Anda di halaman 1dari 13

Analisis Hidrologi Dengan

Metode Rasional

Oleh:
Ida Bagus Putu Bhayunagiri

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
Analisis Hidrologi Dengan
Metode Rasional

RINGKASAN

Materi ini pertama-tama akan memperkenalkan pengertian dasar


mengenai hidrologi dan sumber daya air, dan sebagai sasaran
berikutnya adalah memberikan berbagai ilustrasi terapan teknik analisis
hidrologi pada berbagai situasi praktis. Hidrologi sebagai cabang ilmu
pengetahuan alam mempelajari segala hal- ihwal air di bumi, yang
menyangkut keberadaan, sebaran dan proses aliran massa yang lazim
dirumuskan dalam suatu daur hidrologi. Dan karena perannya dalam
kehidupan manusia, cabang ilmu ini telah banyak dikembangkan oleh
bidang profesi rekayasa, seperti dalam teknik sipil, pertanian, kehutanan
dan lingkungan. Dalam analisis hidrologi dipelajari hubungan antara
berbagai peubah atau parameter yang menyusun daur hidrologi dengan
sasaran mengembangkan kemampuan menduga kuantitas air pada suatu
waktu dan tempat, khususnya yang menyangkut hubungan curah hujan
dan limpasan dalam satu satuan analisis daerah aliran sungai (DAS).

Terapan analisis hidrologi meliputi aspek perencanaan, perancangan


dan operasi suatu sistem sumber daya air, dengan tujuan penyediaan air
baku domestik/pemukiman, perkotaan, industri, dan pertanian. Aspek
perancangan sistem sumber daya air dapat beragam mulai dari
pembangunan tanggul, saluran irigasi dan drainase, gorong -gorong
untuk jalan, tempat parkir, bandara, sampai pada pembangunan terpadu
dari waduk, dam dan saluran dalam sebuah sistem aliran sungai.
Metoda rasional akan diperkenalkan sebagai ilustrasi terapan analisis
hidrologi, sekaligus juga sebagai alat pengelolaan daerah aliran sungai.

Kata kunci: daur hidrologi, analisis dan perancangan hidrologi, metoda


rasional.

1. Pendahuluan

Hidrologi sebagai suatu cabang ilmu alam merupakan subjek ilmu multidisiplin yang
yang mempelajari segala hal-ihlwal air yang menyangkut keberadaan, sirkulasi dan
sebaran air di bumi. Air di alam terdapat di mana-mana dalam berbagai bentuk/fasa, baik
di permukaan maupun di bawah permukaan bumi. Perubahan dari bentuk satu ke bentuk
lainnya dan pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya menyusun suatu daur
hidrologi, yang secara global merupakan suatu sistem tertutup, yang tidak memiliki titik
awal ataupun titik akhir, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Wilayah kajian hidrologi meliputi aspek fisika, kimia (mutu), dan interaksi biologi dari
air di alam dan lingkungan hidup manusia. Dan karena perannya dalam kehidupan
manusia, cabang ilmu ini telah banyak dikembangkan oleh bidang profesi rekayasa,
seperti dalam teknik sipil, pertanian, kehutanan dan lingkungan. Dalam analisis hidrologi
dipelajari hubungan antara berbagai peubah atau parameter yang menyusun daur
hidrologi dengan sasaran mengembangkan kemampuan menduga kauntitas air pada suatu
waktu dan tempat, khususnya yang menyangkut hubungan curah hujan dan limpasan
dalam satu satuan analisis daerah aliran sungai. Metoda rasional akan diperkenalkan
sebagai ilustrasi terapan analisis hidrologi demikian yang menduga debit puncak dari data
curah hujan.

Gambar 1. Daur hidrologi pada skala daerah aliran sungai.

