibanding pada usia 20 tahun. Perubahan yang jauh lebih

bermakna dalam kehidupan lanjut usia adalah yang terjadi pada

pembuluh darah, yang disebut ateriosklerosis atau pengapuran dinding

pembuluh darah sehingga elastisitas pembuluh darah berkurang dan

meningkatkan kerja jantung yang mengakibatkan hipertensi.


c. Jenis kelamin

Setiap kelamin memiliki struktur organ dan hormon yang berbeda.

Demikian juga pada perempuan dan laki-laki. Berkaitan dengan

hipertensi laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita

hipertensi lebih awal. Laki-laki juga mempunyai risiko lebih besar

terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Sedangkan pada

perempuan biasanya lebih rentan terhadap hipertensi ketika mereka

sudah berumur di atas 50 tahun. Sangatlah penting untuk menjaga

kesehatan apalagi mereka yang memiliki sejarah keluarga terkena

penyakit.

d. Etnis

Setiap etnis memiliki kekhasan masing-masing yang menjadi ciri khas

dan pembeda dengan satu lainnya. Hipertensi lebih banyak terjadi pada

orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih. Belum diketahui

secara pasti penyebabnya, tetapi pada orang kulit hitam ditemukan

kadar renin yang lebih renda dan sensitifitas terhadap vasopresin yang

lebih besar. Inilah yang menyebabkan mereka lebih rentan terkena

hipertensi. Walaupun tidak dapat dipungkiri, pola hidup sehat akan

lebih membantu menghindarkan mereka dari cap mudah terkena

hipertensi ini. Bagaimanapun menjaga kesehatan secara terus-menerus

akan lebih berarti daripada memikirkan cap negatif ataupun sejarah

kesehatan yang buruk dari keluarga yang memang tidak bisa dihindari.

e. Stres
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah

jantung sehingga akan menstimulasi aktifitas saraf simpatetik. Adapun

stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi,

dan karakteristik personal. Stres merupakan respon tubuh yang sifatnya

nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Terdapat beberapa

jenis penyakit yang berhubungan dengan stres yang dialami seseorang

diantaranya hipertensi atau peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari

120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Stres seseorang

akan membangkitkan saraf simpatis yang akan memicu kerja jantung

dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Oleh karena itu bagi

mereka yang sudah memiliki riwayat sejarah kesehatan penderita

hipertensi, disarankan untuk berlatih mengendalikan stres pada

hidupnya. Stres tidak hanya memicu hipertensi, tetapi juga banyak

penyakit fisik berat lainnya yang disebabkan oleh stres. Hidup sehat dan

menggunakan pola pikir sehat merupakan salah satu cara untuk

mengendalikan stres.

f. Kegemukan (obesitas)

Kegemukan (obesitas) juga merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan hipertensi. Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya

hubungan antara berat badan dengan tekanan darah baik pada pasien

hipertensi maupun normotensi. Yang sangat mempengaruhi tekanan

darah adalah kegemukan pada tubuh bagian atas dengan peningkatan


jumlah lemak pada bagian perut atau kegemukan terpusat (obesitas

sentral).

g. Nutrisi

Sodium adalah penyebab penting terjadinya hipertensi primer. Asupan

garam tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebih dari hormon

natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan

darah. Asupan garam tinggi dapat menimbulkan perubahan tekanan

darah yang dapat terdeteksi yaitu lebih dari 14 gram per hari atau 2

sendok makan. Bukan berarti kita makan garam 2 sendok makan setiap

hari tetapi garam tersebut terdapat dalam makanan-makanan asin atau

gurih yang kita makan setiap hari.

h. Merokok

Merokok menjadi salah satu faktor risiko hipertensi. Merokok

menyebabkan lonjakan langsung dalam tekanan darah dan dapat

meningkatkan kadar tekanan darah sistolik sebanyak 4 milimeter air

raksa (mmHg). Nikotin dalam produk tembakau memacu sistem saraf

untuk melepaskan zat kimia yang dapat menyempitkan pembuluh darah

dan berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Merokok juga

menyebabkan kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah,

sehingga tidak saja menyebabkan hipertensi namun dapat menyebabkan

masalah lain seperti stroke, penyakit jantung, dan serangan jantung.