Pendugaan beberapa aspek kuantitas air yang tersedia untuk berbagai tujuan/kebutuhan
merupakan hal utama dalam rekayasa sumber daya air. Analisis hidrologi untuk ini
menjadi dasar dalam perencanaan, perancangan, dan cara kerja operasional dari suatu
sistem sumber daya air. Sistem-sistem demikian dapat beragam mulai dari gorong-gorong
untuk suatu jalan desa sampai pada pembangunan terpadu dari waduk, tanggul dan kanal
dalam sebuah daerah aliran sungai. Walaupun lingkup pertimbangannya beragam,
prinsip-prinsip analisisnya tetap sama. Suatu proyek serba guna mungkin meliputi:
1. Penyediaan air untuk pemukiman dan industri.
2. Pengelolaan dataran banjir dan pengurangan kerusakan akibat banjir.
3. Pembangkit listrik tenaga air.
4. Pengangkutan air (atau navigasi).
5. Irigasi dan drainase.
6. Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) untuk pertanian, termasuk konservasi
tanah dan air serta pengendalian erosi.
7. Peningkatan mutu air untuk pengendalian pencemaran.
8. Rekreasi air.
9. Usaha-usaha perikanan.

Semua ini menginginkan berbagai pendekatan dan pertimbangan dalam pendugaan


jumlah air tersedia. Pengendalian banjir khususnya menyangkut debit puncak, sedang
penyediaan untuk kebanyakan penggunaan lain menyangkut analisis pada saat aliran
rendah/terendah.

Analisis hidrologi ditujukan untuk menentukan perameter-parameter rancangan, yang


setara dengan beban-beban rancangan dalam analisis bangunan. Hasil yang diperoleh
selalu merupakan dugaan. Dalam banyak hal, ketepatan hasil dugaan ini terbatas dan
kadang-kadang hanya didapat dugaan kasar. Walaupun demikian, nilai-nilai dugaan ini
sering kali masih lebih tepat dibandingkan dengan ketepatan nilai dugaan pada beban
rancangan bangunan atau pada volume lalulintas jalan raya. Analisis yang menyangkut
ketidak pastian demikian biasanya dicapai dengan metoda-metoda probabilistik/statistik,
sedang metoda deterministik digunakan bilamana ketidak-pastian tidak perlu
diperhitungkan.

2. Daur Hidrologi

Uap air di atmosfer memiliki kecenderungan untuk bergerak naik karena sifatnya yang
lebih ringan dari udara kering. Gerakan naik udara ini akan diiringi oleh proses
pendinginan, pengembunan, dan selanjutnya akan menghasilkan hujan. Sebagian dari
curah hujan (CH) ini akan terintersepsi pada tumbuhan dan bangunan, yang akan
dievaporasikan langsung ke udara sehingga tidak pernah mencapai tanah. Bagian CH ini
disebut intersepsi. Air yang mencapai tanah akan mengambil beberapa lintasan: sebagian
air akan diuapkan kembali ke atmosfer (E) dan sebagian lainnya air dirembeskan ke
dalam tanah (I = infiltrasi), sedang sisanya – kalau ada – akan menggenang atau dialirkan
di permukaan bumi sebagai air limpasan R (runoff). Bagian CH yang menjadi limpasan
permukaan ini dikenal juga dengan sebutan hujan lebihan (rainfall excess) dan dalam
istilah teknik sipil diartikan sebagai hujan efektif (effective rainfall).

Dalam bidang pertanian, hujan efektif memiliki pengertian berbeda yaitu sebagai bagian
curah hujan yang merembes ke dalam lapisan perakaran tanaman dan tersedia untuk
tanaman. Selanjutnya hanya pengertian terakhir ini yang akan digunakan untuk istilah
hujan efektif. Air yang merembes ke bumi pertama-tama memasuki lapisan tanah yang
berisi akar-akar tanaman. Air ini dapat kembali ke atmosfer dari permukaan tanah melalui
proses penguapan (evaporasi, E) dan/atau tranpirasi dari tanaman. Gabungan kedua
proses terakhir ini dikenal dengan evapotranspirasi (ET). Lapisan atas tanah dapat
menahan sejumlah terbatas air yang dikenal sebagai kapasitas lapang (KL). Jika air yang
merembes ke dalam tanah telah melampaui KL, maka air akan mulai menjenuhkan tanah
dan terjadi aliran bawah permukaan yang akan mengimbuh simpanan airbumi dalam
lapisan batuan yang dikenal dengan akifer. Air meninggalkan lapisan akifer melalui gaya
kapiler ke lapisan perakaran tanaman atau melalui perembesan ke sungai atau mata air.
Sumur-sumur digali dengan menembus lapisan akifer yang jenuh air.

Gambar 1 memberikan ilustrasi skematik dari daur hidrologi, tetapi tidak cukup
sederhana untuk suatu analisis kuantitatif yang diperlukan dalam rekayasa hidrologi.
Suatu sistem tampungan yang saling berhubungan digunakan untuk menyatakan model
konseptual dari komponen lahan daur hidrologi, seperti diberikan pada Gambar 2.
Pemerian dengan gambar ini menyodorkan suatu pendekatan matematik yang tidak dapat
diperoleh dari Gambar 1.

Gambar 2. Model tampungan hidrologi DAS.

Analis hidrologi harus mampu menghitung atau menduga berbagai komponen daur
hidrologi untuk tujuan perancangan suatu proyek sumber daya air. Untuk sembarang
sistem hidrologi, neraca air dapat disusun yang memperhitungkan berbagai komponen
tampungan daur hidrologi dengan berbagai antar alirannya.

Rumusan paling sederhana dapat dipertimbangkan untuk suatu daerah aliran sungai
(DAS) yang memiliki lapisan lahan yang kedap dengan hanya satu mulut sungai (outlet),
dan atas dasar hukum kekekalan massa dinyatakan oleh persamaan:
I - Q = dS/dt

Di mana: I = laju masukan hujan, dalam satuan volume/waktu


Q = laju keluaran debit sungai, dalam satuan volume/waktu
DS/dt = laju perubahan volume tampungan DAS, dalam volume/waktu.

Untuk suatu selang waktu tertentu, seperti dalam satuan hari, minggu, atau bulan,
persamaan neraca air yang menghubungkan komponen-komponen daur hidrologi suatu
DAS dalam satuan jeluk air (mm atau cm) diberikan oleh persamaan:

P - R - G - E - T = ∆S

Di mana: P = curah hujan


R = limpasan permukaan
G = aliran airbumi
E = evaporasi
T = transpirasi
∆S = perubahan tampungan

Perhatikan bahwa infiltrasi I merupakan proses abstraksi curah hujan dari sistem
permukaan lahan dan menjadi imbuhan ke dalam sistem akifer airbumi, sehingga saling
meniadakan dalam persamaan neraca air keseluruhan. Dan bilamana diambil selang
waktu satu daur air, yang lazimnya satu tahun, maka laju imbuhan airbumi dan perubahan
tampungan airbumi dapat diabaikan. Juga evaporasi dan transpirasi lazim digabung
menjadi evapotranspirasi ET, sehingga persamaan neraca air global dalam satuan jeluk air
per tahun dapat dituliskan menjadi:

R = P - ET.

Untuk tujuan perencanaan dan pengelolaan sumber daya air maka analisis hidrologi
terutama tertarik untuk mengkaji 5 proses utama dalam daur hidrologi DAS berikut:
curah hujan; infiltrasi, evaporasi dan evapotranspirasi; aliran permukaan dan aliran
airbumi. Dan sebagai ukuran efektifitas (teknik) dalam proses transformasi curah hujan
menjadi limpasan langsung dari suatu DAS lazim dibataskan nisbah limpasan sebagai
hasilbagi limpasan dan curah hujan atau R/P. Sebagai ilustrasi dari hasil neraca air
umum ini disajikan Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Neraca air beberapa DAS tropis dunia (Soewarno, 2000).

Sungai Luas DAS CH ET R


2
[KM ] [mm/th] [mm/th] [mm/th] R/CH [%]
Amazon 2150 1062 1088 50,6
Congo 1561 1224 337 21,6
Irawadi 1970 992 978 49,6
Mekong 1570 1047 532 33,9
Niger 1250 1048 202 16,1
Nile 506 478 28 5,5
Ociroco 1990 1107 883 44,4
Zambesi 759 729 30 4,0

3. Sumber Daya Air

Ditinjau dari segi kuantitas, jumlah air yang terdapat dalam sistem bumi kita adalah
3
tetap yaitu sekitar 1,4 milar km karena sifat daur hidrologi yang tertutup, yang berubah-
ubah hanyalah sebarannya menurut ruang dan waktu, dan variasi ini yang menjadi
interes analisis hidrologi. Dari total jumlah tersebut, 97,5 % berupa air asin dalam
sistem lautan, sedangkan air tawar adalah 2,5 % sisanya, yang dapat dibagi lebih lanjut
menjadi:2,063 % terdapat dalam bentuk salju dan es abadi di kutub 0,659 % terdapat di
bawah permukaan bumi 0,027 % sebagai air permukaan dalam badan-badan air 0,001 %
sebagai air atmosfer.