Kombinasi merokok dan hipertensi menempatkan pada risiko lebih


besar terkena serangan jantung, stroke, atau kejadian kardiovaskuler

lainnya dibandingkan dengan penderita hipertensi yang tidak merokok.

i. Narkoba

Ganja alias cannabis sativa adalah jenis narkoba yang paling banyak

digunakan di Indonesia. Mengkonsumsi ganja menjadi salah satu faktor

terjadinya hipertensi karena di dalam tubuh ganja bekerja

mempengaruhi sistem saraf simpateteik di otak yang berfungsi

mengatur kerja jantung dan pembuluh darah. Tiga setelah

mengkonsumsi ganja detak jantung akan meningkat yang kemudian

akan diikuti meningkatnya tekanan darah. Dalam jangka panjang ganja

menyebabkan ketidakstabilan irama jantung (aritmia). Tekanan darah

yang tinggi dan tidak terkontrol meningkatkan resiko penyakit jantung

dikemudian hari. Jantung yang berdetak terlalu cepat tidak bisa

memompa dengan maksimal. Akibatnya, aliran darah malah stagnan

sehingga akhirnya menggumpal. Ketika penggumpalan darah

menyumbat arteri otak ini akan mengakibatkan stroke iskemik. Begitu

pula dengan tensi darah yang tinggi. Ketika tensi darah terlalu tinggi

dalam jangka panjang bisa menyebabkan pembuluh darah pecah dan

menyebabkan stroke hemoragik.

j. Kafein

Mengkonsumsi kopi dan teh adalah hal yang sering kita lakukan. Kopi

adalah bahan minuman yang banyak mengandung kafein. Demikian

pula teh walaupun kandungannya tidak sebanyak kopi. Kandungan


kafein selain tidak baik untuk tekanan darah juga bisa menyebabkan

seperti tidak bisa tidur, jantung berdebar-debar, sesak nafas dll.

k. Kurang olahraga

Zaman modern seperti ini banyak kegiatan yang dapat dilakukan

dengan cara cepat dan praktis. Manusia pun cenderung mencari segala

sesuatu yang mudah dan praktis sehingga secara otomatis tubuh tidak

banyak bergerak. Selain itu, dengan adanya kesibukan yang luar biasa,

manusia pun merasa tidak punya waktu lagi untuk berolahraga. Kondisi

inilah yang membuat kolestrol tinggi dan tekanan darah yang terus-

menerus meningkat sehingga menyebabkan hipertensi.

l. Kolesterol tinggi

Kandungan lemak yang berlebih dalam darah dapat menyebabkan

timbunan kolestrol pada dinding pembuluh darah. Hal ini dapat

membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan darah

meningkat.

4. Gejala hipertensi

Menurut Adinil (2009) gejala klinis yang dialami oleh penderita

hipertensi biasanya berupa pusing, mudah marah, telinga berdengung,

sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata

berkunang-kunang, dan mimisan (jarang dilaporkan). Individu yang

menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-

tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan

manisfestasi yang khas sesuai sistem organ yang di vaskularisasi oleh


pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat

bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urine pada malam hari) dan

azetoma peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin.

Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau

serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara

pada satu sisi atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma, 2008).

Crowin (2000) bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah

mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga,

kadang-kadang disertai mul dan muntah akibat peningkatan tekanan

intracranial. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan apapun selain

tekanan darah yang tinggi. Tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada

retina seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan

pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus

optikus). Gejala lain yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah

dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

5. Patofisiologi Hipertensi

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui

beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan

lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan

kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat

mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.

Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang

sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang


terjadi pada usia lanjut dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku

karena arteriosklerosis.

Dengan cara yang sama tekanan darah juga meningkat pada saat

terjadi vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil untuk sementara waktu

mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

Bertambahnya cairan di dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya

tekanan darah. Hal ini terjadi bila terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga

tidak mampu membuang sejumlah garam dan air di dalam tubuh. Volume

darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya jika aktifitas jantung berkurang, arteri mengalami

pelebaran, banyak cairan dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut di laksanakan oleh perubahan

di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf

yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi

ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara jika tekanan

darah meningkat ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air yang

akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan

tekanan darah ke normal.

Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan

garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekana darah

kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan

menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan

hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon


aldosteron, ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan

darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat

menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan

arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa

menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau

kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom

yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama

respon fight-or-fight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar)

meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga

mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di

daerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasokan darah

yang lebih banyak). Mengurangi pembuanga air dan garam oleh ginjal,

sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh, melepaskan

hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noraderenalin), yang

merangsang jantung dan pembuluh darah. Faktor stres merupakan satu

faktor pencetus terjadinya peningkatan tekanan darah denga proses

pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin (Trianto Endang, 2014).