Jadi jumlah air tawar yang tersedia untuk memenuhi berbagai kebutuhan air kita
merupakan bagian sangat kecil dari total air yang ada di permukaan bumi ini.
Sebagai ilustrasi ketersediaan sumber daya air di Indonesia, Tabel 2 dan Tabel
3 menyajikan rerata curah hujan bulanan menurut pulau utama dan total potensi
air permukaan di Indonesia.

Tabel 2. Rerata curah hujan bulanan (mm) menurut pulau utama di Indonesia

Pulau Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Thnn
Irja 289 293 309 296 288 254 259 227 233 234 238 265 3185
Kmantan 300 256 278 299 265 209 176 161 197 250 296 303 2900
Sumatra 289 228 269 279 222 151 125 167 193 275 314 309 2821
Jawa 369 332 323 246 180 120 101 64 72 157 277 335 2576
Maluku 230 214 224 248 164 258 201 139 128 125 150 189 2370
Swesi 238 216 254 247 255 235 167 128 102 112 175 210 2339
Bali 300 285 265 160 160 85 65 45 40 90 175 280 1900
Nus T. 245 240 215 10 63 47 25 15 17 39 100 233 1349
Tabel 3. Total potensi air permukaan di Indonesia.

Pulau Luas CH ET Air permukaan Luas Pertanaman


2 9 3 2
[km ] [mm/th] [mm/th] [mm/th] [10 m ] [km ] %
K'mantan 539 460 2860 1500 1360 730 14200 2,6
Sumatera 473 606 2850 1400 1450 680 39000 8,2
Irian Jaya 421 951 2610 1500 1110 470 2100 0,5
Sulawesi 189 035 2229 1300 990 190 9700 5,1
Jawa- 132 174 2700 1200 1500 200 56500 42,7
Madura
Sunda 73 614 1420 1000 420 30 9460 12,9
Kecil
Maluku 74 505 2320 1300 1020 80 3700 5,0
Indonesia 1 904 345 2620 1370 1250 2380 134660 7,1

4. Sungai dan Daerah Aliran Sungai

Sungai merupakan wadah badan air permukaan yang memiliki fungsi utama untuk
menampung bagian curah hujan yang menjadi limpasan permukaan dan mengalirkannya
sampai ke danau atau laut. Oleh karena itu, sungai dapat diartikan sebagai wadah atau
penampung dan penyalur air alamiah dengan segala bebannya dari suatu daerah aliran
sungai (DAS) atau disebut juga dengan daerah pengaliran sungai (DPS). Jadi DAS atau
DPS adalah suatu bentang lahan yang dibatasi oleh batas-batas topografi berupa
bebukitan sehingga seluruh curah hujan yang jatuh dalam batas DAS akan
dikumpulkan/ditampung, disimpan dan dialirkan hanya melalui sungai utamanya.
Menurut peraturan Menteri PU No. 39/PRT/1989, yang dimaksud dengan:
1. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengaliran sebagai
pengembangan satu atau lebih DPS;
2. Tata air adalah susunan dan letak air, yaitu semua air yang terdapat di
dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di
atas maupun di bawah permukaan tanah (tidak termasuk dalam
pengertian ini air yang ada di laut);
3. Daerah pengaliran sungai (DPS) adalah suatu kesatuan wilayah tata air
yang terbentuk secara alamiah di mana air meresap dan atau mengalir
melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan;
4. Tata pengairan adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan atau
bangunan-bangun pengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik
pembinaannya berada di suatu wilayah pengairan tertentu.
5. Perangai Daerah Aliran Sungai

Sembarang DAS akan bereaksi bermacam-macam terhadap suatu kejadian hujan dengan
intensitas dan lama kejadian yang berbeda-beda. Begitu juga terhadap curah hujan
serupa tetapi dengan keadaan awal DAS yang tidak sama. Beberapa kemungkinan ini
ditunjukkan dalam Gambar 3, yang dapat dijelaskan dengan menggunakan model
tampungan seperti diberikan pada Gambar 2.