6. Klasifikasi Hipertensi

Menurut WHO (World Health Organization), klasifkasi tekanan

darah tinggi sebagai berikut :

a. Tekana darah normal, yakni sistolik ≤ 140 mmHg dan diastolik ≤ 90

mmHg.
b. Tekana darah perbatasan, yakni sistolik 141-149 mmHg dan diastolik

91-94 mmHg.

c. Tekana darah tinggi atau hipertensi, yakni sitolik ≥ 160 mmHg dan

diastolik ≥ 95 mmHg (Bangun, 2002).

Tabel Daftar Batas Normal Tekanan Darah Berdasarkan Usia

Umur Batas Normal Hipertensi


Umur dibawah 2 < 104 (sistolik) / 70 > 112 (sistolik) / 74

tahun (diastolik) mmHg (diastolik) mmHg


Umur 3-5 tahun < 108 (sistolik) / 70 > 116 (sistolik) / 76

(diastolik) mmHg (diastolik) mmHg


Umur 6-9 tahun < 114 (sistolik) / 74 > 122 (sistolik) / 78

(diastolik) mmHg (diastolik) mmHg


Umur 10-12 tahun < 122 (sistolik) / 78 > 126 (sistolik) / 82

(diastolik) mmHg (diastolik) mmHg


Umur 13-15 tahun < 130 (sistolik) / 80 > 136 (sistolik) / 86

(diastolik) mmHg (diastolik) mmHg


Umur 16-20 tahun < 136 (sistolik) / 84 > 140 (sistolik) / 90

(diastolik) mmHg (diastolik) mmHg


Umur 20-45 tahun < 120-125 (sistolik) / > 135 (sistolik) / 90

75-80 (diastolik) (diastolik) mmHg

mmHg
Umur 45-60 tahun < 135-140 (sistolik) / > 140-160 (sistolik) /

85 (diastolik) mmHg 90-95 (diastolik)

mmHg
Umur lebih dari 65 < 150 (sistolik) / 85 > 160 (sistolik) / 90

tahun (diastolik) mmHg (diastolik) mmHg

7. Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah yang menetap pada kisaran angka tinggi membawa

resiko berbahaya. Biasanya, muncul berbagai komplikasi. Berikut ini

komplikasi hipertensi yang dapat terjadi (Jualianti, 2009) :

a. Kerusakan dan ganguan pada otak

Tekanan darah tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan

pembuluh darah sulit meregang sehingga aliran darah ke otak berkurang

dan menyebabkan otak kekuranga oksigen. Pembuluh darah di otak

sangat sensitif shingga apabila terjadi kerusakan atau gangguan di otak

akan menimbulkan perdarahan yang dikarenakan oleh pecahnya

pembuluh darah.

b. Gangguan pada kerusakan mata

Tekanan darah tinggi melemahkan bahkan merusak pembuluh darah di

belakang mata. Gajalanya yaitu pandangan kabur dan berbayang.

c. Gangguan pada kerusakan jantung

Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah

dengan tenaga yang ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan

lemah sehingga kehabisan energi untuk memompa lagi. Gejalanya yaitu

pembengkakan pada pergelangan kaki, peningkatan berat badan dan

nafas yang tersengal-sengal.

d. Gangguan dan kerusakan ginjal

Ginjal berfungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan zat

sisa yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah teralu tinggi,

pembuluh darah di ginjal akan rusak dan ginjal tidak mampu lagi untuk
menyaring darah dan mengeluarkan zat sisa. Umumnya, gejala

kerusakan ginjal tidak nampak. Namun, jika di biarkan terus menerus

akan menimbulkan komplikasi yang lebih serius.

8. Pencegahan Hipertensi

Hipertensi tidak akan muncul begitu saja. Naiknya tekanan darah

biasanya merupakan akumulasi dari sikap hidup yang tidak sehat dan

sudah berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Semua kebiasaan-

kebiasaan yang buruk dalam kehidupan dan pola makan yang tidak sehat

akan menambah daftar buruk yang memicu terjadinya hipertensi. Untuk

melakukan pencegahan pada hipertensi hampir sama seperti pencegahan

dalam berbagai penyakit secara umum yaitu adanya pola makan sehat dan

pola hidup. Menurut (Susilo Yekti dan Ari Wulandari, 2011). ada beberapa

cara mencegah hipertensi, yaitu :

a. Pola makan sehat

Inti dari makanan sehat adalah makan makanan yang mengandung

kalori dan kebutuhan nutrisi sesuai dengan keperluan kita. Oleh karena

itu, pola makan sehat masing-masing orang sebenarnya tidak sama.

Untuk mengetahui pola makan sehat dan berapa kadar kalori maupun

nutrisi yang kita perlukan secara pasti, sebaiknya berkonsultasi dengan

dokter atau ahli gizi yang dipercaya agar tidak mngira-ngira sendiri dan

dapat mengetahui secara pasti keperluan energi kita. Ada beberapa

patokan pola makan sehat yang dapat dijadikan panduan bagi para

penderita hipertensi yaitu :


1) Kurangi konsumsi garam dalam makanan sehari-hari jika sudah

menderita hipertensi, sebaiknya kita menghindari makanan yang

mengandung garam. Pergunakan garam sedikit mungkin atau lebih

baik hindari sama sekali.

2) Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium, dan

kalsium karena itu bisa mengurangi hipertensi.

3) Kurangi minuman beralkohol jika kita menderita hipertensi

sebaiknya hindari secara berlebihan.

4) Makan sayur dan buah-buahan yang berserat tinggi seperti sayuran

hijau, pisang, tomat, wortel, melon, dan jeruk.

5) Kendalikan kadar kolestrol kita. Kurangi makan yang banyak

mengandung lemak jenuh. Tingginya kolestrol dalam tubuh kita

akan menyebabkan terjadinya plak-plak yang menyumbat aliran

darah, sehingga aliran darah makin tinggi.

6) Kendalikan gula darah kita jika kita juga penderita diabetes jangan

menggunakan obat-obat pengendali diabetes yang memicu

komplikasi penyakit lainnya. Jika menggunakan obat-obat tertentu

harus dengan pengawasan dokter.

7) Hindari konsumsi obat yang bisa meningkatkna tekanan darah.

Konsultasikan dengan dokter jika kita menerima obat tertentu.

8) Tidur yang cukup setiap harinya yaitu antara 6-8 jam setiap hari.

Kondisi tubuh yang kurang istirahat akan menyebabkan tekanan

darah naik dan memicu terjadinya hipertensi.


9) Perbanyak aktifitas fisik untuk mengurangi berat badan.

Berdasarkan penelitian oleh Clinical And Public Health Advisory

From The National High Blood Pressure Education Program

Amerika Serikat bahwa penurunan berat badan sebesar 4,4 kg dapat

menurunkan tekanan darah sampai dengan 7,0 mmHg dan aerobik

selama 30 menit setiap hari bisa menurunkan tekanan darah sampai

4,05 mmHg.

10) Konsumsi minyak ikan telah diketahui bahawa peningkatan

konsumsi minyak ikan yang mengandung asam lemak (omega-3)

dapat menurunkan hipertensi secara signifikan terutama bagi

mereka yang menderita diabetes militus.

11) Puasa secara rutin juga sangat baik untuk mengendalikan tekanan

darah.

b. Pola hidup sehat

Berikut ini pola hidup sehat yang harus dijalani oleh penderita

hipertensi yaitu :

1) Melakuakan olahraga secara teratur bisa menurunkan tekanan darah

tinggi. Pilihlah olahraga yang ringa seperti berjalan kaki, bersepeda,

lari santai, dan berenang. Lakukan selama 30 hingga 45 menit

sehari, sebanyak 3 kali seminggu.

2) Jalankan terapi anti stres agar mengurangi stres dan kita mampu

mengendalikan emosi secara stabil.


3) Berhenti merokok karena rokok banyak mengandung nikotin.

Selain buruk bagi tekanan darah nikotin juga buruk bagi kesehatan

umum. Oleh karena itu berhenti merokok adalah jalan cepat dan

praktis untuk menghindarkan diri dari berbagai penyakit.

4) Mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga tiap ada persoalan besar

tidak langsung emosi tinggi dan stres yang memicu naiknya tekanan

darah.

5) Mengendalikan pola kesehatan lainnya secara keseluruhan,

termasuk mengendalikan kadar kolestrol, diabetes, berat badan

danpemicu penyakit lainnya.