(1) (2) (3) (4) (5)


Parameter
Hidrologi

Intensitas Kurang dari laju Kurang dari laju Lebih besar dari laju Lebih besar dari laju
Hujan infiltrasi infiltrasi Infiltrasi infiltrasi

Kelengasan tanah Infiltrasi total kurang Infiltrasi total lebih Infiltrasi total kurang Infiltrasi total lebih
dari kapasitas lapang besar dari kapasitas dari kapasitas lapang besar dari kapasitas
lapang lapang
Limpasan Tidak terjadi Tidak terjadi Terjadi Terjadi
permukaan

Peningkatan Tidak ada Limpasan airbumi Limpasan permukaan Limpasan permukaan


Aliran saja Saja dan airbumi

Gambar 3. Klasifikasi tanggapan daerah aliran sungai.

Lajur 1 Gambar 3 melukiskan sejumlah ciri dari lahan dan curah hujan. Baris pertama
memberikan sederet hidrograf aliran dengan ordinat menyatakan limpasan Q dan absis
menyatakan waktu t. Lajur 2 diawali dengan sebuah hidrograf yang terus menurun.Aliran
merupakan akibat dari rembesan airbumi ke sungai. Jenis hidrograf demikian diperoleh bila
tidak ada hujan atau bila intensitas hujan tidak melampaui laju infiltrasi. Dalam hal ini air
meresap ke dalam lapisan tanah dengan cepat sehingga tidak ada limpasan. Lajur 3 adalah
untuk keadaan yang mirip dengan pada Lajur 2, kecuali bahwa kapasitas lapang terlampaui
selama hujan berlangsung, sehingga terdapat penambahan simpanan airbumi. Rembesan ke
sungai bertambah yang mengakibatkan limpasan aliran sedikit meningkat. Dalam lajur 4,
intensitas hujan lebih besar dari laju infiltrasi dan terjadi limpasan permukaan. Kapasitas
lapang tidak terlampaui, sehingga rembesan airbumi tidak berubah. Dalam lajur 5, intensitas
hujan melampaui laju infiltrasi yang mengakibatkan ada limpasan permukaan. Kapasitas
lapang juga terlampaui yang meningkatkan simpanan airbumi, dan seterusnya meningkatkan
rembesan airbumi ke sungai.
6. Metode Rasional

Salah satu teknik analisis hidrologi yang paling umum digunakan untuk tujuan
perancangan adalah metoda rasional, yang dirumuskan sebagai berikut:

Qp = C.iT.A

Yang telah digunakan untuk lebih dari dua abad lamanya dan masih tetap relevan. Dalam
rumusan di atas,

Qp = laju debit puncak (volume air/jam)


iT = rerata intensitas hujan dengan frekuensi tertentu T (mm/jam)
2
A = luas DAS (km )
C = koefisien limpasan, yang ditentukan oleh ciri lahan DAS (lihat
Lampiran 1 untuk daftar nilai C ini).

Yang perlu mendapat catatan dalam penggunaan rumus di atas adalah bahwa lama hujan
tr yang dipertimbangkan harus lebih besar dari waktu konsentrasi DAS t c, yang
mengasumsikan bahwa laju debit setelah waktu konsentrasi tidak bertambah lagi karena
2
infiltrasi sudah konstan. Asumsi ini terutama berlaku untuk DAS kecil (< 100 km ).
Rumus untuk menghitung waktu konsentrasi yang paling banyak digunakan rumus
Kirpich berikut:
3 0,385
tc = (11,9 L /h)
di mana:

tc = waktu konsentrasi (jam)


L = panjang sungai utama (km)
h = beda elevasi antara titik tertinggi dan terendah dari DAS (kaki).