9. Penatalaksanaan Hipertensi

Ada tiga tahap penatalaksanaan hipertensi yaitu tahap primer, tahap

sekunder, tahap tersier (Triyanto Endang, 2014) :

a. Tahap primer

Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau

mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya

perubahan patologis dengan mencegah atau menunda terjadinya kasus

baru penyakit. Tahap primer penatalaksanaan penyakit hipertensi

merupakaan upaya awal pencegahan sebelum seseorang menderita

hipertensi melalui program penyuluhan dan pengendalian faktor-faktor

risiko kepada masyarakat luas dengan memprioritaskan pada kelompok

risiko tinggi. Tujuannya adalah untuk mengurangi insiden penyakit

hipertensi dengan cara mengendalikan faktor-faktor risiko agar tidak


terjadi penyakit hipertensi. Upaya pencegahan primer yang bisa

dilakukan untuk mencegah terjadinya hipertensi adalah dengan cara

merubah faktor risiko yang ada pada kelompok beresiko. Upaya-upaya

yang dapat dilakukan dalam pencegahan primer adalah pola makan

yang baik dan perubahan gaya hidup contohnya olahraga teratur,

menghentikan rokok, membatasi konsumsi alkohol, mengurangi

kelebihan berat badan, mengelola stres dan mengurangi asupan garam.

b. Tahap sekunder

Penanganan tahap sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi

yang sudah terjadi akibat serangan berulang atau untuk mencegah

timbulnya gejala-gejala penyakit yang lebih serius secara klinis melalui

deteksi dini. Pencegahan ini ditunjukan untuk mengobati para

penderita dan mengurangi akibat akibat yang lebih serius dari penyakit,

yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan.

1) Diagnosis hipertensi

Data yang diperlukan untuk diagnosis diperoleh dengan cara

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab, dan pemeriksaan

penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan

satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan

pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor bisa

mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat,

dan tempat pengukuran.

2) Pengobatan hipertensi
Terapi farmakologi dilakukan dengan pemberian obat-obatan

seperti berikut yaitu :

a) Golongan diuretik

Diuretik hiazide biasanya merupakan obat pertama yang

diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu

ginjal membuang garam dan air yang akan mengurangi volume

cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.

Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah.

Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih

sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan

kalium. Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut

usia, kegemukan, penderita gagal jantung.

b) Penghambat adrenergik

Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat untuk

menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis

adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan

respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan

darah.

c) ACE-inhibitor

Angiotensin converting enzim inhibitor menyebabkan

pengurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri

d) Angiotension-II-bloker
Angiotension-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah

dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.

e) Vasodilator

Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh

darah. Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai

tambahan terhadap obat anti-hipertensi lainnya.

f) Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat

dan sebagian besar diberikan secara intravena melalui

pembuluh darah yaitu diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin,

labetatol.

g) Obat nonfarmakologi

c. Tahap tersier

Pada tahap ini yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang

lebih berat atau kematian. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan

penyakit ke arah berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan

tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pencegahan tersier

difokuskan pada rehabilitas dan pemulihan setelah terjadi sakit untuk

meminimalkan kesakitan, kecacatan, dan meningkatkan kualitas hidup.

Upaya yang dilakukan pada pencegahan tersier ini yaitu menurunkan

tekanan darah sampai batas yang aman dan mengobati penyakit yang

dapat memperberat hipertensi.

B. Konsep Lansia
1. Pengertian lansia

Berdasarakan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia

apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun tahap

lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan

kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres linngkungan. Lansia

adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis, kegagalan

ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta

peningkatan kepekaan secara individual. Usia lanjut dapat dikatakan usia

emas, karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut, maka orang

yang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan baik yang bersifat

preventif maupun promotif agar mereka dapat menikmati masa usia emas

serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia (Maryam. Dkk, 2008).

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia (Budi, Anna, Keliat dikutip dalam Maryam. Dkk, 2008).

Lansia adalah suatu kejadian yang akan dialami oleh semua orang yang

tidak bisa dihindari oleh siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam

rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah

“beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau

beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock dikutip dalam Murwani

& Wiwin, 2010). Usia tua tidak hanya dilihat dari perhitungan kronologis

atau berdasarkan kalender saja, tetapi juga menurut kondisi kesehatan

seseorang dan berdasarakan ciri daya pikirnya (Nugroho, 2010).


2. Batasan Usia Lanjut

Birren dan Jenner (dikutip dalam Muwarni & Wiwin, 2010)

membedakan usia menjadi tiga yaitu :

a. Usia biologis

Diartikan sebagai jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam

keadaan hidup dan tidak pernah mati.

b. Usia psikologis

Diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengadakan

penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

c. Usia sosial

Diartikan sebagai peran-peran yang diharapkan atau diberikan

masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi:

1) Usia pertengahan (middleage), yaitu kelompok usia 45 sampai 59

tahun.

2) Usia lanjut (elderly), yaitu kelompok usia antara 60 sampai 74 tahun.

3) Usia tua (old), yaitu kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.

Setyonegoro (dikutip dalam Effendi & Makhfudli), membedakan usia

lanjut ada tiga yaitu` :

1) Usia dewasa muda, yaitu usia antara 18 sampai 25 tahun.

2) Usia dewasa penuh, yaitu usia antara 25 sampai 60 tahun.


3) Lanjut usia, yaitu lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 70-

75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun

(very old).

Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Dalam menuju usia

lanjut dilewati dua fase, yaitu: fase inventus merupakan fase dimana

lansia menginjak usia antara 25-40 tahun dan fase virilitas merupakan

fase dimana lansia menginjak usia 40-55 tahun. Dan pada akhir fase

virilitas inilah biasanya disebut fase pertama usia lanjut. Dalam konsep

Raus, masa tersebut disebut dengan fase presenium, antara 55 tahun

hingga 65 tahun dan fase selanjutnya yaitu fase senium, mulai umur 65

tahun hingga tutup usia (Nugroho dikutip dalam Muwarni & Wiwin,

2010).

3. Klasifikasi lansia

Klasifikasi lansia dibagi menjadi lima (Maryam. Dkk, 2008) yaitu:

a. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

b. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang berusia 60

tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia tidak potensial


Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang

dapat mengahasilkan barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial

Lansia yang sudah tidak bisa mencari nafkah, sehingga hidupnya

bergantung pada orang lain.

4. Karakteristik lansia

Menurut Budi Anna Keliat (dikutip dalam Maryam. Dkk, 2008) menyatakan

bahwa lansia memiliki beberapa macam karakteristik antara lain :

a. Berusia lebih dari 60 tahun sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13

tentang kesehatan.

b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,

dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif

hingga kondisi maladaptif.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

5. Tipe lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman

hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Effendi &

Makhfudli, 2009). Tipe lansia dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Tipe arif bijaksana

Lansia tersebut bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,

mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri
Lansia tersebut bisa mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,

selektif dalam mencari pekerjaan, dan dapat bergaul dengan teman.

c. Tipe tidak puas

Konfilk lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan

banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Lansia tersebut hanya menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti

kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Lansia tersebut biasanya suka kaget, kehilangan kepribadian,

mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

6. Tugas perkembangan lansia

Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas

perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada

tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembangnya

melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina

hubungan yang serasi dengan orang-orang disekitarnya, maka pada usia

lanjut akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap

perkembangan sebelumnya seperti olahraga, bercocok tanam. Adapun tugas

perkembangan lansia yaitu (Maryam. Dkk, 2008) :

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.


c. Membentuk hubungan yang baik dengan orang seusianya.

d. Mempersiapkan hubungan baru.

e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial / masyarakat secara

santai.

C. Tomat

1. Sejarah

Kata “tomat” berasal dari kata dalam bahasa Nahuatl, to-matl

(dilafazkan: /to.matl/). Banyak orang mengelompokan tomat dalam sayur-

sayuran. Hal ini sah-sah saja lantaran tomat memang sering dimasukan ke

dalam kelompok sayuran ketimbang buah-buahan.

Menurut tulisan Andrew F. Smith “The Tomato in America”, tomat

berasal dari daratan tinggi pantai barat Amerika Selatan yaitu di sekitar

Peru, Ekuador, dan Bolivia. Tumbuhan Amerika Tropis ini ditanam sebagai

tanaman buah di ladang, pekarangan, atau ditemukan liar pada ketinggian 1-

1600 m dpl. Tomat berasal dari bahasa Aztek, salah satu Suku Indian, yaitu

xitomate atau xitotomate. Setelah Spanyol menguasai Amerika Selatan,

mereka menyebarkan tanaman tomat ke koloni-koloni mereka di Karibia.

Spanyol juga kemudian membawa tomat ke Filipina, yang menjadi titik

awal penyebaran ke daerah lainnya di seluruh benua Asia.

Belum diperoleh keterangan yang pasti mengenai kapan dimulainya

usaha penanaman tomat di Indonesia. Yang jelas, tahun 1811, tanaman

tomat telah tersebar ke daerah-daerah pegunungan seperti halnya tanaman

kentang.
2. Definisi

Tomat (Solanum lycopersicumsyn. Lycopersicum esculentum) adalah

tumbuhan dari keluarga Solanaceae, tumbuhan asli Amerika Tengah dan

Selatan.

Tomat merupakan tanaman perdu semusim serta berbatang lemah dan

basah. Siklus hidup tanaman tomat cukup singkat, sekitar 2-3 bulan. Tinggi

tanaman ini dapat mencapai 1-3 meter. Daunnya berbentuk segitiga,

bercelah dengan tulang daun menyirip, dan tersusun dalam sebuah tangkai

bersama. Bunganya berwarna kuning. Sedang buahnya merupakan buah

buni, dengan warna hijau ketika muda dan kuning atau merah saat tua.

3. Buah atau sayuran

Untuk membedakan masuk keluarga buah atau sayur, sempat

membingungkan dalam hukum Amerika Serikat. Namun karena di sini lebih

banyak dipakai untuk keperluan memasak, maka oleh Mahkamah Agung

Amerika Serikat dianggap sebagai sayur. Mengapa sampai masuk ke ranah

hukum? Karena untuk proses pengawetan dan pengemasan dalam kaleng,

Di Amerika Serikat antara buah dan sayur berbeda. Hal ini untuk

menjamain kelayakan buah/sayur kaleng yang akan dijual secara umum.

Dalam perkembangannya, melihat pentingnya tomat sebagai buah,

tahun 2009, negara bagian Ohio mengesahkan undang-undang membuat

tomat buah resmi negara. Jus tomat telah menjadi minuman resmi dari Ohio

sejak tahun 1965. A.W. Livingston, dari Reynoldsburg, Ohio, memainkan


peranan besar dalam mempopulerkan tomat di akhir abad 19; usahanaya

yang diperingati dalam Reynoldsburg dengan festival tomat tahunan.

4. Klasifikasi tomat

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionata (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae (Suku terung-terungan)

Genus : Solanum

5. Kandungan tomat

a. Kaliaum

Tomat merupakan salah satu dari jenis terapi herbal untuk menangani

penyakit hipertensi. Tomat kaya akan kalium. Kerja kalium adalah

mempengaruhi sistem renin angiotensin dengan menghambat

pengeluaran. Renin yang bertugas mengubah angiotensinogen menjadi

angiotensin I terapi karena adanya blok pada sistem tersebut maka

pembuluh darah mengalami vasodilatasi sehingga tekanan darah akan

turun. Kalium juga menurunkan potensial membran pada dinding

pembuluh darah sehingga terjadi relaksasi pada dinding pembuluh darah

dan akhirnya menurunkan tekanan darah (Monika, 2013).


b. Vitamin C

Mengandung antioksidan yang berguna untuk membantu membuang

radikal bebas dalam tubuh.

c. Tomatine

Berkhasiat antiradang, karoten, dan asam sitrat. Jika tomat digosokan

pada wajah, kandungan asam sitrat itu dapat membantu mengangkat

kotoran dan lemak, sehingga dapat digunakan sebagai obat jerawat

alamiah hanya dengan menggosokkannya secara perlahan di wajah.

d. Karbohidrat

Bila dikonsumsi secara teratur dapat menjadi tambahan sumber energi

bagi tubuh. Sumber energi ini diperlukan untuk kinerja berbagai fungsi

tubuh, seperti memacu otak dan otot-oto tubuh. Karbohidrat dari buah

lebih mudah dicerna dan lebih baik daripada karbohidrat dari

nasi/mie/roti.

e. Lemak

Penting bagi para dieter yang sedang mengurangi asupan makanan.

Lemaknya pun mengandung asam lemak essensial yang memberi

manfaat bagi kulit dan bagian tubuh lain. Selain itu berfungsi juga untuk

melarutkan vitamin A, D, E, dan K yang baik untuk mata dan peredaran

darah.

f. Protein

Protein di dalam tubuh menjadi sumber asam amino yang digunakan

tubuh untuk membangun dan mengganti sel-sel yang rusak.


Nilai nutrisi tomat merah per 100 gr (3,5 oz)

Nutrisi Jumlah per 100 gr


Energi 74 Kj (18 kcal)

Karbohidrat 3,9 gr

 Gula 2,6 gr

 Diet serat 1,2 gr

Lemak 0,2 gr

Protein 0,9 gr

Air 94,5 gr

Vitamin A equiv 42 mg (5%)

 Lutein & zeaxanthein 123 pg

Vitamin C 14 mg (17%)

Vitamin E 0,54 mg (4%)

Kalium 237 mg (5%)

6. Manfaat tomat

a. Membantu menurunkan resiko gangguan jantung.

b. Menghilangkan kelelahan dan menambah nafsu makan.

c. Menghambat pertumbuhan sel kanker pada prostat, leher rahim,

payudara, dan endometrium.

d. Menghambat penurunan fungsi mata karena pengaruh usia .

e. Mengurangi resiko radang usus buntu.

f. Membantu menjaga kesehatan organ hati, ginjal dan mencegah kesulitan

buang air besar.


g. Menghilangkan jerawat.

h. Mengobati diare.

i. Meningkatkan jumlah sperma pada pria.

j. Memulihkan fungsi liver.

k. Mengatasi kegemukan.

7. Manfaat jus tomat

Olahan tomat dalam bentuk apapun baik berupa buah segar, jus, saus,

sambal, dan lain-lain bermanfaat bagi tubuh. Hal ini dikarenakan banyaknya

kandungan gizi dalam tomat yang baik bagi tubuh. Namun dibanding olahan

lainnya, jus tomat merupakan pilihan terbaik. Berikut merupakan beberapa

manfaat dari jus tomat :

a. Jus tomat mentah adalah sumber lycopen yang terkenal sebagai zat anti

oksidan pencegah kanker. Lycopen juga baik untuk sirkulasi darah

termasuk menurunkan tekanan darah tinggi.

b. Jus tomat mentah mengandung potasium, salah satu mineral yang

dibutuhkan tubuh manusia. Kekurangan potasium dapat menyebabkan

kelelahan.

c. Jus tomat bermanfaat bagi kesehatan karena kaya akan vitamin C, yang

dapat meningkatkan kekebalan tubuh.

d. Jus tomat juga dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki sistem

pencernaan. Minum jus tomat yang dicampur dengan bayam dapat

menghilangkan konstipasi.
e. Jus tomat mentah tidak memiliki efek samping yang buruk, jadi cukup

aman untuk diminum dalam jumlah yang besar.

f. Jus tomat segar sangat membantu pembentukan glycogen dalam liver.

Menurut penelitian ditemukan bahwa jus tomat menyeimbangkan fungsi

liver dengan cepat .

D. Kerangka teori

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS,

DAN METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Penelitian dilaksanakan berdasarkan kerangka teori yang ada, dipilih

perlakuan konsumsi jus tomat

B. Definisi Operasional

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau

dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian. Setelah

melalui pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini dapat benar atau

salah, dapat diterima atau ditolak (Notoatmodjo, 2010).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pengaruh jus tomat terhadap

penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.


D. Metodologi Penelitian

1. Jenis/Desain Penelitian

Jenisi penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analitik

dengan metode eksperimental yaitu mengkaji pengaruh jus tomat terhadap

penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.

Rancangan penelitian ini termasuk ke dalam rancangan pre eksperimen,

dengan One Group Pre and Post test design. Pada rancangan ini peneliti

tidak menggunakan kelompok pembanding, peneliti melakukan

pemeriksaan tekanan darah terlebih dahulu sebelum dilakukan penelitian

(pre-test). Kemudian diberikan jus tomat selama 1 minggu. Bentuk

rancangannya adalah sebagai berikut:

Pre-test Perlakuan Post-test


01 X 02
Tabel 3.2 Desain Penelitian

Keterangan:

1 : mengukur tekanan darah sebelum konsumsi jus tomat (pre-test)

X : pemberian jus tomat (perlakuan)

02 : mengukur tekanan darah setelah konsumsi jus tomat (post-test)

2. Populasi dan Sampel

a. Populasi

b. Sampel

c. Teknik pengambilan sampel

3. Variabel Penelitian

4. Instrumen Penelitian
5. Lokasi dan waktu penelitian

6. Metode Pengumpulan Data

7. Prosedur Penelitian

8. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

9. Etika Penelitian

Anda mungkin juga menyukai