Intensitas i diperoleh dari kurva intensity duration curve (IDF) untuk periode ulang yang
dipilih dengan lama hujan sama dengan waktu konsentrasi DAS. Kurva IDF dapat
diperoleh dari rumus Meyer (1928) berikut:

i = a/(b + tr)

di mana a dan b adalah koefisien regresi yang diperoleh secara grafis atau dengan metode
kuadrat terkecil.
7. Aplikasi Analisis Hidrologi

Contoh 1. Dalam satu tahun tertentu, sebuah DAS dengan luas 2500 km2 menerima curah
hujan 1300 mm dan rerata debit yang mengalir keluar dari sungai utama
adalah 30 m3/dt. Duga berapa besar kehilangan air karena kombinasi dari
evaporasi, transpirasi dan infiltrasi. Berapa besar limpasan yang mencapai
sungai dalam setahun tersebut (dalam mm)? Berapa besar koefisien
limpasan?
Jawab:
Dari persamaan neraca air dapat dituliskan persamaan berikut:
ET + G = P – R - ∆S
Mengandaikan bahwa tinggi air sama untuk t = 0 dan t = 1 tahun, maka
berlaku bahwa ∆S = 0, dan
3
ET + G = 1300 mm – (30 m /dt)(86 400 dt/hari)(365 hari/tahun)(1000
2 2
mm/m)/((2500 km )(1000 m/km)
= (1300 – 379 )mm
= 921 mm.
Jadi sejumlah 921 mm hilang karena evapotranspirasi dan infiltrasi, dan
menyisakan 379 mm mengalir sebagai debit sungai dalam setahun tersebut.
Koefisien limpasan, sesuai definisi diperoleh dari nisbah limpasan dan
curah hujan berikut:

C = R/P
= 379 / 1300
= 0,29.
Contoh 2.
{Aplikasi metoda rasional. Untuk ini dapat dicatat faktor konversi berikut:

k = 1,008 untuk mengkonversi acre-inci/jam menjadi cfs. Dalam praktek


factor konversi ini sering diabaikan. Dalam system metrik, k = 0,00278
3
untuk mengkonversi ha-mm/jam menjadi m /dt.}
Ingin diketahui aliran puncak dari suatu hamparan lahan seluas 40 ha
dengan kala ulang 10 tahun. Diasumsikan aliran puncak terjadi dalam
selang waktu 20 menit. Ddiketahui penggunaan lahan sebagai berikut:
Penggunaan lahan Luas Ai (ha) Koef. Limpasan, Ci

Single fam. Residential 30 0,40


Commercial 3 0,60
Park 7 0,15

Jawab:
Rerata terbobot luas dari koef. Limpasan adalah:
C’ = (ΣAiCi)/( ΣAi)
= (30x0,40 + 3x 0,6 + 7x0,15)/40
= 0,37
Dari kurva IDF untuk lokasi dimaksud, pada tr = 20 menit dan T = 10
tahun didapatkan i = 5,6 inci/jam = 142 mm/jam). Jadi debit puncal aliran
lahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus rasional sbb;
3
Qp = 0,00278 x 0,37 x 142 x 40 m /dt =
3
5,8 m /dt.
Daftar Pustaka

Black, Peter E., 1996. Watershed Hydrology. Ann Arbor Press, Inc., Chelsea, Michigan.
Bedient, Phillip B. and Wayne C. huber, 1988. Hydrology and Floodplain
Analysis. Addison-Wiley Publ. Co., Reading, Massachusetts.

Harto, Sri, 199?. Analisis Hidrologi.

Hjemfelt and Cassidy, 1975. Hydrology for Engineers and Planners. Iowa State
University Press, Ames. Pp. 8-9; 12; 13.

Hydrol Comm. Of Hydraulic Div., 1949. Hydrology Handbook. ASCE.

McCuen, Richard H., 1989. Hydrologic analysis and design. Prentice Hall.

Perhutani, 1992. Pengaruh hutan terhadap tata air dan tanah. Perhutani dan Balitbang
Kehutanan.

Sharp, James J., 1984. Basic Hydrology. Butterworths.

Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional. Jilid I. PT Citra Adytia Bakti, Bandung.

Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda, 1993. Hydrologi untuk pengairan. PT


Cetakan ke 7. Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai