Anda di halaman 1dari 176

PEMIKIRAN DAN PRAKTIK ADMINISTRASI

PEMBANGUNAN
Dr. H. NGUSMANTO, M.Si

Editor:
Dr. Erdi
Bima Sujendra, S.IP, M.Si

Mitra
Wacana
Media
P E N E R B I T
PEMIKIRAN DAN PRAKTIK ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
Dr. H. Ngusmanto, M.Si
Editor:
Dr. Erdi
Bima Sujendra, S.IP, M.Si

Edisi Asli
Hak Cipta © 2015, Penerbit Mitra Wacana Media
Mitra Telp. : (021) 824-31931
Wacana Faks. : (021) 824-31931
Media Website : http//www.mitrawacanamedia.com
P E N E R B I T E-mail : mitrawacanamedia@gmail.com

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh


isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk
memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa
izin tertulis dari Penerbit.

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA


1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan
atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Ngusmanto

Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan/


Dr. H. Ngusmanto, M. Si
—Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015
1 jil., 14,5 x 21cm 176 hal.

ISBN:

1. Administrasi 2. Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan


I. Judul II. Dr. H. Ngusmanto, M.Si
Kata Pengantar

S
egala puji dan syukur serta memohon ridha ke hadirat
Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah dalam
bentuk buku yang berjudul: Pemikiran dan Praktik Administrasi
Pembangunan. Ada 2 (dua) keuntungan apabila membaca dan
memahami isi buku ini yaitu keuntungan mendapat teori dan
aplikasinya. Keuntungan teori terlihat dari konsep-konsep yang
diperkenalkan dan prinsif administrasi pembangunan, sedangkan
keuntungan praktis terlihat dari implementasi kaidah-kaidah
teoritis dalam praktik penyelenggaraan negara, khususnya oleh
aparatur pemerintah, dalam rangka memajukan bangsa dan
Negara serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Di sisi lain, pembaca buku juga akan mengetahui betapa
pentingnya suatu pendekatan, pendekatan yang digunakan
dan bagaimana mengaplikasikan pendekatan yang dipakai.
Beberapa pendekatan yang dipergunakan dalam buku ini terdiri
dari pendekatan organisasi, manajemen, sejarah, ekologi dan
partisipasi. Untuk pembangunan administrasi dijelaskan melalui
pendekatan organisasi, sehingga organisasi yang dibahas lebih
difokuskan pada birokrasi negara (khususnya pemerintah) atau
organisasi publik. Pendekatan berikutnya adalah pendekatan

iii
iv Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

manajemen. Pendekatan ini untuk menjelaskan administrasi bagi


pembangunan atau untuk menjelaskan sumbangan administrasi
bagi pembangunan nasional dan daerah. Pendekatan selanjutnya
adalah pendekatan sejarah. Pendekatan sejarah dipergunakan
untuk menjelaskan perkembangan pemikiran administrasi
pembangunan dari waktu ke waktu, termasuk penjelasan
embrio perkembangan administrasi pembangunan, sedangkan
pendekatan ekologi dipergunakan untuk menjelaskan bahwa
keberhasilan pembangunan administrasi sangat dipengaruhi
atau ditentukan pula oleh faktor ekologi (lingkungan) mulai
dari aspek atau variabel politik, ekonomi, sosial budaya serta
pertahanan keamanan. Pendekatan terakhir yang dipergunakan
dalam penulisan buku ini adalah pendekatan partisipatif untuk
menjelaskan bahwa partisipasi stakeholders atau pemangku
kepentingan menjadi penentu sukses tidaknya berbagai aktivitas
mulai dari tahap perencanaan pembangunan, pelaksanaan
dan pengawasan pembangunan, yang dipopulerkan dengan
pendekatan partisipasi. Adanya wahana partisipasi bagi stakeholders
akan memunculkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki,
tumbuh rasa cinta dan siap berkorban untuk nusa dan bangsa.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa isi buku ini pasti
belum sempurna, sehingga pembaca yang kritis akan mengetahui
banyak kelemahan dan kekurangannya, sebagai akibat
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu,
penulis dengan segala kerendahan hati sangat berharap adanya
kritik, saran dan masukan dalam perbaikan isi buku, sehingga
isi buku ini dapat memenuhi kelayakan akademik. Sungguh
pun begitu, penulis tetap berharap bahwa isi buku ini dapat
menjadi bahan bacaan mahasiswa yang mengambil mata kuliah
administrasi pembangunan dan administrasi publik (Negara) serta
sumber daya aparatur (birokrasi), sekaligus melengkapi buku-
buku administrasi pembangunan yang telah terbit lebih dahulu.
Kata Pengantar v

Selain itu, proses penulisan dan penyusunan buku ini


berlangsung kurang lebih selama 2 (dua) tahun, sebagai
konsekuensi kesibukan kerja penulis. Dalam proses penulisan
buku, banyak pihak yang membantu dan terus memotivasi penulis.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan
banyak terima kasih serta penghargaan kepada unsur pimpinan
Untan dan Fisip, dosen dan mahasiswa Fisip Untan. Akhir kata,
semoga buku ini bermanfaat bagi mahasiswa, pejabat birokrasi
dan masyarakat secara umum. Amin.

Pontianak, 01 April 2015


Penulis,

Dr. H. Ngusmanto, M.Si


vi Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan
Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................... iii


Daftar Isi ................................................................................ vii

BAB 1 Pendahuluan .......................................................... 1


A. Gambaran Umum .............................................. 1
B. Metodologi .......................................................... 6

BAB 2 Pemahaman Konsep Administrasi Dan


Pembangunan........................................................ 9
A. Administrasi........................................................ 9
B. Pembangunan ..................................................... 24

BAB 3 Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan ...... 33


A. Embrio Administrasi Pembangunan ............... 33
B. Pengertian Administrasi Pembangunan......... 41
C. Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 50

BAB 4 Administrasi Pembangunan ................................. 57


A. Kegiatan Dasar Administrasi Pembangunan. 58
B. Pembangunan Aspek Sosial ............................. 77

vii
viii Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

BAB 5 Pembangunan Administrasi ................................. 101


A. Argumentasi Pentingnya Pembangunan
Administrasi ...................................................... 101
B. Prioritas Pembangunan Administrasi ............. 108

BAB 6 Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan .... 131


A. Pengertian Partisipasi ........................................ 132
B. Penumbuhan Partisipasi ................................... 135
C. Variabel Penting Dalam Partisipasi ................. 140
D. Pembangunan Yang Partisipatif ...................... 147

BAB 7 Penutup .................................................................. 151

Daftar Pustaka ...................................................................... 155


Daftar Singkatan .................................................................. 161
Indeks..... ............................................................................... 165
BAB
1

Pendahuluan

A
da 2 (dua) hal penting yang menjadi isi dari Bab
pendahuluan yaitu gambaran umum dan metodologi.
Gambaran umum berisi tentang isi buku secara garis besar
yang disajikan mulai dari Bab I sampai dengan Bab VII, sedangkan
metodologi berisi tentang pendekatan yang dipergunakan penulis
buku pada masing-masing bab. Penjelasan kedua hal ini diuraikan
seperti penjelasan berikut.

A. Gambaran Umum
Kerangka pikir dan isi suatu karya ilmiah akan dapat dipahami
oleh pengguna karya atau buku secara lebih baik apabila mereka
berusaha membaca semua bab yang dipersiapkan oleh penulis.
Tuntutan demikian menjadi persoalan tersendiri bagi mereka yang
memiliki waktu sempit atau sibuk. Untuk mengatasi persoalan
tersebut ada 2 (dua) pilihan. Pertama membaca daftar isi buku
dan hanya memilih dan membaca pada bab yang diperlukan
saja. Kedua membaca bab pendahuluan yang umumnya telah
memberikan ringkasan isi buku secara garis besar. Dalam bab
pendahuluan yang dituangkan dalam Bab 1 pada buku ini, si
pengguna atau pembaca akan mengetahui tema-tema sentral apa
saja yang akan dibahas, sehingga pembaca buku akan mendapat

1
2 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

gambaran awal atau garis besar tentang isi buku serta metodologi
yang dipergunakan oleh penulis buku. Penegasan ini perlu
mendapat perhatian karena banyak pembaca buku yang sering
kali melewatkan untuk membaca isi bab pendahuan dan banyak
yang berpendapat bahwa bab pendahuluan tidak penting. Pada
hal isi bab pendahuluan sesungguhnya sangat penting dan dapat
membantu si pembaca buku. Tentang pilihan sub-sub pembahasan
atau tema pokok dalam buku Pemikiran dan Praktik Administrasi
Pembangunan oleh penulis banyak terkait dengan kebutuhan
mahasiswa yang menekuni kajian ilmu sosial. Pilihan tema dan
sub tema dalam buku ini, dapat dijelaskan seperti uraian berikut.
Ada 2 (dua) konsep besar dari Administrasi Pembangunan
yang harus dipahami terlebih dahulu, sebelum kita memahami
konsep-konsep penting berikutnya sebagai sub-sub bahasan
administrasi pembangunan. Pertama konsep administrasi dan
kedua pembangunan. Untuk itu, titik awal dalam pemahaman
Administrasi Pembangunan tidak akan dapat melepaskan diri
dari administrasi dan pembangunan. Kedua konsep yang harus
dipahami tersebut akan dijelaskan pada Bab II yang diberi tema
Pemahaman Konsep Administrasi dan Pembangunan.
Selanjutnya, Administrasi Pembangunan sebagai suatu
disiplin ilmu administrasi publik menurut para ahli memiliki
2 (dua) ruang lingkup yang penting yaitu pembangunan
administrasi (the development of administration) atau penyempurnaan
administrasi negara (publik) dan Administrasi Pembangunan (the
administration of development) atau administrasi bagi pembangunan
itu sendiri. Kartasasmita (1997: 2) menegaskan bahwa
pembangunan administrasi dapat dijelaskan dari pendekatan
organisasi, sedangkan administrasi bagi pembangunan dapat
dijelaskan menggunakan pendekatan manajemen. Mengenai
ruang lingkup Administrasi Pembangunan dijelaskan pada Bab III.
Pemahaman penting berikutnya yang juga dijelaskan dalam Bab III
berkaitan dengan embrio kelahiran Administrasi Pembangunan.
BAB 1 – Pendahuluan 3

Berdasarkan perspektif kelahirannya, Administrasi Pembangunan


bersumber dari teori administrasi negara (sekarang dikenal sebagai
administrasi publik) dengan setting budaya negara maju, terutama
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Administrasi negara dengan
setting budaya negara maju ini, oleh para pemimpin di negara-
negara sedang berkembang langsung diaplikasikan di negaranya.
Tekat dan semangat mengaplikasikan teori administrasi negara
yang bersumber dari negara maju tersebut dalam realita banyak
negara sedang berkembang yang mengalami kegagalan. Bermula
dari kegagalan ini lantas muncul temuan dan kesadaran para ahli
bahwa ada kegagalan dalam aplikasi teori administrasi publik di
Negara sedang berkembang dan perlu dicari akar masalahnya.
Mengapa mereka gagal mengaplikasikan teori administrasi
negara? Hasil kajian dari ahli-ahli administrasi negara ditemukan
bahwa penyebab utama kegagalan tersebut lebih didominasi
dan atau berkaitan dengan perbedaan lingkungan atau ekologi,
khususnya perbedaan budaya yang sangat mendasar antara
negara maju dengan sedang berkembang menurut paradigma
budaya. Beberapa budaya yang dianggap menghambat kemajuan
atau modernisasi di kebanyakan masyarakat negara sedang
berkembang antara lain banyak warga yang tergolong pemalas
atau kurang kerja keras, kurang disiplin, cepat puas, lamban,
mudah tersinggung, banyak pemimpinan yang tidak mau dikritik,
mau benar sendiri, dan tidak dapat menjadi contoh atau tauladan,
kurang bertanggung jawab dan kurang komitmen, kurangnya
rasa memiliki, suka mengekor, suka mencari jalan pintas, tidak
berterus terang dan masih banyak kelemahan lainnya. Riggs
(1985) dalam persoalan demikian memberikan sebutan atau
istilah bagi masyarakat di negara sedang berkembang sebagai
masyarakat “Prismatis” atau masyarakat transisi atau masyarakat
dalam situasi dan kondisi campuran antara masyarakat tradisonal
di satu sisi dan masyarakat modern di sisi lainnya. Aplikasi
teori yang mengalami kegagalan karena ada perbedaan budaya
4 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

dan lingkungan yang mendasar dari kedua kelompok Negara


(maju dan sedang berkembang) seperti yang telah dijelaskan,
menjadi tantangan tersendiri bagi para ahli untuk menemukan
solusi untuk memajukan Negara sedang berkembang. Solusi
yang ditawarkan para ahli adalah penerapan teori administrasi
publik yang disesuaikan dengan budaya dan lingkungan Negara-
negara sedang berkembang, yang dikenal sebagai administrasi
pembangunan. Dalam bab ini juga dilengkapi dengan perbedaan
antara administrasi Negara dengan administrasi pembangunan.
Kajian keempat dalam buku ini membicarakan tentang
Administrasi Pembangunan (the administration of development) atau
administrasi bagi pembangunan itu sendiri. Kajian keempat ini
melihat sumbangan atau kontribusi Administrasi Pembangunan
terhadap pembangunan nasional yang mencakup berbagai aspek
kehidupan, yang dapat dijelaskan melalui pendekatan manajemen
pembangunan. Berdasarkan pendekatan manajemen pembangunan
maka setiap pembangunan tidak akan terlepas dari kegiatan dasar
administrasi atau fungsi manajemen. Fungsi utama dari manajemen
pembangunan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan. Fungsi manajemen pembangunan yang lebih lengkap
menurut Ginanjar (1997: 2) terdiri dari perencanaan, pengerahan
(mobilisasi) sumber daya, pengerahan (menggerakkan) partisipasi
masyarakat, penganggaran, pelaksanaan pembangunan yang
ditangani langsung oleh pemerintah, koordinasi, pemantauan dan
evaluasi serta pengawasan. Hal ini akan dijelaskan lebih mendalam
dalam Bab IV.
Kajian kelima dalam buku ini sebagai wujud kesadaran
bahwa objek dan sasaran Administrasi Pembangunan yang
perlu mendapat perhatian berkaitan dengan pembangunan
atau penyempurnaan administrasi itu sendiri atau reformasi
administrasi publik. Banyak hal yang perlu diperbaiki atau
diperbaharui, sehingga administrasi sebagai wujud pelayanan
publik dan sebagai pelaksanaan dari keputusan dapat semakin
BAB 1 – Pendahuluan 5

baik dan diandalkan di masa kini dan mendatang. Ginanjar (1997:


3) menegaskan bahwa pendekatan terhadap kajian pembangunan
atau pembaharuan dapat dilakukan dari sisi administrasi sebagai
organisasi pemerintahan, yang lebih terpokus atau cenderung pada
birokrasi, baik sebagai institusi nasional maupun dalam hubungan
dengan lingkungannya. Pembangunan atau penyempurnaan
administrasi akan dijelaskan pada Bab V.
Beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian
dalam birokrasi pemerintahan berkaitan dengan perbaikan atau
penyempurnaan birokrasi yang antara lain belum diterapkannya
prinsif ramping dalam struktur, tetapi kaya dalam hal fungsi atau
malahan menerapkan struktur yang gemuk, tetapi fungsi yang
minim, sehingga fakta yang bermunculan di lapangan menjadi
tidak efisien, sulit melakukan perubahan atau penyesuaian atau
boros dalam penganggaran. Kualitas sumber daya aparatur
pemerintah yang dipersoalkan oleh banyak pihak terkait dengan
profesionalisme dalam bekerja, budaya kerja dan kerja, tanggung
jawab, perilaku korup atau lengkapnya korupsi, kolusi, konspirasi
dan nepotisme (K3N), kerja keras, disiplin dan persoalan karaktar
lainnya, jumlah sumber daya aparatur yang besar dan menumpuk
di perkotaan, terutama guru dan tenaga kesehatan.
Riggs (1994) berkesimpulan bahwa fokus atau kajian
Administrasi Pembagunan mencakup 2 hal. Pertama, Administrasi
Pembangunan berkaitan dengan proses administrasi dari suatu
program pembangunan, dengan metode-metode yang digunakan
oleh organisasi besar (pemerintah) untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan dan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan guna
menemukan sasaran-sasaran pembangunan. Kedua, istilah
Administrasi Pembangunan dikaitkan dengan implikasinya,
termasuk di dalamnya adalah peningkatan kemampuan
administratif. Pandangan dan kesimpulan Riggs tersebut
secara singkat dapat ditegaskan bahwa kajian Administrasi
Pembangunan difokuskan atau mempunyai 2 (dua) ruang lingkup
6 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

yaitu pembangunan administrasi dan administrasi pembangunan


atau administrasi bagi pembangunan itu sendiri. Selain 2
(dua) ruang lingkup seperti pendapat Riggs (1994) yang telah
diungkapkan, Tjokroamidjojo (1996: 31) menambah satu ruang
lingkup dari administasi pembangunan yaitu pembangunan
partisipasi masyarakat. Kegiatan apa pun, termasuk pembangunan
akan banyak terhambat dan bahkan akan mengalami kegagalan
apabila tidak melibatkan partisipasi atau kontribusi masyarakat.
Ruang lingkup administrasi pembangunan yang ketiga atau salah
satu tugas dan fungsi administrasi Negara yaitu pembangunan
partisipasi masyarakat. Pembahasan tentang pembangunan
partisipasi masyarakat disajikan pada Bab VI. Selanjutnya,
buku ini diakhiri Bab VII, dengan fokus kajian pada pemikiran
administrasi pembangunan ke depan.

B. Metodologi
Untuk memahami isi buku yang diberi judul Pemikiran Dan
Praktik Administrasi Pembangunan ini, pertama dan yang utama
perlu diketahui terlebih dahulu oleh pembaca buku berkaitan
dengan pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh penulis
buku. Dengan pernyataan lain, pendekatan yang dipergunakan
dapat membantu pembaca buku tentang logika berpikir, cara atau
sudut pandang atau metodologi atau kerangka berpikir si penulis
buku. Untuk itu, kita bisa bertanya, di mana nilai penting dari
suatu pendekatan dalam penulisan buku? Nilai penting suatu
pendekatan yang dipergunakan dalam penulisan buku adalah
setiap pendekatan yang dipergunakan dapat membantu pembaca,
untuk menjawab pertanyaan mengapa isi buku administrasi
pembangunan tidak sama antara satu penulis dengan penulis buku
lainnya. Isi buku satu dengan buku lain dengan topik sama, tetapi
isinya berbeda karena penulis buku tersebut memiliki pendekatan
yang berbeda. Pemahaman inilah yang dapat membantu
BAB 1 – Pendahuluan 7

pembaca buku atau karya ilmiah, sekaligus menyadarkan tentang


pentingnya metodologi dalam menulis suatu karya ilmiah.
Beberapa pendekatan yang dipergunakan dalam buku ini
terdiri dari pendekatan organisasi, manajemen, sejarah, ekologi
dan partisipasi. Untuk pembangunan administrasi dijelaskan
melalui pendekatan organisasi, sehingga organisasi yang dibahas
lebih difokuskan pada birokrasi negara (khususnya pemerintah)
atau organisasi publik. Pendekatan berikutnya adalah pendekatan
manajemen. Pendekatan ini untuk menjelaskan administrasi bagi
pembangunan atau untuk menjelaskan sumbangan administrasi
bagi pembangunan nasional dan daerah. Pendekatan selanjutnya
adalah pendekatan sejarah. Pendekatan sejarah dipergunakan
untuk menjelaskan perkembangan pemikiran administrasi
pembangunan dari waktu ke waktu, termasuk penjelasan
embrio perkembangan administrasi pembangunan, sedangkan
pendekatan ekologi dipergunakan untuk menjelaskan bahwa
keberhasilan pembangunan administrasi sangat dipengaruhi
atau ditentukan pula oleh faktor ekologi (lingkungan) mulai
dari aspek atau variabel politik, ekonomi, sosial budaya serta
pertahanan keamanan. Pendekatan terakhir yang dipergunakan
dalam penulisan buku ini adalah pendekatan partisipatif untuk
menjelaskan bahwa partisipasi stakeholders atau pemangku
kepentingan menjadi penentu sukses tidaknya berbagai aktivitas
mulai dari tahap perencanaan pembangunan, pelaksanaan
dan pengawasan pembangunan, yang dipopulerkan dengan
pendekatan partisipasi. Adanya wahana partisipasi bagi stakeholders
akan memunculkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki,
tumbuh rasa cinta dan siap berkorban untuk nusa dan bangsa.
Selain itu, penulisan buku yang berjudul Pemikiran dan
Praktik Administrasi Pembangunan diinspirasi oleh pengalaman
penulis yang mengajar mata kuliah Adminitrasi Pembangunan
sejak tahun 1990. Dalam proses belajar mengajar yang dilakukan
oleh penulis sering kali muncul pertanyaan-pertanyaan kritis
8 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

mahasiswa seperti bagaimana membedakan antara administrasi


negara dengan administrasi pembangunan, apa kontribusi
administrasi pembangunan terhadap pembangunan nasional,
apa yang salah dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
yang banyak prof (guru besar) dan Doktor di bidang administrasi
publik, tetapi beberapa pelayanan akademik masih kurang
membanggakan dibandingkan fakultas lainnya, mengapa birokrasi
pemerintah malahan jadi penghambat pembangunan, mengapa
partisipasi masyarakat semakin menurun dalam berbagai aktivitas,
termasuk pembangunan di negara kita. Mengapa penulis tentang
administrasi pembangunan yang membicarakan tema yang sama,
tetapi isinya kok begitu berbeda.
Beberapa pertanyaan yang muncul menimbulkan tantangan
tersediri, dan sekaligus mendorong penulis untuk menulis buku
ini. Di sisi lain, penulisan buku ini juga diinspirasi dari beberapa
penulis buku tentang administrasi pembangunan dan administrasi
publik yang berasal dari dalam dan luar negeri, yang sekaligus
menjadi sumber literatur yang diacu oleh penulis. Hal penting
berikutnya, ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis buku, sehingga isi buku ini sebagian mengambil atau
bersumber dari hasil penelitian, khususnya penelitian tentang
perilaku birokrasi dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Tidak ketinggalan
pula bahwa isi buku ini sebagian bersumber dari diskusi dengan
beberapa staf pengajar yang mengampu mata kuliah administrasi
pembangunan, terutama dalam pembicaraan pokok-pokok
bahasan. Oleh karena itu, secara metodologi atau kerangka
pemikiran penulisan buku dapat dilihat dari pendekatan yang
dipergunakan, pengalaman mangajar dan berinteraksi dengan
mahasiswa strata 1 dan 2, studi literatur dan temuan penelitian
yang pernah dilakukan oleh penulis serta hasil diskusi dengan
beberapa staf pengajar mata kuliah administrasi pembangunan.
BAB
2
Pemahaman
Konsep Administrasi
Dan Pembangunan

P
embicaraan tentang administrasi pembangunan jauh lebih
baik apabila kita mengawali dari pemahaman tentang ilmu
administrasi dan administrasi itu sendiri terlebih dahulu,
baru dilanjutkan pemahaman tentang pembangunan dan konsep
administrasi pembangunan (yang akan dijelaskan dalam bab
tersendiri). Konsep atau batasan dari kedua tema besar tersebut
perlu dijelaskan terlebih dahulu, agar pembaca buku memiliki
pemahaman yang baik terhadap konsep-konsep dimaksud
seperti yang diharapkan oleh penulis buku. Penjelasan secara
rinci dan mendalam dari masing-masing konsep administrasi dan
pembangunan dapat diuraikan seperti penjelasan berikut.

A. Administrasi
Penulis mengenal dan memahami apa itu administrasi dimulai
sejak awal kuliah, tepatnya pada bulan Juli 1981, terus diperkuat
dan lebih mendalami ilmu administrasi sejak April 1987–
Sekarang, setelah penulis menjadi tenaga pengajar pada jurusan
Ilmu Administrasi, dengan program studi Ilmu Administrasi
Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak Kalimantan Barat
(Kalbar). Dalam perjalanan selama 28 tahun (masa kerja penulis

9
10 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

sebagai dosen sampai dengan tahun 2014), penulis masih sering


mendengar orang-orang yang meremehkan atau mengecilkan apa
itu ilmu administrasi dan administrasi. Sebagian orang tersebut
bukan sekedar meremehkan, malahan mereka berpandangan
bahwa administrasi lebih dikesankan menimbulkan beban dan
menyulitkan urusan mereka. Ia mengambil contoh ada biaya
administrasi dalam banyak pelayanan, persyaratan administrasi
yang rumit dan terlalu banyak, terutama blangko atau form-form
yang harus diisi, sehingga banyak waktu yang terbuang secara
sia-sia, harus bolak-balik dalam suatu urusan, urusan menjadi
terganggu, ia harus sabar menunggu tanda tangan pejabat yang
begitu lama, serta ada kalanya tidak menyiapkan biaya administasi
sebagai ucapan terima kasih akan menghadapi kesulitan atau
malahan dipersulit urusannya dan atribut jelek administrasi
lainnya. Pertanyaannya adalah seberapa banyak keluhan-keluhan
ini terjadi, sudah berlangsung berapa lama dan unit pelayanan
apa dan di unit mana hal demikian masih terjadi.
Kesan jelek dan mengecilkan administrasi seperti yang
telah diungkapkan menjadi titik awal munculnya pandangan
bahwa administrasi dan atau ilmu administrasi tidak penting dan
tidak diperlukan oleh mereka. Pandangan demikian memiliki
pendukung yang signifikan dari segi kuantitas (jumlah) orang
dan sepintas lalu pandangan sinis demikian terkesan masuk akal
atau logis bagi mereka yang tidak menekuni apa itu administrasi
dan ilmu administrasi. Logika berpikir mereka makin mendapat
pembenaran karena realitas menunjukkan bahwa di suatu instansi
sudah begitu banyak tenaga (sarjana ilmu administrasi negara atau
publik) yang memahami dengan benar apa itu administrasi, tetapi
diinstansinya juga kurang mampu membangun kerja sama yang
sinergis, banyak masalah yang terkait atau berhubungan dengan
administrasi atau pelayanan publik seperti pelayanan yang
“ambul radul”, lamban, mahal, diskriminaif dan tujuan yang ingin
dicapai sulit diwujudkan. Pandangan yang telah diungkapkan
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 11

tersebut, sangat berbeda bagi mereka yang mempelajari dan


menekuni ilmu administrasi. Mereka tentu tidak menerima begitu
saja dan menganggap bahwa padangan demikian merupakan
pandangan bagi orang-orang yang “picik”, orang yang tidak tahu
tentang apa administrasi dan ilmu administrasi atau pandangan
sinis demikian hanyalah diungkapkan orang-orang “bodoh” kata
sebagian ahli administrasi. Hal ini bermakna bahwa ada kelompok
yang meremehkan administrasi dan ilmu administrasi di satu sisi
dan kelompok lain yang berpandangan bahwa mengecilkan dan
sinis terhadap administrasi dan ilmu administrasi sebagai wujud
atau bentuk kebodohan sebagai akibat mereka tidak tahu atau
tidak mau mempelajari administrasi.
Dalam menyikapi kedua pandangan tersebut, penulis menilai
bahwa kedua pandangan tersebut ada benarnya juga, tetapi yang
lebih benar adalah konsep dan pemikiran administrasi dan ilmu
administrasi karena administrasi menjadi kunci:
(1) Suksesnya suatu kegiatan sangat memerlukan adanya
kerja sama orang-orang untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya;
(2) Penentu maju mundurnya bangsa dan negara, sekaligus
menjadi kunci dan penentu kemajuan suatu bangsa;
(3) Manusia menjadi manusia yang modern.
Realitas menunjukkan bahwa urusan-urusan yang bersifat
administratif memang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
umat manusia di muka bumi yang dimulai sejak ada 2 (dua) orang
manusia sampai masa yang akan datang. Urusan-urusan tersebut
dan tidak jarang menimbulkan kegerahan antara lain:
(1) Tidak bisa memindahkan barang seorang diri.
(2) Banyak persyaratan administratif dalam mengurus berbagai
perizinan.
(3) Perlu waktu yang lama dan biaya sering kali juga mahal bagi
kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
12 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(4) Persyaratan administrasi yang tidak mudah seperti untuk


mencalokan diri sebagai wakil rakyat atau kepala daerah,
pengurusan sertifikat tanah yang begitu lama dan sulit,
pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) atau membuka
suatu usaha, pembuatan pasport dan berbagai urusan lain
yang memerlukan waktu lama. Contoh demikian dapat
menimbulkan pandangan bahwa urusan administrasi
“menjengkelkan”, menyulitkan, memerlukan waktu lama
dan biaya besar, tidak mudah dan petugas pelayanan kurang
ramah dan sering tidak berada di tempat atau begitu sibuk
dengan berbagai tugas pokok dan fungsi (Tupoksi).

Persoalannya adalah pandangan demikian masih banyak


ditemukan dan memang dalam realitas masih terjadi di lapangan.
Belum lagi, ada sebagian petugas pelayanan yang kurang
ramah atau tidak ditempat. Hal penting yang perlu kita sadari
adalah persyaratan administrasi tersebut hanya sebagian kecil
dari administrasi dan ilmu administrasi itu sendiri. Lalu timbul
pertanyaan, bagaimana pandangan yang dianggap lebih benar
dari administrasi dan ilmu administrasi yang seharusnya diketahui
oleh semua orang yang berurusan dengan administrasi dan ilmu
administrasi. Pertanyaan demikian dapat dijawab seperti uraian
berikut.
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan diawali dari penjelasan
akan konsep administrasi. Konsep atau pengertian administrasi
dapat dijelaskan melalui 3 (tiga) sudut pandang. Pertama dari
asal usul kata, kedua dari pengertian sempit dan ketiga dari
makna atau sudut pandang yang luas. Menurut asal usul kata,
administrasi berasal dari bahasa latin dari kata ad dan ministrare. Ad
memiliki makna intensif dan baik, sedangkan ministrare memiliki
makna melayani, memenuhi, menolong dan membantu. Untuk
itu, apabila kedua kata dan makna tersebut digabungkan maka
administrasi dari kajian asal usul kata mempunyai pengertian
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 13

melayani secara intensif atau yang baik. Lebih mudah lagi, makna
administrasi sama dengan memberikan pelayanan yang terbaik
(mudah, cepat dan murah). Pengertian kedua adalah makna
administrasi dari sudut pandang pengertian sempit. Administrasi
di sini disamakan dengan tata usaha kantor, tata usaha warkat,
tulis menulis, surat menyurat, arsip, ketik mengetik dan pekerjaan
kantor (clerical work). Pengertian sempit demikian merupakan
pengertian yang ditanamkan oleh penjajah Belanda sewaktu
berkuasa di Ibu Pertiwi. Pengertian sempit ini sangat populer dan
banyak pendukung hingga dewasa ini. Bermula dari pemahaman
makna sempit inilah yang memunculkan pandangan sinis, jelek
serta mengecilkan makna dan arti penting dari administrasi dan
ilmu administrasi seperti yang telah diungkapkan.
Sebenarnya, makna administrasi dari sudut pandang sempit
yang diajarkan oleh penjajah Belanda karena ada beberapa motivasi
atau alasan, yang terkait dengan kepentingan penjajah. Pertama,
penjajah Belanda hanya membutuhkan pegawai rendahan, dengan
tugas pokok terkait dengan pekerjaan kantor. Kebutuhan pegawai
yang demikian, oleh mereka cukup dipenuhi dari orang pribumi
atau rakyat jajahan dibandingkan medatangkan orang Belanda,
yang biayanya jauh lebih besar dan mahal atau menjadi tidak
ekonomis. Kedua, penjajah Belanda tidak menghendaki rakyat
jajahan menjadi lebih pintar dari penjajah. Mereka sadar di masa
itu bahwa rakyat jajahan yang pintar dapat menimbulkan ancaman
bagi kelangsungan kekuasaanya, sehingga konsep administrasi
dimaknai dalam arti sempit saja. Ketiga, hampir semua wilayah
jajahan Belanda diberikan pemahaman administrasi sama dengan
tata usaha.
Pengertian ketiga dari administrasi dikaji dari sudut pandang
yang luas. Dalam pengetian ini, penulis mengutif beberapa
pengertian yang ditulis oleh pakarnya. White (1955) menegaskan
bahwa administration is a common process to all group efforts, public
or private, civil or militery, large scale or small scale (administrasi
14 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

merupakan proses umum dalam semua kegiatan (usaha) manusia,


baik kegiatan publik maupun privat, sipil maupun militer, besar
atau kecil). Pendapat White ini masih sering diacu banyak penulis
buku karena ia termasuk pakar dikajian administrasi publik,
walaupun buku yang ditulis sudah cukup lama.
Pendapat berikutnya yang dijadikan referensi dari sudut
pandang arti luas seperti yang ditulis Chandler dan Plano (1988)
dalam Ngusmanto (2013) menegaskan bahwa administrasi adalah
proses di mana keputusan dan kebijakan diimplementasikan.
Pendapat yang hampir senada diungkapkan oleh Siagian (2003:2)
yang menegaskan bahwa administrasi adalah keseluruhan proses
pelaksanaan daripada keputusan-keputusan yang telah diambil
dan pelaksanaan itu pada umumnya dilaksanakan oleh dua orang
manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kata kunci dari pendapat Chandler dan Plano serta
Siagian tentang pengertian administrasi adalah pelaksanaan atau
implementasi dari keputusan dan kebijakan. Setiap keputusan apa
pun dan dalam level bagaimana pun yang terkait dengan Negara
boleh dibilang belum begitu bermakna dan belum tampak peran
administrasi, sebelum dilaksanakan atau diimplementasikan.
Dalam pemikiran ini semakin membuktikan ada pengaruh yang
masih kuat dari paradigma pemisahan antara kegiatan politik
dengan administrasi yang menyatakan bahwa when politic end,
administration begin (Ucapan Wilson pada tahun 1941 sewaktu
menjabat sebagai Presiden Amirika Serikat). Jadi, keputusan
politik bukan wilayah kerja administrasi. Kerja administrasi baru
dimulai pada saat pelaksanaan atau implementasi dari keputusan
dan kebijakan Negara (politik) tersebut.
Berdasarkan pengertian administrasi dari 3 (tiga) sudut
pandang seperti yang telah dijelaskan dapat ditegaskan oleh
penulis bahwa setiap berbicara administrasi paling tidak kita tahu
dan memiliki 3 (tiga) pengertian mendasar yaitu: (1) Berbicara
pelayanan yang terbaik, (2) Tata usaha dan (3) Pelaksanaan
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 15

atau implementasi keputusan dan kebijakan. Perlu ditegaskan


pula bahwa pemahaman akan pengertian administrasi seperti
yang telah diungkapkan masih belum dapat menjawab secara
meyakinkan di mana nilai penting dari administrasi, sekaligus
dalam rangka meminimalkan cibiran, keluhan, peremehan,
pelecehan dan pandangan sebelah mata yang masih kita dengar
dalam kehidupan sehari-hari tentang administrasi. Nilai strategis
administrasi dapat mengacu pada pandangan Atmosudirdjo.
Atmosudirdjo (1980:11) menegaskan bahwa administrasi
adalah sesuatu yang terdapat di dalam suatu organisasi modern
dan yang memberi hayat kepada organisasi tersebut, sehingga
organisasi itu dapat berkembang, tumbuh dan bergerak.
Administrasi itu ada oleh sebab dibangkitkan oleh seseorang
yang disebut administrator. Administrator adalah setiap kepala
organisasi yang harus membuat organisasi yang dipimpinnya
hidup, tumbuh dan bergerak. Cara administrator menjalankan
adminitrasi adalah dengan: (1) Mengembangkan organisasi, (2)
Mengembangkan sistem informasi, terutama tata usaha, dan (3)
Mengembangkan sistem manajemen.
Lebih konkret lagi, administrasi memiliki kontribusi atau
sumbangan yang sangat besar terhadap kemajuan suatu negara,
bangsa dan masyarakat menuju dan menjadi suatu negara, bangsa
dan masyarakat yang modern, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Administrasi menyelenggarakan, mengatur, melaksanakan
dan mewujudkan apa yang menjadi tujuan organisasi (bisa
organisasi negara, politik, sosial budaya, ekonomi dan
pertahanan keamanan). Tidak ada administrasi, sudah dapat
dipastikan bahwa tujuan organisasi akan gagal diwujudkan.
b. Administrasi menjadi alat untuk melayani organisasi apa
pun dan dimanapun, sehingga organisasi menjadi maju dan
berkembang, beraktivitas dan bergerak untuk mewujudkan
tercapainya tujuan.
16 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

c. Manusia memiliki kelemahan dan keterbatasan. Tidak


mungkin mereka memenuhi segala macam kebutuhan
dengan usaha sendiri. Realitas demikian akan dapat
diatasi atau diminimalkan melalui kerja sama orang-orang
(administrasi). Kerja sama antar manusia menuntut adanya
pembagian kerja antar mereka, sehingga kerja sama dapat
menjadi kunci untuk mengatasi kelemahan dan keterbatasan.
d. Administrasi menjadi kunci atau sarana terwujudnya
masyarakat dan manusia modern. Masyarakat dan manusia
modern sudah dapat dipastikan memiliki administrasi
yang terlihat dari adanya kerja sama orang-orang dalam
organisasi, ada penggeraknya (adminitrator), melakukan
pembagian kerja, memerlukan keteraturan, memerlukan cara
berpikir yang rasional dan menggunakan logika, membuat
perencanaan, memerlukan pengorganisasian, pendorongan
dan pengawasan, memerlukan teknologi seperti mesin,
computer, jaringan internet (web dan email) dan Handphone
(HP) dalam rangka memudahkan kerja dan penyelesaian
kerja yang efektif dan efisien.
e. Administrasi yang menyelenggarakan tata usaha organisasi
apa pun (besar atau kecil, negara atau swasta, bisnis atau
nirlaba) seperti melakukan registrasi, menyimpan berbagai
dokumen (kearsipan), menyiapkan berbagai surat menyurat
atau korespondensi, melakukan pembukuan, dokumentasi
serta mempertanggung jawabkan segala aktivitas yang
dilakukan, sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku,
melakukan pemeliharaan, pengelolaan, membuat berita
acara, laporan kegiatan dan keuangan, serta pembukuan
atau akuntansi. Kita bisa membayangkan betapa kacaunya
jika suatu organisasi tidak memiliki administrasi. Secara
singkat orang dengan mudah dapat mengatakan bahwa
jika administrasi rapi, efektif dan efisien atau beres maka
manajemen dan organisasi juga akan beres atau sukses.
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 17

f. Menjalankan administasi dengan efektif dan efisien berarti


mengembangkan dan memajukan organisasi, memajukan
tata usaha, khususnya pengembangan informasi untuk
pengambilan keputusan yang tepat serta memajukan dan
mempertangungjawabkan manajemen dalam mengelola
sarana manajemen mulai dari sumber daya manusia, finansial
(keuangan), material atau bahan-bahan dan peralatan.
Tidak ada administrasi akan terjadi pemborosan, tidak ada
pengaturan dan tidak ada kerja sama.

Administrasi terlihat dengan jelas dari maju mudurnya


atau berkembang tidaknya organisasi pemerintah (negara) dan
non pemerintah. Administrasi tidak akan dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sampai kapan pun. Manusia tidak akan
memiliki kapasistas yang mencukupi untuk beraktivitas sendiri.
Manusia sangat membutuhan kerja sama untuk mencapai
tujuan. Dalam kerja sama tersebut pasti akan terjadi pembagian
kerja. Oleh karena itu, kerja sama inilah wujud konkret dari
kehadiran administasi. Contoh gambaran tentang pentingnya
administrasi dapat dilihat dari pembangunan lapangan futsal.
Dalam pembangunan ini memerlukan seorang administrator yang
memimpin dan mengatur mulai dari persiapan sampai dengan
selesai pembangunan lapangan.
Adminsitrator pembangunan lapangan futsal harus membuat
perencanaan tentang bahan-bahan bangunan yang diperlukan
seperti kayu, semen, seng, besi dan bahan lainnya. Ia wajib
merencanakan tenaga kerja apa saja yang dibutuhkan seperti
mandor atau pengawas, tukang kayu dan semen, tukang pengaduk
semen dan pengangkut hasil adukan serta berapa banyaknya? Ia
juga merencanakan tentang kebutuhan peralatan seperti cangkul,
penggali, pemotong besi, jaring lapangan, lem, karpet, lampu
dan masih banyak yang lainnya. Untuk itu, ia memerlukan
organisasi, tata usaha dan manajemen pembangunan lapangan
18 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

futsal. Semua pekerjaan harus selesai sesuai yang ditargetkan,


semua personel dapat bekerja sesuai yang diharapkan, kerja
sama berjalan dengan optimal dan kebutuhan bahan tercukupi.
Ia harus membuat laporan kegiatan, membuat dokumentasi,
melakukan korespondensi, memiliki arsip, membuat pertanggung
jawaban kepada pemilik lapangan dan berita acara penyelesaian
pekerjaan dan penyerahan bangunan. Semua hal yang telah
diungkap berkaitan dengan administrasi. Lantas timbul
pertanyaan, mengapa ada pembangunan lapangan futsal yang
gagal? Salah satu penyebabnya adalah administrasi seperti kerja
sama tidak jalan, pembagian kerja tidak dilaksanakan, personel
tidak sesuai kebutuhan, tidak ada koordinasi, tidak ada laporan
dan pertanggungjawaban. Bisa juga terjadi bahwa administrator
tidak memahami organisasi, tata usaha dan manajemen, sehingga
pelaksanaan pekerjaan menjadi kacau balau.
Beberapa penjelasan seperti yang telah diungkapkan dapat
ditegaskan bahwa tata usaha menjadi kunci sukses dari administrasi
dan administrator. Ia harus mempertanggungjawabkan setiap
pelaksanaan kegiatan organisasi melalui penyelenggaraan
tata usaha seperti adanya pencatatan, registrasi, inventarisasi,
pembukuan, dokumentasi, surat menyurat (dokumentasi),
korespondensi, kearsipan, pembuatan berita acara, akta, laporan,
neraca dan dokumen-dokumen pendukung lainnya. Apabila
segala sesuatu yang terkait dengan tata usaha tidak terdokumentasi
dengan baik maka orang dengan mudah akan memberikan
penilaian bahwa manajemen yang dilakukan oleh administrator
berlangsung dengan jelek atau “amburadul”.
Berdasarkan penjelasan seperti yang telah diungkapkan
maka kegiatan administrasi memiliki karaktaristik atau ciri khas
sebagai berikut:
a. Adanya kegiatan yang dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih
b. Dalam kegiatan tersebut ada kerja sama yang sinergis dan
pembagian kerja
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 19

c. Dalam kegiatan tersebut ada organisasi, tata usaha dan


manajemen yang mewadahi dan mendukung
d. Ada keteraturan
e. Ada tujuan yang ingin dicapai

Perhatian selanjutnya dalam rangka memperkuat


argumentasi seperti yang telah diungkapkan dan kehadiran
administrasi itu sendiri tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia dapat mengacu pada pendapat Lepawsky. Lepawsky
(1960) berpandangan bahwa ada beberapa peranan penting
administrasi, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. The universal importance of administration (kepentingan umum),
dengan mengambil contoh kegiatan dasar administrasi atau
fungsi manajemen yang populer dengan akronim POAC
(Planning, Organizing, Actuating dan Controlling)
b. The stabilizing role of administration in society (alat stabilisasi
institusi sosial)
c. The role administration in social change (alat perubahan sosial)
d. The treat of managerial revolution (perubahan yang cepat dalam
mengelola)
e. The fris peat of managerial (merupakan organ manajerial)
f. Administration as the key to modern society (Administrasi kunci
masyarakat modern)

Peranan penting administrasi sesuai dengan pendapat


Lepawsky makin menegaskan bahwa administrasi tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Malahan
ia menegaskan bahwa administrasi menjadi kunci lahirnya
masyarakat modern dan alat perubahan sosial. Pandangan yang
hampir sama diungkapkan oleh Atmosudirdjo (1980:56) yang
menegaskan tentang pentingnya studi administrasi, yang dapat
dirinci sebagai berikut:
20 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

a. Dalam kehidupan masyarakat dan negara Indonesia maka


peran administrasi sangat penting sebagai akibat dari adanya
perubahan pola kehidupan di segala bidang menjadi pola
kehidupan berdasarkan organisasi
b. Pola kehidupan berorganisasi ini berkaitan dengan pola
kehidupan modern dan cara berpikir serta bekerja secara
rasional
c. Cara berpikir dan bekerja secara rasional ini berkaitan dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern
d. Berpikir dan bekerja secara rasional, ilmiah dengan dukungan
teknologi modern, di dalam pola kehidupan berorganisasi
yang modern memerlukan adanya administrasi.

Jadi, kehidupan modern yang banyak dijumpai dalam


kehidupan masyarakat dan menjadi salah satu ciri orang modern
adalah ia (manusia) menjadi anggota beberapa organisasi
sekaligus. Kehadiran dan pembentukan organisasi apa pun dalam
kehidupan umat manusia tidak lain dan tidak bukan karena alasan
keterbatasan kemampuan manusia dalam rangka pemenuhan
kebutuhan hidup dan kehidupannya. Realitas kehidupan manusia
sejak lahir sampai dengan berusia lanjut mempunyai kelemahan
dan kebutuhan yang tidak terbatas. Jadi, manusia membentuk
organisasi dalam rangka mengatasi kelemahan dan pemenuhan
kebutuhannya yang tidak terbatas tersebut seperti kebutuhan
pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan,
kebutuhan sosial, kebutuhan akan prestise dan realisasi diri atau
untuk memenuhi kebutuan primer, sekunder dan tersier.
Melalui organisasi yang mereka dirikan, manusia dapat
bekerja sama untuk mencapai tujuan. Mereka yang ingin memenuhi
kebutuhan sosial budaya mendirikan organisasi pendidikan, dan
kesenian, mereka yang ingin memenuhi kebutuhan keamanan
mendirikan organisasi keamanan, sedangkan mereka yang
ingin memenuhi kebutuhan kesejahteraan, mereka mendirikan
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 21

organisasi ekonomi seperti koperasi, CV, PT dan bentuk-bentuk


usaha ekonomi lainnya. Hal ini juga bermakna bahwa organisasi
apa pun yang didirikan oleh manusia harus dapat dijadikan
wadah atau kendaraan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan
menghantarkan manusia menuju kehidupan yang lebih baik dan
sukses. Untuk itu, manusia modern mempunyai kecenderungan
tidak hanya aktif dalam satu organisasi, melainkan aktif ke dalam
beberapa organisasi sekaligus. Apabila organisasi yang didirikan
tidak dapat menghantarkan manusia menuju kehidupan yang lebih
baik dan sukses, maka organisasi tersebut tidak dapat dijadikan
wadah atau sarana atau kendaraan orang yang bersangkutan
dan harusnya ditinggalkan. Jadi, ukuran keberhasilan organisasi
bukan hanya dilihat dari dapat menghantarkan kesuksesan
pemimpinnya, melainkan juga dapat mensukseskan pencapaian
tujuan semua anggota organisasi dan bila memungkinkan
bermanfaat bagi anggota masyarakat di sekitarnya.
Dambaan demikian akan dapat diwujudkan apabila anggota
organisasi bersedia mematuhi aturan main yang telah ditetapkan
dalam organisasi, dapat bekerja sama secara bersinergis,
melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi dan kedudukannya,
sekaligus dibarengi oleh tumbuhnya rasa memiliki pada setiap
diri anggota organisasi dan rasa tanggung jawab. Semua tuntutan
yang demikian akan dapat direalisasikan, apabila setiap anggota
organisasi merasakan bahwa organisasinya dapat dijadikan
sarana atau kendaraan menuju kehidupan yang lebih baik, sukses
dan kebutuhannya dapat terpenuhi. Demikianlah arti penting
kehadiran organisasi bagi kehidupan manusia modern.
Pemahaman mendasar berikutnya tentang pentingnya
peranan administrasi yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
manusia modern, terkait dengan perkembangan teori administrasi.
Teori administrasi dari awal muncul sampai perkembangan masa
kini, dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) teori. Masing-
masing teori ditulis oleh pemikir-pemikir administrasi yang
22 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

memiliki reputasi hebat. Keempat teori tersebut terdiri dari: (1)


Teori administrasi klasik (1841-1930-an), (2) Teori Administrasi
Neoklasik (1940-1960-an), (3) Teori Modern (1960-an - 1990-an) dan
(4) Teori Post Modern (1990-an - sekarang). Masing-masing teori
ini memiliki dasar pemikiran dan gagasan dengan tokoh masing-
masing. Rangkuman tentang penemu teori dan isi gagasannya,
secara garis besar dapat dijelaskan seperti uraian berikut.
Teori pertama dikenal sebagai teori administrasi klasik yang
diperkenalkan mulai tahun 1841–1930-an. Tokoh penemu dari
teori dan memiliki nama populer antara lain: (1) F. Taylor yang
menulis buku tentang Management Ilmiah (1841), (2) Henry Fayol
yang memperkenalkan tentang prinsip-prinsip administrasi (1925)
dan (3) Weber (1920) yang menulis buku tentang Birokrasi Ideal.
Inti pemikiran teori administrasi klasik, secara garis besar dapat
dijelaksan sebagai berikut:
a. Manusia di masa itu termasuk makhluk yang dapat
dikategorikan sebagai pemalas
b. Manusia termotivasi dengan materi
c. Manusia dianggap sebagai mesin
d. Hubungan di dalam organisasi berlangsung secara formal
e. Struktur organisasi kaku
f. Pengawasan sangat ketat
g. Spesialisasi tugas
h. Kebijakan Top Down
i. Kekuasaan terpusat

Teori kedua dikenal sebagai Teori Administrasi Neoklasik


yang muncul dan bekembang mulai tahun 1940 – 1960-an. Tokoh
utamanya adalah Elton Mayo, yang menulis karya yang diberi
judul Human Relation. Teori ini muncul sebagai upaya perbaikan
teori sebelumnya atau merupakan kritik terhadap teori klasik. Inti
ajaran dari teori Neo Klasik, secara garis besar dapat dijelaskan
sebagai berikut:
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 23

a. Tidak semua manusia pemalas


b. Manusia belum tentu produktif kalau hanya di motivasi
dengan materi
c. Manusia punya perasaan, tidak bisa di samakan dengan mesin
d. Hubungan yang terlalu formal belum tentu produktif
e. Struktur organisasi tidak terlalu kaku
f. Pengawasan agak longgar/belum tentu produktif kalau
diawasi dengan ketat

Teori ketiga dikenal sebagai teori modern yang muncul dan


bekembang mulai tahun 1960-an - 1990-an. Tokoh utama dari teori
ini antara lain: (1) Chester I Barnard, yang menulis buku tentang
Perilaku Organisasi, (2) Albout Lepawsky yang memperkenalkan
Teori sistem (1960) dan (3) David Osborne A Ted Gaebler, yang
menulis karya tentang Reinventing Goverment (1990). Inti ajaran
dari teori ini secara garis besar dapat dirinci sebagai berikut:
a. Keberhasilan organisasi ditentukan oleh semua sub sistem
yang saling ketergantungan
b. Organisasi berhasil kalau mampu bersaing dalam pelayanan
c. Organisasi berhasil kalau berorientasi pada hasil/keuntungan
d. Organisasi berhasil kalau berupaya mencegah kerugian
daripada memperbaiki
e. Adanya Desentralisasi
f. Pemerintah hanya mengarahkan ke (organisasi) di bawahnya

Teori keempat dikenal sebagai teori postmodern yang


muncul dan bekembang mulai 1990-an – sekarang. Tokoh utama
dari teori ini adalah David Osborne, yang menulis karya dengan
tema Global Paradoks. Inti ajaran dari teori ini secara garis besar
dapat dirinci sebagai berikut:
a. Desentralisasi menghasilkan kekuasaan terpusat baru dalam
lingkup tidak lebih baik
24 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

b. Organisasi berhasil kalau berorientasi pada risiko bukan hasil


(profit) serta ada pembagian risiko/kerja sama
c. Buttom Up tidak selamanya positif, banyak faktor yang
mempengaruhi
d. Organisasi berhasil kalau bisa membangun jaringan yang
solid
e. Organisasi berhasil kalau bisa membangun citra
f. Organisasi berhasil kalau bersifat kontingensi (cepat
menyesuaikan dengan perubahan)
g. Dikembangkan Spiritual Questions … IQ (hanya berpengaruh
6 - 20 persen keberhasilan).

B. Pembangunan
Studi pembangunan menurut Hettne (2001:6) dianggap sebagai
studi yang berorientasi pada masalah, bersifat terapan dan
lintas ilmu, yang menganalisis perubahan masyarakat dalam
kontek dunia, namun tetap memperhatikan kekhasan berbagai
masyarakat dalam hal sejarah, ekologi, kebudayaan dan
sebagainya. Berdasarkan pandangan yang demikian, wajar
apabila tidak mudah memahami apa itu pembangunan, sebagai
konsekuensi logis dari cakupan lintas ilmu dan aspek kehidupan
manusia. Konsekuensi lebih lanjut, banyak makna pembangunan
dan objek yang dikaji serta ditulis oleh banyak pakar yang begitu
beragam. Ada makna pembangunan yang didasarkan pada
sudut kepentingan serta ada makna dari sudut padang orang
kecil, penguasa (pejabat), dan pendapat pakar. Ada pula makna
pembangunan yang objektif dan ada makna yang subjektif. Ada
makna pembangunan menurut pandangan negara maju dan
ada makna pembangunan menurut pandangan negara sedang
berkembang. Ada makna pembangunan menurut kajian ekonomi
dan ada pula makna pembangunan menurut kajian sosiologis.
Realitas demikian dapat ditegaskan bahwa kita bisa menemukan
beragam pengertian tentang apa itu pembangunan.
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 25

Ahli ekonomi banyak yang memberikan makna pembangunan


sebagai suatu usaha memajukan masyarakat di bidang ekonomi
atau material. Untuk itu, jika secara ekonomi belum maju berarti
pembangunan belum berhasil. Padangan demikian banyak
mendapat kritikan karena hakikat pembangunan tidak semata-
mata diukur dari fenomena ekonomi. Di sisi lain, banyak pihak
yang mengakui bahwa salah satu ukuran utama keberhasilan
pembangunan dikaji dari kemajuan ekonomi. Todaro (2000:92)
menegaskan bahwa pembangunan harus dipahami sebagai proses
yang multidimensional, melibatkan segenap pengorganisasian-
pengorganisasian, peninjauan kembali atas sistem-sistem ekonomi
dan sosial secara keseluruhan, peningkatan pendapatan dan
output, perubahan yang bersifat mendasar atas stuktur-struktur
kelembagaan, sosial dan administrasi, sikap-sikap masyarakat dan
bahkan merambah adat istiadat, kebiasaan dan sistem kepercayaan
yang hidup dalam masyarakat.
Pandangan Todaro tentang pembangunan sangat luas atau
multidimensional, sehingga ia melihat keberhasilan pembangunan
bukan hanya dari kacamata kemajuan materi atau khususnya
peningkatan pendapatan, melainkan juga dari ukuran-ukuran non
ekonomi. Pemahaman penting lain tentang begitu luasnya makna
pembangunan bisa membaca apa yang ditulis Selo Sumarjan
dan Romo Mangunwijaya. Ada pengalaman Selo Sumardjan
dan Romo Mangunwijaya yang disarikan oleh Budiman (1995:
1) yang menjelaskan arti pembangunan menurut orang kecil
atau pinggiran atau desa. Sewaktu Selo Sumardjan berbicara
dengan orang miskin di kota kecil pinggiran Jakarta mengajukan
pertanyaan: Dari mana orang itu datang? Dia menjawab: kami
dulu tinggal di Jakarta, tetapi karena ada pembangunan maka ia
terpaksa mengungsi ke sini. Pembangunan menurut mereka sama
dengan sebuah malapetaka, yang mendamparkan hidup mereka.
Hal senada ditemukan oleh Romo Mangunwijaya sewaktu ia
berada di sebuah desa di daerah Gunung Kidul. Dia bertanya,
26 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

apakah umumnya orang desa di sini dapat hidup dengan cukup?


Jawab si orang desa: Cukup pak, kalau tidak ada pembangunan.
Dia menjelaskan, kalau ada pembangunan, Pak Lurah menyuruh
saya dan teman-teman untuk melakukan kerja bakti membuat
gapura, pagar desa atau melebarkan jalan. Akibatnya, saya tidak
dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Jika tidak bekerja
berarti tidak ada penghasilan. Pembangunan menurut mereka
sama dengan perintah kepala desa untuk kerja bakti.
Pandangan pembangunan berikutnya menurut Saul M.
Katz dalam Tjokrowinoto (1993: 8) yang menegaskan bahwa
pembangunan adalah pergeseran dari satu kondisi nasional yang
satu (one state of national being) menuju ke kondisi nasional yang lain,
yang dipandang lebih baik (more valued) tetapi apa yang disebut
more valued (lebih baik/lebih berharga), berbeda dari satu negara
ke negara lain (culture specific) atau dari satu periode ke periode
lain (time specific). Lebih lanjut Todaro (2000:20) menegaskan
bahwa pembangunan sebagai suatu proses multidemensional
yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial,
sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, di samping
tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan
ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan,
sedangkan hakikat pembangunan harus mencerminkan perubahan
total suatu masyarakat atau penyesuaian suatu sistem sosial
secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan
dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok
sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu
kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun
spiritual.
Beberapa makna pembangunan yang telah diungkapkan masih
ada satu dimensi yang belum dimasukkan yaitu berkelanjutan
berwawasan lingkungan hidup. Undang-Undang (UU) Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1,
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 27

ayat (3) diamanahkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah


upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan
untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini
dan generasi masa depan.
Todaro (2000:21) menegaskan konsep pembangunan secara
luas sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas
suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan
menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Oleh
karena itu, Goulet dkk dan Todaro (dalam Todaro (2000:21)
menegaskan bahwa ada 3 (tiga) komponen dasar atau nilai inti
untuk memahami hakikat pembangunan yaitu (1) Kecukupan
(sustenance) untuk memenuhi kebutuhan dasar, (2) Jati diri (self-
esteem) menjadi manusia seutuhnya dan (3) Kebebasan (freedom)
dari sikap menghamba: Kemampuan untuk memilih. Ketiga hal
inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh
setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan.
Ketiga nilai pembangunan tersebut dijelaskan lebih lanjut
oleh Todaro yang secara garis besar dapat dijelaskan seperti uraian
berikut. Kecukupan yang mengarah untuk memenuhi kebutuhan
dasar dalam hal ini bukan hanya mencakup kebutuhan pangan,
melainkan juga mencakup kebutuhan dasar manusia secara fisik.
Kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang jika tidak terpenuhi
akan menghentikan kehidupan seseorang. Jika kebutuhan dasar
tidak terpenuhi akan melahirkan kemiskinan absolut. Kebutuahn
dasar yang umum terdiri dari: (1) Makanan, (2) Air, (3) Pakaian,
(4) Tempat Tinggal, (5) Kemanan, (6) Kesehatan, (7) Pendidikan,(8)
Partisipasi dalam pengambilan keputusan dan (9) Pekerjaan.
Jati diri menjadi manusia seutuhnya bermakna bahwa ada
dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri
sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau
mengejar sesuatu. Bisa juga terkait dengan kepribadian, sosok utuh
28 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

dan identitas. Apabila ada jati diri yang hilang maka seseorang
akan kehilangan segala-galanya. Nilai kedua ini didasari oleh
masuknya nilai-nilai modern yang berasal atau bersumber dari
negara maju yang menimbulkan kejutan dan kebingungan di
banyak negara sedang berkembang dan malahan ada yang sampai
kehilangan harga diri dan jati diri.
Kebebasan dari sikap menghamba yang bermakna
kemampuan untuk memilih merupakan bentuk suatu
kemerdekaan seseorang. Kemerdekaan atau kebebasan harus
diartikan secara luas yakni sebagai kemampuan untuk berdiri
tegak, sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek
material dalam kehidupan. Sekali kita terjebak dalam perbudakan
materi maka sederet kecenderungan negatif akan muncul seperti
sikap acuh tak acuh terhadap lingkungan, sikap mementingkan
diri sendiri, ego dan mengorbankan orang lain akan jadi racun
dalam kehidupan sendiri. Kebebasan harus juga bermakna kita
mampu berpikir jernih, menilai segala sesuatu atas keyakinan dan
pikiran sehat.
Perlu ditegaskan pula bahwa pembangunan yang berhasil
tidak semata-mata diukur dari kemajuan ekonomi. Untuk
itu, muncul model pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan. Konsep pembangunan ini merupakan konsep yang
mengintegrasikan ekologi, ekonomi, dan sosial yang disebut
pembangunan berkelanjutan atau sustainable development, yang
telah disepakati secara global sejak diselenggarakannya United
Nation Conference On The Human Environment (UNCHE) di
Stockholm pada tahun 1972. Model ini muncul sebagai upaya
mengatasi kelemahan model-model pembangunan sebelumnya.
Kelemahan model-model pembangunan sebelumnya antara lain:
a. Munculnya kerakusan manusia untuk mengejar materi.
b. Munculnya berbagai perilaku yang tidak manusia seperti
diinjak-ijaknya nilai-nilai kemanusiaan dan tidak dihargainya
harkat dan martabat manusia.
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 29

c. Terjadinya kesenjangan yang makin lebar antara si kaya dan


si miskin.
d. Terjadinya kesenjangan yang makin lebar antara negara kaya
dengan negara sedang berkembang.
e. Pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi kemiskinan punduduk
ditemukan di mana mana.
f. Pengangguran tinggi.
g. Munculnya kerusakan sumber daya alam yang masif dan
mengalami kerusakan yang bersifat ekologis.
h. Penyusutan sumber daya alam yang luar biasa.
i. Timbulnya ketergantungan yang makin menjadi-jadi dari
masyarakat Negara sedang berkembang ke masyarakat
negara maju.
j. Hilangnya beberapa nilai budaya yang adi luhung dan
kearifan lokal sebagai akibat globalisasi.
k. Makin lebar atau senjang antara kemajuan fisik dengan
nonfisik (mental). Kemajuan fisik maju pesat, sedangkan
kemajuan nonfisik tidak tampak dan malah bertambah
memprihatinkan serta masalah lainnya.

Oleh karena itu, munculnya kesadaran tentang arti penting


dan kebutuhan akan pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan. Penegasan ini penting karena pakar-pakar
pembangunan telah mengingatkan bahwa dalam kehidupan
umat manusia akan dan telah menghadapi 3 (tiga) krisis dewasa
ini yaitu energy, pangan dan lingkungan. Oleh karena itu,
pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan menurut
penulis adalah usaha sadar dan terencana dalam melakukan
perubahan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik,
dengan memperhitungkan semua komponen lingkungan hidup
yang terdiri dari abiotik, biotik dan kultural dalam pola pikir, pola
sikap dan pola tindaknya.
30 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Perincian dari 3 (tiga) komponen lingkungan hidup yang


dikenal publik selama ini terdiri dari:
(1) Abiotik (A) atau yang mati mencakup tanah, air dan udara
(2) Biotik (B) terdiri dari flola dan fauna serta
(3) Komponen kultural (C) yang berisi semua interaksi manusia
yang mencakup sosial budaya, sosial ekonomi, demografi,
spiko sosial dan kesehatan masyarakat.

Berdasarkan pemikiran yang demikian, maka pertanyaan


yang berbunyi: Penting manusia atau gajah? tidak akan pernah
diajukan atau tidak relevan dalam model pembangunan
berkelanjutan atau sustainable development. Penegasan ini
beralasan karena jika pertanyaan ini dijawab maka jawaban yang
logis menurut kepentingan manusia adalah penting manusia
dan otomatis gajah akan dimusnahkan. Idealnya adalah kedua
mahkluk hidup tersebut dapat hidup berdampingan. Pertanyaan
mendasar selanjutnya yang perlu diajukan adalah: Mengapa
gajah, kera dan air marah kepada manusia? Jawaban yang tepat
sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan adalah gajah, kera dan air marah dengan manusia
karena ruang mereka terganggu. Ruang untuk habitat gajah dan
kera dijadikan pemukiman, perkebunan dan pertanian, sehingga
mereka menjadi marah, sedangkan air marah dengan manusia
karena banyak sungai yang menjadi dangkal, tempat-tempat
penampuangan air berubah menjadi pemukiman dan mall, parit-
parit yang ada di lingkungan pemukiman yang ditutup, sehingga
ruang air menjadi sempit dan bahkan tertutup sama sekali.
Persoalan-persoalan lingkungan hidup atau tuntutan akan
kelayakan ekologi melahirkan konsep-konsep pembangunan
terkini, yang populer dengan sebutan pembangunan berkelanjutan
berwawasan lingkungan. Salah satunya pemikiran Budiman.
Pembangunan yang berhasil menurut Budiman (1995:8) memiliki
unsur-unsur yang dapat dibuat skema sebagai berikut:
BAB 2 – Pemahaman Konsep Administrasi Dan Pembangunan 31

Pertumbuhan Ekonomi
Yang Tinggi

Pembangunan Yang Berkesinambungan:


Berhasil a. Tidak Terjadi
kerusakan Sosial
b. Tidak Terjadi
Kerusakan alam

Dalam realitas masih sering ditemukan bahwa ada kelompok


yang mempertentangkan antara paradigma atau kepentingan
ekonomi di satu sisi, dengan paradigma atau kepentingan
ekologi (lingkungan) di sisi lainnya. Pendukung paradigma
ekonomi mementingkan produksi, sedangkan paradigma
ekologi mementingkan kelestarian. Logika berpikir pendukung
kepentingan ekonomi selalu menonjolkan kelayakan ekonomi
seperti: (1) Investasi dari investor harus dijamin dapat kembali,
(2) Investor mendapat keuntungan yang signifikan atau sesuai
yang diharapkan, (3) Usaha dapat tumbuh dan berkembang terus-
menerus atau berkelanjutan, dan (4) Ada jaminan keamanan
terhadap usahanya. Kepentingan ekonomi tersebut sangat
berbeda dengan kepentingan ekologi. Logika dan layak ekologi
atau lingkungan hidup antara lain berisi: (1) Semua aktivitas
ekonomi wajib memperhitungkan komponen lingkungan hidup
yang terdiri dari komponen abiotik (A), komponen biotik (B)
dan komponen kultural (C), (2) Ada jaminan kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan (3) selalu memperhatikan daya dukung
lingkungan.
Perbedaan kepentingan tersebut dapat diatasi atau memiliki
titik temu, melalui upaya memperhatikan hakikat pembangunan
yang paling diinginkan, yang intinya bahwa setiap aktivitas
proyek pembangunan umumnya dan ekonomi khususnya harus
32 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

selalu dikaitkan dengan adanya keseimbangan, kesinambungan,


keberlanjutan, keterkaitan, keanekaragaman, keselarasan
dan keserasian. Oleh karena itu, dalam teknis implementasi
pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan perlu
memperhitungkan kelanyakan yang terdiri dari; (1) Layak
teknologi, (2) Layak ekonomi, (3) Layak sosial budaya, (4) Layak
keamanan dan (5) Layak ekologi atau lingkungan hidup, dalam
makna tidak terjadi kerusakan sosial dan alam.
BAB
3
Ruang Lingkup
Administrasi
Pembangunan

P
embicaraan ruang lingkup Administrasi Pembangunan
akan diawali dari pemahaman tentang embrio lahirnya
Administrasi Pembangunan dan pengenalan konsep
Administrasi Pembangunan terlebih dahulu, dilanjutkan
pemahaman tentang pusat perhatian Administrasi Pembangunan
dan unsur-unsurnya, perbedaan Administrasi Pembangunan
dengan Administrasi Negara (Publik) dan diakhiri dengan
pembahasan tentang ruang lingkup Administrasi Pembangunan.
Semua subbahasan atau tema yang dipilih dalam bab ini
perlu dijelaskan terlebih dahulu, agar pembaca buku memiliki
pemahaman yang baik terhadap ruang lingkup Administrasi
Pembangunan seperti yang diharapkan oleh penulis buku.
Penjelasan secara rinci dari masing-masing sub tema dalam ruang
lingkup Administrasi Pembangunan dapat diuraikan seperti
penjelasan berikut.

A. Embrio Administrasi Pembangunan


Dalam istilah lain, embrio dapat disamakan dengan awal mula
atau cikal bakal lahirnya administrasi pembangunan. Ia ada dan
lahir tidak dapat dilepaskan dari administrasi Negara (publik)
karena teori, prinsif dan paradigma yang ada pada administrasi

33
34 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

pembangunan banyak menggunakan teori, prinsif dan paradigma


yang berlaku dalam administrasi Negara (publik). Riggs (1994)
menegaskan bahwa bagaimana membedakan secara umum antara
studi tentang Administrasi Pembangunan dengan studi tentang
Administrasi Negara? Tidak ada jawaban pasti yang dapat
menjelaskan pertanyaan ini. Kenyataan ini memberikan jastifikasi
(pemberanan) dalam penggunaan kata frontier (batas-batas) atau
sulit membedakan antar keduanya. Oleh karena itu tidak salah
apabila dinyatakan bahwa Administrasi Pembangunan pada
dasarnya bersumber dari Administrasi Negara, sehingga kaidah
umum yang berlaku dan ada dalam administrasi Negara berlaku
pula pada administrasi pembangunan.
Pertanyaan penting dalam sub bab ini adalah kapan Adminitrasi
Pembangunan lahir? Jawaban atas pertanyaan ini tidak bisa dijawab
seperti menjelaskan kapan Indonesia Merdeka atau kapan si pulan
lahir. Jawaban kapan Administrasi Pembangunan lahir umumnya
dijawab setelah berakhirnya perang dunia kedua yang terjadi pada
tahun 1945. Mereka yang menjadi tokoh utama dalam embrio
perkembangan Administrasi Pembangunan menyebutkan diri
sebagai kelompok studi komperatif atau Comparative Administratif
Group (CAG), yang antara lain terdiri dari: (1) F.W. Riggs; (2) John
D. Montgommery; (3) Milton Esman; (4) Raiph Braibanti; (5) William
J. Siffin; (6) Edward W. Weidner, dan lain- lain. Perkembangan
selanjutnya, kelompok ini memperluas diri dengan melibatkan dan
mengundang beberapa ahli dari negara sedang berkembang seperti
Thailand, Korea Selatan, Indonesia dan ahli lainnya seperti Ajit
Bannerjee; Carlos P. Ramos; S.S. Husen; Hahn-Been Lee; Sondang
P. Siagian dan lainnya.
Kembali ke cerita pasca perang dunia ke II, ada beberapa
pembelajaran yang dapat diambil yang terkait dengan embrio
Administrasi Pembangunan yaitu: (1) Perang menimbulkan
kehancuran dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya
kehancuran di bidang ekonomi. Negara yang hancur ekonominya
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 35

bukan hanya dirasakan dan terjadi di Negara-negara yang kalah


perang, melainkan juga terjadi di Negara-negara yang dianggap
menang dalam perang; (2) Lahirnya banyak Negara baru yang
merdeka karena hadiah dari penjajah maupun merdeka karena
mampu mengusir penjajah dengan melawannya; (3) Negara yang
baru mereka ini menghadapi berbagai persoalan seperti masalah
pendidikan, kesehatan, infrastuktur, kemampuan sebagai
penyelenggara Negara, kurang pengalaman, kebutuhan pokok
belum dapat dipenuhi, tidak memiliki modal yang cukup, ilmu
dan teknologi masih sangat ketinggalan dan intinya, mereka
menghadapi masalah kemiskinan. Jadi, ketiga pembelajaran ini
bermuara pada satu titik dan satu permasalahan yang sama yaitu
masalah ekonomi dan kemiskinan.
Perkembangan menarik berikutnya menyambung cerita di
atas adalah Amerika Serikat (AS) yang menang perang dan juga
mengalami kehancuran ekonomi, menjadi Negara pertama di
dunia yang cepat bangkit ekonominya dan dapat menempatkan
negaranya sebagai kekuatan ekonomi terbesar atau nomor satu
dunia. Dengan posisi ekonomi yang demikian, AS berinisiatif
untuk membangun ekonomi dunia melalui pemberian bantuan
kepada Negara-negara yang menjadi sekutu dalam perang
maupun lawan-lawannya yang difokuskan di Negara Eropa
Barat. Bantuan AS ini (Siagian, 1983:5) dituangkan dalam bentuk
Undang-Undang yang terkenal dengan Point Four Program, yang
kemudian lebih dikenal sebagai program Marshall Plan (disebut
Marshall Plan karena Jenderal Marshall Plan yang menjadi arsitek
utama atau menggunakan nama ini karena disesuaikan dengan
nama Sekretaris Amerika Serikat yaitu George Marshall. Nama asli
program adalah Program Rekoveri Eropa). Program ini dirasakan
dan menunjukkan keberhasilan untuk membangun beberapa
Negara Eropa Barat, sehingga program ini terus dilanjutkan,
diperluas dan menjadi model bantuan luar negeri AS ke Negara
yang berideologi Komunis dan ke Negara sedang berkembang
yang tersebar di Asia, Afrika dan Amirika Latin.
36 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Pembelajaran yang dapat diperoleh dari implementasi


program Marshall Plan sebagai model bantuan luar negeri AS
adalah: (1) Bantuan ke Negara yang berideologi Komunis ditolak
atau mereka tidak mau menerima bantuan AS. Mereka menolak
bantuan AS karena negera-negara dimaksud harus berganti
ideologi menjadi negara pendukung ideologi Liberal; (2) Negara-
negara sedang berkembang (NSB) yang tersebar di Asia, Afrika
dan Amirika Latin menerima bantuan, tetapi dalam implementasi
program bantuan tersebut banyak yang mengalami kegagalan;
(3) Bantuan luar negeri AS ini ternyata memiliki motif untuk
kepentingan nasional AS. Pertama, bantuan diluncurkan sebagai
upaya mencari dukungan NSB dalam upaya membendung
perkembangan ideologi Komunis, sekaligus mengembangkan
ideologi Liberal di negera penerima bantuan. Kedua, penduduk di
NSB dijadikan sebagai pasar atau konsumen produk AS. Ketiga,
NSB yang menerima bantuan dijadikan sebagai sumber bahan
baku bagi produsen AS.
Persoalan yang kemudian muncul yang terkait langsung
dengan embrio Administrasi Pembangunan dari implementasi
program Marshall Plan sebagai model bantuan luar negeri AS
adalah administrasi NSB mengalami kegagalan dalam mendukung
dan mengoptimalkan bantuan AS. Mengapa adminisrasi NSB
mengalami kegagalan? Jawaban yang bisa diterima secara umum
adalah administrasi NSB belum memiliki kapasitas atau tidak
memadahi untuk mengimplementasikan bantuan luar negeri.
Berpijak dari realitas kegagalan yang demikian, beberapa ahli
administrasi Negara dari AS (Negara Barat) melakukan penelitian,
diskusi dan kajian yang difokuskan pada: Mengapa administrasi di
banyak NSB mengalami kegagalan dalam mengimplementasikan
bantuan luar negeri AS? Hal ini dilakukan oleh mereka karena
2 (dua) tujuan yaitu: (1) Membuat konsep, teori dan model
Administrasi Negara yang berguna bagi pembangunan dan cocok
untuk diaplikasikan di NSB; dan (2) Untuk pengembangan Ilmu
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 37

Administrasi Negara itu sendiri. Tekat dan semangat para ahli


tersebut mendapat dukungan dari perserikatan bangsa-bangsa
(PBB). Sejak tahun 1950-an, PBB mulai memberikan perhatian
secara khusus terhadap administrasi NSB dan menjadikan tahun
1960 sebagai dasa warsa pembangunan pertama, tahun 1970
sebagai dasa warsa pembangunan kedua, tahun 1980 sebagai
dasa warsa pembangunan ketiga dan seterusnya. Perkembangan
tersebut menjadi momentum yang sinergis dan hasil konkret
dari perjuangan para ahli tersebut, yang kemudian melahirkan
administrasi Negara sedang berkembang yang mempergunakan
pendekatan ekologi atau disesuaikan dengan keseluruhan kontek
setting sosial, budaya, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan,
yang populer dengan nama Administrasi Pembangunan. Di sisi
lain, perkembangan administrasi pembangunan itu sendiri terjadi
karena administrasi pembangunan juga sangat diperlukan di
NSB dalam rangka mendukung pembangunan di berbagai aspek
kehidupan, terutama pembangunan di bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Kembali dengan bantuan luar negeri (yang sebenarnya menjadi
beban utang Negara) harusnya dapat mengatasi keterpurukan
ekonomi atau kemiskinan, dengan dukungan administrasi NSB.
Harapan demikian ternyata sulit diwujudkan oleh para pemimpin
di NSB karena bantuan luar negeri (utang) tidak sepenuhnya
diterima dalam wujud uang tunai, yang dengan bebas dapat
dikelola oleh NSB, sesuai prioritas kebutuhan NSB. Hal demikian
terjadi karena setiap bantuan luar negeri tidak akan terlepas dari
kepentingan Negara yang memberikan bantuan. Mereka (Negara
pemberi) harus mendapatkan keuntungan ekonomi maupun
sosial. Oleh karena itu, ada beberapa motif pemberian bantuan
(untuk kepentingan nasional pemberi bantuan) dan secara umum
bantuan luar negeri dan motifnya dapat dikelompokkan menjadi
4 yaitu:
38 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

1. Bantuan di bidang ekonomi. Hal mendasar yang perlu


dicermati oleh penerima bantuan di bidang ini adalah
bantuan yang diberikan oleh Negara Barat tidak “gratis”,
melainkan harus dikembalikan pokok utang dan bunganya.
Selain itu, mereka memiliki motif agar NSB sebagai penerima
bantuan menjadi sumber bahan mentah dan menjadi bagian
dari pasar internasionalnya. Oleh karena bantuan ekonomi
berbentuk utang, umumnya akan menjerat, mencekik dan
menjadi beban generasi penerus. Selain itu, ada pembayaran
lain dalam wujud sikap bersahabat dan tidak jarang menjadi
pembela kepentingan Negara pemberi bantuan dalam
berbagai forum internasional.
2. Bantuan di bidang politik pada umumnya berkaitan atau
berhubungan dengan penguasa NSB sebagai upaya: (1)
Mempertahankan kekuasaan kelas yang berkuasa atau
kelompok elit yang dianggap sejalan dengan kepentingan
nasional pemberi bantuan, (2) Memperluas lingkaran
pengaruh dalam upaya memperkuat posisi penguasa, (3)
Berupaya mencegah kekuasaan politik ke kelompok yang
menjadi lawan penguasa negara tersebut serta menjaga sikap
politisi negara yang diberi bantuan.
3. Bantuan di bidang militer diwujudkan dalam bentuk latihan
bersama, pemberian hibah beberapa pelaralatan militer yang
relatif tidak diperlukan lagi oleh Negara pemberi bantuan,
penjualan senjata, pemberian bantuan pendidikan militer
bagi perwira menengah ke atas serta pengiriman tenaga
ahli dari negara maju ke NSB dalam upaya meningkatkan
profesionalisme militer.
4. Bantuan di bidang teknik diwujudkan dalam bentuk
pengiriman pakar untuk menjadi konsultan atau tenaga ahli
di NSB. Bantuan ini menjadi satu paket dan persyaratan
bantuan dari Negara maju ke NSB atau bantuan tenaga ahli
sering kali menjadi persyaratan yang harus dipenuhi oleh
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 39

NSB untuk mendapatkan bantuan, dan membangun institusi


pendidikan di negara yang membutuhkan serta bantuan
dalam bentuk bantuan fisik.

Beberapa pengalaman bantuan luar negeri (utang) dari


Negara maju ke NSB banyak yang menimbulkan persoalan.
Chalid (2006) yang berusaha merangkum dampak utang NSB dari
awal mulai meminjam sampai dengan berkembangnya globalisasi
ekonomi beberapa tahun yang lalu hingga kini, dapat disarikan
sebagai berikut:
1. Semua NSB terlilit utang dan kondisi ini akan berlangsung
sampai kapan pun. Jadi, tidak satu bangsapun yang memiliki
utang akan sanggup keluar dari lilitan utang. Sebenarnya
NSB sudah membayar 8 kali lebih besar dari utang yang
sebenarnya, tetapi realitasnya masih diwajibkan membayar
sebanyak 3 kali lagi. Hal ini berarti bahwa pinjaman pokok
dan bunganya berkembang menjadi 11 kali lipat dan wajib
dibayar oleh peminjam.
2. Pada saat yang bersamaan, NSB kehilangan nilai perdagangan,
sehingga mau tidak mau atau dengan terpaksa bahwa NSB
menjadi tertimbun utang. Nilai komoditas ekspor NSB
terus turun sepanjang era bantuan luar negeri. Sepanjang
tahun 1980-an harga komoditas turun rata-rata 5%, sehingga
pada tahun 1990 mereka hanya menerima 45% lebih rendah
dibandingkan tahun 1980.
3. Kecenderungan ini bertolak belakang dengan tekanan
negara/lembaga kreditor pemberi utang bahwa mereka
menghendaki kepada Negara miskin agar dapat
mengentaskan kemiskinan. Bantuan bilateral maupun
multilateral bertujuan untuk menurunkan kemiskinan di
NSB. Selain itu, persyaratan pinjaman ditentukan oleh
bank komersial biasa. Akhirnya, aliran bantuan dikerdilkan
dengan aliran uang dari negara miskin ke negara kaya, bukan
40 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

sebaliknya. Salah satu contohnya, besar pinjaman dari Negara


maju harus dikembalikan 11 kali oleh NSB.
4. Utang membuat suatu bangsa kehilangan harga diri dan
posisi tawarnya terhadap negara lain dan lembaga-lembaga
keuangan internasional yang menjadi kreditor. Utang tidak
dibuat dengan sendirinya oleh pemerintah NSB, tetapi
dikondisikan oleh pemilik-pemilik uang, supaya NSB terus
berutang karena memberi utang berarti suntikan kehidupan
bagi kreditor.
5. Kreditor tidak pernah bersungguh-sungguh untuk
menyelesaikan persoalan utang NSB. Yang mereka atur
adalah kemampuan membayar, bagaimana utang itu
bisa dibayar kembali tanpa peduli dampaknya pada
masyarakat, dan bagaimana mereka ambil utang baru lagi.
Sebernarnya mereka lebih membutuhkan NSB dari pada NSB
membutuhkan NM.
6. Apabila negara tidak bisa membayar utang (antara
tahun 1970-1980-an) maka resep yang dipergunakan oleh
lembaga-lembaga keuangan internasional adalah privatitasi
perusahaan negara yang bukan jasa. Privatisasasi bermakna
diswastakan dalam manajemen atau pengelolaan.
7. Syarat yang harus dipenuhi negara pengutang pada Tahun
1990, adalah liberalisasi yang berkaitan dengan jasa yang
menyangkut kepentingan umum seperti air bersih dan
pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi ini, AS, Bank Dunia
dan Korporasi internasional membentuk Warld Water Council
(WWC). Melalui WWC mereka mempromosikan bahwa air
bukan merupakan hak dasar, tetapi merupakan kebutuhan
dan korporasi internasional dapat memenuhi kebutuhan ini.

Beberapa persoalan yang terjadi di NSB, khususnya terkait


dengan kegagalan atau kekurang berhasilan dalam implementasi
bantuan luar negeri, bukan semata-mata sebagai akibat
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 41

ketidaksiapan administrasi NSB, yang kemudian melahirkan


administrasi pembangunan seperti yang telah diungkapkan,
melainkan ada penyebab lain yang tidak kalah penting yaitu
bantuan luar negeri tidak berwujud 100 persen uang tunai, tetapi
berupa paket yang terdiri dari bantuan ekonomi, politik, militer
dan teknik yang semuanya ditentukan oleh Negara pemberi
bantuan dan semua paket bantuan tersebut dibiayai dan sumber
dananya diambil dari bantuan/utang tersebut. NSB dalam hal
ini membutuhkan bantuan dan tidak ada pilihan lain (mau
tidak mau menerima) ke-4 paket yang telah ditetapkan. Belum
lagi pemanfaatan bantuan luar negeri oleh NSB yang banyak
disalahgunakan atau dikorupsi oleh penguasa.

B. Pengertian Administrasi Pembangunan


Setelah dijelaskan embrio administrasi pembangunan maka
pemahaman penting berikutnya terkait dengan konsep, definisi
atau pengertian administrasi pembangunan. Banyak pengertian
administrasi pembangunan yang diberikan oleh ahli administrasi
Negara (pembangunan). Beberapa ahli yang memberikan
pengertian dan diplih dalam buku ini adalah:
1. Sondang P. Siagian (1983)
Administrasi Pembangunan adalah seluruh usaha yang
dilakukan oleh suatu masyarakat untuk memperbaiki tata
kehidupannya sebagai suatu bangsa dalam berbagai aspek
kehidupan bangsa tersebut dalam rangka usaha pencapaian
tujuan yang telah ditentukan.
2. Bintoro Tjokroamidjojo (1997)
Administrasi Pembangunan adalah suatu administrasi bagi
usaha pembangunan sosial ekonomi yang bersifat dinamis
dan inovatif serta mengupayakan perubahan berbagai aspek
kehidupan masyarakat melalui berbagai pengerahan dan
alokasi sumber daya untuk kegiatan pembangunan.
42 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

3. Ginandjar Kartasasmita (1997)


Administrasi pembangunan adalah bidang studi yang
mempelajari sistem administrasi negara di negara yang
sedang membangun serta upaya untuk meningkatkan
kemampuannya. Hal ini berarti bahwa dalam studi dan
praktik administrasi pembangunan diperlukan adanya
perhatian dan komitmen terhadap bilai-nilai yang mendasari
dan perlu diwujudkan menjadi dasar etika birokrasi. Dengan
demikian ada dua sisi dalam batasan pengertian administrasi
pembangunan tersebut. Pada sisi pertama tercakup upaya
untuk mengenali peranan administrasi negara dalam
pembangunan, atau dengan kata lain administrasi dari proses
pembangunan, yang membedakannya dengan administrasi
negara dalam pengertian umum. Pada sisi kedua tercakup
kehendak untuk mempelajari dengan cara bagaimana
membangun administrasi negara dan tugas pembangunan.
Namun, tidak kalah pentingnya perhatian dan komitmen
terhadap kepentingan publik yang dapat menjadi ukuran
bagi kredibilitas dan akuntabilitasnya.
4. Fred W. Riggs (1994)
Pengertian administrasi dapat dirumuskan melalui 2
kesimpulan umum. Pertama, Administrasi Pembangunan
berkaitan dengan proses administrasi dari suatu program
pembangunan, dengan motode-metode yang digunakan oleh
organisasi besar terutama pemerintah untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan dan kegiatan-kegiatan yang telah
direncanakan guna mencapai sasaran-sasaran pembangunan
mereka. Kedua, arti dari istilah administrasi pembangunan
dikaitkan dengan implikasinya, tidak dengan pengertiannya
secara langsung. Termasuk di dalamnya adalah peningkatan
kemampuan administratif. Jelasnya, apabila suatu program
pembangunan berhasil dilaksanakan, dengan sendirinya akan
mendorong terjadinya perubahan-perubahan di lingkungan
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 43

masyarakat politik, termasuk perubahan kemampuan


masyarakat dalam bidang administratif.

Berpijak pada beberapa pengertian administrasi


pembangunan seperti yang telah diungkapkan maka ada 2 (dua)
pernyataan (kalimat) kunci yang dapat dijadikan sebagai makna
atau batasan (pengertian) administrasi pembangunan. Pertama
kontribusi administrasi pembangunan terhadap pembangunan
nasional yang dikenal sebagai administrasi bagi pembangunan
nasional yang mencakup aktivitas-aktivitas yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pedorongan atau motivasi dan
pengawasan. Fungsi ini merupakan fungsi yang harus dilakukan
oleh administrator atau manajer dan harus didukung oleh
pengaturan penggunaan atau pemanfaatan alat atau sarana (tools
of management), yang terdiri dari atau meliputi atau mencakup 5
M, yaitu: (1) Men (orang), (2) Money (uang), (3) Materials (bahan-
bahan), (4) Methode (cara) dan (5) Machines (mesin-mesin).
Dalam administrasi pembangunan dikenal sebagai pendekatan
manajemen. Kedua pembangunan, perbaikan dan atau reformasi
administrasi itu sendiri. Pembangunan ini sebagai upaya agar
administrasi pembangunan yang telah disempurnakan dapat
mendukung penyelenggaraan tugas atau fungsinya secara lebih
baik, tertib, berdaya guna dan berhasil guna, lebih professional,
tertib, akuntabel, transparan dan lain-lain. Untuk pernyataan
kedua dikenal sebagai pendekatan organisasi. Lebih singkat lagi
dapat ditegaskan bahwa pengertian administrasi pembangunan
merupakan pelaksanaan fungsi administrasi negara (publik) itu
sendiri plus fungsi pembangunan.
Administrasi bagi pembangunan dan pembangunan
administrasi sebagai fokus inti dari administrasi pembangunan
dalam praktiknya selalu berjalan beriringan atau bersamaan
atau tidak perlu mempersoalkan mana yang harus didahulukan.
Realitas menunjukkan bahwa banyak persoalan administrasi yang
44 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

perlu dibangun menurut kajian pendekatan organisasi. Salah satu


contoh untuk menganggambarkan masalah administrasi terkait
dengan cikal bakal maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN) melalui masalah berikut. Belum diterapkan prinsip
ramping dalam stuktur, tetapi kaya fungsi. Praktik yang banyak
terjadi di dalam tubuh pemerintahan atau pemerintah saja, atau
struktur birokrasi yang gemuk. Pilihan ini bukan hanya akan
menimbulkan pemborosan, melainkan juga memunculkan
lamban dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi),
sehingga persoalan demikian banyak menimbulkan keluhan dan
pelayanan publik yang jelek. Prinsip demikian bukannya tidak
diketahui oleh para pemimpin atau elit yang berkuasa atau yang
memimpin. Mereka memahami dengan persis persoalan ini, tetapi
mau tidak mau harus memilih prinsip yang salah karena akibat
tekanan politik atau politik balas budi kepada pengusung atau
pendukungnya. Dalam instilah yang keren bagi-bagi kekuasaan
atau sharing power. Mengapa hal demikian tidak bisa dihindari dan
apa akar masalah yang menjadi penyebabnya? Jawabannya adalah
akibat penggunaan politik transaksi. Menjabat apa pun tidak
gratis dan memerlukan ongkos yang tidak kecil. Konsekuensi
lebih lanjut, setelah sang pejabat berkuasa ya bagi-bagi jabatan,
berusaha mengembalikan modal, cari untung dan cari modal
untuk menyediakan upeti bagi pihak yang bisa mengamankan
jabatan dan untuk modal berjuang di masa mendatang. Semua
ini akan berujung dan berakumulasi ke dalam KKN. Dalam
masyarakat banyak pandangan yang salah, tetapi dijadikan
kelaziman. Contoh: Anda itu orang penting atau pejabat, masak
anak, adik dan keluarga dibiarkan jadi pengangguran? Anda harus
atasi masalah keluarga kita ini. Awalnya sang pejabat akan bekerja
secara profesional, objektif, memiliki idealisme dan tidak akan
KKN. Oleh karena kuatnya desakan istri, orang tua dan keluarga
besarnya maka idealisme terus-menerus akan tergerogoti dan
menjadi KKN atau menyalahgunakan jabatan dan kekuasannya.
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 45

Apabila realitas permasalahan administrasi seperti


yang telah diungkapkan direnungkan maka ada 2 (dua)
kemungkinan pernyataan yaitu: (1) Administrasi belum siap
untuk mendukung pelaksanaan pembangunan, (2) Sebelum
melakukan pembangunan, sebaiknya melakukan pembangunan
atau perbaikan administrasi terlebih dahulu. Jawaban yang bisa
diterima secara umum adalah pembangunan berbagai aspek
kehidupan tetap dilaksanakan, tidak harus menunggu sampai
dengan masalah administrasi beres atau siap. Pembangunan tetap
berjalan dan sekaligus melakukan perbaikan atau penyempurnaan
administrasi. Kita tidak bisa berhenti memenuhi kebutuhan pokok
manusia dan jika pemenuhan kebutuhan stop maka kita menjadi
terancam kelangsungan hidupnya. Kebutuhan ini hanya bisa
dipenuhi apabila kita melaksanakan pembangunan. Di sisi lain,
pembangunan memerlukan administasi. Tidak ada administrasi
sebagai pendukung pembangunan, maka pelaksanaan
pembangunan akan menghadapi berbagai persoalan dan bahkan
bisa mengalami kegagalan. Inilah sekilas pernyataan untuk
mendukung penyataan yang membenarkan bahwa Administrasi
bagi pembangunan dan pembangunan administrasi harus
berjalan bersamaan, sekalipun dalam realita administrasi belum
dapat mendukung sepenuhnya dalam pelaksanaan pembangunan
sebagai akibat banyaknya masalah administrasi.
Setelah pengertian administrasi pembangunan diungkapkan,
diikuti dengan penjelasan mengapa administrasi bagi
pembangunan dan pembangunan administrasi harus berjalan
serempak atau beriringan maka kajian atau pertanyaan menarik
berikutnya yang dapat dijadikan bahan diskusi kita adalah
pertanyaan tentang tema apa saja yang dapat menjadi kajian
administrasi pembangunan di masa kini dan mendatang? Jawaban
atas pertanyaan ini bisa dijelaskan seperti uraian berikut.
Pertama, administrasi pembangunan harus punya perhatian
atau kajian tentang perbandingan administrasi NSB. Mengapa
46 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

demikian? Hal ini menjadi tuntutan karena administrasi


pembangunan merupakan bidang kajian yang unik dalam arti
administrasi pembangunan yang sukses diaplikasikan di Korea
Selatan belum tentu cocok dilaksanakan di Indonesia. Demikian
juga administrasi pembangunan yang sukses diaplikasikan di
Brazil, belum tentu cocok dan dapat diaplikasikan di negara
Timor Timur atau Timor Leste, Uganda atau Libya, Kenya atau
NSB lainnya. Hal demikian terjadi karena setiap Negara yang
dikatorikan NSB memiliki lingkungan (ekologi) administrasi
yang berbeda-beda. Lingkungan yang berbeda menghendaki
administrasi pembangunan yang berbeda pula. Oleh karena itu,
administrasi pembangunan merupakan administrasi di masing-
masing NSB dilihat dari keseluruhan kontek (ekologi atau
lingkungan) budaya, sosial, politik, ekonomi dan pertahanan
keamanan. Berpijak dari argumentasi yang demikian maka
tidak salah apabila salah satu kajian penting dari administrasi
pembangunan adalah perbandingan administasi NSB. Kajian
ini akan dapat mengembangkan pemikiran administrasi
pembangunan.
Kedua, administrasi pembangunan harus punya
perhatian atau kajian tentang manajemen pembangunan di
NSB. Tuntutan demikian logis karena semua NSB sedang giat-
giatnya melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek
kehidupan. Pembangunan yang dilaksanakan sebagai upaya
mereka untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju (NB),
memenuhi kebutuhan pokok rakyat dan sekaligus dalam rangka
memperbaiki dan menyempurnakan seluruh tata kehidupan
bangsa dan Negara. Sehubungan dengan pembangunan di NSB,
ada 2 (dua) hal penting yang perlu diperhatikan yaitu: (1) Unsur/
sarana atau alat manajemen atau Tools of Management yang terdiri
dari Men, Money, Machines, Methods dan Materials ini harus diatur;
(2) Bagaimana mengaturnya? Mengaturnya melalui Planning
(Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Commanding
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 47

(Pemberian Komando, perintah), Coordinating (Pengkoordinasian)


dan Controlling (Pengawasan).
Ketiga, perhatian atau kajian berikutnya dari administrasi
pembangunan adalah reformasi birokrasi. Reformasi di sini
tidak hanya ditujukan pada reformasi fisik (stuktur birokrasi),
melainkan dan yang lebih penting juga terkait dengan reformasi
budaya (culture change) dan perubahan pola pikir (mind set) dalam
berbagai aspek kehidupan. Mengapa diperlukan reformasi fisik
dan budaya? Reformasi dalam hal ini penting karena realitas
menunjukkan bahwa banyak organisasi yang tumpang tindih
dalam pelaksanaan Tupoksi (reformasi fisik), munculnya
organisasi-organisasi baru, yang sebenarnya sudah ada organisasi
yang lama dengan Tupoksi yang kurang lebih sama di satu sisi
dan di sisi lain, dalam praktik birokrasi pemerintahan masih
banyak ditemukan patologi birokrasi atau penyakit birokrasi
atau penyimpangan birokrasi (disfunction of bureaucracy). Penyakit
ini sudah ada sejak zaman kerajaan, terus bertahan pada masa
penjajahan, awal kemerdekaan dan perjungan fisik sampai masa
reformasi dewasa ini. Perlu disadari bahwa organisasi yang
didirikan merupakan wadah atau alat kegiatan administrasi dan
manajemen. Untuk itu, dalam kajian ketiga ini perlu dipahami
perilaku orang dalam birokrasi. Bagaimana perilaku orang-
orangnya, mengapa perilaku tersebut muncul, apa penyebabnya
dan apa motivasinya?
Keempat, perhatian atau kajian administrasi pembangunan
berikutnya terkait dengan pembangunan partisipasi masyarakat.
Kehadiran partisipasi masyarakat bukan hanya penting untuk
administrasi bagi pembangunan, melainkan juga penting bagi
pembangunan administrasi. Pembangunan dalam bidang apa pun
memerlukan kehadiran partisipasi masyarakat. Partisipasi dalam
hal ini bukan hanya partisipasi dalam wujud menyumbangkan ide
atau gagasan tentang apa yang perlu dibangun, menyumbangkan
tenaga dan harta benda, melainkan juga partisipasi dalam wujud
48 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

memelihara hasil-hasil pembangunan dan terlibat secara langsung


maupun tidak langsung dalam pengawasan penggunaan sumber
daya manusia, finansial, material dan peralatan, pelaporan dan
pertanggung jawaban berbagai kegiatan yang diperuntukkan
bagi kepentingan publik. Partisipasi dalam hal ini bukan hanya
berdampak positif terhadap hasil-hasil pelaksanaan aktivitas,
meningkatkan daya guna dan hasil guna penggunaan sarana atau
alat manajemen, tetapi juga akan mendorong munculnya rasa
bertanggung jawab semua pihak dan kalangan, rasa memiliki,
meningkatkan transparansi dan kepercayaan publik.
Kelima, perhatian atau kajian administrasi pembangunan
selanjutnya adalah penguasaan dan pemanfaatan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang diaplikasikan dalam
mengatur atau mengelola Tupoksi. Dukungan dan aplikasi Iptek
sebagai upaya memudahkan orang dalam bekerja dan mengakses
informasi, sekaligus untuk membangun kepercayaan publik.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, setiap organisasi harus memiliki
portal internet yang terkelola dengan baik dan terus ter-update data
dan informasinya. Portal ini harus berfungsi untuk mengurangi
frekuensi rapat kerja atau koordinasi yang berlangsung secara face
to face, petunjuk, intruksi dan informasi-informasi dapat di upload
terlebih dahulu pada web, agar diketahui oleh karyawan. Ada
ruang untuk memberikan masukan, kritik dan jawaban pihak yang
berkompeten. Publik dengan mudah dapat mengakses informasi
dan data yang mereka perlukan. Semua ini dikenal sebagai
e-government, yang menjadi kebutuhan birokrasi pemerintah di
masa kini dan mendatang. Semua orang (yang melayani maupun
yang dilayani) membutuhan kemudahan, kecepatan, murah,
berkualitas dan yang terkini (ter-update).
Keenam, perhatian atau kajian penting administrasi
pembangunan selanjutnya berhubungan dengan pelestarian fungsi
lingkungan, salah satunya melalui pembangunan berkelanjutan
berwawasan lingkungan, yang telah menjadi agenda global melalui
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 49

International Standardization for Organization (ISO) yang terkait


dengan kualitas (mutu) dan lingkungan. Oleh karena itu, setiap
organisasi perlu mengembangkan sistem manajemen organisasi
yang digunakan untuk mengembangkan dan mengimplementasi
kebijakan lingkungan dan mengelola aspek-aspek lingkungannya
seperti keselatan kerja, pemberian perizinan, pengaturan limbah
kantor dan kebijakan lainnya, yang disesuaikan dengan Tupoksi.
Semua orang harus mendukung, peduli dan bertanggung jawab
terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai gerakan
bersama yang bersinergis.
Ketujuh, perhatian atau kajian penting administrasi
pembangunan terakhir berhubungan dengan pembangunan
kualitas sumber daya aparatur melalui penerapan norma-norma
moral dan etika, yang berhubungan dengan aktivitas di dalam
organisasi dan di luar organisasi, khususnya dalam pelaksanaan
Tupoksi. Dalam kehidupan manusia pada umumnya dan
sumber daya aparatur khususnya, nilai menjadi landasan, alasan
atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku. Di sisi lain,
kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah
lakunya, yang mencerminkan atau menggambarkan moral
seseorang. Moral mengandung integritas dan martabat pribadi
manusia. Apabila manusia bermoral jelek atau tidak bermoral
maka jatuh atau rusak integritas dan kepribandiannya. Sebagai
aparatur Negara dan atau pegawai publik akan selalu disorati
moralitasnya. Jika bermoral baik, ia akan beritegritas dan dipercaya
oleh publik. Mereka juga akan memperoleh dukungan dan akan
ada dihati publik. Kelemahan sumber daya aparatur yang banyak
terjadi di NSB berkaitan dengan kualitas moral. Apabila kualitas
ini bermasalah, akan muncul banyak persoalan seperti KKN, tidak
disiplin serta keluhan dan ketidakpercayaan publik.
50 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

C. Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan


Pemahaman tentang administrasi pembangunan tidak cukup
hanya mengetahui embrio kehadirannya, tahu pengertian dan
apa yang dikajinya, melainkan juga harus tahu pendekatan yang
dipergunakan, unsurnya, ruang lingkup, ciri khas dan perbedaan
antara administrasi pembangunan dengan administrasi Negara.
Beberapa point di antaranya telah dijelaskan dan penjelasan
berikut sebagai kelanjutannya. Riggs (1994), Siagian (1983)
dan Tjokroamidjojo (1997) menegaskan bahwa administrasi
pembangunan mempunyai 2 (dua) unsur yaitu: (1) Perumusan
Kebijakan-kebijakan Negara (public policies) dan (2) Penyusunan
Instrumen-instrumen untuk pelaksanaan kebijakan dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan secara efektif. Hal ini bermakna
bahwa administrasi pembangunan berkontribusi atau berperan
dalam formulasi kebijakan, sekaligus pelaksana kebijakan itu
sendiri.
Apabila perumusan kebijakan difokuskan pada kebijakan
pembangunan di NSB maka kebijakan pembangunan menjadi
kebijakan publik yang utama karena kebijakan ini untuk
menjawab persoalan kemiskinan, pengangguran dan pemenuhan
kebutuhan pokok rakyat. Oleh karena tugas pokok pemerintah
di NSB berkaitan dengan pembuatan kebijakan, pengambilan
keputusan untuk mengatur sumber daya publik yang sangat
terbatas dibandingkan kebutuan manusia, mengarahkan kegiatan
dan memotivasi warga masyarakat, memberikan pelayanan serta
memberikan perlindungan, sehingga warga Negara (rakyat)
meningkat kualitas hidup dan kehidupannya.
Tjokroamidjojo (1995) menegaskan bahwa administrasi
pembangunan mempunyai tiga fungsi yaitu:
(1) Penyusunan kebijaksanaan untuk penyempurnaan
administrasi negara yang mencakup upaya penyempurnaan
organisasi, khususnya terkait dengan kepegawaian dan
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 51

pengurusan sarana-sarana administrasi lainnya. Hal ini


disebut the development of administration (pembangunan
administrasi) atau “Administrative Reform” (reformasi
administrasi).
(2) Perumusan kebijakan-kebijakan dan program-program
pembangunan di berbagai bidang serta pelaksanaan
secara efektif. Ini disebut the administration of development
(Administrasi untuk pembangunan). Administrasi untuk
pembangunan (the development of administration) dapat dibagi
menjadi dua; yaitu; (a) Perumusan kebijakan pembangunan
(b) pelaksanaan kebijakan pembangunan secara efektif.
(3) Pencapaian tujuan-tujuan pembangunan tidak mungkin
terlaksana dari hasil kegiatan pemerintahan semata. Faktor
penting dalam hal ini adalah membangun partisipasi
masyarakat.

Administrasi Pembangunan sebagai suatu disiplin ilmu


administrasi publik menurut Riggs (1994), Siagian (1983) dan
Tjokroamidjojo (1997) memiliki 2 (dua) ruang lingkup yang
penting yaitu: (1) Pembangunan administrasi (the development
of administration) atau penyempurnaan administrasi negara
(publik) dan (2) Administrasi Pembangunan (the administration of
development) atau administrasi bagi pembangunan. Lebih lanjut
Riggs (1994) menegaskan bahwa Administrasi Pembangunan
berkaitan dengan proses administrasi dari suatu program
pembangunan, dengan metode-metode yang digunakan oleh
organisasi besar (pemerintah) untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan dan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan guna
menemukan sasaran-sasaran pembangunan. Selain itu, istilah
Administrasi Pembangunan dikaitkan dengan implikasinya,
termasuk di dalamnya adalah peningkatan kemampuan
administratif.
52 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Kedua ruang lingkup dari Administrasi Pembangunan


yang terdiri dari pembangunan administrasi dan administrasi
pembangunan atau administrasi bagi pembangunan ini
memerlukan dukungan dan atau kehadiran partisipasi masyarakat.
Oleh karena pentingnya kehadiran partisipasi masyarakat
maka Tjokroamidjojo (1983: 31) menambah satu ruang lingkup
dari administasi pembangunan yaitu pembangunan partisipasi
masyarakat sebagai ruang lingkup yang ketiga. Kita menyadari
bahwa kegiatan apa pun, termasuk pembangunan akan banyak
terhambat dan bahkan akan mengalami kegagalan apabila tidak
melibatkan partisipasi aktif dan positif atau kontribusi masyarakat.
Dengan demikian, ruang lingkup Administrasi Pembangunan
terdiri dari:
a. The administration of development atau Administrasi
Pembangunan
b. The development of administration atau penyempurnaan atau
pembangunan administrasi Negara
c. Pembangunan Partisipasi Masyarakat

Khusus ruang lingkup ketiga dari Administrasi Pembangunan


yang berisi Pembangunan Partisipasi Masyarakat dari berbagai
hasil studi dan atau penelitian menemukan dan menyimpulkan
bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat
penting dan diperlukan dalam proses pembangunan. Oleh karena
itu, pembangunan tidak akan pernah mencapai tujuan yang
akan diwujudkan apabila manajemen berusaha meninggalkan
masyarakat. Perkembangan terkini tentang partisipasi terlihat
dari tuntutan akan pembangunan dan perencanaan partisipatif.
Aplikasi dari perkembangan tersebut terlihat dari setiap tahapan
pembangunan sangat membutuhan partisipasi masyarakat mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengawasan,
evaluasi dan pemerliharaan hasil-hasil pembangunan.
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 53

Anggota masyarakat atau warga dalam hal ini diajak


berpikir dan berkontribusi mulai dari awal pembangunan sampai
berhasil diwujudkan tujuan pembangunan, dilanjutkan dengan
pemeliharaan. Keterlibatan atau partisipasi warga dalam hal ini
bukan hanya mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam
proses pembangunan, melainkan juga dapat menumbuhkan rasa
tanggung jawab dan memiliki terhadap pelaksanaan serta hasil-
hasil pembangunan. Partisipasi dalam hal ini bukan hanya sebagai
faktor penentu keberhasilan proses pembangunan, melainkan
sekaligus sebagai indikator pembangunan yang berhasil.
Setelah dijelaskan ruang lingkup administrasi pembangunan
maka ada 2 (dua) pertanyaan lagi yang harus dijawab yaitu apa
ciri dan apa perbedaan administrasi pembangunan (Admpem)
dengan administrasi Negara (Admneg). Ciri atau karaktaristik
utama dari administrasi pembangunan menurut Riggs (1994),
Siagian (1983) dan Ginanjar (1997) adalah:
a. Menekankan kepada usaha-usaha ke arah penyempurnaan
dan perubahan yang lebih baik di masa depan. Beberapa
tuntutan di masa depan antara lain transparansi, kecepatan,
kualitas, inovatif, kreatif dan tuntutan global.
b. Perbaikan-perbaikan administrasi pembangunan dikaitkan
dan disesuaikan dengan kemajuan di aspek pembangunan
lain seperti bidang sosial, ekonomi, politik, budaya dan
pertahanan keamaman.

Sehubungan dengan hal tersebut, Ginanjar (1997:14)


menegaskan bahwa administrasi pembangunan berkembang
karena adanya kebutuhan di negara-negara yang sedang
membangun untuk mengembangkan lembaga-lembaga
dan pranata-pranata sosial, politik, dan ekonominya, agar
pembangunan dapat berhasil. Di sisi lain, Ginanjar juga
menegaskan bahwa perbedaan antara Admpem dengan Admneg
tidak terlalu tajam lagi karena administrasi negara modern juga
54 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

menghendaki perubahan dalam dirinya dan ingin memprakarsai


pembaharuan lingkungan sosialnya, seperti tercermin dalam
paradigma administrasi negara baru. Perbedaannya mungkin
terletak pada di mana Administrasi pembangunan diapikasikan
untuk negara berkembang, dan umumnya tidak diterapkan di
negara maju, meskipun administrasi Negara di negara maju
juga secara aktif terlibat dalam upaya memperbaiki diri dan
kehidupan masyarakatnya. Dengan demikian, latar belakang
perbedaan antara keduanya terletak pada dua aspek: (1) tingkat
perkembangan sosial ekonomi dan sosial politik sebagai ukuran
kemajuan; dan (2) lingkungan budaya yang mempengaruhi
perkembangan sistem nilai serta penerapan sasaran-sasaran
pembangunan.
Mengenai perbedaan utama administrasi negara (Admneg)
dengan administrasi pembangunan (Admpem) menurut
pandangan Siagian (1983) dan Ginanjar (1997) dapat disarikan dan
dirinci sebagai berikut:
(1) Admneg (publik) merupakan administrasi Negara maju
atau berkembang di negara maju, sedangkan Admpem
merupakan administrasi NSB.
(2) Admneg memiliki fungsi lebih sedikit, sedangkan Admpem
memiliki fungsi lebih banyak atau fungsi admneg ditambah
fungsi pembangunan.
(3) Admneg disetting atau sesuai dengan budaya barat,
sedangkan Admpem disetting atau disesuaikan dengan
budaya NSB.
(4) Admneg berorientasi pada masa kini, sedangkan Admpem
berorientasi pada masa depan.
(5) Admneg mempunyai fungsi dan berperan sebagai public
service, law and order, lebih menekankan kepada tugas-
tugas umum (rutin) dalam rangka pelayanan masyarakat
(public service) dan tertib pemerintahan, Admpem
BAB 3 – Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan 55

mempunyai fungsi sebagai development function dan agent


serta lebih berorientasi kepada pelaksanaan tugas-tugas
pembangunan (Development Functions) dari pemerintah.
(6) Admneg netral atau kurang aktif dalam pembangunan,
sedangkan Admpem lebih bersikap aktif terhadap
pembangunan dan “Developmen Agent” (Penggerak
Pembangunan).
(7) Admneg mempergunakan pendektan legalistic approach,
sedangkan Admpem menggunakan pendekatan;
echological approach, action oriented dan problem solving.
Lebih berpendekatan lingkungan (Ekological Approach).
Berorientasi pada kegiatan (acton oriented) dan bersifat
pemecahan masalah (problem Solving).
(8) Admneg sebagai pelaksana kebijakan, sedangkan Admpem
sebagai penentu kebijakan dan sebagai pelaksana change agent
(9) Admneg mengarah kepada terciptanya kerapian aparatur,
sedangkan Admpem mengarah kepada administrasi
kebijakan dan isi program pembangunan.
(10) Admneg lebih menekankan pada tugas-tugas rutin
dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, sedangkan
Admpem lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas-tugas
pembangunan yaitu kemampuan merumuskan kebijakan
pembangunan dan pelaksanaan kebijakan.

Beberapa perbedaan antara Admneg dengan Admpem


seperti yang telah diungkapkan tidak semua diterima sebagai
perbedaan karena perbedaan keduanya lemah, sehingga hal
ini akan menimbulkan perdebatan. Mengapa hal ini terjadi?
Jawabannya adalah pekembangan dewasa ini, perbedaan antara
Admneg dengan Admpem hanya kecil atau sulit dibedakan.
Selanjutnya, Ginanjar (1997:15) menegaskan bahwa di negara
maju, peranan pemerintah relatif kecil, karena insitusi-institusi
56 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

masyarakat telah berkembang maju. Bahkan pemerintah yang


kecil dan sedikit keterlibatannya lebih dikehendaki. Sebaliknya, di
Negara berkembang, dengan segala kekurangannya, pemerintah
adalah institusi yang paling maju. Oleh karena itu, tanggung
jawab pembangunan terutama berada di pundak pemerintah
(administrasi negara). Institusi lain, seperti usaha swasta, pada
umumnya belum berkembang.
BAB
4
Administrasi
Pembangunan

A
dministrasi pembangunan dalam buku ini akan
membahas sumbangan atau kontribusi administrasi
pembangunan terhadap pembangunan nasional yang
mencakup berbagai aspek kehidupan, terutama dan khususnya
pembangunan di bidang sosial yang mencakup pembangunan
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
keamanan. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi atau
sumbangan administrasi pembangunan terhadap pembangunan
nasional dapat dikaji dari apa yang harus dilakukan oleh seorang
administrator. Kegiatan dasar administrasi atau apa yang harus
dilakukan oleh seorang administrator tidak lain dan tidak bukan
sama dengan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen. George. R.
Terry (1982) menegaskan bahwa fungsi manajemen berisi tentang
Planning, Organizing, Actuating dan Controlling (popular dengan
akronim POAC), sedangkan Fayol (1949) dalam bukunya yang
berjudul Administrasi Industri dan Umum (General and Industrial
Administration) mengelompokkan fungsi manajemen ke dalam
lima fungsi utama yaitu: Planning (Perencanaan), Organizing
(Pengorganisasian), Commanding (Pemberian Komando, perintah),
Coordinating (Pengkoordinasian) dan Controlling (Pengawasan).
Fungsi menajemen demikian juga berlaku dan sama dengan fungsi
manajemen pembangunan.

57
58 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Fayol (1949) juga menegaskan bahwa administrasi itu pada


hakikatnya menyelenggarakan, mengatur, melaksanakan dan
mewujudkan apa yang menjadi tujuan organisasi (bisa organisasi
negara, politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan).
Tidak ada administrasi, sudah dapat dipastikan bahwa tujuan
organisasi akan gagal diwujudkan. Oleh karena itu, sumbangan
atau kontribusi utama administrasi pembangunan terhadap
pembangunan nasional selalu dikaji dari pendekatan manajemen.
Dalam pendekatan manajemen ini, selain berbicara fungsi
Planning, Organizing, Aktuating dan Controlling (POAC), sekaligus
juga bicara tentang alat-alat atau sarana (tools of management).
Sarana-sarana manajemen untuk kajian ekonomi dan dunia usaha
meliputi atau mencakup 6 M, yaitu: (1) Men (orang), (2) Money
(uang), (3) Materials (bahan-bahan), (4) Methode (cara), (5) Machines
(mesin-mesin) dan (6) Market (pasar), sedangkan untuk kajian
administrasi publik tidak sampai membicarakan Market (pasar).
Untuk itu, George. R. Terry (1982) menegaskan bahwa unsur dasar
(basic elements) yang merupakan sumber yang dapat digunakan
(available resources) untuk mencapai tujuan dalam manajemen
adalah Men, Money, Machines, Methods dan Materials. Penjelasan
dari masing-masing fungsi manajemen (pembangunan) dan alat-
alat atau sarana (tools of management) seperti yang telah disebutkan,
dapat ditelusuri pada penjelasan uraian berikut.

A. Kegiatan Dasar Administrasi Pembangunan


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan dasar administrasi
identik dengan fungsi-fungsi manajemen (pembangunan) yang
terdiri dari fungsi Planning, Organizing, Aktuating dan Controlling
(POAC). Masing-masing fungsi ini sangat diperlukan dalam
pembangunan di bidang apa pun. Untuk itu, apabila salah satu
fungsi ini tidak ada atau dihilangkan maka pembangunan yang
dilaksanakan akan sulit mencapai hasil seperti yang diharapkan.
Benarkah penyataan ini? Untuk menjawab pernyataan ini, tulisan
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 59

dalam bab ini akan dimulai dari fungsi menajemen pembangunan


yang pertama yaitu perencanaan. Perencanaan dalam bidang
dan konteks apa pun, termasuk ruang lingkup nasional, daerah,
kecamatan dan desa atau unit organisasi apa pun selalu dijadikan
sebagai pengarah, petunjuk, dan penuntun langkah atau pedoman
melangkah atau menjadi titik pijakan untuk mewujudkan tujuan.
Dalam agama Islam, setiap aktivitas apa pun selalu diawali atau
dimulai dengan ucapan “Bismilahirrahmanirrahim”. Apabila
ucapan ini diaplikasikan dalam pembangunan nasional, daerah
dan desa maka langkah awal pembangunan tersebut dimulai
dari perencanaan. Boleh juga dikatakan bahwa fungsi utama
perencanaan pembangunan merupakan pedoman pelaksanaan
kegiatan, pengarah, dasar pijakan, dasar menyusunan skala
prioritas dan sebagai alat (tool) untuk mengukur dan melakukan
evaluasi berhasil tidaknya pelaksanaan pembangunan. Lantas
timbul pertanyaan: Mengapa pelaksanaan pembangunan tidak
berhasil dan adakah hubungan antara masalah pembangunan
yang terjadi dengan perencanaan.
Penjelasan dan pertanyaan tersebut bermakna bahwa setiap
langkah pembangunan nasional yang baik merupakan langkah
pembangunan yang selalu direncanakan. Untuk itu, ada hubungan
yang erat antara perencanaan dengan keberhasilan pembangunan.
Suatu rencana pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan yang
ditentukan sebelum melakukan berbagai kegiatan guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Tidak ada perencanaan berarti
pelaksanaan kegiatan akan terjadi kegagalan, pemborosan,
kerugian, tidak mengarah ke tujuan dan menggunakan uang tanpa
perhitungan, termasuk penggunaan sarana manajemen lainnya
yang tidak direncanakan. Perencanaan juga dapat dikatakan
sebagai suatu bentuk tindakan yang menyeluruh, yang berusaha
mengoptimalkan sumber daya, dana, sarana dan sebagainya,
dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Perencanaan mau tidak mau harus disusun karena adanya
60 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

keterbatasan sumber daya yang dimiliki, termasuk keterbatasan


kemampuan sumber daya manusia. Untuk itu, sangat tepat
apabila dikatakan bahwa perencanaan merupakan tugas pokok
administrasi atau manajemen pembangunan yang utama dan
pertama. Lantas timbul pertanyaan, apa itu perencanaan dan
perencanaan pembangunan serta bagaimana ukuran perencanaan
pembangunan yang baik? Untuk menjawab ketiga pertanyaan ini
maka kita harus memberikan pengertian atau definisi keduanya
serta menunjukkan ukuran suatu perencanaan pembangunan
yang baik.
Handoko (2003;77-78) menegaskan bahwa perencanaan
adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan apa yang
harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa, sedangkan
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 8 tentang Tahapan, Tata Cara,
Penyusunan, Pengendalian dan evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah Bab I, Pasal 1, ayat (1) mengamanahkan
bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Selanjutnya, Tjokroamidjojo (1996;12) menegaskan bahwa
arti dan fungsi perencanaan yang cukup lengkap adalah: (1)
Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu
proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, (2)
Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-
baiknya (macimum out put) dengan sumber-sumber yang ada,
supaya lebih efisien dan efektif, (3) Perencanaan adalah penentuan
tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana,
bilamana dan oleh siapa, (4) Albert Waterston menyebutkan
perencanaan pembangunan adalah ”melihat kedepan dengan
mengambil pilihan berbagai alternatif dari kegiatan untuk
mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti,
agar supaya pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 61

serta (5) perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan


penggunaan sumber-sumber pembangunan (termasuk sumber-
sumber ekonomi) yang terbatas adanya, untuk mencapai tujuan-
tujuan sosial ekonomi yang lebih baik, efisien dan efektif.
Pendapat Tjokroamidjojo (1996) yang telah diungkapkan di
atas diperkuat oleh Solihin (2008) yang menyatakan bahwa ada
6 (enam) fungsi perencanaan yaitu: (1) Perencanaan diharapkan
menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan yang ditunjukan
untuk mencapai tujuan tertentu, (2) Perencanaan membuat
proses pencapaian tujuan lebih terarah, (3) Perencanaan dapat
memperkirakan (forecast) terhadap hal-hal yang akan dilalui, (4)
Perencanaan memberi kesempatan untuk memilih kombinasi cara
terbaik, (5) Perencanaan dilakukan berdasarkan skala prioritas
(tujuan, sasaran, maupun tindakan) dan (6) Dengan perencanaan
maka akan ada alat ukur untuk melakukan evaluasi. Berdasarkan
beberapa pengertian tentang perencanaan seperti yang telah
diungkapkan dapat ditegaskan oleh penulis bahwa perencanaan
adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar, efisien dan efektif
untuk menetapkan pilihan atau skala prioritas tindakan yang akan
dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dengan memperhitungkan
kemampuan dan ketersediaan sumber daya.
Setelah makna perencanaan dijelaskan maka langkah
berikutnya mendiskusikan tentang makna perencanaan
pembangunan. Nitisastro (dalam Tjokroamidjojo: 1996;15)
menyatakan bahwa aspek substansi perencanaan adalah penetapan
tujuan dan alternatif tindakan. Ia berpendapat selengkapnya
bahwa perencanaan ini pada asasnya berkisar kepada dua hal.
Pertama, penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan konkret
yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai-
nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Kedua,
pilihan diantara cara-cara alternatif serta rasional guna mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Bratakusumah (2004) menegaskan bahwa
Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses
62 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang


didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan
sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/
aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material)
maupun nonfisik (mental/spiritual), dalam rangka mencapai
tujuan yang lebih baik.
Lebih tegas lagi, Conyers (1984: 5) menyatakan bahwa
perencanaan melibatkan hal-hal yang menyangkut pengambilan
keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan
sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai
tujuan-tujuan tertentu atau kenyataan-kenyataan yang ada di
masa yang akan datang. PP Nomor 8 Tahun 2008, Bab I Ketentuan
Umum, Pasal 1, ayat (3) mengamanahkan bahwa perencanaan
pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-
tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku
kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian
sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka
waktu tertentu. Beberapa pendapat tentang perencanaan
pembangunan yang telah disebutkan menimbulkan pandangan
penulis bahwa perencanaan pembangunan harus disusun dan
ditetapkan menjadi dokumen perencanaan sebagai konsekuensi
dari keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh suatu bangsa
dan Negara, sedangkan amanah PP tersebut dapat dipahami
bahwa dalam penyusunan perencanaan pembangunan dalam
berbagai tingkatan sangat memerlukan adanya dukungan atau
kontribusi atau partisipasi masyarakat atau stakeholders.
Melengkapi beberapa pengertian yang telah disebutkan,
Ginanjar (1997: 49) menyatakan bahwa syarat perencanaan
pembangunan yang baik pada umumnya harus memiliki,
mengetahui dan memperhitungkan beberapa unsur pokok
perencanaan yang terdiri dari:
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 63

a. Tujuan akhir yang dikehendaki.


b. Sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya (yang
mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif).
c. Jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut.
d. Masalah-masalah yang dihadapi.
e. Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta
pengalokasiannya.
f. Kebijakan-kebijakan untuk melaksanakannya.
g. Orang, organisasi, atau badan pelaksananya.
h. Mekanisme pemantauan, evaluasi dan pengawasan
pelaksanaannya.

Berpijak pada pengertian perencanaan dan perencanaan


pembangunan seperti telah diungkapkan dapat ditegaskan
bahwa pertanyaan apa itu perencaaan dan apa itu perencanaan
pembangunan telah selesai dijawab. Penyataan ini bukan berarti
pilihan pengertian dalam tulisan ini merupakan pilihan terbaik.
Pengertian yang dipilih di sini belum yang terbaik dan masih
banyak tulisan lain yang menjelaskan pengertian perencanaan dan
perencanaan pembangunan. Pertanyaan berikutnya yang harus
dijawab adalah ukuran atau kriteria perencanaan pembanunan
yang baik. Ukuran pertama yang dapat dijadikan bahan diskusi
dan kajian tentang perencaaan pembangunan yang baik dapat
ditelusuri dari cara perumusan perencaaan pembangunan. Cara
perumusan perencanaan pembangunan yang baik perlu mengacu
pada hal-hal berikut: (1) Transparan; (2) Responsif; (3) Efisien; (4)
Efektif; (5) Akuntabel; (6) Partisipatif; (7) Terukur; (8) Berkeadilan;
(9) Akomodatif; (10) Realistis; dan (11) Berwawasan lingkungan.
Masing-masing ukuran dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Transparan bermakna bahwa cara perumusan perencanaan
perlu membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif yang berhubungan dengan perencanaan.
64 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(2) Responsif bermakna bahwa cara perumusan perencanaan


dapat mengantisipasi berbagai potensi, masalah dan
perubahan yang terjadi dan memahami harapan masyarakat
(3) Efisien dimaknai bahwa pencapaian tujuan atau keluaran
tertentu dengan masukan terendah atau masukan terendah
dengan keluaran maksimal dalam penggunaan sumber daya.
(4) Efektif merupakan kemampuan mencapai target dengan
sumber daya yang dimiliki, dengan cara atau proses yang
paling optimal.
(5) Akuntabel bermakna bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
perencanaan pembangunan dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Partisipatif merupakan hak masyarakat untuk terlibat dalam
setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dari
pemangku kepentingan (stakeholders).
(7) Terukur bermakna bahwa penetapan target atau tujuan
perencanaan akan dapat dicapai dan bagaimana cara-cara
untuk mencapainya.
(8) Berkeadilan merupakan prinsip keseimbangan antarwilayah,
sektor, pendapatan, gender dan usia.
(9) Akomodatif bermakna bahwa dokumen perencanaan yang
dihasilkan merupakan hasil kesepakatan atau kompromi dari
pemangku kepentingan.
(10) Realistis bermakna bahwa dokumen perencanaan yang
dihasilkan telah memperhitungkan sumber daya yang
diperlukan dan yang tersedia.
(11) Berwawasan lingkungan bermakna bahwa untuk
mewujudkan kehidupan yang adil dan makmur tidak harus
menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengoptimalkan
manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia, dengan
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 65

cara menyerasikan aktivitas manusia dengan kemampuan


sumber daya alam yang menopangnya.

Ukuran kedua dari perencanaan pembangunan yang baik


atau ideal adalah: (1) Penyusunan dan perumusan dokumen
perencanaan melibatkan pemangku kepentingan dan pelaksana
perencanaan; (2) Dokumen perencanaan yang dihasilkan sesuai
kebutuhan yang menjadi prioritas masyarakat atau dapat
menyelesaikan atau menjawab masalah yang dihadapi oleh
publik; (3) Dokumen perencanaan yang dihasilkan didukung dan
berpijak pada data dan fakta yang ada di lapangan; (4) Dokumen
perencanaan yang dihasilkan dapat diimplementasikan oleh
pelaksana di lapangan; (5) Dokumen perencanaan memegang
prinsif berkesinambungan dalam arti tidak berhenti pada satu
tahap, melainkan terus berkelanjutan, sehingga kesejahteraan
yang akan diwujudkan akan terlihat tanda-tanda kemajuannya
secara terus-menerus; (6) Dokumen perencanaan yang dihasilkan
dapat dijadikan pedoman oleh pelaksana, tim monitoring dan
evaluasi serta tim pengawas.
Selain itu, dalam perencanaan pembangunan juga perlu
didukung oleh suatu sistem perencanaan pembangunan. Untuk
itu, kita juga mengenal suatu sistem perencanaan pembangunan
yang ideal. Sistem yang baik atau ideal harus dapat memenuhi
beberapa indikator sebabagi berikut: (1) Harus bisa mensinergiskan
berbagai kepentingan atau kebutuhan publik (stakeholders), (2)
Harus bisa menciptakan dan mendorong tumbuhnya wahana
partisipasi publik, (3) Harus mampu menghasilkan kesepakatan
publik yang efektif dan dapat meminimasi konflik, (4) Substansi
atau isi dokumen perencanaan dapat dimengerti oleh pemangku
kepentingan, dan (5) Mempunyai daya memotivasi kepada para
pelaksana, menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab
publik.
66 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Perhatian penting berikutnya, setelah dijelaskan mengenai


ukuran perencanaan pembangunan yang baik, kita harus
mengerti juga tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan
dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) pada bagian penjelasan ditegaskan bahwa Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional di Indonesia menggunakan
lima pendekatan, dalam seluruh rangkaian perencanaan
pembangunan. Kelima pendekatan tersebut terdiri dari: (1) Politik;
(2) Teknokratik; (3) Partisipatif; (4) Atas-Bawah (top-down); dan (5)
Bawah-Atas (bottom-up). Pendekatan perencanaan pembangunan
ini dapat dijelaskan seperti uraian berikut.
Pendekatan politik memandang bahwa program-program
pembangunan yang ditawarkan oleh masing-masing calon
presiden dan wakil presiden, kepala daerah dan wakil kepala
daerah terpilih pada saat kampanye, dituangkan dan disusun
ke dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional atau Daerah (RPJMN/D). Pendekatan ini bermakna
bahwa rakyat pemilih dalam menentukan pilihannya berdasarkan
program-program pembangunan yang ditawarkan oleh masing-
masing calon Presiden/Kepala Daerah. Oleh karena itu, rencana
pembangunan dalam wujud dokumen RPJMN/D merupakan
penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan
Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana
pembangunan jangka menengah. Dalam praktik perencanaan
pembangunan, pendekatan politik lebih mendominasi isi
perencanaan pembangunan, khususnya pada dokumen RPJM
dan RKP/RKPD dibadingkan pendekatan partisipatif dan Bawah-
Atas (bottom-up).
Perencanaan pembangunan dengan pendekatan teknokratik
bermakna bahwa penyusunan perencanaan dipersiapkan dan
dilakukan oleh perencana profesional, atau oleh lembaga/unit
organisasi atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 67

untuk itu atau tugasnya menyusun perencanaan pembangunan,


menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah. Lembaga atau
unit kerja yang memiliki tugas menyusun perencanaan pembangunan
di Indonesia adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) untuk perencanaan pembangunan di level nasional,
sedangkan lembaga pada level daerah disebut Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda). Oleh karena tugas pokok dan
fungsi (Tupoksi) lembaga ini untuk menyusun perencanaan
pembangunan dan mereka menjadi penyusun perencananaan
pembangunan yang profesional.
Perencanaan pembangunan dengan pendekatan partisipatif
bermakna bahwa proses penyusunan perencanaan dilaksanakan
dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders) dalam pembangunan seperti unsur eksekutif,
legislatif, yudikatif, perguruan tinggi, media massa, pemimpin-
pemimpin informal (tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh
agama), perwakilan pemuda, perwakilan perempuan, aktivis
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lainnya. Pelibatan
mereka sebagai upaya untuk mendapatkan aspirasi dan
menciptakan rasa memiliki. Selain itu, perencanaan partisipasif
merupakan hak masyarakat untuk terlibat dalam setiap proses
tahapan perencanaan pembangunan dan bersifat inklusif bagi
kelompok yang termarginalkan, melalui jalur komunikasi khusus
untuk mengakomodasi aspirasi kelompok masyarakat yang tidak
memiliki akses dalam pengambilan kebijakan. Dalam praktik
penyusunan perencanaan pembangunan, pendekatan partisipatif
lebih mengesankan hanya untuk memenuhi mekanisme peraturan
perundang-undangan. Perwakilan stakeholders yang diundang
pada level desa atau kelurahan cukup mengambarkan dan dapat
mencerminkan kondisi dan aspirasi publik. Persoalannya adalah
untuk perwakilan warga masyarakat pada level kecamatan dan
kabupaten makin tidak terlihat karena 3 (tiga) alasan yaitu: (1)
Mereka yang diundang lebih didominasi oleh aparatur pemerintah
68 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(kelompok elite), (2) Kesempatan warga bicara hanya diberi waktu


yang sedikit dan mereka yang bisa bicara juga hanya sedikit warga
serta (3) Tidak sedikit usulan warga yang tidak diakomodasi.
Konsekuensi lebih lanjut, penyelenggara Musrenbang pada level
desa tidak sedikit yang berharap tidak usah diselenggarakan
Musrenbang karena manfaat kegiatan kecil dan hanya membuang-
buang waktu.
Pendekatan atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-up)
bermakna bahwa dalam penyusunan perencanaan pembangunan
dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Pendekatan
perencanaan pembangunan daerah bawah-atas dan atas-bawah
bisa juga bermakna bahwa hasil perencanaan pembangunan
diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan mulai dari
desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, sehingga
tercipta sinkronisasi dan sinergi pencapaian sasaran rencana
pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.
Apabila pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dipisahkan
maka pendekatan ini menjadi Bottom-up (dari bawah - ke atas)
dan Top down (dari atas - ke bawah). Pendekatan Bottom-up
bermakna bahwa proses penyusunan perencanaan pembangunan
wajib memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat seperti
penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat sebagai upaya
untuk melihat konsistensi dengan visi, misi dan program Kepala
Daerah Terpilih dan atau memperhatikan dan mengakomodasi
aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Pendekatan top down
mempunyai makna bahwa proses penyusunan perencanaan
pembangunan wajib bersinergi dengan rencana pembangunan dan
komitmen pemerintahan di atasnya seperti rencana pembangunan
jangka panjang nasional dan daerah (RPJN/D), perencanaan
pembangunan jangka menengah nasional dan daerah (RPJMN/D)
serta bersinergi dan berkomitmen dengan keputusan Pemerintah
terkait dengan tujuan-tujuan pembangunan global seperti
Millenium Development Goals, Sustainable Development, pemenuhan
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 69

Hak Asasi Manusia, pemenuhan air bersih dan sanitasi, rencana


tata ruang wilayah dan daerah (RTRWD), masyarakat ekonomi
Asean (MEA) serta perkembangan lainnya.
Boleh juga dipahami bahwa pendekatan “top down” atau
“central approach” berarti isi dokumen perencanaan pembangunan
utamanya datang atau berasal dari pemerintah Pusat dan daerah,
atau dari lembaga pemerintah dibandingkan dari masyarakat
bawah, sedangkan pendekatan lokal (bottom up atau local approach)
dalam pembangunan sangat diperlukan, dengan beberapa alasan
yaitu: (1). Memahami harapan atau kebutuhan masyarakat yang
sesungguhnya, (2) adanya perbedaan potensi dan kemampuan, (3)
Adanya keanekaragaman dan kondisi daerah, dan (4) pentingnya
pemerataan dalam pembangunan. Pendekatan lokal atau bawah
atas (bottom up atau local approach) dalam implementasinya boleh
juga disamakan dengan pendekatan partisipatif. Pendekatan ini
dilaksanakan hanya sekedar memenuhi persyaratan perundang-
undangan sebagai akibat langsung dari dominasi pendekatan
politik. Usulan masyarakat ditampung, tetapi usulan tersebut
sering kali tidak masuk dalam dokumen RKPD dan atau tidak
diakomodasi. Usulan hanya berhenti pada usulan, sedangkan
kepastian tidak lanjut tidak dapat diketahui dengan pasti. Salah
satu penyebab utamanya karena keterbatasan anggaran (yang
selama ini dipandang sebagai alasan klasik).
Oleh karena itu, dalam setiap proses penyusunan perencanaan
pembangunan perlu dilaksanakan dengan memasukkan
prinsip pemberdayaan, pemerataan, demokratis, desentralistik,
transparansi, akuntabel, responsif, dan partisipatif yang dapat
melibatkan seluruh unsur lembaga negara, lembaga pemerintah,
masyarakat, swasta dan pemangku kepentingan lainnya. Tuntutan
penting lainnya adalah perencanaan pembangunan di pusat dan di
daerah perlu dilaksanakan melalui lima jalur strategi, yaitu untuk
mendukung adanya pertumbuhan (pro-growth), memperbanyak
atau memperluas kesempatan kerja (pro-job), mendukung
70 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

pemerataan, pengentasan kemiskinan (pro-poor) dan pelestarian


lingkungan hidup (pro-environment), sekaligus memperhatikan
tujuan-tujuan pembangunan global seperti Millenium Development
Goals, Sustainable Development, pemenuhan Hak Asasi Manusia,
pemenuhan air bersih dan sanitasi, rencana tata ruang wilayah
dan daerah (RTRWD), masyarakat ekonomi Asean (MEA) serta
perkembangan lainnya.
Perhatian penting berikutnya di bidang perencanaan
pembangunan terkait dengan perkembangan global, khususnya
pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Realitas
ini menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh kita
bersama (Indonesia). Tantangan yang paling dekat dan sangat
konkret berhubungan dengan upaya peningkatan pemahaman
publik di kalangan Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat baik
di tingkat Pusat maupun Daerah, khususnya apa itu MEA, apa
manfaat, mengapa Indonesia mendukung, siapkah kita ini dan
ada peluang apa yang dapat diperoleh atau bisa dioptimalkan oleh
kita dengan pelaksanaan MEA 2015. Bisakah bangsa Indonesia
memanfaatkan peluang dengan adanya pembentukan MEA.
Di sana ada peluang dan tantangan, yang salah satunya akan
terbuka pasar baru bagi barang, jasa, investasi, pekerja terampil
dan arus modal di kawasan ASEAN. Di lain pihak, Bangsa
Indonesia harus selalu siap untuk bekerja keras sebagai upaya
menangkap peluang, sekaligus untuk meningkatkan daya saing
dan memperkuat ketahanan nasional, agar dapat bersaing dengan
negara ASEAN lainnya. Semua hal harus diperhitungkan dalam
perencanaan pembangunan karena realitas menunjukkan bahwa:
(1) Tantangan pembangunan ke depan jauh lebih sulit dan makin
kompleks, (2) Memerlukan berbagai pendekatan dan disiplin ilmu,
(3) Kebutuhan manusia lebih besar daripada sumber daya yang
tersedia dan (4) Kita menginginkan adanya rumusan kegiatan
perencanaan pembangunan secara efektif dan efisien, sekaligus
dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumber
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 71

daya yang ada dan terbatas jumlahnya, serta mengembangkan


dan memanfaatkan potensi yang ada.
Setelah membicarakan perencanaan pembangunan seperti
yang telah dijelaskan maka fungsi manajemen pembangunan
berikutnya yang akan didiskusikan adalah fungsi pengorganisasian.
Ada beberapa aktivitas yang dapat dimasukkan ke dalam fungsi
pengorganisasian yaitu: (1) Pengelompokkan kegiatan melalui
penetapan susunan organisasi serta tugas dan fungsi-fungsi
dari setiap unit organisasi; (2) Mengelompokan orang-orang
serta Pembagian kerja (division of labor), fungsi, wewenang serta
tanggung jawab masing-masing orang; (3) Menetapkan kedudukan
dan penetapan hubungan antar sumber daya manusia yang
ada dan hubungan antar pekerjaan yang efektif; (4) Pemberian
iklim serta fasilitas pekerjaan yang wajar, sehingga sumber daya
manusia yang ada dapat bekerja secara efisien; (5) Penetapan
garis kewenangan agar setiap anggota dalam organisasi bisa
mengetahui kepada siapa dia memberi perintah dan dari siapa dia
menerima perintah; dan (6) Pengembangan sumber daya manusia;
Fungsi pengorganisasian ini apabila diaplikasikan dalam
pembangunan nasional maka pengorganisasian pembangunan
akan mencakup aktivitas: (1) Penyiapan dan dukungan kebijakan;
(2) Penyiapan dan penguatan kelembagaan untuk pelaksanaan
rencana pembangunan, pembagian tugas, fungsi, wewenang dan
tanggung jawab; (3) Penyiapan sumber daya manusia sebagai
pengelola lembaga dan pelaksana pembangunan; (4) Penyiapan
anggaran biaya pembangunan yang tidak sedikit jumlahnya
dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran; (5) Penyiapan
dukungan teknologi yang dibutuhkan dalam pembangunan; (6)
Penumbuhan dan mobilisasi partisipasi masyarakat yang terkait
dengan dukungan anggaran dan pelaksanaan pembangunan,
penumbuhan rasa memiliki, memelihara hasil dan tanggung
jawab terhadap hasi-hasil pembangunan; dan (7) Mobilisasi
dan alokasi sumber daya fisik untuk mendukung pelaksanaan
72 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

pembangunan. Persoalan partisipasi masyarakat (rakyat) dalam


2 (dua) dasa warsa terakhir yang terkait dengan penumbuhan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan dalam realitasnya
begitu sulit atau tidak mudah. Hal ini terjadi karena hampir
semua kegiatan pembangunan (baik fisik maupun nonfisik)
menggunakan pendekatan proyek, sehingga aparat desa dan
warganya banyak yang tidak tahu atau tahu-tahu setelah proyek
berjalan; Konsekunesi lebih lanjut dari pendekatan proyek adalah
gotong royong menjadi makin tergerus atau secara perlahan-
lahan tetapi pasti bahwa gotong royong semakin menghilang, dan
berubah menjadi “cuek” atau masa “bodo” dengan pembangunan
dan makin menghilang rasa memiliki terhadap barang-barang
milik publik. Lebih ironis lagi, apabila hal demikian menimbulkan
ketidak-percayaan kepada penguasa, sehingga warga masyarakat
makin sulit berpartisipasi.
Setelah fungsi perencanaan dan pengorganisasian
pembangunan dijelaskan maka penjelasan berikutnya
berhubungan dengan fungsi pemberian komando, perintah,
pengarahan dan atau penggerakan pembangunan (Directing atau
Commanding, Coordinating atau Motivating). Secara umum, fungsi
ini berisi aktivitas: (1) Memberikan bimbingan, saran, perintah-
perintah atau instruksi kepada bawahan yang melaksanakan
tugas pokok dan fungsi maing-masing; (2) Melakukan Koordinasi
atau pengintegrasian kegiatan dari berbagai unit organisasi dalam
mencapai tujuan atau kegiatan menghubungkan, menyatukan,
dan menyelaraskan pekerjaan anggota organisasi; (3) Mengadakan
pertemuan untuk memberikan penjelasan, bimbingan atau nasihat,
dan mengadakan coaching dan bila perlu memberi teguran; (4)
Pemberian inspirasi, membina, semangat dan dorongan kepada
bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara sukarela,
senang hati dan lebih termotivasi dalam pelaksanaan tugas. George
R. Terry (1986) menegaskan bahwa actuating merupakan usaha
menggerakkan anggota-anggota kelompok, sehingga mereka
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 73

berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan


(organisasi) dan sasaran anggota-anggota perusahaan.
Pendorongan mencakup dorongan atau perangsang yang
bersifat kerohanian seperti pemberian pujian di muka umum
(lingkungan organisasi), dihargai pendapat dan saran-sarannya,
kenaikan pangkat, pemberian pendidikan dan pengembangan
karier, penambahan pengalaman, penyelenggaraan human
relations dengan tepat, pemberian cuti dan lain-lain, sedangkan
dorongan kejasmanian seperti sistem upah dan gaji yang
menggairahkan, pemberian tunjangan-tunjangan, serta distribusi
sandang dan pangan, penyediaan perumahan, kendaraan, jaminan
pemeliharaan kesehatan dan lain-lain. Secara umum, tujuan fungsi
aktuating (penggerakan): (1) Menciptakan iklim kebersamaan dan
kebanggaan terhadap lembaga; (2) Menciptakan kerja sama yang
lebih baik; (3) Pengembangkan kemampuan dan keterampilan
staf; (4) Menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab serta
cinta terhadap pekerjaan; (5) Untuk membangun iklim kerja yang
dapat meningkatkan semangat membangun dan prestasi kerja;
(6) Membuat organisasi berkembang lebih baik sesuai tuntutan
zaman.
Fungsi manajemen terakhir adalah fungsi pengawasan
pembangunan. Banyak argumentasi dan alasan mengapa fungsi
pengawasan pembangunan begitu vital yaitu: (1) Untuk menjamin
bahwa pelaksanaan pembangunan mengacu atau berpedoman
pada perencanaan yang telah ditetapkan; (2) Untuk mengendalian
penggunaan dan pemanfaatan sarana pembangunan yang terdiri
dari Men, Money, Machines, Methods dan Materials, sesuai tahapan
pelaksanaan pembangunan; (3) Untuk melakukan penilaian dan
koreksi terhadap kelemahan-kelemahan dan kekurangan dalam
pelaksanaan, sebagai upaya untuk melakukan perbaikan dan
tindakan pencegahan (tindakan yang bersifat prefentif); (4) Masih
tingginya tindak pidana korupsi dalam berbagai pelaksanaan
pembangunan; (5) Temuan atau output pengawasan akan menjadi
74 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

umpan balik (perbaikan, masukan serta penyempurnaan) bagi


perencanaan di masa yang akan datang.
Lebih fokus lagi, mengapa pengawasan pembangunan sangat
diperlukan karena tindak pidana korupsi telah menjadi salah satu
penyakit kronis yang sangat mencemaskan di Indonesia. Malahan
fenomena korupsi telah menjadi bagian hidup keseharian manusia,
dilakukan oleh banyak orang dan tersebar di mana-mana,
semakin meluas dan telah merambah berbagai lembaga mulai dari
Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif di level pusat dan daerah serta
berbagai unit kerja. Realitas ini telah menjadi faktor penghambat
utama mengapa pelaksanaan pembangunan di Indonesia kurang
berhasil dan mengalami kebocoran di sana sini. Lebih merisaukan
lagi, fenomena korupsi telah menimbulkan ketidakpercayaan
masyarakat kepada pemerintah, terus berkembang menjadi
ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum, serta semakin
bertambahnya jumlah angka kemiskinan absolut.
Berpijak pada realitas yang telah diungkapkan menegaskan
bahwa pengawasan pembangunan merupakan kegiatan yang
abadi atau terus-menerus diperlukan. Setiap ada pembangunan
sudah pasti diperlukan adanya pengawasan pembangunan.
Dalam situasi yang demikian, kita bisa mempertanyakan atau
mengajukan pertanyaan: Kapan pengawasan tidak penting atau
tidak diperlukan lagi atau kapan pengawasan pembangunan
berakhir? Pertanyaan demikian umumnya akan dijawab: (1)
Pengawasan pembangunan sangat penting dan tidak akan
berakhir, (2) Pengawasan berakhir setelah kegiatan pembangunan
selesai. Jawaban demikian sudah ada nilainya, tetapi nilai yang
didapat belum optimal. Lalu timbul pertanyaan: Bagaimana
jawaban yang memiliki nilai optimal dan bisa berlaku kapan
pun dan dimanapun. Jawabannya adalah pengawasan tidak
kita perlukan atau pengawasan tidak penting lagi, setelah setiap
orang (manusia) telah tumbuh internal kontrolnya. Maksud dari
jawaban ini adalah orang yang telah tumbuh internal kontrolnya
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 75

telah mampu dan menyadari mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh dilakukan atau mana yang benar dan mana yang salah.
Manusia dalam hal ini bukan sekedar tahu dan menyadari, tetapi
juga tidak akan melakukan perbuatan yang salah, tercela dan
perilaku-perilaku menyimpang lainnya. Apabila internal control
demikian telah terpatri atau melekat dalam hati kecil semua
manusia, khususnya Indonesia maka pengawasan pembangunan
tidak penting untuk dilakukan atau pengawasan pembangunan
tidak diperlukan. Bisakah tuntutan demikian diwujudkan?
Jawaban kelompok optimis akan menjawab bisa, sedangkan yang
pesimis akan menjawab tidak mungkin internal kontrol dapat
tumbuh pada setiap manusia. Mereka akan selalu mendukung
bahwa pengawasan pembangunan tetap penting dan diperlukan
sampai kapan pun.
Ginanjar (1997:65) menegaskan bahwa pelaksanaan
pembangunan pada hakikatnya melibatkan 3 (tiga) faktor
yaitu: (1) Manusia dengan beragam prilakunya, (2) Faktor dana
yang tergantung pada kemampuan keuangan Negara dan (3)
Faktor alam yang sulit diramalkan. Untuk itu, agar pelaksanaan
pengawasan pembangunan mencapai hasil yang optimal maka
fokus pengawasan perlu diarahkan kepada pemanfaatan ketiga
faktor tersebut. Lebih khusus lagi, pengawasan pembangunan lebih
menekankan pada pengawasan penggunaan dan pemanfaatan
sumber daya manusia dan uang untuk menjamin efektivitas dan
efisiensi pelaksanaan pembangunan.
Pertanyaan berikutnya yang perlu dijawab adalah bagaimana
ukuran atau kriteria pengawasan pembangunan yang berhasil?
Ukuran atau kriteria pengawasan pembangunan yang berhasil
adalah: (1) Pelaksanaan pengawasan mengacu atau berpedoman
pada dokumen perencanaan; (2) Pelaksana pengawasan
menguasai objek yang diawasi; (3) Pelaksana pengawasan
bertindak objektif dalam pelaksanaan tugasnya dalam arti
mengatakan atau menyebutkan apa adanya terhadap temuannya;
76 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(4) Memperhatikan secara sungguh-sungguh pengaduan awak


media dan masyarakat; (5) Hasil temuannya dipublis; (6) Ada
tindak lanjut yang jelas dan tegas dari hasil temuan, yang bisa
menimbulkan efek jera; (7) Hasil temuan pengawasan yang
berulang pada objek yang sama diambil tindakan atau sanksi yang
lebih berat; dan (8) Untuk pengawasan pada pembangunan yang
memerlukan dana besar, pelaksana pengawasan berbentuk tim
pengawas terpadu yang berasal dari pusat dan daerah, dengan
menyertakan awak media massa dan aktivis lembawa swadaya
masyarat (LSM).
Selanjutnya, kegiatan dasar administrasi pembangunan
seperti yang telah dijelaskan baru akan berfungsi atau akan berjalan
dengan baik atau dapat mewujudkan tujuan pembangunan, apabila
didukung oleh Men (orang) yang menjadi sarana terpenting atau
yang paling penting. Manusia menjadi subjek dan ada pula yang
menjadi objek pembangunan. Tanpa manusia sebagai penggerak
sarana dan kegiatan dasar administrasi pembangunan, maka
sarana dan kegiatan dasar tersebut tidak memiliki arti apa-apa.
Semua memerlukan manusia sebagai penggerak dan pengatur,
sehingga manusia menjadi faktor yang dominan dan menentukan.
Manusia juga berfungsi sebagai penggerak, motivator maupun
dinamisator pembangunan.
Supaya kerja keras dan semangat kerja manusia tetap terjamin
maka manusia memerlukan dukungan sarana lainnya yaitu Money,
Machines, Methods dan Materials. Manusia bisa hilang capeknya
dan terus termotivasi setelah mendapat uang. Uang dalam hal
ini menjadi sarana utama mencapai tujuan. Uang juga diperlukan
untuk membiayai sumber daya manusia sebagai tenaga kerja,
membeli atau pengadaan material pembangunan dan pembelian
mesin serta dapat digunakan untuk membiayai penelitian
dalam rangka menemukan cara-cara terbaik (methode) dalam
pelaksanaan pembangunan. Di sisi lain, manusia juga bisa lelah
dan tidak jarang merasa jenuh dengan tugas pokok dan fungsinya
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 77

dalam pembangunan. Untuk itu, agar rasa lelah dan jenuh dapat
diminimalkan maka manusia memerlukan peralatan atau mesin.
Bekerja dengan menggunakan mesin akan sangat membantu
menghilangkan rasa capek, mempercepat, memperlancar proses
penyelesaian pekerjaan, serta melipatgandakan hasil produksi.
Manusia juga memerlukan dukungan cara dan material.
Bagaimana cara yang tepat untuk pelaksanaan pembangunan,
pengelolaan keuangan atau memobilisasi dana pembangunan dan
cara pengawasan yang baik atau pun cara-cara lainnya. Material
dapat berupa informasi atau data, bahan mentah, bahan setengah
jadi maupun bahan jadi. Material dalam pembangunan dapat
berbentuk bahan mentah, bahan setengah jadi maupun bahan jadi.
Semua sarana seperti yang telah dijelaskan sangat diperlukan
dalam pembangunan nasional dan harus diatur. Tidak ada
dukungan sarana manajemen yang terdiri dari Men, Money,
Machines, Methods dan Materials maka pembangunan tidak dapat
berjalan. Tugas administrator pembangunan adalah mengatur
dan mengendalikan penggunaan sarana pembangunan, sehingga
pengaturan dan pengendalian yang dilakukan dapat mewujudkan
tujuan pembangunan yaitu peningkatan dan perbaikan
kesejahteraan rakyat seoptimal mungkin.

B. Pembangunan Aspek Sosial


Aspek-aspek dalam pembangunan tidak hanya berbicara aspek
ekonomi, tetapi juga mencakup aspek ideologi, politik, sosial
budaya, pertahanan keamanan, hukum, administrasi dan aspek
sosial lainnya. Sungguh pun begitu, aspek pembangunan sosial
dalam buku ini lebih menekankan pada pembangunan aspek
Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan
Keamanan. Berbagai aspek pembangunan ini mempunyai
hakikat tujuan yang sama yaitu mewujudkan dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Supaya
aspek-aspek pembangunan ini dapat meningkatkan kesejahteraan
78 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

rakyat maka aspek-aspek sosial ini perlu dan wajib dikelola


atau dimanage (diatur) dengan baik. Dengan pernyataan lain,
pembangunan aspek sosial memerlukan dukungan manajemen
(pembangunan) melalui fungsi-fungsinya yang terdiri dari
Planning, Organizing, Aktuating dan Controlling (POAC) serta
sarana manajemen yang terdiri dari Men, Money, Machines, Methods
dan Materials, seperti yang telah dijelaskan. Selain dukungan
manajemen pembangunan, pembangunan (development) pada
aspek sosial ini, secara umum menganut 6 (enam) paradigma,
yaitu (1) Pertumbuhan (growth), (2) Pemerataan yang berkeadilan
(equity), (3) Perbaikan (improvement), (4) Perubahan (change), (5)
Stabilitas (stability) dan (6) Berkelanjutan (sustainable). Penjelasan
yang lebih mendalam tentang pembangunan aspek sosial,
dijelaskan seperti uraian berikut.
Pembangunan pada aspek ideologi akan diawali dari
pengertian tentang ideologi. Alfian (1980:187) menegaskan bahwa
Ideologi dapat diartikan sebagai suatu pandangan atau sistem nilai
yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang
oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaiknya
yaitu secara moral dianggap benar dan adil yang mengatur
tingkah laku mereka bersama dalam berbagai aspek kehidupan
duniawai. Pandangan Alfian ini bisa dimaknai bahwa masalah-
masalah kehidupan bernegara, bebangsa dan bermasyarakat
akan dapat diselesaikan apabila semua anak bangsa berkomitmen
untuk memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai
yang dikandung dalam ideologi bangsa dan negara, termasuk
bagaimana cara bangsa dan negara yang bersangkutan mengejar
kebahagiaan lahir dan batin.
Persoalan ideologi bagi bangsa dan negara Indonesia masih
masuk kategori masalah yang krusial. Hal ini bukan terkait
dengan nama ideologi, melainkan terkait langsung dengan
masalah pengamalan ideologi Pancasila. Beberapa indikasi
kerawanan Pancasila yang terkait dengan pengamalan antara lain:
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 79

(1) Masih cukup besar dari anak bangsa kita, termasuk pejabat
kita yang merasa alergi untuk menyebut Pancasila, (2) Sebagian
besar anak bangsa lupa dan mulai melupakan atau berpaling dari
Pancasila dan beranggapan bahwa Pancasila merupakan masa
lalu, (3) Sebagian warga Negara Indonesia (WNI) berpandangan
bahwa menyebut Pancasila sama dengan tidak reformis dan atau
orang Orde Baru (Orba), (4) Banyak anak bangsa yang tidak tahu
dengan sila-sila Pancasila, (5) Banyak WNI hapal Pancasila di luar
kepala, tetapi sangat kurang atau lemah dalam pengamalannya,
(6) Banyak pemimpin kita (formal maupun Informal) yang tidak
dapat dijadikan panutan (teladan) dalam pengamalan Pancasila
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, (7) Banyak
pemimpin kita yang munafik, (8) Banyak penegak hukum yang
memperjual belikan keadilan, yang bertentangan dengan nilai-
nilai Pancasila, (9) Banyak orang yang sebenarnya salah yang
seharusnya dihukum, tetapi tetap bebas di luar serta beberapa
fenomena lainnya yang tidak sejalan dengan ideologi Pancasila.
Untuk level kelembagaan atau organisasi, secara legal formal
memang telah mencantumkan Pancasila sebagai dasar lembaga
atau organisasi. Persoalannya adalah pencantuman Pancasila
tersebut hanya sekedar memenuhi persyaratan formal, tetapi
secara material tidak mewarnai langkah perjuangan organisasi.
Di sisi lain, hampir semua aspek kehidupan kita (politik,
ekonomi, sosial budaya serta pertahanan keamanan) menghadapi
persoalan-persoalan besar yang dapat membahayakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mengapa berbagai
persoalan tersebut muncul dan menimbulkan ancaman terhadap
kelangsungan hidup masyarakat, bangsa dan negara? Jawaban
atas pertanyaan ini tidak lain dan tidak bukan karena banyak anak
bangsa, termasuk pemimpin-pemimpin kita yang melupakan
Pancasila, tidak memiliki komitmen dan tidak serius dalam
pengamalannya. Kita harus sadar bahwa Pancasila memiliki nilai
strategis dilihat dari fungsi dan kedudukannya bagi bangsa dan
80 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

negara Indonesia. Fungsi dan kedudukan Pancasila yang mulai


ditinggalkan atau dilupakan adalah: (1) Pancasila sebagai Dasar
Negara; (2) Pandangan Hidup Bangsa; (3) Kepribadian Bangsa
Indonesia; (4) Jiwa Bangsa Indonesia; (5) Perjanjian Luhur Bangsa
Indonesia dan (6) Tujuan Hidup Bangsa Indonesia. Masing-masing
fungsi dan kedudukan Pancasila ini dapat dijelaskan secara garis
besar seperti uraian berikut.
Pancasila sebagai dasar Negara memiliki makna bahwa
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang
belaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk
itu, semua produk hukum di negeri ini tidak boleh bertentangan
dengan Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai sumber acuan
atau pedoman dalam menyusun peraturan perundang-undangan.
Pancasila sebagai pandangan hidup bermakna bahwa Pancasila
yang mempersatukan kita semua dan memberi petunjuk kepada
bangsa ini dalam mencapai kesejahteraan serta kebahagian lahir
dan batin dalam masyarakat yang majemuk. Bermula dari sini,
kita bisa mengajukan pertanyaan: Apa yang terjadi jika suatu
bangsa tidak memiliki Ideologi sebagai pandangan hidup.
Hal-hal yang akan terjadi apabila suatu bangsa tidak memiliki
pandangan hidup antara lain: (1) Bangsa Indonesia akan mudah
terombang-ambing dalam menghadapi pesoalan-persoalan besar
dari dalam negeri maupun luar negeri atau tidak dapat berdiri
kokoh; (2) Bangsa ini tidak akan mengetahui kearah mana tujuan
yang ingin dicapai; (3) Bangsa ini juga tidak akan mengetahui
berbagai persoalan yang dihadapi dan tidak tahu bagaimana cara
mengatasinya; (4) Tidak dapat menjawab persoalan ekonomi,
politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Hankam); serta
(5) Tidak mempunyai pegangan, penuntun, pembimbing dan
pengarah supaya bisa berdiri kokoh dan selamat sampai ke tujuan.
Sebaliknya, bangsa yang memiliki pandangan hidup: (1) Bangsa
Indonesia akan mengetahui dengan persis tentang kehidupan
yang dicita-citakan; (2) Bangsa ini akan memiliki gambaran tentang
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 81

kehidupan yang dianggap baik, benar, bahagia lahir dan batin serta
adil dan makmur; (3) Kita tidak akan mudah terombang-ambing
atau dapat berdiri kokoh; (4) Kita akan dapat mengatasi berbagai
permasalahan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam; (5)
Kita akan selamat sampai ketujuan yang ingin kita capai; (6) Kita
akan memiliki pedoman, pegangan dan atau penuntun supaya
kita menjadi selamat dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia bermakna bahwa
nilai-nilai Pancasila telah menjadi budaya bangsa Indonesia
dan telah menjiwai dan bahkan sudah ada nilai-nilai yang
telah mendarah-daging atau telah menjadi bagian kehidupan
keseharian. Untuk itu, mencabut Pancasila berarti menjabut
jiwa bangsa Indonesia. Pancasila sebagai kepribadian Indonesia
bermakna bahwa kepribadian bangsa Indonesia bersumber dari
nilai-nilai Pancasila. Kedua fungsi dan kedudukan Pancasila ini
bukan muncul secara tiba-tiba, melainkan telah ada dan diamalkan
oleh nenek moyang bangsa Indonesia, baik di masa pra kolonial,
masa penjajahan, masa perjuangan mengusir penjajah, dan masa
kemerdekaan. Beberapa contoh kepribadian yang diwariskan oleh
nenek moyang kita antara lain: (1) Dalam berjuang tidak mengenal
lelah dan pantang untuk menyerah; (2) Selalu berdoa dalam
berjuang, (3) Bangsa Indonesia lahir atas kekuatan sendiri; dan (4)
Percaya pada diri sendiri.
Beberapa nilai strategis Pancasila, sekaligus dapat menjadi
acuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang telah dijelaskan perlu dipahami dan diamalkan oleh semua
anaka bangsa karena: (1) Hidup manusia akan bahagia jika ada
keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai
pribadi, sebagai makhluk sosial, dalam hubungan manusia dengan
masyarakat, hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia
dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah
dan kebahagian rohaniah; (2) Memberikan inspirasi dan semangat
82 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

hidup; (3) Menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di


atas kepentingan pribadi dan golongan; (4) Menumbuhkan rasa
bangga terhadap bangsa dan Negara; (5) Menumbuhkan rasa cinta
tanah air atau nusa dan bangsa; (6) Menumbuhkan kesadaran
rela berkorban untuk nusa dan bangsa; (7) Menumbuhkan jiwa
patriotisme atau nasionalisme; (8) Menumbuhkan rasa percaya
diri; (9) Menumbuhkan rasa persatuan; (10) Menumbuhkan
penghargaan terhadap orang lain; (11) Menumbuhkan tolerasi
dan masih banyak lainnya serta (12) Memahami akan hak dan
kewajiban dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Yudi Latif (2011) dalam Buku Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara (2012) menegaskan bahwa ada beberapa
pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut
alam Pancasila. Pokok Moralitas tersebut adalah: Pertama, Nilai
ketuhanan (sila Pertama) menjadi sumber etika dan spiritualitas
yang sangat penting sebagai fundamen etik kehidupan bernegara.
Dalam hal ini Indonesia bukanlah Negara sekuler yang ekstrim,
yang memisahkan agama dan Negara serta berpretensi untuk
menyudutkan peran agama ke dalam ruang privat/komunitas.
Negara menurut Pancasila harus dapat melindungi dan
mengembangkan kehidupan beragama. Agama sendiri diharapkan
mempunyai peran publik sebagai penguat etika sosial. Di sisi lain,
Indonesia juga bukan Negara agama, tetapi Indonesia mempunyai
kewajiban melindungi semua agama dan kepercayaan.
Kedua, nilai-nilai kemanusiaan menurut alam Pancasila
merupakan nilai universal yang bersumber dari hukum
Tuhan, hukum alam dan sifat-sifat sosial manusia menjadi
nilai fundamental etika politik kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara serta dalam pergaulan dunia. Prinsif
kebangsaan kita mengarah pada persaudaraan dunia melalui
jalan eksternalisasi dan internalisasi. Secara eksternalisasi
bangsa Indonesia menggunakan segenap daya dan secara bebas
aktif ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 83

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, sedangkan


secara internalisasi bangsa Indonesia mengakui dan memuliakan
hak-hak dasar warga dan penduduk negeri, dengan landasan etik
adil dan beradab. Malahan pengembangan dan pemuliaan nilai-
nilai kemanusian di Indonesia mendahului Universal Declaration of
Human Right, yang baru dideklarasikan pada 1948.
Ketiga, dalam internalisasi nilai persaudaraan kemanusiaan
ini, Indonesia adalah Negara persatuan kebangsaan yang mengatasi
paham golongan dan perseorangan. Persatuan dan kebhinekaan
masyarakat Indonesia dikelola berdasarkan konsepsi kebangsaan
yang mengekspresikan persatuan dalam keragaman dan keragaman
dalam persatuan, yang dislogankan “Bhinneka Tugal Ika”. Bangsa
ini mencari titik temu dari segala kebhinnekaan melalui Negara
persatuan, bahasa persatuan, bendera, lambang Negara, lagu
kebangsaan dan symbol-simbul lainnya. Di sisi lain, ada wawasan
pluralisme yang menerima dan memberi ruang hidup aneka
perbedaan seperti agama/keyakinan, budaya dan bahasa daerah.
Keempat, nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan serta cita-cita
bangsa menurut alam pemikiran Pancasila dalam aktualisasinya
harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat
permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
Dalam visi demokrasi terlihat melalui Penguatan kedaulatan
rakyat. Kebebasan politik berkeadilan dengan kesetaraan ekonomi,
yang menghidupkan semangat persaudaraan dalam kerangka
musyawarah mufakat. Dalam prinsif musyawarah mufakat,
keputusan tidak didikte oleh golongan mayoritas (mayorokrasi)
atau kekuatan minoritas elit politik dan penguasa (minorokrasi),
melainkan dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan yang memuliakan
daya-daya rasionalitas dan kearifan setiap warga tanpa pandang
bulu. Oleh karena itu, gagasan demokrasi permusyawaratan ala
Indonesia menekankan konsensus dan menyelaraskan demokrasi
politik dan ekonomi.
Kelima, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai ketuhanan,
84 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

nilai kemanusiaan, nilai dan cita-cita kebangsaan serta demokrasi


permusyawaratan dapat direalisasikan sejauh dapat mewujudkan
keadilan sosial. Di sisi lain, keadilan sosial juga dapat diwujudkan
melalui dukungan keempat nilai lainnya. Dalam visi keadilan sosial,
Pancasila menghendaki dan mengajarkan tentang keseimbangan
antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani, keseimbangan
antara peran manusia sebagai mahkluk individu (yang terlembaga
dalam pasar) dan peran manusia sebagai mahkluk sosial (yang
terlemba dalam Negara), juga keseimbangan antara pemenuhan
hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Oleh karena itu, tantangan pembangunan ideologi Pancasila
di masa kini dan mendatang yang harus disikapi secara sungguh-
sungguh oleh bangsa dan Negara Indonesia adalah:
(1) Penerapan dan atau pengamalan Pancasila memerlukan
aktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara mengikuti perkembangan dan tuntutan
global, dengan tetap mempertahankan ke-Indonesiaan atau
keperibadian bangsa Indonesia;
(2) Ada beberapa langkah dalam penanaman nilai-nilai Pancasila
dan proses pengamalannya. Langkahnya dimulai dari tahap
pengenalan dan pemahaman (knowing the good atau learning to
know) apa itu Pancasila dan nilai-nilai yang dikandung. Cara
yang dapat ditempuh melalui pendidikan formal dan informal,
sosialisasi, penulisan buku praktis untuk diserbarluaskan
dan bisa juga melalui diskusi, publikasi melalui media massa
dan media sosial. Untuk tahap ini lebih fokus pada makanan
akal atau otak. Dilanjutkan dengan langkah kedua pada
penumbuhan rasa cinta dan pengamalan nilai-nilai Pancasila
sebagai gerakan bersama, sekaligus dapat mewarnai berbagai
aspek kehidupan. Langkah pertama ini dianggap berhasil
apabila warga Negara (Indonesia) tumbuh rasa cinta terhadap
nilai-nilai Pancasila (langkah kedua) atau loving the good,
dengan fokus atau sasaran utama untuk memberi makanan
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 85

pada hati atau perasaan, jiwa atau emosional seseorang dan


akhirnya diikuti pengamalan nilai-nilai Pancasila (doing the
good, learning to do, learning to live together dan learning to be)
yang dilandasi rasa cinta dan bangga dengan Pancasila untuk
diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, dengan sasaran utama pada aspek perilaku;
(3) Langkah ketiga adalah gerakan cinta dan pengamalan Pancasila
menjadi gerakan bersama yang masif serta ditanamkan sejak
usia dini sampai mencapai usia generasi muda, sedangkan
generasi tua, termasuk pemimpin formal dan informal, dosen,
guru, penegak hukum, aparatur negara dan orang tua berperan
membangun gerakan moralitas keteladanan;
(4) Pemantapan Pancasila sebagai visi kebangsaan dan sebagai
sumber demokrasi Indonesia;
(5) Pancasila harus dapat memayungi reformasi di segala bidang
kehidupan, sehingga perjalanan reformasi tidak kehilangan
arah dan dapat mengelola konflik secara benar dan tepat;
(6) Pancasila harus menjadi acuan dan mendasari sistem
kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan;
(7) Pancasila harus menjadi basis moralitas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam berbagai
aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan dan lain-lain.

Pembangunan aspek sosial kedua adalah pembangunan


bidang politik. Banyak ukuran keberhasilan atau ketidak
berhasilan pembangunan aspek ini. Mereka yang berpandangan
keberhasilan pembangunan politik sama dengan kebebasan akan
berpandangan bahwa kebebasan yang terjamin menjadi kata
kunci keberhasilan pembangunan politik. Mereka bisa dengan
bebas mengkritisi, menyatakan pendapat di muka umum tanpa
rasa takut, perbedaan pendapat dan pandangan dijamin dan
86 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

dilindungi, hak asasi manusia (HAM) dilindungi dan dijamin serta


adanya jaminan kehidupan yang demokratis. Bagi kebanyakan
Negara sedang berkembang yang awalnya menerapkan
kebijakan dengan pendekatan stabilitas politik, mereka pasti akan
mereformasi kehidupan politik menjadi lebih bebas atau meniru
kebebasan di Negara pendukung ideologi Liberal. Mereka ingin
terbebas dari belenggu stabilitas dan atau berbagai pembatasan
kebebasan yang terjadi selama ini. Ia juga membayangkan bahwa
kebebasan dapat menjamin kehidupan mereka yang lebih bahagia,
dihargai pendapat dan idenya atau mereka membayangkan bisa
menyalurkan ide dan tuntutan kepada wakilnya yang duduk di
lembaga perwakilan (legislatif), ikut menentukan siapa presiden
dan wakilnya atau gubernur, walikota, bupati dan wakilnya.
Beberapa harapan dan praktik kebebasan tersebut telah
mereka dapatkan. Persoalannya adalah mereka juga sering
tidak menyadari bahwa membangun kehidupan yang bebas
atau demokratis memerlukan persyaratan yang tidak mudah.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan dapat mendukung
kehidupan yang demokratis adalah:
(1) Tingkat pendidikan warga tinggi;
(2) Tingkat ekonomi warga sudah tergolong sejahtera;
(3) Memiliki kedewasaan yang terkait dengan menghargai
pendapat dan perbedaan, tidak memaksakan kehendak, dan
dalam berjuang berlangsung secara damai atau tidak anarkis;
(4) Jika salah, ia atau mereka siap bertanggung jawab, termasuk
siap mengundurkan diri, bukannya mencari “kambing
hitam”;
(5) Sistem yang dibangun sudah mapan atau kuat, sehingga
setiap ada pergantian rezim (penguasa atau pemimpin) tidak
berpengaruh negatif pada aspek kehidupan masyarakat;
(6) Budayanya mendukung;
(7) Infrastuktur telah siap dan mendukung seperti media massa
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 87

eletronik maupun cetak, dalam wujud pemberitaan yang


objektif dan berimbang sebagai proses pembelajaran semua
anak bangsa.

Oleh karena persyaratan yang harus dipenuhi seperti


yang telah diungkap belum mendukung, maka dalam realitas
kehidupan politik bermunculan sikap dan pandangan yang
bernada mengancam, seperti: jika aspirasi kami tidak dipenuhi
maka kami pilih merdeka atau berpisah dengan pemerintah
pusat, sedikit-sedikit terjadi demo atau pengerahan massa dalam
memperjuangan aspirasi dan tuntutan, menggunakan kebebasan
yang tidak beretika dan berlebihan, apabila terjadi perbedaan
maka pilihan yang diutamakan adalah voting, sedikit-sedikit demi
HAM dan beberapa anak bangsa yang menyebut dirinya sebagai
pengamat berupaya mengkritisi semua hal dan mengesankan
bahwa ia paling tahu, baik, bersih, hebat dan atau paling benar.
Situasi demikian dianggap oleh sebagian anak bangsa sebagai
situasi kebebasan yang “kebablasan”, tidak beretika atau tidak
ada sopan santun, menimbulkan situasi tidak nyaman. Mereka
berjuang untuk menegakkan HAM, tetapi tidak jarang dalam
perjuangan tersebut melanggar HAM. Tidak sedikit pula yang
secara sosial ekonomi sudah mapan atau cukup, ia merasa
“gerah” dan timbul kekhawatiran dari segi keamanan jiwa, harta
dan usahanya dalam menyikapi gerakan dan praktik kebebasan.
Realitas lain yang tidak terbantahkan adalah ada jaminan
akan kebebasan, tetapi kehidupan ekonomi menjadi persoalan
warga. Mereka yang bermasalah secara ekonomi akan mudah
terpancing isu-isu dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini bermakna bahwa kebebasan di Negara
sedang berkembang tidak berkorelasi positif dengan kesejahteraan
masyarakat. Realitas yang banyak terjadi adalah kebebasan
hanya dinikmati dan menguntungkan pada kelompok-kelompok
tertentu, sedangkan mayoritas anak bangsa tetap menghadapi
88 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

masalah ekonomi yang serius.


Di sisi lain harus disadari bahwa pembangunan politik tidak
bisa hanya difokuskan pada politik dalam negeri, melainkan juga
memperhatikan dan memperhitungkan politik luar negeri atau
politik global. Beberapa catatan yang terkait dengan masalah
pokok politik dalam negeri antara lain:
(1) Belum adanya seimbangan kekuasaan antara legislatif,
eksekutif dan yudikatif, sehingga saling control (system checks
and balances) belum terbangun dengan kuat;
(2) Rekruitmen pejabat (politik) yang sarat dengan politik atau
praktik transaksi (transaction cost) dan sebagai konsekuensi
dapat menyuburkan korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN), sekaligus hal demikian akan makin menyulitkan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good
and clean governance);
(3) Penurunan kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara
negara, penegak hukum dan partai politik, yang terlihat
dari maraknya ketidakpuasan, konflik vertikal maupun
horizontal; dan menguatnya gejala disintegrasi bangsa;
(4) Kuatnya tarik menarik kepentingan penguasa terhadap
pegawai negeri sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI)
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), sehingga
mengganggu kenetralan dan menimbulkan keberpihakan
mereka, sekaligus merugikan kekuatan lain di luar penguasa;
(5) Sistem politik yang terbangun belum secara optimal dapat
menjamin keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) serta masih berpotensi menimbulkan
acaman terhadap persatuan dan kesatuan Indonesia;
(6) Belum kuat dan terbangunnya jiwa kenegarawanan
penyelenggara Negara;
(7) Pendidikan politik rakyat yang salah arah, sehingga
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 89

pendidikan yang terjadi lebih banyak melahirkan money


politic dan penonjolan kepentingan prakmatis serta dukungan
“semu”;
(8) Proses Politik yang belum berkualitas yang tercermin dari
penyelenggaraan pemilihan umum yang masih menghadapi
banyak persoalan dan menimbulkan kerawanan, pelaksanaan
fungsi partai politik yang belum optimal serta partisipasi
politik rakyat yang kuat dimobilisasi;
(9) Budaya politik dalam wujud kesadaran dan pemahaman
terhadap hak dan kewajiban politiknya baru lebih menonjolkan
hak politiknya, komunikasi dan kapasitas kontrol politik yang
masih lemah, banyak elit yang tidak siap dikritik.

Untuk masalah politik global yang perlu dicermati,


diantisipasi dan diperhitungkan terkait dengan: (1) Bargaining
power (politik) yang rendah di percaturan internasional, sehingga
ada kesan belum sejajar dengan bangsa lain; (2) Kemampuan
Indonesia dalam mengantisipasi berbagai ekses globalisasi politik
yang lemah atau belum siap seperti mudah mendapat tekanan dan
belum dapat memainkan peran strategis dalam menyelesaikan
politik global dan atau terkesan seperti bangsa penakut; Beberapa
persoalan kehidupan politik yang telah dijelaskan makin
mempertegas akan pentingnya pembangunan di bidang politik.
Pembangunan di bidang politik harus dapat menjawab masalah
politik dalam dan luar negeri. Untuk itu, pembangunan di bidang
politik dapat difokuskan pada:
(1) Penguatan penyelenggara Negara yang dapat mewujudkan
checks and balances yang makin mantap di lembaga legislatif,
eksekutif dan yudikatif;
(2) Pembangunan pola rekruitmen pejabat (politik) yang objektif,
bersih dan transparan dari praktik transaksi (transaction cost);
serta bebas dari KKN;
(3) Pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih
90 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(good and clean governance);


(4) Pembangunan sistem politik yang demokratis;
(5) Menjamin dan mempekuat netralitas PNS, TNI dan POLRI
terhadap penguasa, sehingga mereka makin profesional
dengan tugas pokok dan fungsinya;
(6) Penguatan pendidikan politik rakyat;
(7) Penguatan Partai Politik yang terkait dengan pelaksanaan
tugas pokok dan fungsinya;
(8) Penguatan partisipasi politik rakyat yang rasional dan cerdas;
(9) Pembangunan kualitas proses politik, terutama
penyelenggaraan pemilihan umum legislatif, presiden dan
wakilnya serta pemilihan kepala daerah dan DPRD;
(10) Pembangunan budaya politik yang terkait dengan kesadaran
dan pemahaman akan hak dan kewajiban politik, komunikasi
dan kapasitas kontrol politik.

Untuk pembangunan politik yang terkait langsung dengan


masalah politik global dapat difokuskan pada:
(1) Penguatan bargaining power (politik) dalam percaturan
internasional;
(2) Peningkatan kemampuan Indonesia dalam mengantisipasi
berbagai ekses globalisasi politik;
(3) Penguatan kesiapan bangsa dan Negara terkait dengan
kehadiran AFTA, APEC, WTO dan MEA. Hal ini akan dapat
diwujudkan apabila Indonesia berjuang secara gigih dan aktif
dalam setiap mengambil kebijakan politik internasional. Di
sisi lain, kepentingan nasional menjadi pertimbangan utama
dan perlu mendapat persetujuan wakil rakyat dalam setiap
kebijakan luar negeri, yang terkait dengan percaturan politik
global;

Untuk itu, keberhasilan dalam pembangunan politik terlihat


BAB 4 – Administrasi Pembangunan 91

dari beberapa indikasi:


(1) Dapat memperkokoh dan menjamin keutuhan dan kedaulatan
NKRI;
(2) Memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa;
(3) Kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara
(legislatif, eksekutif dan yudikatif), lembaga Negara yang
lain, penegak hukum dan partai politik makin tinggi;
(4) Netralitas PNS, TNI dan POLRI pada penguasa makin
terwujud;
(5) Makin membudayanya sikap kenegarawanan di lingkungan
kelompok elit seperti menempatkan kepentingan bangsa
dan Negara di atas kepentingan pribadi dan kelompok, siap
dikritisinya dan jika bersalah siap bertanggung jawab, siap
menang dan kalah dalam persaingan;
(6) Sistem dan proses politik makin demokratis dan transparan,
sekaligus menjadi budaya politik bangsa;
(7) Kesadaran akan hak dan kewajiban bertambah baik seperti
ikut berpartisipasi dalam politik dan memiliki etika politik
yang santun dalam memperjuangkan kepentingan.

Pembangunan bidang berikutnya dalam aspek sosial adalah


pembangunan di bidang ekonomi. Pembanunan bidang ini juga
masih menghadapi banyak persoalan. Persoalan-persoalan di
bidang ekonomi antara lain:
(1) Utang luar negeri yang semakin bertambah besar;
(2) Nilai tukar rupiah yang rendah di banyak valuta asing dan
tidak stabil;
(3) Tingginya ketergantungan Indonesia akan barang impor;
(4) Daya saing produk kita yang masih rendah;
(5) Neraca perdagangan dan pembayaran yang kurang sehat;
(6) Banyak kemiskinan;
92 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(7) Banyak pengangguran;


(8) Kesempatan dan peluang kerja yang belum sebanding
dengan pencari kerja/angkatan kerja;
(9) Investasi yang masih kurang;
(10) Struktur ekonomi yang belum berimbang antara idustri, jasa
dan agraris;
(11) Income per kapita yang rendah;
(12) Infrastruktur yang mendukung arus manusia dan barang
yang kurang seperti kualitas jalan, pelabuhan dan bandara,
yang sangat menghambat perkembangan perekonomian;
(13) Indonesia dibanjiri barang-barang impor, yang sebenarnya
banyak tersedia di dalam negeri dan atau banyak potensi
yang belum dioptimalkan;
(14) Pertumbuhan ekonomi yang belum mencapai target;
(15) Jiwa wirausahawan yang masih kurang sekali;
(16) Pemerataan (equity) pembangunan dan hasil-hasilnya belum
menggembirakan;
(17) Potensi ekonomi kelautan yang belum dimanfaatkan secara
optimal;
(18) Kesempatan berusaha yang masih kurang;
(19) Ada kesenjangan yang tinggi antar berbagai daerah;
(20) Tidak sedikit kegiatan ekonomi nasional yang belum pro
rakyat (rakyat baru lebih banyak sebagai penonton saja);
(21) Gaya hidup kita yang boros, konsumtif dan lain-lain persoalan.

Masalah-masalah yang terkait dengan bidang ekonomi


tersebut yang perlu dicarikan solusi melalui pembangunan
ekonomi. Untuk itu, pembangunan di bidang ekonomi yang
seharusnya mendapat prioritas antara lain:
(1) Pembangunan agraris yang mencakup pertanian, perkebunan,
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 93

kehutanan, peternakan, perikanan dan yang terkait dari hulu


sampai hilir yang sebenarnya menjadi sumber kehidupan
mayoritas warga;
(2) Pembangunan sektor industri seperti industri peralatan
pertanian, tekstil, transportasi, pertambangan, energi,
pengolahan produk dan industri lainnya;
(3) Pembangunan sektor jasa seperti pariwisata, perbankan,
asuransi, pegadaian, pendidikan, kursus, rumah sakit, rumah
bersalin, dokter, panggung dan taman hiburan, kesenian,
perbengkelan dan jasa lainnya sesuai dengan kemampuan
dan potensi yang tersedia;
(4) Membangun daya saing nasional dan kemandirian bangsa
dalam rangka memenangkan persaingan global melalui
peningkatan kualitas SDM dan produk;
(5) Pembangunan infrastruktur yang memadai seperti jalan, listrik,
pasar, tol pelabuhan (meningkatkan kapasitas pelabuhan,
dukungan sarana dan prasarna yang memadahi, pengelolaan
pelabuhan yang dapat mendukung daya guna dan hasil guna),
sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi;
(6) Pembangunan dan pemanfaatan sumber daya laut sebagai
prioritas pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
berwawasan lingkungan;
(7) Dukungan kebijakan yang dapat menciptakan gairah investasi,
persaingan sehat, dan dapat menekan ekonomi biaya tinggi.

Oleh karena itu, pembangunan ekonomi akan sukses apabila


didukung oleh kebijakan yang dapat mendorong iklim investasi
yang kondosif bagi investor dari dalam maupun luar negeri seperti
adanya kepastian hukum, stabilitas politik dan pemerintahan serta
adanya jaminan keamanan, sedangkan indikasi pembangunan
ekonomi dikatakan sukses apabila;
(1) Pembangunan ekonomi dapat memenuhi kebutuhan pokok
94 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

rakyat (yang terdiri dari makanan, air, pakaian, tempat


tinggal, rasa aman, kesehatan, pendidikan, partisipasi
dalam pengambilan keputusan dan pekerjaan), pemenuhan
kebutuhan akan energi, transportasi, sanitasi, telekomunikasi,
infrastruktur secara berkelanjutan (sustainable development);
(2) Ada pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan dibarengi
dengan pemerataan hasil-hasilnya (growth with distribution);
(3) Ada penurunan ketergantungan pada pinjaman luar negeri
dan barang-barang impor;
(4) Ada optimalisasi pemanfaatan perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam banyak aspek
pembangunan ekonomi;
(5) Ada penurunan produk impor yang sebenarnya di dalam
negeri tersedia secara melimpah atau memiliki potensi yang
besar seperti daging sapi, bahan pangan terutama beras dan
kedelai;
(6) Terbukanya lapangan kerja dan usaha untuk menjawab
masalah pengangguran dan kemiskinan;
(7) Krus nilai tukar rupiah semakin menguat dan stabil;
(8) Kesenjangan pembangunan antardaerah makin berkurang,
sehingga kondisi ini dapat menurunkan kecemburuan sosial
dan keresahan.

Khusus daya saing nasional dan kemandirian bangsa perlu


mendapat perhatian karena semua bangsa mau tidak mau dan siap
tidak siap harus masuk dalam pasar global. Apalagi Oktober 2015
kita memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sudah lebih
dari satu dasawarsa bahwa dunia ini telah semakin mengglobal
serta memaksa semua bangsa dan Negara untuk mengurangi dan
bahkan harus menghilangkan segala batas administrasi dan politik
negara serta hambatan perdagangan seperti hambatan tarif, quota,
exchange control dan beragam proteksi yang akan menghalangi
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 95

free and open trade yang akan diimplementasikan di pasar global,


termasuk MEA. Untuk menjamin dunia yang demikian didirikan
organisasi World Trade Organization (WTO) yang berperan sebagai
pengontrol dan “wasit”. Semua bangsa di sini harus berlomba-
lomba menciptakan daya saing, memiliki keunggulan, membangun
komunikasi dan transportasi, menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mereka yang tidak mempersiapkan diri akan tertinggal
dan tidak mampu bersaing, menjadi penonton dan objek saja.
Untuk itu, Indonesia dalam hal ini harus siap dan terus berbenah
untuk memasuki MEA dan persaingan global lainnya.
Pembangunan aspek sosial keempat adalah pembangunan
di bidang sosial budaya. Masih banyak masalah sosial budaya
yang perlu diselesaikan melalui pembangunan. Masalah-masalah
sosial budaya dalam hal ini lebih didekati dari paradigma budaya,
sehingga banyak berhubungan dengan masalah budaya dan
mental yang antara lain:
(1) Banyak sekali anak bangsa yang tidak merasa malu, yang
seharusnya malu seperti malu berbuat salah, malu tidak
bertanggung jawab, malu korupsi, kolusi dan nepotisme,
malu gagal, malu tidak disiplin, malu pulang awal dari tugas
dan lain-lain;
(2) Banyak anak bangsa kita yang merasa kalah sebelum
bertanding dan kurang percaya diri dalam banyak hal,
malu dan tidak berani bertanya padahal diberi kesempatan,
sehingga muncul istilah mental tempe, mental “tempoyak”,
dan atau bermental “payah”;
(3) Banyaknya mental dan perilaku yang masuk golongan
“munafikun”, yang dalam praktik selalu menggunakan
“topeng” atau menutupi wajah aslinya. Ia perperilaku seperti
“malaikat”, padahal sering berbohong, mengatakan tidak
korupsi padahal sangat korup, tidak menepati janji, dan tidak
komitmen; sering melakukan perselingkuhan;
96 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(4) Kurang dewasa dalam bersikap, sehingga banyak diantara


anak bangsa kita yang mudah termakan isu-isu, tidak
berusaha mencari informasi yang benar terlebih dahulu,
mudah emosi atau lebih mudah dan cenderung menggunakan
otot daripada otak (akal) dalam menyelesaikan masalah;
(5) Kurang menghargai diri (menganiaya diri sendiri) dan tidak
jarang menggadaikan diri untuk mendapatkan materi;
(6) Kurang menghargai produk dan kurang menghargai
bangsanya sendiri, sehingga tidak percaya pada pendapat
dan pemikiran bangsanya dan tidak cinta produk nasional;
Dalam praktik banyak yang masih melihat siapa yang bicara,
bukan isi dan bobot bicaranya;
(7) Makin langka menemukan kejujuran (orang jujur), sehingga
sikap dan perilaku yang terbentuk dalam interaksi sosial
lebih kearah yang dapat menghilangkan kepercayaan (trust);
(8) Semangat rela berkorban untuk kepentingan masyarakat
(umum), bangsa dan Negara makin menghilang, sehingga
kondisi ini makin menipiskan rasa kebersamaan,
seperjuangan dan senasib sepenanggungan, kesetiakawanan
sosial, keselarasan, keserasian dan keharmonisan, gotong-
royong dan tolong-menolong;
(9) Sangat individualis dalam arti mementingkan diri sendiri,
kurang kebersamaan, suka memaksakan kehendak atau
banyak menggunakan kata “pokoknya”, dan masa bodoh
dengan orang lain;
(10) Orang sering melihat yang di atas yang tidak bisa menjadi
teladan maka banyak orang menjadi kurang menghargai
kualitas dan tidak bertanggung jawab, yang dalam praktik
terlihat dari penggunaan bahan-bahan beracun, penggunaan
pemanis dan pengawet dalam produk makanan yang melebihi
kewajaran dan ukuran kesehatan, mengoplos produk jelek
dengan yang bagus seperti beras, ikan, daging dan lain-lain;
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 97

(11) Kurang menghargai waktu dan suka mencari jalan pintas


sebagaimana telah dipopulerkan oleh Koentjaraningrat
(1974), sehingga banyak orang yang sampai sekarang suka
kerja santai dan mengurus segala sesuatu melalui pintu
belakang, sogok menyogok, KKN atau “kongkalingkong”;
(12) Menghalalkan segala cara, yang peting tujuan tercapai seperti
cara baik tidak bisa, ya pakai cara jelek atau keras, tidak
bisa diyakinkan dengan kata-kata dan pendekatan maka
digunakan kata intimidasi, main “dukun”, main “plasah”
sampai main darah (kekerasan fisik), layaknya mempraktikkan
hukum “rimba” dalam makna yang kuat menggilas yang bisa
di makan. Jika perlu “memaki” maka orang akan memakai
cara “memaki-maki”, jika harus disuab maka dia akan pakai
cara menyuap menggunakan uang atau “perempuan”. Jadi
dalam realitas banyak praktik perilaku manusia yang tidak
sehat dan melanggar etika atau “tata krama”. Lebih parah
lagi, perilaku menyimpang dibiarkan atau disikapi dengan
permisif dan menjadi tontonan dalam kehidupan keseharian.
Kita juga masih banyak menemukan realitas bahwa tidak
berani mengkritisi atau berbeda pendapat dengan atasan,
sekalipun atasan tersebut berbuat kesalahan. Hal ini banyak
terjadi karena faktor psikologis atau segan, tidak nyaman
dan tidak pada tempatnya. Apabila ada anak buah yang
berani mengkritisi kesalahan sang “bos” atau atasan maka
orang tersebut dapat dipastikan akan masuk “kotak”,
tidak dilibatkan dalam proyek, tidak ditegur, dibuat tidak
kerasan di tempat kerja dan perlakuan-perlakuan hukuman
lainnya, sehingga hal ini menjadikan kebanyakan orang
takut berbeda pendapat dengan “bos” atau mengekalkan
budaya asal bapak/bos suka (ABS). Jangan cari penyakit
jika berposisi sebagai anak buah atau berani-berani melawan
bos karena cepat atau lambat akan tamat riwayatmu. Di sisi
lain, apabila berani melawan kekuasaan atau orang yang
98 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

berkuasa, sekalipun benar maka orang dimaksud: (1) Akan


dicari-cari kesalahannya; (2) Dijebak supaya memiliki kasus
melalui berbagai cara; (3) Dibuat hidupnya menjadi terancam
melalui intimidasi atau didatangi “preman” dan (4) Keluarga
seperti istri atau suami dan anak diintimidasi atau didatangi
preman. Malahan ada keluarga yang disakiti dengan bantuan
“para normal”.

Indikasi masalah sosial budaya yang telah diungkapkan


bukan bermakna bahwa semua anak bangsa sudah menjadi begitu
jelek atau “carut marut”. Banyak anak bangsa yang masih bekerja
keras, jujur atau amanah, bertanggung jawab, berdisiplin, menjadi
juara olimpiade, juara olah raga, banyak karya anak bangsa yang
mendunia, menguasai ilmu dan teknologi, tulisan yang hebat,
melahirkan kualitas produk nomor satu dan prestasi gemilang
lainnya. Sungguh pun begitu, penyakit mental atau psikologis dan
kepribadian memang banyak terjadi dan menjangkiti anak bangsa.
Oleh karena itu, fokus pembangunan bidang sosial budaya antara
lain:
(1) Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya atau
pembangunan sumber daya manusia untuk mewujudkan
kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia, baik
kualitas moral maupun kualitas fisik;
(2) Pembangunan kesehatan masyarakat;
(3) Pembangunan pendidikan penduduk;
(4) Pemberdayaan perempuan dan anak;
(5) Pembangunan di bidang budaya dalam upaya meningkatkan
dan memantapkan pemahaman terhadap keberagaman
budaya, pentingnya toleransi, dan pentingnya penyelesaian
masalah tanpa kekerasan, serta membanguan interaksi
antarbudaya dalam rangka menghilangkan streotif (anggapan
BAB 4 – Administrasi Pembangunan 99

etnik/suku dan budaya sendiri lebih baik dibandingkan


etnik/suku dan budaya orang lain);
(6) Pembangunan jati diri bangsa Indonesia, seperti penghargaan
pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial,
kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air yang terus mengalami
kemerosotan;
(7) Pembangunan keteladanan para pemimpin dan budaya
patuh pada hukum;
(8) Penguatan bidang agama dalam upaya menumbuhkan
kesadaran melaksanakan ajaran agama dan pengembangan
toleransi dalam masyarakat majemuk di negeri ini; serta
(9) Pembangunan karaktar bangsa dan rasa percaya diri yang
dapat memperbaiki mental.

Sektor penting berikutnya yang perlu dibangun adalah


pembangunan di bidang pertahanan dan keamaman. Aspek ini
perlu mendapat perhatian karena masih banyak kerawanan yang
memerlukan perhatian secara serius. Beberapa kerawanan dan
sekaligus menjadi masalah pertahanan dan keamanan adalah:
(1) Masih sering terjadi konflik antara oknum anggota TNI
dengan POLRI. Konflik dalam hal ini kadang-kadang
bukan hanya melibatkan konflik antar pribadi, melainkan
ada konflik yang membawa atau mengesankan melibatkan
institusi;
(2) Ada kerawanan batas teritori dengan Negara tetangga baik di
batas laut maupun batas daratan;
(3) Ada kasus-kasus pelanggaran kedaulatan wilayah udara oleh
pesawat tempur negara lain;
(4) Banyak konflik yang terjadi di masyarakat;
(5) Banyak kasus kriminal, sehingga kondisinya sudah
mengganggu rasa aman seperti begal, pencurian, pembunuhan,
100 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

perampokaan, penjambretan, penodongan, perusakan dan


tindak kriminal lainnya;
(6) Banyak kasus-kasus yang terindikasi kearah terorisme;
(7) Banyaknya penyelundupan barang dan manusia serta ilegal-
ilegal lainnya seperti illegal logging, trafficking, dan meaning;
(8) Banyaknya kasus narkoba dan HIV/AID yang menimbulkan
kerawasan sosial.

Untuk itu, pembangunan di bidang pertahanan harus


dapat: (1) Menjamin kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dan (2) Menjamin keutuhan NKRI, sedangkan
pembangunan di bidang keamanan harus dapat mewujudkan
rasa aman dalam berbagai aspek kehidupan seperti politik,
ekonomi, dan sosial budaya. Penegasan ini penting karena aspek
pertahanan keamanan berkaitan secara langsung dengan aspek
kehidupan lain seperti politik, ekonomi dan sosial budaya.
Semua aspek ini memerlukan dukungan perhatanan keamaman
dan sebaliknya. Sehubungan dengan begitu pentingnya aspek
pertahanan keamaman bagi bangsa dan Negara maka ada hal-
hal prinsip yang perlu mendapat perhatian yaitu: (1) Peningkatan
kesejahteraan personel supaya mereka berkeja secara profesional;
(2) Pemenuhan kebutuhan kelembagaan dan personel seperti
kebutuhan akan kekuatan personel, anggaran dan Alusista sesuai
dengan tingkat kemajuan bangsa dan Negara; (3) Kemitraan
TNI dan POLRI bersama rakyat; dan (4) Dukungan sarana dan
prasarana yang memadahi.
BAB
5
Pembangunan
Administrasi

P
embangunan administrasi atau pembaharuan (reformasi)
administrasi di Negara Sedang Berkembang (NSB) perlu
mendapat perhatian serius dari ahli administrasi Negara
(Publik) karena dalam realita, masih banyak ditemukan masalah-
masalah administrasi yang terjadi. Dalam penjelasan pada Bab
V ini, ada 2 (dua) hal penting yang akan dikaji yaitu: (1) Alasan
atau argumentasi mengapa di NSB memerlukan pembangunan
administrasi dan (2) Fokus atau prioritas pembangunan
administrasi yang mana dan dalam hal apa yang harus dilakukan.
Penjelasan secara rinci dari kedua hal penting ini diuraikan seperti
penjelasan berikut.

A. Argumentasi Pentingnya Pembangunan


Administrasi
Beberapa contoh permasalah administrasi di NSB menurut
beberapa ahli ini dapat menjadi argumentasi yang meyakinkan
akan pentingnya pembangunan administrasi. Pendapat-pendapat
para ahli yang dijadikan dasar atau alasan akan pentingnya
pembangunan administrasi, dapat dijelaskan seperti urian
berikut. Heady (1995) menegaskan bahwa untuk kepentingan

101
102 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

pembangunan administrasi, ada baiknya mempelajari wajah


administrasi yang bersifat umum (common) di NSB. Ia menunjukkan
ada lima ciri administrasi di banyak negara berkembang yaitu:
(1) Pola dasar administrasi publik atau administrasi negara
sedang berkembang bersifat jiplakan (imitative) atau meniru
sistem administrasi Barat (Negara Maju) daripada asli
(indigenous);
(2) Birokrasi di negara berkembang kekurangan sumber daya
manusia terampil untuk menyelenggarakan pembangunan;
(3) Birokrasi lebih berorientasi kepada hal-hal lain daripada
mengarah kepada yang benar-benar menghasilkan (production
directed);
(4) Adanya kesenjangan yang lebar antara apa yang dinyatakan
atau yang hendak ditampilkan dengan kenyataan (discrepency
between form and reality); dan
(5) Birokrasi di negara berkembang acap kali bersifat otonom,
artinya lepas dari proses politik dan pengawasan masyarakat.

Pendapat Heady ini ditambah 2 (dua) karaktaristik oleh


Wallis dalam Ginanjar (1997) yang menyatakan bahwa:
(1) Di banyak negara berkembang memperlihatkan birokrasi
sangat lamban dan makin bertambah birokratik; dan
(2) Unsur-unsur nonbirokratik sangat berpengaruh terhadap
birokrasi. Wallis mencontohkan bahwa hubungan keluarga
dan hubungan-hubungan promordial lain, seperti suku
dan agama, dan keterkaitan politik (political connections)
mempengaruhi birokrasi, yang sangat bertentangan dengan
asas birokrasi yang baik.

Pemikiran Heady dan Wallis seperti yang telah diungkapkan


menegaskan bahwa masalah administrasi yang harus diperbaiki,
direformasi atau disempurnakan seperti yang telah diungkapkan
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 103

banyak terkait dengan masalah birokrasi. Hal ini juga bermakna


bahwa sumber masalah administrasi di NSB lebih banyak
berhubungan dengan birokrasi. Di sisi lain, ada juga sumber
masalah yang berasal dari kekuatan di luar birokrasi. Pendapat
Heady dan Wallis juga sejalan dengan pandangan Esman (1995)
yang menyatakan bahwa upaya memperbaiki kinerja birokrasi
di NSB harus mencakup daya tanggap (responsiveness) terhadap
pengawasan politik, efisiensi dalam penggunaan sumber daya,
dan efektivitas dalam pemberian pelayanan. Untuk itu, upaya
perbaikan meliputi peningkatan keterampilan, penguasaan
teknologi informasi dan manajemen finansial, pengaturan
atau pengelompokkan kembali fungsi-fungsi, sistem insentif,
memanusiakan manajemen dan mendorong partisipasi yang
seluas-luasnya dalam pengambilan keputusan, serta cara
rekruitmen yang harus lebih bersifat representatif.
Selanjutnya Tjokroamidjojo (1998) (salah satu di antara
beberapa pakar administrasi pembangunan di Indonesia) yang
melakukan pengamatan tentang perkembangan dan masalah
administrasi di Indonesia menegaskan bahwa pembangunan
administrasi publik atau reformasi birokrasi pemerintah diarahkan
pada program-program sebagai berikut:
1. Deregulasi dan debirokratisasi ekonomi serta dekonsetrasi
dan desentralisasi pemerintah.
2. Meningkatkan efisiensi birokrasi (termasuk mengurangi
pungutan-pungutan tak resmi).
3. Mutu orientasi pelayanan dan pemberdayaan birokrasi.
4. Sistem karier dan efektivitas birokrasi.
5. Kesejahteraan pegawai dan pelayanan administrasi
kepegawaian.

Sebagian pemikiran Tjokroamidjojo seperti yang telah


diungkapkan akan cocok apabila diaplikasikan pada periode
90-an, khususnya yang berhubungan dengan dekonsentrasi dan
104 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

desentralisasi pemerintah, sedangkan padangan yang lain masih


cocok dan relevan di masa kini. Pandangan penting berikutnya
apa yang dikemukan oleh Riggs (1996) yang menyatakan
bahwa pembaharuan administrasi merupakan suatu pola yang
menunjukkan peningkatan efektifitas pemanfaatan sumber daya
yang tersedia, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selain itu, birokrasi menurut pandangan Riggs merupakan sebuah
organisasi yang konkret terdiri dari peran-peran yang bersifat
hierarkis dan saling berkaitan yang bertindak secara formal
sebagai alat (agent) untuk suatu kesatuan (entity) atau sistem
sosial yang lebih besar. Untuk itu, pembaharuan administrasi
berkaitan erat dengan peningkatan tanggungjawab dalam proses
pengambilan keputusan dan memobilisasi sumber daya dalam
proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi, Riggs dalam melihat pembaharuan administrasi di NSB
mengkajinya dalam 2 (dua) sisi yaitu: (1) Perubahan struktural
dan (2) Perubahan kinerja (performance). Secara struktural Riggs
menggunakan diferensiasi struktural sebagai salah satu ukuran.
Pandangan Riggs ini didasarkan pada kecenderungan peran-peran
yang makin terspesialisasi (role spesealization) dan pembagian
pekerjaan yang makin tajam dalam masyarakat modern. Untuk
sisi kinerja, Riggs tidak hanya menekankan ukuran kinerja dari
seseorang atau suatu unit kerja, melainkan juga menggunakan
ukuran bagaimana peran dan pengaruh kinerja organisasi secara
keseluruhan. Oleh karena itu, Ia menekankan begitu pentingnya
kerja sama dan teamwork dalam mencapai tujuan.
Sementara Wallis dalam Ginanjar (1997) mengartikan
pembaharuan administratif dalam dimensi sebagai berikut:
1. Perubahan harus merupakan perbaikan dari keadaan
sebelumnya
2. Perbaikan diperoleh dengan upaya yang sengaja
(direncanakan) dan bukan terjadi secara kebetulan atau tanpa
usaha dan
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 105

3. Perbaikan yang terjadi bersifat jangka panjang dan terus-


menerus, sehingga tidak kembali lagi pada keadaan semula.

Perhatian penting tentang pembangunan administrasi di


NSB juga tetap harus mempertimbangan penggunaan pendekatan
ekologi administrasi. Dalam pendekatan ini maka kajian dan
analisis tingkat perkembangan administrasi di negara-negara
berkembang (NSB) selalu mempertimbangkan banyak faktor
yang mempengaruhi. Faktor ekologi atau lingkungan yang besar
pengaruhnya antara lain faktor politik, ekonomi, sosial budaya
dan stabilitas keamaman. Faktor ini menentukan stabilitas atau
kondisi negara dan bangsa, sistem politik yang dianut, keterkaitan
administrasi dengan pemimpin politik atau elit dan kekuatan-
kekuatan politik yang sedang berkuasa maupun yang berada di luar
kekuasaan, partisipasi masyarakat dalam proses politik, derajat
keterbukaan, kebebasan mengeluarkan pendapat dan berserikat,
pengaruh elit ekonomi, termasuk para pengusaha (konglomerat),
penegakan hukum dan jaminan akan keadilan, perkembangan
budaya serta jaminan akan keamanan yang kondosif.
Berpijak pada gagasan pemikiran beberapa ahli di atas
tentang bagaimana melakukan perbaikan atau pembaharuan
administrasi NSB dapat dilakukan melalui atau berpijak pada 2
(dua) penyebab utama (akar) masalah administrasi yaitu:
(1) Pemecahan masalah atau pembangunan administrasi
difokuskan pada masalah-masalah administrasi di NSB.
Pemecahan masalah dalam fokus ini selalu menggunakan
pendekatan organisasi dan
(2) Pemecahan masalah administrasi dengan fokus kajian pada
faktor-faktor non-administrasi melalui pendekatan ekologi
atau lingkungan administrasi. Untuk fokus kedua ini begitu
penting karena faktor lingkungan sangat menentukan
keberhasilan pembangungan atau perbaikan administrasi
di NSB. Hal ini juga bermakna bahwa pemecahan masalah
106 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

administrasi tidak hanya menggunakan pendekatan


organisasi, melainkan juga harus menggunakan pendekatan
ekologi administrasi.

Lebih konkret lagi, ada masalah yang langsung berhubungan


dengan administrasi seperti birokrasi, kualitas sumber daya
aparatur, efisiensi penggunaan sumber daya yang terdiri dari
Men, Money, Machines, Methods dan Materials, pelayanan yang
lamban, mahal dan diskriminatif, penyalahgunaan jabatan,
masalah tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja (work methods,
procedures and systems), tidak ada atau sulit melakukan koordinasi,
pengambilan keputusan lamban, data kepegawaian tidak lengkap,
sistem pertanggungjawaban tidak jelas, bukti-bukti pendukung
administrasi tidak ada, masalah kesimpang-siuran hubungan
kerja sama, sistem karier pegawai yang tidak jelas atau dalam
situasi yang teraniaya, kuatnya ego sektoral, sulitnya menciptakan
netralitas sumber daya aparatur, sulitnya membangun kerja
sama dan teamwork dalam bekerja, tumbuhnya organisasi yang
begitu banyak, tetapi tugas dan fungsinya averlapping (tumpang
tindih) dengan organisasi yang sudah ada dan perubahan
mindset pejabat birokrasi dari mental priyayi ke profesional, dari
dilayani menjadi melayani yang begitu sulit serta masih banyak
lagi masalah administrasi. Semua masalah yang dicontohkan
di atas merupakan masalah administrasi, sedangkan masalah
di luar administrasi, tetapi memiliki pengaruh besar dan makin
memperparah masalah administrasi antara lain kuatnya campur
tangan elit politik terhadap penentuan dan penetapan pejabat
birokrasi dan pengabilan keputusan, kuat dan makin maraknya
politik transaksional, sehingga kondisi ini makin mempersulit
untuk membangun tata pemerintahan yang baik dan bersih ((good
and clean governance) karena makin menjamurnya KKN, kuatnya
pengaruh “cukong” dalam proses formulasi dan penetapan
kebijakan serta munculnya “perselingkuhan” penguasa dengan
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 107

pengusaha serta berkembangnya “budaya” permisif atau


pembiaran terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh
sumber daya aparatur dan masih banyak lagi masalah-masalah
yang bisa diidentifikasi.
Beberapa contoh yang telah diungkapkan menegaskan
bahwa kebutuhan untuk membangun administrasi di NSB
merupakan kebutuhan strategis dan tidak dapat ditunda-tunda
lagi. Di sisi lain, tidak mungkin semua masalah administrasi
diselesaikan secara bersamaan karena keterbatasan sumber
daya yang dimiliki oleh NSB. Sungguh pun banyak hal yang
harus dibangun di bidang administrasi, tetapi pelaksanaan
fungsi pembangunan tetap wajib dijalankan. Di sinilah keunikan
administrasi negara sedang berkembang, yang dikenal sebagai
administrasi pembangunan. Mengapa unik? Uniknya terlihat
bahwa ia tetap menjalankan fungsi-fungsi administrasi negara
(publik), walaupun dalam dirinya banyak menghadapi masalah)
dan di sisi lain, ia tetap harus melaksanakan fungsi pembangunan.
Hal ini bisa bermakna bahwa administrasi pembangunan tetap
melaksanakan fungsi administrasi dan pembangunan, sekaligus
secara terus-menerus melakukan perbaikan ke dalam dirinya
(pembangunan administrasi). Supaya kedua fungsi tersebut tetap
dapat dilaksanakan maka ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan
oleh pemimpin di NSB yaitu:
(1) Pembangunan administrasi tetap dilaksanakan, dengan
menetapkan skala prioritas sebagai konsekuensi keterbatasan
sumber daya dan kemampuan;
(2) Dalam pembangunan administrasi mempergunakan
pendekatan organisasi karena sumber (akar) masalah
administrasi pembangunan banyak berkaitan dengan
birokrasi; serta
(3) Dalam pembangunan administrasi tidak hanya difokuskan
pada perbaikan pada masalah-masalah administrasi semata,
melainkan juga memperhitungkan faktor non-administrasi
108 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

yang memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan


pembangunan administrasi melalui pendekatan ekologi atau
lingkungan administrasi.

B. Prioritas Pembangunan Administrasi


Ada 3 (tiga) alasan mendasar mengapa setiap pembangunan apa
pun memerlukan penentuan skala prioritas. Pertama, keterbatasan
kemampuan manusia untuk melaksanakan pembangunan. Kedua,
keterbatasan sumber daya, khususnya biaya (anggaran) yang
tersedia yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan. Ketika,
keterbatasan waktu. Oleh karena itu, pembangunan administrasi
di NSB itu sendiri juga memerlukan skala prioritas, sebagai
konsekuensi banyak aspek yang harus dibangun. Berdasarkan
pertimbangan: (1) Skala prioritas, (2) Pendekatan organisasi dan
ekologi, (3) Sekaligus mempertimbangkan keunikan administrasi
pembangunan (administrasi NSB) maka skala prioritas
pembangunan administrasi dalam hal ini dapat difokuskan pada:
(1) Pembangunan atau reformasi birokrasi;
(2) Pembangunan sumber daya aparatur;
(3) Budaya organisasi;
(4) Pembangunan sinergitas dan partisipasi kekuatan bangsa; dan
(5) Pemantapan dan penyempurnaan sistem dan prosedur
perizinan.

Penjelasan dari program prioritas pembangunan administrasi


di NSB, dapat dijelaskan seperti uraian berikut. Prioritas
pertama dan yang utama dalam pembangunan administrasi
dapat difokuskan pada pembangunan atau reformasi birokrasi.
Pembangunan atau reformasi birokrasi dapat diberikan makna
suatu proses mengatur atau menyusun kembali, menata-ulang,
mengubah, memperbaiki dan menyempurnakan apa yang
sudah ada menuju kearah yang yang lebih berkualitas, baik,
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 109

profesional, cepat, tanggap, bersih, efisien, efektif, tepat ukuran


dan fungsi, produktif dan berkinerja tinggi. Oleh karena itu,
pembangunan birokrasi tidak hanya menekankan pada perbaikan
atau perubahan struktur (fisik), melainkan juga perbaikan atau
penyempurnaan nonfisik (mindset atau budaya) seperti perubahan
pola pikir, sikap dan tindak, budaya serta perubahan paradigma.
Perbaikan stuktur (fisik) dan nonfisik (budaya) ini menjadi target
dalam pembangunan administrasi di NSB.
Dalam praktik birokrasi pemerintahan masih banyak
ditemukan patologi birokrasi atau penyakit birokrasi atau
penyimpangan birokrasi (disfunction of bureaucracy). Siagian
(1995: 92-99) menyatakan bahwa patologi atau penyakit birokrasi
terdiri dari: (1) Bertindak sewenang-wenang, (2) Pura-pura
sibuk, (3) Paksaan, (4) Konspirasi, (5) Sikap takut, (6) Penurunan
mutu, (7) Tidak sopan, (8) Diskriminasi, (9) Cara kerja yang
legalistik, (10) Dramatisasi, (11) Sulit dijangkau, (12) Sikap tidak
acuh, (13) Tidak disiplin, (14) Inersia, (15) Sikap kaku, (16) Tidak
berperikemanusiaan, (17) Tidak Peka, (18) Sikap Tidak sopan, (19)
Sikap lunak, (20) Tidak peduli mutu kerja, (21) Salah tindak, (22)
Semangat yang salah tempat, (23) Negativisme, (24) Melalaikan
tugas, (25) Rasa tanggung jawab yang rendah, (26) Lesu darah,
(27) Paperasserie, (28) Melaksanakan kegatan yang tidak relevan,
(29) Cara kerja yang berbelit-belit (red- tape), (30) Kerahasiaan,
(31) Mengutamakan kepentingan sendiri, (32) Sabotisme, (33)
Sycophancy, (34) Tampering, (35) Imperatif wilayah kekuasaan,
(36) Tokenisme, (37) tidak profesional, (38) Sikap tidak wajar,
(39) Melampui wewenang, (40) Vested interest, (41) Pertentangan
kepentingan, dan (42) Pemborosan.
Pandangan Siagian yang telah diungkapkan memang sudah
lama ditulis, tetapi beberapa penyakit birokrasi tersebut masih
relevan dan belum dapat diobati hingga kini. Pendapat Siagian ini
bisa dijadikan salah satu alasan untuk melakukan pembangunan
birokrasi, sebagai salah satu masalah administrasi pembangunan.
110 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Argumentasi atau alasan penting berikutnya mengapa


pembangunan administrasi di NSB menempatkan pembangunan
atau reformasi birokrasi sebagai prioritas utama, karena:
(1) Kemampuan birokrasi dalam menyelenggarakan
pembangunan masih kurang memadahi;
(2) Netralitas birokrasi belum terbangun, sehingga birokrasi
dalam realita cenderung berorientasi kepada yang kuat
(mengabdi kepada penguasa) atau mudah ditarik-tarik atau
digoda oleh kelompok elit yang berkuasa;
(3) Makin kuatnya politik transaksi dalam birokrasi, sehingga
kondisi ini makin menyulitkan upaya mewujudkan clean and
good government;
(4) Unsur-unsur nonbirokratik sangat berpengaruh terhadap
birokrasi, sehingga birokrasi sering kali menjadi tidak
berdaya atau dijadikan alat;
(5) Birokrasi sangat lamban dan ada kecenderungan makin
bertambah birokratik;
(6) Belum diterapkannya prinsif ramping dalam struktur,
tetapi kaya dalam hal fungsi. Praktik yang terjadi malahan
menerapkan struktur yang gemuk, tetapi fungsi yang minim,
sehingga fenomena yang bermunculan tidak efisien, sulit
melakukan perubahan atau penyesuaian atau boros dalam
penganggaran;
(7) Tumbuhnya organisasi baru dengan tugas dan fungsi yang
overlapping dengan organisasi yang sudah ada serta masih
banyak masalah lainnya. Hal demikian juga bermakna bahwa
birokrasi pemerintah belum tepat fungsi dan ukuran (right
sizing). Di sisi lain, struktur birokrasi gemuk atau gendut,
sehingga kondisi ini akan memunculkan penyakit seperti
lamban, menimbulkan rantai atau prosedur yang panjang
dan makin menjamurnya KKN.
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 111

Atas dasar permasalahan yang ada dalam birokrasi dan


tahapan kemajuan reformasi yang telah dilakukan pemerintah
maka tujuan reformasi birokrasi di Indonesia yang dirumuskan
oleh kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Men PAN-RB) adalah menciptakan birokrasi yang
profesional, dengan karaktaristik:
a. Berintegritas tinggi
b. Berkinerja tinggi
c. Bebas dan bersih dari KKN
d. Mampu melayani publik
e. Netral
f. Sejahtera
g. Berdedikasi
h. Memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur
negara

Berpijak pada beberapa argumentasi permasalahan birokrasi


yang telah dijelaskan maka pembangunan atau perbaikan birokrasi
harus dapat mewujudkan:
(1) Birokrasi yang memiliki struktur yang ramping, tetapi kaya
akan fungsi
(2) Birokrasi yang bersih dan berkualitas;
(3) Birokrasi yang transparan (terbuka), profesional dan
akuntabel;
(4) Birokrasi yang dapat memberdayakan dan menumbuhkan
partipasipasi masyarakat
(5) Birokrasi yang efisien
(6) Birokrasi yang berbudaya melayani
(7) Birokrasi yang terdesentralisasi
(8) Birokrasi yang memiliki kapasitas untuk melaksanakan tugas
dan fungsi umum dan pembangunan
(9) Birokrasi yang responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan
masyarakat
112 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Untuk dapat mewujudkan atau membangun birokrasi di


NSB yang dapat melaksanakan fungsinya, termasuk fungsi
pembangunan seperti yang telah diungkapkan maka ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar pembangunan
atau reformasi birokrasi berhasil, yaitu:
(1) Ada dukungan sumber daya aparatur yang berkualitas dan
berkomitmen. Birokrasi pemerintah adalah seluruh jajaran
badan-badan eksekutif sipil yang dipimpin oleh pejabat
pemerintah di bawah tingkat menteri. Ada dua istilah yang
digunakan untuk menyebut pejabat pemerintah yaitu aparatur
negara dan penyelenggara negara. Kabinet yang terdiri
dari para menteri bukan birokrasi. Tugas pokok birokrasi
adalah secara profesional menindaklanjuti keputusan politik
yang telah diambil oleh pemerintah. Oleh karena itu, baik
buruknya birokrasi pemerintah sangat ditentukan oleh
kualitas dan komitmen aparatur negara dan penyelenggara
negara. Mereka harus bekerja secara profesional, bekerja
keras, jujur, bertanggung jawab, sekaligus berkomitmen
untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih
dan bebas KKN. Bukan sebaliknya menjadikan birokrasi
pemerintah sebagai officialdom atau kerajaan pejabat. Dalam
realita, kekuasaan pejabat birokrasi sangat menentukan,
karena segala urusan yang berhubungan dengan jabatan itu,
ia yang menentukan. Mereka ini diberikan kekuasaan yang
besar, tunjangan besar, diberi hak-hak istimewa dan fasilitas
yang memadahi. Mereka dengan mudah bisa tergoda untuk
menyalahgunakan jabatan. Mengapa hal demikian bisa
terjadi? Hal ini dapat terjadi karena realitas menunjukkan
bahwa jabatan birokrasi dapat menjadikan begitu banyak
orang yang sangat tergantung dengan birokrasi. Jika mereka
(aparatur negara dan penyelenggara negara) tidak berkualitas
dan berkomitmen maka birokrasi tidak dapat melaksanakan
tugas pokok dan fungsi umum serta pembangunan atau
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 113

hanya jadi sekedar sebagai officialdom, menyuburkan KKN,


rakyat menjadi tidak berdaya serta kemajuan bangsa dan
Negara akan sulit diwujudkan. Selain itu, sumber daya
yang berkualitas dan berkomitmen memerlukan dukungan
kebijakan yang dimulai dari pola rekruitmen yang objektif
untuk mendapatkan dan menempatkan orang yang tepat
pada jabatan yang tepat (put the right men in the right job) serta
mendapat dukungan berbagai pihak dan kalangan dalam
implementasi kebijakan atau ada sinergitas yang konstruktif
antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat serta
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
(2) Netralitas birokrasi yang terus-menerus terjaga dan
terpelihara, yang sekaligus menjadi komitmen bersama,
sehingga birokrasi serta aparatur negara dan penyelenggara
negara dapat berfungsi seperti yang diharapkan. Mereka
tidak terpengaruh oleh siapapun penguasanya. Memang
mereka menindaklanjuti keputusan politik dari penguasa,
tetapi mereka bekerja secara profesional, tidak cenderung
berorientasi kepada yang kuat (mengabdi kepada penguasa)
atau mudah ditarik-tarik atau digoda oleh kelompok elit yang
berkuasa; Mereka bekerja secara sungguh-sungguh untuk
rakyat. Penegasan ini penting karena realita menunjukkan
bahwa birokrasi kita (di Indonesia) masih menjadi alat
kepentingan politik. Tradisi demikian sulit digoyahkan
karena paradigma dan perilaku semacam itu terjadi sejak
masa kolonial, masuk era Soekarno, dan mengakar hingga
sekarang. Sejarah mencatat bahwa di masa pemerintahan
Soeharto, birokrasi secara terbuka menjadi alat politik
Golkar. Dalam pola rekruitmen kader di masa itu dilakukan
melalui jalur ABG (ABRI, Birokrasi dan Golkar), sehingga
aparatur negara dan penyelenggara negara berperan sebagai
Abdi Kekuasaan daripada sebagai Abdi Negara dan Abdi
Masyarakat.
114 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(3) Unsur-unsur non-birokrasi, terutama partai penguasa, elit


kekuasaan dan pengusaha juga memiliki komitmen untuk
mendukung birokrasi yang profesional, berkualitas dan
melayani publik dalam melaksanakan Tupoksi, termasuk
fungsi pembangunan serta mewujudkan tata pemerintahan
yang baik dan bersih (clean and good governance). Kekuatan
non birokrasi memiliki pengaruh yang besar terhadap upaya
mewujudkan birokrasi yang bersih, professional, berkualitas
dan yang melayani. Oleh karena itu, dukungan mereka sangat
menentukan dan mau dibawa kemana birokrasi yang ada,
mereka memiliki sumber daya untuk mempengaruhinya.
(4) Semua pihak berkontribusi dan turut serta dalam pengawasan
terhadap proses jalannya reformasi birokrasi, dengan fokus
utama menghilangkan hambatan-hambatan seperti faktor
penghambat birokrasi yang tidak efisien, birokrasi yang
makin birokratis, mengurangi atau menghapus stuktur
birokrasi yang overlapping, boros dan tidak jelas melalui
penataan ulang, sekaligus menghilangkan mafia birokrasi
atau “calo” atau makelar jabatan dari elit politik atau
birokrasi, dan pungutan liar (pungli). Lebih fokus lagi, semua
harus berupaya mengobati penyakit birokrasi yang begitu
marak dan meresahkan yang terkait dengan tidak efisien,
korup, tidak professional, kuatnya ikatan-ikatan primordial,
berbelit-belit, tidak akuntabel, birokrasi dijadikan sebagai
basis politik, orientasi jangka pendek dengan motif mencari
proyek, resisten terhadap perubahan dan banyak praktik
mafia lainnya.
(5) Ada pemetaan masalah birokrasi, penentuan skala prioritas
yang harus direformasi serta tahap kemajuan hasil reformasi.
Semua lembaga mengimplementasikan langkah-langkah ini.
Mereka yang berhasil diberi ganjaran (reword), sedangkan
yang tidak berhasil diberikan sanksi. Misal dalam penataan
struktur harus memegang prinsif tepat ukuran dan tepat
fungsi (right size and right function).
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 115

(6) Ada keteladanan elit birokrasi, pejabat Negara, legislatif,


eksekutif dan yudikatif dalam melakukan reformasi
diinternal masing-masing. Budaya kita masih bersifat
paternalistis. Dalam praktik tingkah laku, orang kecil (rakyat)
akan banyak mengikuti apa yang dilakukan oleh mereka
yang dianggap menjadi panutan, tanpa mempersoalkan:
Apakah yang dilakukan oleh panutan itu benar atau tidak.
Untuk itu, kebanyakkan dari kita lebih mudah melakukan
sesuatu setelah melihat dibandingkan mendengar. Jika elit
suka berebut kekuasan atau kursi, dengan cara-cara yang
tidak baik maka mereka yang bukan elit akan mengikutinya.
Hal ini bermakna bahwa keteladanan elit memiliki pengaruh
yang besar.

Setelah reformasi birokrasi maka prioritas pembangunan


administrasi berikutnya adalah pembangunan sumber daya
aparatur. Sebenarnya ada 2 (dua) sumber daya vital yang
menentukan kemajuan suatu bangsa dan Negara yaitu sumber
daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA). Jika kedua
sumber daya tersebut harus dipilih lagi dan yang mana yang
lebih menentukan kemajuan bangsa dan Negara maka jawaban
yang tepat adalah memilih SDM. Banyak Negara yang memiliki
SDA yang melimpah tetapi bangsa dan negaranya tidak begitu
maju. Sebaliknya, banyak pula Negara yang hanya memiliki SDA
terbatas, tetapi memiliki SDM yang unggul, sehingga bangsa dan
negaranya menjadi sangat maju dan sejahtera. Untuk itu, SDM yang
berkualitas lebih menentukan keberhasilan suatu bangsa dalam
membangun dirinya. Realitas ini juga menunjukkan bahwa sangat
logis atau wajar apabila pembangunan SDM, khususnya sumber
daya aparatur menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan
administrasi di NSB.
Sebagian SDM tersebut adalah sumber daya aparatur yang
mengisi birokrasi. SDM yang mengisi birokrasi dikenal sebagai
116 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

aparatur negara dan atau penyelenggara negara. Salah satu tugas


pokok mereka adalah menindaklanjuti keputusan politik yang
telah diambil oleh pemerintah secara profesional. Di sisi lain,
kekuasaan pejabat ini amat menentukan, karena segala urusan yang
berhubungan dengan jabatan itu, dia yang menentukan. Jabatan-
Jabatan itu disusun dalam tatanan hierarki dari atas ke bawah.
Jabatan yang berada di hierarki atas mempunyai kekuasaan yang
lebih besar, dibandingkan dibawahnya. Semua jabatan lengkap
dengan fasilitas yang mencerminkan kekuasaannya. Rakyat kecil
– besar atau hampir semua orang tergantung dan membutuhkan
legitimasi mereka (birokrasi pemerintah). Rakyat memperoleh,
membutuhan rejeki dan pelayanan yang berhubungan dengan
pejabat, pegawai dan pelaku-pelaku birokrasi pemerintah.
Demikian juga pemborong atau rekanan dari yang kecil sampai
yang besar membutuhkan rejeki dari pejabat birokrasi. Tidak
ketinggalan pula artis pemula-senior juga membutuhkan mereka.
Semua orang membutuhan pelayanan KTP dan perizinan. Untuk
mendapatkan hal ini, mereka membutuhkan dan menjumpai
pejabat-pejabat, mau duduk sebagai wakil rakyat memerlukan
mereka dan banyak lagi yang lainnya.
Persoalan yang terjadi pada diri si sumber daya aparatur
pemerintah dan menjadi perbincangan di mana-mana terkait
dengan beberapa kekurangan atau kelemahan secara individual
maupun kolektif, yang jika diidentifikasi dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Profesionalisme dalam bekerja.
b. Akuntabilitas (tanggung jawab).
c. Perilaku yang korup atau lengkapnya melakukan korupsi,
kolusi, konspirasi dan nepotisme (K3N).
d. Kerja keras dan budaya kerja.
e. Disiplin.
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 117

f. Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat


belum secara penuh mendukung terwujudnya birokrasi yang
efisien, efektif dan produktif.
g. Banyak SDM aparatur yang memiliki pendidikan tinggi dan
memiliki kemampuan, tetapi belum diberdayakan secara
optimal.
h. Banyak juga SDM aparatur yang kurang berintegritas,
kualitas moral dan mentalnya masih mengecewakan, kurang
kompeten, capable, dan kurang berkinerja tinggi.
i. Jumlah sumber daya aparatur yang besar dan menumpuk
di perkotaan, sehingga gaji dan yang terkait dengan biaya
aparatur menghabiskan anggaran yang besar, sedangkan
untuk level daerah bisa menghabiskan anggaran di atas 50
persen APBD.
j. Diperkirakan hanya 20 persen dari total aparatur Negara yang
berkinerja baik dan sangat baik serta berkualitas. Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(KemenPAN-RB) menyebutkan bahwa jumlah PNS se
Indonesia saat ini sebanyak 4.375.009 orang http://www.
jpnn.com/read/2015/01/01/278804/40 dan 4.732.472 orang,
menurut data BKN per Mei 2010.
k. Sistem informasi kepegawaian belum memadai, sehingga hal
ini menimbulkan kesulitan dalam pengambilan keputusan

Berpijak pada beberapa persoalan yang berhubungan


langsung dengan SDM aparatur seperti yang telah diungkapkan
maka pembangunan sumber daya aparatur perlu difokuskan dan
diprioritaskan pada:
a. Pembangunan dan peningkatan kualitas moral. Moral
mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Jadi,
derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas
yang dimilikinya. Dalam kehidupan sehari-hari, kualitas
118 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

moral tercermin dari sikap dan tingkah laku manusia. Mereka


yang bertingkah laku baik akan menjunjung kejujuran,
sebaliknya jika tingkah laku jelek atau menyimpang akan
melahirkan atau membenarkan adanya penyelewengan.
Hal ini harus menjadi keinginan bersama dan elit harus
siap menjadi panutan. Mereka yang menyimpang diberikan
sanksi administrasi dan sosial.
b. Pembangunan budaya organisasi yang terkait dengan nilai-
nilai seperti: integritas; kinerja tinggi, bebas dan bersih
dari KKN, kerja dan kerja, mampu melayani publik, netral,
berdedikasi serta memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode
etik aparatur Negara. Nilai-nilai ini tidak sekedar diketahui,
melainkan terimplementasi pada setiap sumber daya aparatur
atau telah menjadi budaya organisasi (birokrasi).
c. Ada dukungan dari luar birokrasi untuk pengembangan
profesionalime dan kapasitas aparatur Negara dalam
melaksanakan Tupoksi .
d. Ada aturan main yang jelas tentang penetapan standar
kompetensi jabatan, sehingga mereka bisa menerima
mengapa ada yang dipromosikan, tetap bertahan pada
jabatan atau diberikan demosi.
e. Ada penegakan etika dan disiplin aparatur negara. Unit yang
menangani hal ini sudah ada, tetapi penguatan lembaga dan
manajemen menjadi kunci keberhasilan penegakan etika dan
disiplin. Persoalan yang terjadi selama ini dalam penegakan
etika dan disiplin terbentur dengan rasa tidak nyaman
penegak etika karena objeknya adalah rekan sejawat serta
antara penegak dengan mereka yang ingin ditegakkan sama-
sama terkait dengan masalah etika dan disiplin.

Prioritas berikutnya dalam pembangunan administrasi adalah


pembangunan budaya organisasi. Sutrisno (2010: 2) menegaskan
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 119

bahwa budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai


(values), keyakinan-keyakinan (beliefs) atau norma-norma yang
telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu
organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-
masalah organisasi. Untuk itu, dalam organisasi dikenal ada
budaya kuat dan ada budaya lemah. Kedua jenis budaya ini hidup
dan ada di setiap organisasi.
Robbin (1997) http://wawanharyawan.files.wordpress.
com/2008/07/budaya- organisasidanimplementasinya.pdf
menegaskan bahwa budaya organisasi kuat adalah budaya di
mana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan
dianut bersama secara meluas oleh anggota organisasi. Faktor-
Faktor yang menentukan kekuatan budaya organisasi adalah: (1)
Kebersamaan dan (2) Intensitas. Ciri-ciri budaya organisasi kuat
adalah: (1) Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, (2)
Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam perusahaan
digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan
oleh orang-orang di dalam perusahaan, sehingga orang-orang
yang bekerja menjadi sangat kohesif, (3) Nilai-nilai yang dianut
organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan
dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh
orang-orang yang bekerja dalam perusahaan, (4) Organisasi
memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan
organisasi dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam
tingkat pahlawan, (5) Dijumpai banyak ritual, mulai dari ritual
sederhana hingga yang mewah, (6) Memiliki jaringan kulturan
yang menampung cerita-cerita kehebatan para karyawannya,
sedangkan ciri-ciri budaya organisasi lemah menurut Deal dan
Kennedy terdiri dari: (1) Mudah terbentuk kelompok-kelompok
yang bertentangan satu sama lain, (2) Kesetiaan kepada kelompok
melebihi kesetiaan kepada organisasi, (3) Anggota organisasi
tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk
kepentingan kelompok atau kepentingan diri sendiri.
120 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Apabila pendapat yang telah diungkapkan dijadikan


acuan maka dapat ditegaskan bahwa budaya organisasi yang
tidak berhenti pada slogan semata, tetapi dihayati, dinyatakan
dan diimplementasikan dalam tingkah laku sehari-hari secara
konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam organisasi akan
menjadi penentu atau sangat berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan organisasi. Nilai atau norma aparatur Negara yang selama
ini dijadikan acuan pada umumnya dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan. Beberapa peraturan di Indonesia yang
dapat dijadikan acuan antara lain:
a. Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolosi
dan Nepotisme.
b. Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
c. Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN).
d. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 Tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
e. Peraturan Presiden (PP) Republik Indonesia (RI) Nomor
55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang 2012-2025 dan
Jangka Menengah 2012- 2014.
f. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014.

Dalam berbagai peraturan tersebut dengan jelas diamanahkan


bagaimana menjadi PNS yang ideal atau seharusnya antara
lain: melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang bertanggung
jawab, tidak melakukan tindakan tercela, bersih dari KKN,
setia pada Pancasila, UUD 1945 dan Negara kesatuan republik
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 121

Indonesia (NKRI), berdisiplin, mentaati peraturan yang berlaku,


tidak berpolitik praktis, menjaga rahasia Negara, melaksanakan
kewajibannya sebaik mungkin, menempatkan kepentingan
bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan,
professional, serta masih banyak contoh lainnya. Persoalannya
adalah ada kesenjangan yang lebar antara yang diatur (harapan)
dengan yang dilaksanakan oleh PNS (kenyataan). Sebagai
konsekuensi, banyak PNS yang melakukan KKN, tidak disiplin
dan ada yang melakukan tindakan tercela dan masih banyak
kelemahan lainnya. Pertanyaannya: Mengapa hal demikian
terjadi? Hal ini terjadi karena internalisasi budaya organisasi
selama ini baru lebih banyak berhenti pada tataran slogan.
Oleh karena itu, budaya organisasi apa dan yang mana
yang diperlukan oleh birokrasi pemerintah agar birokrasi
dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi, termasuk
fungsi pembangunan. Beberapa budaya organisasi yang
harusnya diinternalisasi antara lain: (1) Integritas (integrity),
(2) Disiplin (Diciplin), (3) Perbaikan terus-menerus (continual
Improvement), (4) Bertindak segera (Prompt Action), (5) Tanggung
jawab (Responsibility), (6) Inovasi (Inovation), (7) Komunikasi
(Communication), (8) Profesional, (9) Bebas dari KKN, (10) Ramah,
(11) Memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik birokrasi, (12)
Jujur, (13) Tidak boros, (14) Efisien, (15) Transparan, (16) Adil, (17)
Setia atau loyal kepada bangsa dan negara, (18) Menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
dan golongan, (19) Kerja keras, (20) Malu berbuat tercela, (21)
Tidak diskriminatif, (22) Menghargai kualitas, (23) Menunjukkan
keteladanan dan masih banyak lainnya. Pilihan budaya organisasi
mana yang perlu diprioritaskan, sangat ditentukan oleh
permasalahan yang terjadi pada unit kerja masing-masing. Untuk
itu, kita bisa menggunakan budaya organisasi yang kuat sebagai
prioritas dan yang lemah sebagai tambahan.
122 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Budaya organisasi apa dan yang mana yang diperlukan


untuk membangun birokrasi? Salah satu contohnya adalah budaya
efisien. Mengapa hal ini dipilih? Banyak perilaku birokrasi yang
boros yang terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan fasilitas,
Sarana dan prasarana kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). Demikian
juga ada masalah yang terkait dengan efektifitas dan efisiensi
alokasi sumber daya yang terdiri dari Men, Money, Machines,
Methods dan Materials. Hal ini mengindikasikan bahwa budaya
efisien belum menjadi budaya organisasi, sehingga banyak
perilaku yang boros. Di sisi lain, sering kali kita tidak menyadari
bahwa masih banyak warga (rakyat) di Indonesia dan NSB yang
miskin yang memerlukan perhatian serius, tetapi banyak di antara
kita malahan bergaya hidup yang tidak efisien (boros), yang dapat
menciderai rasa keadilan rakyat.
Efisiensi dalam segala hal, khususnya manajemen dan
organisasi makin relevan dan penting untuk menjadi budaya
organisasi karena perkembangan dunia yang makin mengglobal.
Globalisasi ditandai oleh kemajuan pesat di bidang teknologi
komunikasi elektronik, komputer dan informasi, sekaligus
pergantian milenium II ke III yang terjadi dewasa ini, serta era
pasar bebas, yang menuntut kompetensi dan kualitas di segala
bidang. Mereka yang tidak efisien akan tertinggal dan tergilas
oleh persaingan. Mereka yang efisien akan dapat memanfaatkan
peluang dan kesempatan, dapat menikmati keuntungan di bidang
ekonomi, politik dan sosial budaya atau sesuai dengan aspek yang
ditekuninya. Jadi, efisiensi wajib menjadi budaya manajemen
pemerintah dan swasta di masa kini dan mendatang dalam rangka
memenangkan persaingan global.
Pengelola manajemen dan organisasi Negara yang
tidak memperhitungkan efisiensi akan berada dibelakang,
selalu tertinggal, tidak mampu bersaing, tidak akan memiliki
keunggulan komperatif dan malahan akan menghadapi ancaman
kebangkrutan atau kematian organisasi. Kebutuhan akan efisiensi
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 123

makin terasa terutama di negara-negara sedang berkembang.


Realitas menunjukkan bahwa banyak organisasi di negara sedang
berkembang dapat hidup karena fasilitas negara atau pejabat
pemerintah atau publik bukan karena kerja keras, disiplin dan
kemampuan bersaing. Indikasinya banyak organisasi yang
terjebak oleh konsfirasi, kolusi, korupsi dan nepotisme (K3N).
Efisiensi manajemen dan organisasi dalam berbagai tingkatan
menjadi penentu tercapainya tujuan organisasi (Negara).
Organisasi ekonomi yang tidak efisien akan mengami
kesulitan dan tidak mampu bersaing. Organisasi Pemerintah
(birokrasi) yang tidak efisien akan menimbulkan persoalan sebagai
berikut:
a. Akan menciptakan berbagai kelambanan dan hambatan
dalam mewujudkan iklim usaha (investasi) yang kondosif
dan menguntungkan.
b. Pelayanan yang kurang memuaskan.
c. Menimbulkan berbagai keluhan, prustasi dan kerawanan
sosial.
d. Akan terjadi pemborosan penggunaan sarana yang terdiri
dari Men, Money, Machines, Methods dan Materials.
e. Sulit bersaing, tidak memiliki keunggulan komperatif, dan
selalu tertinggal dari bangsa lain.

Realitas yang telah diungkapkan menjadi pembelajaran


bahwa efisiensi menjadi salah satu prioritas pembangunan
administrasi sebagai bagian dari budaya organisasi. Oleh karena
begitu pentingnya efisiensi maka efisiensi harus menjadi gerakan
bersama dan menjadi budaya warga Negara dalam bekerja,
kegiatan di luar kerja dan di rumah masing-masing.
Supaya budaya organisasi yang dijadikan komitmen birokrasi
tidak berhenti pada tahapan slogan semata, tetapi dihayati,
dinyatakan dan diimplementasikan dalam tingkah laku sehari-
124 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

hari secara konsisten oleh semua anggota organisasi maka banyak


cara yang harus dilakukan. Cara-cara yang harus dilakukan antara
lain:
(1) Jika ingin mencegah dan memberantas KKN maka semua
anggota harus tahu, memiliki kependulian, mau dan mampu
melakukan (tercermin dalam tingkah laku sehari-hari);
(2) Membangun budaya organisasi merupakan pekerjanaan
yang tidak mudah, sehingga upaya ini harus secara konsisten
dilaksanakan dan semua pihak mau bekerja sama untuk
mewujudkan;
(3) Internalisasi budaya organisasi memerlukan perubahan
mindset dan ada dukungan komitmen yang kuat dari semua
pihak dan kalangan (dari dalam dan luar birokrasi);
(4) Gerakan membangun budaya harus dilakukan secara
sistematis, terarah, didukung oleh political will yang kuat,
konsisten, dan konsekuen; dan
(5) Semua orang dalam birokrasi harus membuat pernyataan
komitmen bersama tentang berbagai nilai yang akan
diinternalkan dalam birokrasi. Misalnya tidak melakukan
tindak pidana KKN, bekerja professional dan tidak
diskriminatif serta siap diberikan sanksi apabila melakukan
pelanggaran (sekedar contoh) melalui penandatanganan
dokumen pakta integritas.

Lebih tegas lagi, internalisasi budaya organisasi memerlukan


langkah-langkah yang dimulai dari tahap pengenalan dan
pemahaman (knowing the good atau learning to know) tentang
isi budaya organisasi. Cara yang dapat ditempuh melalui
pendidikan informal, sosialisasi, penulisan buku praktis untuk
diserbarluaskan dan bisa juga melalui diskusi, FGD, publikasi
melalui media massa dan media sosial. Dilanjutkan dengan
langkah kedua yaitu penumbuhan rasa cinta dan penandatangan
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 125

dokumen fakta integritas. Akhirnya dihayati, diimplementasikan


atau diamalkan melalui tingkah laku sehari-hari, sebagai gerakan
bersama. Langkah ini dianggap berhasil apabila semua orang
dalam birokrasi paham dan mengetahui dengan persis budaya
organisasi, tumbuh rasa cinta dan bertanda tangan pada dokumen
fakta integritas dan akhirnya diikuti penghayatan dan pengamalan
(doing the good, learning to do, learning to live together dan learning to
be) yang tercermin dari tingkah laku semua orang dalam birokrasi;
menjadi gerakan bersama yang masif dan menjadi basis gerakan
moral.
Prioritas pembangunan administrasi selanjutnya adalah
pembangunan sinergitas dan partisipasi kekuatan bangsa. Fakta
menarik untuk mengawali betapa pentingnya sinergitas kekuatan
bangsa terlihat dari makin menguatnya ego dan ego dalam
berbagai aktivitas. Kita mengenal munculnya dan begitu kuatnya
ego sektoral atau unit kerja sebagai fenomena umum di negeri ini.
Ada sisi positif dari ego ini yaitu mereka akan membela sektoralnya
atau unit kerjanya, melindungi dan bila diperlukan akan ditutupi
kelemahan, kekurangan dan kesalahan. Ego dalam hal ini akan
menjadi persoalan besar apabila mereka akan mewujudkan
birokrasi yang lebih berkualitas dan profesional. Mengapa bisa
demikian? karena ego hanya akan menyulitkan menentukan titik
mulai suatu kegiatan, langkah-langkah yang harus ditempuh dan
penentuan tujuan, sehingga ego yang terjadi akan menyulitkan
untuk mewujudkan pencapaian tujuan. Oleh karena itu, ego
sektoral atau unit kerja menjadi persoalan yang perlu dicarikan
solusi. Salah satu solusi untuk mengatasi ego dapat dilakukan
melalui Penguatan sinergitas.
Pembangunan atau penguatan sinergitas menjadi
keniscayaan karena sinergitas menjadi kebutuhan setiap bangsa
untuk mewujudkan pencapain tujuan secara optimal. Tidak
semua aparatur Negara telah berusaha untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik dan bersih secara bersama sebagai suatu
126 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

gerakan. Sudah banyak di antara mereka yang telah berusaha


masing-masing, tetapi tidak disinergikan dan tentu saja ada di
antara mereka yang masa “bodoh” karena sudah berada di zona
nyaman dengan kondisi yang ada. Sebagai konsekuensi tidak
bersinergi, hasil kurang optimal atau terkesan tidak ada kemajuan.
Idealnya, semua harus bersinergis dalam mewujudkan tujuan.
Semua harus bergerak menuju dan mewujutkan titik yang sama
yaitu birokrasi yang lebih berkualitas, baik, profesional, cepat,
tanggap, bersih, efisien, efektif, tepat ukuran dan fungsi, produktif
dan berkinerja tinggi atau apa saja yang akan diwujudkan.
Apabila titik yang akan dituju untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik dan bersih maka semua orang harus
bersenirgis ke sana untuk mewujudkannya. Titik yang akan dituju
akan dapat diwujudkan apabila:
a. Semua pihak mengetahui dan memahami dengan baik dan
benar titik mana yang akan dituju;
b. Semua pihak mempunyai keinginan dan komitmen yang
sama ke satu titik;
c. Semua pihak bersinergis menuju ke titik yang akan dituju,
termasuk sinergi dalam konsep (pemikiran) dan tindakan;
d. Ada kepedulian, ada yang mengingatkan jika ada kesalahan
dan siap dikoreksi dan disanksi apabila melakukan kesalahan.

Sinergitas akan makin terbangun dan semakin memudahkan


dalam menyelesaikan masalah-masalah besar bangsa dan Negara,
apabila sinergitas dalam hal ini didukung oleh partisipasi
masyarakat. Tjokrowinoto (1993:48) menegaskan bahwa
partisipasi secara aktif dalam pembangunan di lingkungan
masyarakat pedesaan sangat dibutuhkan bahkan sudah menjadi
mitos dari pembangunan itu sendiri, sehingga hampir semua
negara mengumumkan secara luas kebutuhan partisipasi dalam
semua proses pembangunan. Partisipasi masyarakat merupakan
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 127

hak dan kewajiban setiap warga negara untuk memberikan


kontribusi kepada siapa saja dengan maksud dan tujuan yaitu
untuk mencapai tujuan kelompok, sehingga mereka diberikan
kesempatan dalam berpartisipasi mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pemanfaatan dan mengevaluasi pelaksanaan
pembangunan dengan mengembangkan kreatifitas yang ada
dalam pola pikir dan mata hati mereka yang akan disampaikan
dalam musyawarah desa (disebut juga “Rapat Desa”).
Oleh karena pentingnya partisipasi atau dukungan atau
kontribusi atau keikutsertaan masyarakat maka partisipasi
menjadi kunci segala sesuatu, termasuk sukses atau tidaknya
pelaksanaan pembangunan. Apabila partisipasi ada di mana-mana
dan dilakukan oleh banyak orang maka tidak ada pekerjaan yang
tidak sukses. Hasil bisa lebih optimal, semua biaya menjadi lebih
ringan, pekerjaan lebih lancar, sekaligus partisipasi dalam hal ini
akan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan memiliki
terhadap hasil pekerjaan. Persoalan yang muncul dalam 15
tahun terakhir adalah ada penurunan yang signifikan partisipasi
masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan. Mengapa
fenomena ini terjadi dan faktor apa penyebabnya? Pertanyaan ini
harus dapat dijawab oleh administrasi pembangunan karena salah
satu tugas pokok dan fungsi administrasi pembangunan adalah
membangun partisipasi masyarakat. Jawaban atas pertanyaan ini
dijelaskan pada bab tersendiri.
Pembangunan berikutnya terkait dengan pemantapan dan
penyempurnaan sistem dan prosedur dalam pelayanan publik.
Mengapa sistem dan prosedur menjadi salah satu prioritas dalam
pembangunan administrasi? Pertanyaan demikian muncul karena
ada beberapa alasan: (1) Masih menimbulkan banyak keluhan
karena lama dan lambat; (2) Menjadi salah satu sumber atau titik
korupsi atau penyalahgunaan jabatan atau wewenang; (3) Menjadi
sumber atau titik penyebab mengapa investor membatalkan
niatnya untuk berinvestasi karena sulitnya mengurus perizinan;
128 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

dan (4) Menjadi sumber perusak citra bangsa. Persoalan ini tidak
terlepas dari keberadaan birokrasi dan tingkah laku birokrat.
Birokrasi dalam hal ini menjadi cermin dari proses dan sistem
untuk menjamin mekanisme dan sistem kerja yang teratur dan
pasti. Berpijak pada persoalan demikian maka Menteri PAN dan
RB sudah lama menggariskan kepada birokrasi publik tentang
berbagai rambu-rambu dalam pemberian pelayanan seperti
kesederhanaan, kejelasan, kepastian, keamanan, keterbukaan,
efisien, ekonomis, dan keadilan yang sesuai dengan prinsip-
prinsip good governance.
Birokrasi bagi sebagian orang dimaknai sebagai prosedur
yang berbelit-belit, menyulitkan, menjengkelkan dan mahal. Ada
pula yang memandang birokrasi dimaknai sebagai upaya untuk
mengatur dan mengendalikan perilaku masyarakat agar lebih
tertib, memahami hak dan kewajiban serta berbagai pengaturan
lainnya. Lebih tegas lagi, ada pandangan bahwa birokrasi menjadi
alat yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi, dan
ada pula pandangan negatif bahwa birokrasi menjadi alat untuk
memperoleh, mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan
melalui berbagai sistem dan prosedur yang kaku, berlebihan,
penyimpangan dan menutup diri dari kritik. Oleh karena itu,
salah satu yang harus diwujudkan dalam pelayanan publik terkait
dengan rambu-rambu kesederhanaan. Kesederhanaan dalam
pelayanan mempunyai maksud bahwa prosedur atau tata cara
pemberian pelayanan kepada masyarakat (publik) harus menjadi
lebih mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami
dan dilaksanakan, sehingga birokrasi tidak dipandang negatif.
Perlu ditegaskan pula bahwa pandangan negatif terhadap
birokrasi seperti yang telah diungkapkan dapat menimbulkan
pandangan tidak optimis. Mengapa? Kompleksnya permasalahan
birokrasi perizinan telah dianggap sebagai masalah abadi dan tidak
ada solusinya. Pengalaman beberapa sahabat penulis menuturkan
bahwa ada 2 (dua) jalan dalam birokrasi yaitu jalan lurus, tapi lama
BAB 5 – Pembangunan Administrasi 129

dan jalan cepat (kilat atau ekspres), tetapi mahal. Ada pula yang
memberikan istilah jalan depan (lama) dan jalan belakang, tetapi
cepat. Kedua jalan ada harga yang harus dibayar. Dalam rangka
memberikan solusi dari kerumitan sistem dan prosedur perizinan
seperti yang telah diungkapkan maka pemerintah menetapkan
kebijakan dalam wujud penyederhanaan Perizinan melalui
Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan terintegrasi (one-stop service);
Kebijakan ini sangat baik, tetapi dalam implementasinya belum
didukung komitmen yang optimal dari birokrat. Jadi, kebijakan
yang baik belum berarti atau bermakna, sebelum mendapat
dukungan yang optimal dari implementor. Implementor dalam
hal ini harus siap memberikan pelayanan yang terbaik, murah,
sederhana dan cepat.
130 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan
BAB
6
Partisipasi
Masyarakat Dalam
Pembangunan

P
artisipasi masyarakat dalam segala aspek kehidupan seperti
politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamaman
sangat dibutuhkan oleh bangsa manapun dan di manapun.
Kebutuhan akan partisipasi masyarakat menjadi sedemikian
penting karena semua orang dan bangsa memiliki kelemahan
atau keterbatasan kemampuan. Keterbatasan atau kelemahanan
semua orang atau bangsa hanya akan mendapat solusi atau jalan
keluar, apabila orang atau bangsa tersebut dapat memperoleh,
membangkitkan dan atau membangun partisipasi masyarakat.
Hal demikian juga bermakna bahwa partisipasi masyarakat
sangat penting dan menjadi kunci suksesnya pembangunan aspek
apa pun.
Persoalaanya adalah ada fenomena menarik tentang
partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang menujukkan
atau mudah diamati bahwa tingkat partisipasi mereka dalam
pembangunan dari waktu ke waktu mengalami pasang surut
atau naik turun. Namun dalam 15 (lima belas) tahun terakhir atau
awal 2000 sampai tahun 2014 menunjukkan tingkat pastisipasi
dalam pembangunan, terutama proyek-proyek pembangunan
pemerintah memiliki tren yang terus menurun. Mengapa
tren partisipasi mengalami penurunan, apa penyebabnya

131
132 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

dan bagaimana menumbuhkan atau membangun partisipasi


masyarakat? Jawaban atas pertanyaan mendasar inilah menjadi
salah satu tugas pokok dan fungsi administrasi pembangunan
melalui pembangunan partisipasi masyarakat. Malahan ada
yang berpendapat bahwa salah satu ruang lingkup administrasi
pembangunan berbicara tentang pembangunan partisipasi
masyarakat. Jawaban selengkapnya atas pertanyaan yang telah
diungkapkan menjadi fokus utama dari Bab ini.

A. Pengertian Partisipasi
Banyak pendapat tentang konsep atau pengertian partisipasi.
Soekanto (1983: 245) menegaskan bahwa partisipasi adalah
pinjaman dari bahasa Belanda “participatie”, yang sebenarnya
dari bahasa latin “participatio”. Perkataan “participatio” terdiri dari
2 (dua) suku kata yaitu “part” yang berarti bagian, dan “capere”
yang berarti mengambil bagian. Selanjutnya, kata “participation”
itu sendiri berasal dari kata kerja “participate” yang berarti ikut
serta. Jadi, partisipasi mengandung pengertian aktif yakni adanya
kegiatan atau aktivitas.
Pengertian partisipasi menurut asal usul kata sebagaimana
dijelaskan oleh Soekanto dapat dipahami bahwa partisipasi
merupakan suatu aktivitas untuk mengambil bagian atau peran
dalam suatu kegiatan bersama. Pemahaman makna partisipasi
berikutnya sebagaimana diungkapkan oleh Davis (1962: 427) yang
menegaskan bahwa participation is difined as mental and emotional
involvement of a person in group situation which encourages him to
contribute to group goal and share responsibility in them (Partisipasi
dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan
emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok
dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab
terhadap usaha yang bersangkutan).
BAB 6 – Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan 133

Pandangan Davis seperti yang telah diungkapkan dapat


dipahami bahwa keterlibatan jasmani, mental atau pikiran akan
dapat mendorong dan menjadikan partisipan berlangsung
dengan hasil yang optimal atau dapat memberikan sumbangan
secara optimal dalam rangka mencapai tujuan, sekaligus akan
memunculkan kepercayaan masyarakat yang tinggi, rasa ikut
bertanggung jawab dan rasa memiliki. Selanjutnya Tjokrowinoto
(1993:48) menegaskan bahwa partisipasi secara aktif dalam
pembangunan di lingkungan masyarakat pedesaan sangat
dibutuhkan bahkan sudah menjadi mitos dari pembangunan itu
sendiri, sehingga hampir semua negara mengumumkan secara
luas kebutuhan partisipasi dalam semua proses pembangunan.
Partisipasi masyarakat merupakan hak dan kewajiban setiap
warga negara untuk memberikan kontribusi kepada kegiatan
bersama dengan maksud dan tujuan untuk mencapai tujuan
kelompok, sehingga mereka diberikan kesempatan dalam
berpartisipasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan,
pengawasan dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan
dengan mengembangkan kreatifitas yang ada dalam pola pikir
dan mata hati mereka, yang akan disampaikan dalam musyawarah
desa (disebut juga “Rapat Desa”).
Berdasarkan beberapa pengertian partisipasi masyarakat
seperti yang telah diungkapkan maka penulis berpendapat bahwa
partisipasi masyarakat adalah keterlibatan dan kontribusi aktif
secara fisik dan mental dalam berbagai kegiatan bersama, sebagai
realisasi akan hak dan kewajiban setiap warga Negara dalam
rangka mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, setiap
berbicara partisipasi masyarakat tidak dapat dilepaskan dari:
a. Ada keterlibatan dan kontribusi aktif
b. Secara fisik dan mental
c. Dalam kegiatan bersama
d. Menunaikan hak dan kewajiban
e. Mencapai tujuan yang telah ditetapkan
134 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Oleh karena pentingnya partisipasi atau dukungan atau


kontribusi atau keikut-sertaan masyarakat maka partisipasi
menjadi kunci segala sesuatu, termasuk sukses atau tidaknya
pelaksanaan pembangunan. Apabila partisipasi ada di mana-
mana dan dilakukan oleh banyak orang maka tidak ada pekerjaan
yang tidak sukses. Di sisi lain, hasil bisa lebih optimal, semua
biaya menjadi lebih ringan, pekerjaan akan menjadi lebih lancar,
sekaligus partisipasi dalam hal ini akan dapat menumbuhkan rasa
tanggung jawab dan memiliki terhadap hasil pekerjaan. Persoalan
yang muncul dalam 15 (lima belas) tahun terakhir adalah ada
penurunan yang signifikan tingkat partisipasi masyarakat dalam
berbagai kegiatan pembangunan. Mengapa fenomena ini terjadi
dan faktor apa penyebabnya? Pertanyaan ini harus dapat dijawab
oleh administrasi pembangunan karena salah satu tugas pokok
dan fungsi administrasi pembangunan adalah membangun
partisipasi masyarakat.
Ada pula pandangan bahwa salah satu ruang lingkup
Administrasi Pembangunan adalah pembangunan partisipasi
masyarakat. Oleh karena itu dapat ditegaskan bahwa tercapainya
pembanguan di suatu negara bukan hanya tanggung jawab
administrator pembangunan, melainkan menjadi tugas dan
tanggung jawab bersama semua elemen masyarakat (anak bangsa)
dan pemerintah. Penegasan ini penting karena makna luas dari
negara itu sendiri merupakan hubungan antara pemerintah dan
masyarakatnya. Namun biasanya (seperti terjadi di Indonesia)
ketidak-harmonisan antara pemerintah dan rakyat menjadikan
proses pembangunan menjadi terhambat atau terganggu.
Bisa saja hal ini dikarenakan masalah egosentrisme, etnis, dan
masalah-masalah perbedaan kepentingan dari kedua belah pihak.
Keterhambatan proses pembangunan juga dapat terjadi akibat
keterbatasan pengadaan faktor pendukung fisik seperti peralatan,
perlengkapan, teknologi, dan sumber daya yang tidak memadai.
BAB 6 – Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan 135

B. Penumbuhan Partisipasi
Conyers (1991: 154-155) menegaskan bahwa ada tiga alasan utama
mengapa partisipasi masyarakat menjadi sangat penting. Alasan
tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat untuk
memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan
sikap masyarakat setempat yang tanpa adanya ini maka
program pembangunan dan proyek-proyek akan gagal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan
dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui
seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa
memiliki terhadap proyek tersebut.
3. Adanya anggapan bahwa suatu hak demokrasi bila
masyarakat yang dilibatkan dalam pembangunan masyarakat
mereka sendiri, yaitu masyarakat mempunyai hak dalam
menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di
wilayah mereka.

Pandangan Conyers ini dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan


musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang).
Pendapat ini apabila dihubungkan dengan partisipasi masyarakat
dalam Musrenbangdes dapat diperoleh pemahaman bahwa
partisipasi masyarakat yang baik bukan hanya sekedar dilihat
dari kehadirannya. Dalam kehadiran mereka tersebut dapat
memberikan informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap
masyarakat setempat melalui usulan-usulan yang diajukannya dan
permasalahan masyarakat di lingkungannya. Di sisi lain, dengan
adanya partisipasi masyarakat dalam persiapan dan perencanaan
akan menumbuhkan rasa tanggung jawab, sekaligus mereka
secara langsung maupun tidak langsung telah menggunakan hak-
hak demokrasinya seperti hadir dalam pengambilan keputusan
136 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

dan berbicara dalam Musrenbangdes. Persoalannya adalah


partisipasi masyarakat dalam Musrenbang dari waktu ke waktu
menunjukkan tren yang makin menurun.
Hasil penelitian Ngusmanto (2012:76) tentang Partisipasi
Masyarakat Dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Desa
Limbung Tahun 2012 Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu
Raya Kalimantan Barat menyimpulkan bahwa penurunan
partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana pembangunan
desa disebabkan oleh kurangnya keterlibatan jasmani, mental dan
perasaan, kesediaan memberi sumbangan dalam rangka membantu
tercapainya tujuan serta lemahnya rasa turut bertanggungjawab
atas segala sebab akibat dari kegiatan Musrenbang, dengan
indikasi sebagai berikut:
(1) Kurangnya keterlibatan jasmani, mental dan perasaan terlihat
dari kehadiran peserta Musrenbang yang hanya mencapai
50 persen dan sebagian dari mereka juga tidak mengikuti
pelaksanaan Musrenbang sampai selesai. Hal ini terjadi
sebagai ungkapan kekecewaan dan rasa kesal masyarakat
karena usulan-usulan yang diajukan melalui mekanisme
Musrenbang kurang berhasil. Konsekuensi lebih lanjut, ada
kemungkinan Musrenbang tahun 2013 tidak diselenggarakan
lagi karena Musrenbang tidak manfaat. Peserta Musrenbang
memang ada yang mendiskusikan program prioritas, tetapi
lebih banyak dari mereka yang tidak bicara karena mereka
sadar bahwa usulan akan gagal lagi seperti tahun-tahun
sebelumnya. Nilai positif yang terkait dengan keterlibatan
mental dan perasaan terlihat dari mereka yang lebih bisa
memahami bahwa semua peserta menginginkan usulannya
diprioritaskan. Mereka sadar bahwa hal demikian merupakan
sesuatu yang tidak mungkin.
(2) Kurangnya keterlibatan stakeholders dalam memberikan
sumbangan dalam Musrenbang yang terkait dengan
sumbangan pemikiran, ide atau gagasan terlihat dari usulan
BAB 6 – Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan 137

yang diajukan peserta tidak lain hanya merupakan copy


paste dari usulan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini sebagai
konsekuensi belum diakomodasinya usulan sebelumnya.
(3) Lemahnya rasa turut bertanggungjawab atas segala sebab
akibat dari kegiatan Musrenbang. Tanggung jawab dalam
hal ini baru lebih banyak terlihat dari dibentuknya delegasi,
penyampaian hasil kompilasi dan upaya mereka untuk diberi
kesempatan bicara dalam rangka menyampaikan usulan-
usulan masyarakat yang diwakilinya dalam Musrenbang
Kecamatan, sehingga mereka tidak dapat mengetahui dengan
persis nasib usulan dimaksud dibiayai atau tidak. Jadi,
perjuangan delegasi desa dianggap memiliki rasa tanggung
jawab yang besar apabila mereka dapat meloloskan banyak
usulan desa yang dibiayai melalui APBD. Berdasarkan
tuntutan yang demikian maka delegasi desa melakukan
pendekatan-pendekatan kepada pihak-pihak yang berperan
besar dalam pengambilan keputusan seperti Bupati, anggota
DPRD, kepala SKPD, terutama PU. Realitas ini merupakan
konsekuensi usulan pembangunan yang diproses melalui
mekanisme Musrenbang untuk mendapatkan pendanaan
yang masih sangat mengecewakan.

Sanof (2009: 9) menegaskan bahwa tujuan utama dari peran


serta masyarakat adalah:
(1) Melibatkan masyarakat dalam mendesain proses pengambilan
keputusan dan sebagai hasilnya, meningkatkan kepercayaan
mereka, sehingga mereka dapat menerima keputusan dan
menggunakan dalam sistem yang telah ada ketika mereka
menghadapi suatu masalah.
(2) Menyalurkan suara masyarakat dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan guna meningkatkan (kualitas) dari
perencanaan dan keputusannya.
138 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(3) Mengingatkan rasa kebersamaan (sense of community) dengan


mengajak masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.

Hal penting berikutnya yang perlu mendapat jawaban


adalah bagaimana menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan? Partisipasi atau lebih mantap lagi kontribusi
seseorang atau sekelompok warga bangsa dalam pembangunan
di berbagai aspek kehidupan, selama kurun waktu 15 (lima belas)
tahun terakhir di negeri ini betul-betul mengalami penurunan
yang luar biasa. Mengapa fenomena demikian muncul dan faktor
apa yang menjadi akar permasalahan? Jawaban atas pertanyaan
ini sesuai hasil penelitian dan diskusi penulis diperoleh beberapa
catatan penting (faktor penyebab) yang perlu diperhatikan.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab dapat dijelaskan seperti
uraian berikut.
(1) Manajemen pembangunan mulai dari level nasional sampai
dengan level perdesaan menggunakan pedekatan proyek. Hal
ini berarti bahwa pedekatan proyek menjadi akar masalah
utama mengapa partisipasi masyarakat dalam 15 tahun
terakhir mengalami penurunan yang luar biasa. Masyarakat
tahu dengan persis bahwa setiap pembangunan telah
diproyekkan, sehingga mereka menjadi tidak berpartisipasi.
Mereka juga tahu bahwa proyek pembangunan kurang
memberdayakan penduduk di lokasi proyek.
(2) Himbauan untuk menumbuhkan dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dari para pemimpin formal dalam
berbagai level memang dilakukan, tetapi frekuensi
himbauan dan pemberian motivasi sangat kurang, sekaligus
keteladanan para pemimpin tersebut untuk terlibat langsung
di lapangan juga minim. Konsekuensinya, partisipasi terus
mengalami penurunan. Mereka tidak lagi cukup dihimbau
dan diberi motivasi, melainkan mereka sangat membutuhan
keteladanan.
BAB 6 – Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan 139

(3) Sosialisasi program dan proyek pembangunan juga tidak


sampai kepada kebanyakan warga di dalam dan di sekitar
proyek, tahu-tahu proyek dilaksanakan, sehingga warga
makin bertambah “cuek” atau masa bodoh. Mereka merasa
tidak dihargai atau tidak “diorangkan”. Mereka saja tidak
menghargai kita, bagaimana kita mau menghargai mereka.
(4) Pembangunan memang diperuntukkan untuk rakyat dan
akan menguntungkan rakyat, tetapi rakyat sendiri dari sejak
awal dengan sengaja tidak diikutsertakan.

Davis (1962:429) menegaskan bahwa manfaat partisipasi


masyarakat adalah “the great benefit of participation is that it restores
to man at work his birthright to be a creative member of a cooperating
group. It restores some of that which has been lost because of efforts to
get efficiency by oversimplifying work and oversupervising the worker”.
Selain manfaat partisipasi, Davis (1962: 428) juga menegaskan
bahwa ada tiga hal yang harus diperhatikan secara khusus
mengenai partisipasi. Ketiga hal tersebut adalah:
(1) Unsur pertama adalah partisipasi, sesungguhnya merupakan
suatu keterlibatan mental dan perasaan, bukan hanya
keterlibatan secara jasmaniah saja.
(2) Unsur kedua adalah kesediaan memberi sesuatu sumbangan
untuk membantu tercapainya tujuan dari kelompok tersebut.
(3) Unsur ketiga adalah rasa turut bertanggung jawab atas segala
sebab akibat dari kegiatan tersebut.

Beberapa catatan yang telah diungkapkan dapat ditegaskan


bahwa ada beberapa hal mendasar yang perlu disikapi dalam
rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat, yang dapat dirinci
sebagai berikut.
(1) Dibangunnya ruang atau wahana partisipasi masyarakat
(2) Penerapan pendekatan pembangunan yang partisipatif
140 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(3) Ada keteladanan pemimpin formal maupun informal,


sekaligus berfungsi sebagai motivator
(4) Partisipasi sebagai hak dan kewajiban yang dijadikan budaya
bagi masyarakat
(5) Kegiatan yang memerlukan partisipasi masyarakat betul-
betul merupakan kegiatan yang menjadi kebutuhan mereka
(6) Kolaborasi Sumber pendanaan dan
(7) Pemberian penghargaan

C. Variabel Penting Dalam Partisipasi


Banyak faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi partisipasi
seseorang atau sekolompok atau suatu masyarakat dalam kegiatan
atau aktivitas bersama. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam
hal ini dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) hal yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Untuk faktor eksternal terdiri dari:
(1) Aktor penggerak, (2) Wahana yang tersedia, (3) Sumber dana
kegiatan, (4) Pemilik kegiatan dan (5) Manfaat langsung yang
dapat dirasakan oleh warga atau masyarakat, sedangkan faktor
internal terdiri dari: (1) Tingkat ekonomi warga atau masyarakat,
(2) Tingkat pendidikan warga atau masyarakat, (3) Tingkat
pemahaman warga atau masyarakat terhadap kegiatan bersama,
(4) Tingkat kepedulian warga, (5) Rasa ego, (6) Rasa memiliki
warga (7) Jenis kelamin, dan (8) Tingkat Umur. Masing-masing
faktor yang berpengaruh tersebut, dapat dijelaskan secara rinci
seperti uraian berikut.
1. Faktor Eskternal
a. Aktor penggerak
Setiap kegiatan bersama akan mencapai hasil yang
optimal apabila ada dukungan atau kontribusi warga
atau anggota masyarakat. Tinggi dan rendah atau
aktif dan tidak aktif partisipasi atau kontribusi warga
BAB 6 – Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan 141

dipengaruhi oleh adanya aktor penggerak. Dalam


realitas, memang ada partisipasi warga yang tumbuh
karena kesadaran sendiri untuk berpartisipasi dalam
kegiatan bersama. Sungguh pun begitu, partisipasi
yang tumbuh karena kesadaran sendiri umumnya
hanya dilakukan oleh sedikit warga atau jumlah
mereka tidak banyak. Hal ini juga bermakna bahwa
partisipasi yang tumbuh karena digerakkan oleh orang
lain lebih mendominasi atau jumlahnya lebih banyak
dibandingkan yang tumbuh karena kesadaran. Untuk
itu, kehadiran aktor penggerak partisipasi warga dalam
kegiatan bersama sangat diperlukan. Persoalannya
adalah aktor seperti apa yang mampu atau memiliki
kemampuan untuk menggerakkan atau menggugah
partisipasi masyarakat? Pertanyaan ini muncul karena
dalam realitas tidak mudah menemukan aktor yang
mampu sebagai penggerak partisipasi. Ada beberapa
kriteria yang harus dimiliki oleh sang aktor yaitu: (1) Ia
memiliki keteladanan atau menjadi panutan warga, (2) Ia
telah berbuat nyata atau melakukan pengorbanan untuk
kepentingan masyarakat (publik), (3) Bisa dipercaya
atau amanah, (4) Memiliki tanggung jawab yang besar
dalam kegiatan bersama, (5) Memiliki kepedulian
dengan warga masyarakat, (6) Memiliki pengalaman
yang luas, dan (7) Memiliki kemampuan menyelesaikan
masalah yang terjadi di lingkungnnya. Beberapa kriteria
sang aktor ini menjadi penentu kemampuannya dalam
menggerakkan partisipasi masyarakat. Semakin lengkap
kriteria yang dimiliki sang aktor, semakin berhasil dalam
mempengaruhi partisipasi masyarakat.
b. Wahana yang tersedia
Wahana dalam hal ini bermakna seberapa besar peluang
atau kesempatan yang tersedia bagi warga untuk
142 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

berpartisipasi. Peluang ini sangat dipengaruhi oleh


sistem demokrasi atau derajat keterbukaan yang berlaku.
Semakin terbuka sistem yang dibangun, semakin besar
peluang warga untuk berpartisipasi. Dalam realitas
banyak ditemukan warga tidak ada peluang atau
memiliki peluang yang terbatas untuk berpartisipasi,
sehingga partisipasi warga tergolong rendah.
c. Sumber dana kegiatan
Sumber dana kegiatan atau pembangunan bisa berasal
dari pemerintah dan swadaya masyarakat. Sumber dari
pemerintah bisa berasal dari tabungan pemerintah,
sumbangan pihak ke tiga atau pinjaman dari luar dan
dalam negeri. Pada awal pembangunan di Indonesia
melalui pembangunan lima tahun (Pelita) sampai dengan
tahun 1990, dukungan atau partisipasi masyarakat tidak
ada persoalan. Masyarakat berperan aktif dan positif
dalam pembangunan atau masih mudah digerakkan
atau dimobilisasi. Perubahan partisipasi yang signifikan
terjadi setelah pelaksanaan pembangunan melalui
sistem proyek atau diproyekkan kepada pihak ketiga.
Masyarakat dalam hal ini tidak diikut sertakan (mulai
dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan)
atau masyarakat hanya menjadi penonton, sedangkan
mereka yang bekerja ditentukan oleh pelaksana proyek.
Konsekuensi lebih lanjut, kegiatan yang sumber dana
dari pemerintah: (1) Makin sulit memperoleh dukungan
dari warga atau warga menjadi apatis atau pasif, (2) Hasil
kegiatan sering kali tidak sesuai dengan aspirasi warga,
(3) Hasil kurang terpelihara dengan baik, (4) Cepat
rusak, dan (5) Sulit menumbuhkan rasa memiliki. Situasi
akan terbalik 180 derajat, apabila sumber dana berasal
dari swadaya masyarakat. Partisipasi masyarakat akan
menjadi aktif dan positif apabila sumber dana berasal
BAB 6 – Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan 143

dari swadaya masyarakat mulai dari perencanaan,


pelaksanaan, pemeliharaan, rasa memiliki, rasa tanggung
jawab, menikmati hasil, pengawasan dan evaluasi.
Inti dari penjelasan yang telah diungkap menegaskan
bahwa partisipasi masyarakat akan sulit ditumbuhkan
jika sumber dana berasal dari pemerintah, sedangkan
jika sumber dana berasal dari swadaya masyarakat
maka partisipasi atau kontribusi masyarakat dalam
pembangunan akan berlangsung maksimal.
d. Pemilik kegiatan
Permasalahan pemilik kegiatan tidak berbeda dengan
sumber dana kegiatan dalam hal partisipasi masyarakat.
Apabila pemilik kegiatan pemerintah dan diproyekkan
atau dikotrakkan kepada pihak ketiga maka kegiatan
tersebut akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan
partisipasi masyarakat. Sebaliknya, apabila pemilik
kegiatan masyarakat maka partisipasi masyarakat mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan,
rasa memiliki, rasa tanggung jawab, menikmati hasil,
pengawasan dan evaluasi akan mudah ditumbuhkan.
e. Manfaat langsung
Manfaat langsung dari kegiatan merupakan sesuatu
yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh warga seperti
pembangunan jalan, jembatan, sekolah dan kesehatan.
Pembangunan ini semua akan berpengaruh langsung
terhadap kesejahteraan masyarakat secara materi maupun
non materi. Warga masyarakat yang mendapat manfaat
langsung akan mudah disentuh untuk berpartisipasi,
sehingga hasil-hasil pembangunan akan lebih terpelihara
karena masyarakat memiliki rasa tanggung jawab dan
memiliki. Sebaliknya, apabila manfaat langsung tidak
dirasakan oleh warga maka partisipasi masyarakat akan
sulit digerakkan atau ditumbuhkan.
144 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

2. Faktor Internal
a. Tingkat ekonomi
Salah salah faktor yang dapat menghambat partisipasi
warga terkait dengan kondisi ekonomi. Makin sulit
secara ekonomi, makin sulit dalam menggerakkan
partisipasi warga, Penegasan ini logis karena warga
yang secara ekonomi mengalami kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, akan semakin terganggu
hidupnya apabila waktu mereka dipergunakan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas bersama. Untuk itu,
semakin tercukupi kebutuhan warga secara ekonomi,
semakin mudah ia digerakkan dan sebaliknya. Hal ini
dapat ditegaskan bahwa tingkat ekonomi berpengaruh
pada aktif tidaknya partisipasi warga. Warga dalam hal
ini akan merasa malu jika secara ekonomi tercukupi,
tetapi yang bersangkutan tidak berpartisipasi dalam
kegiatan bersama. Orang kaya memiliki status ekonomi
yang tinggi dan akan menjadi malu jika ia tidak aktif
berpartisipasi.
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan menjadi gambaran status sosial
seseorang. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi
status sosial seseorang. Orang yang memiliki status
sosial tinggi akan merasa malu apabila ia tidak aktif
berpartisipasi dalam aktivitas bersama. Penegasan ini
penting karena seseorang yang memiliki status sosial
tinggi dalam masyarakat akan menjadi orang yang
terpandang dan menjadi panutan warga. Semakin
tinggi status sosial seseorang, semakin tinggi tingkat
partisipasinya.
BAB 6 – Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan 145

c. Tingkat pemahaman
Pemahaman seseorang terhadap aktivitas bersama
terkait dengan manfaat program, tahu tentang peran
dan tugas warga, tahu hak dan kewajiban, tujuan
dan sumber dananya serta tanggung jawab warga.
Oleh karena itu, pengetahuan dan pemahaman yang
baik terhadap aktivitas bersama seperti yang telah
diungkapkan menjadi kunci awal untuk menumbuhkan
partisipasi warga. Hal ini bermakna bahwa makin tahu
dan paham terhadap aktivitas bersama, makin mudah
seseorang digerakkan untuk berpartisipasi. Sebaliknya,
semakin tidak tahu dan paham, semakin sulit mereka
untuk berpartisipasi.
d. Tingkat kepedulian
Faktor kunci penentu tingkat partisipasi warga
berikutnya terkait dengan kepedulian. Orang yang
memiliki kepedulian terlihat dari perhatiannya, mau
tahu, mau berbuat dan berkorban untuk orang lain
atau aktivitas bersama dan kepentingan publik. Tidak
ada kepedulian (cuek), tidak ada partisipasi. Mengapa
partisipasi warga rendah? Jawabannya karena warga
memiliki kepedulian yang rendah atau tidak memiliki
kepedulian. Orang akan peduli apabila kegiatan bersama
merupakan kegiatan yang berhubungan langsung
dengan kebutuhannya.
e. Rasa ego
Ego berkaitan dengan sikap dan tindakan seseorang.
Ego seseorang terlihat dari sikapnya yang keras kepala,
mau benar dan menang sendiri, susah diatur dan tidak
mau tahu dengan pendapat orang atau pihak lain. Makin
tinggi ego seseorang, makin sulit untuk berpartisipasi
dan makin besar jumlah mereka, makin sulit digerakkan
146 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

untuk berpartisipasi. Jadi, ego menjadi penentu ada


tidak atau aktif tidaknya warga yang bersangkutan
berpartisipasi.
f. Rasa memiliki
Rasa memiliki merupakan tingkatan yang tinggi dan
tidak mudah ditumbuhkan. Penegasan ini logis karena
seseorang yang telah tumbuh rasa memiliki, secara
otomatis akan dibarengi tumbuhnya rasa tanggung
jawab, rasa cinta dan siap berkorban, termasuk akan
berperan aktif dan positif. Untuk menumbuhkan rasa
memiliki, tidak akan terlepas dari pemahaman mereka
terhadap program, tingkat ekonomi dan sosial, serta
kepedulian seseorang. Jadi, rasa memiliki mempunyai
pengaruh terhadap tingkat partisipasi seseorang.
g. Jenis kelamin
Dalam berbagai aktivitas bersama, kaum laki-laki
lebih banyak yang berpartisipasi dibandingkan kaum
perempuan. Hal ini bermakna bahwa jenis kelamin
menentukan partisipasi seseorang. Sungguh pun begitu,
ada pula aktivitas bersama yang partisipasi perempuan
lebih dominan dibandingkan kaum laki-laki seperti
gerakan pos pelayanan terpadu (Posyandu), gerakan
sayang ibu dan anak. Untuk itu, pengaruh jenis kelamin
dalam partisipasi perlu memperhatikan jenis kegiatan
bersama yang mau dikaji.
h. Tingkat Umur
Tingkat umur bisa ditelusuri dari aspek usia anak-anak,
remaja, dewasa dan tua atau anak-anak, pemuda dan
dewasa (tua). Pengaruh tingkat umur terhadap partisipasi
dalam aktivitas bersama harus memperhatikan pula
jenis kegiatan bersama. Jika kegiatan bersama banyak
berhubungan dengan dunia anak, maka partisipasi yang
BAB 6 – Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan 147

dominan tentu tingkat anak dan seterusnya. Sehubungan


dengan faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi
maka penulis berpandangan bahwa faktor jenis kelamin
dan umur bisa diabaikan sebagai variabel faktor
pengaruh. Penegasan ini penting karena partisipasi
dalam hal ini berkaitan dengan konteks dan kebutuhan
untuk hal-hal tertentu.

D. Pembangunan Yang Partisipatif


Dalam dunia ilmu pengetahuan, pembangunan yang partisipatif
merupakan suatu model atau pola atau suatu pendekatan. Untuk
itu, pembangunan yang partisipatif dapat diberikan pengertian
atau definisi suatu proses keikutsertaan aktif pemangku
kepentingan (stakeholders) secara demokratis mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penggunaan sarana
yang terdiri dari Men, Money, Machines, Methods dan Materials,
pertanggungjawaban, pemanfaatan dan pemeliharaan hasil-
hasil pembangunan dalam upaya meningkat kualitas hidup dan
kehidupan umat manusia.
Pendekatan ini mulai populer sejak di Indonesia menghadapi
krisis multidemensi. Dalam banyak kegiatan bersama, anggota
masyarakat atau kelompok diperkenalkan dan digunakan
pendekatan partisipatif, sehingga kita mengenal dan menyusun
perencanaan pembangunan partisipatif, pengelolaan sampah
partisipatif dan pembangunan yang partisipatif. Ada beberapa
kelebihan yang bisa diidentifikasi penggunaan pendekatan
partisipatif dalam kegiatan bersama yang melibatkan stakeholder.
Kelebihan dalam hal ini dapat dirinci sebagai berikut:
(1) Penerapan demokratisasi dalam proses pembangunan,
termasuk keterlibatan masyarakat tanpa membeda-bedakan
dari segi ras, golongan, agama, status sosial, pendidikan dan
status ekonomi.
148 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

(2) Dapat menjaring aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang


sesungguhnya
(3) Dapat memobilisasi sumber daya pemangku kepentingan,
termasuk kemampuan masyarakat
(4) Kegiatan yang dilaksanakan berorientasi pada peningkatan
kualitas hidup dan kehidupan manusia dan masyarakat
secara fisik dan mental.
(5) Dapat memberdayakan masyarakat dalam proses
pembangunan
(6) Pengambilan keputusan dalam semua tahapan proses
pembangunan yang partisipatif dilakukan bersama oleh
pemangku kepentingan;
(7) Akan tercipta kebersamaan dan kesiapan menanggung
semua risiko dari keputusan yang telah diambil bersama
(8) Akan terbangun saling percaya
(9) Tumbuh tanggung jawab dan rasa memiliki yang tinggi
(10) Tujuan yang ingin dicapai akan lebih mudah untuk diwujudkan

Hasil pengamatan lapangan yang berulang kali penulis


lakukan menunjukkan bahwa siapun dari kita yang terlibat dalam
suatu kegiatan akan merasakan dihargai. Sebaliknya, jika kita
tidak dilibatkan akan merasa tidak dihargai dan bertanya-tanya,
kenapa saya tidak dilibatkan dalam kegiatan bersama. Jika orang
sudah merasa mendapat penghargaan, ia akan berusaha berperan
lebih baik dan aktif lagi atau memberikan kontribusi lebih besar,
akan muncul rasa tanggung jawab, tumbuh kepercayaan dan rasa
memiliki. Hal ini semua sangat diperlukan dalam kegiatan bersama.
Persoalan yang sering terjadi dalam proses pembangunan antara
lain terkait dengan tidak mudahnya penetapan skala prioritas
yang mendapat persetujuan bersama, masalah anggaran yang
kurang serta memelihara hasil-hasil pembangunan yang telah
menjadi milik publik. Persoalan demikian akan segera teratasi
BAB 6 – Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan 149

apabila pendekatan partisipatif dapat dilaksanakan. Sebenarnya,


pendekatan partisipatif tidak sulit untuk diimplementasikan
karena secara turun-temurun, bangsa ini sudah terbiasa hidup
bergotong royong, kesetiakawanan, kebersamaan dan tolong
menolong. Walaupun kedua konsep tidak sama, tetapi kedua
konsep ada titik kesamaan, sehingga pendekatan partisipatif secara
langsung maupun tidak langsung akan mendapat dukungan
budaya masyarakat di Indonesia.
Segala kelebihan pendekatan partisipasif seperti yang telah
diungkapkan bukan berarti dalam praktik tidak ada kendala sama
sekali. Beberapa kendala yang diamati oleh penulis terkait dengan
demokratisasi. Idealnya semua pemangku kepentingan mendapat
kesempatan yang sama dalam berbicara dan tidak dibeda-
bedakan dari segi suku, jenis kelamin, pendidikan dan tingkat
ekonomi. Persoalannya adalah orang terdidik dan kuat ekonomi
lebih mendominasi, sedangkan lainnya hanya sebagai pendengar.
Penulis juga masih sering menemukan bahwa bukan isi atau bobot
bicaranya yang dinilai, melainkan masih lebih melihat siapa yang
bicara. Di mana-mana apabila dalam satu forum ada si kaya dan
si miskin maka si miskin tidak atau jarang mau bicara. Si miskin
membutuhan wahana tersendiri, supaya mereka bisa bicara apa
adanya dan apa saja yang mereka butuhkan.
Sehubungan dengan pembangunan yang partisipatif,
dalam implementasinya memerlukan kehadiran fasilitator yang
mengorganisir dari proses awal sampai mencapai hasil seperti
yang diharapkan. Selain itu, pendekatan partisipatif semakin
relevan karena desa-desa di Indonesia diberikan alokasi dana
desa (ADD) semakin bertambah besar pasca diberlakukan
UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pengelolaan ADD,
khususnya yang berhubungan dengan dana pembangunan desa
dapat mempergunakan pendekatan partisipatif. Salah satu contoh
konkret adalah pembangunan infrastruktur jalan di pemukiman
warga kota Pontianak Kalimantan Barat (Kalbar).
150 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Dengan kasat mata, orang dengan mudah melihat dan menilai


bahwa ada kemajuan yang luar biasa dalam 5 (lima) tahun terakhir
tentang pembangunan infra struktur jalan di pemukiman warga.
Pembangunan dilaksanakan secara partisipatif dan hasilnya bisa
mencapai di atas 100 – 200 persen. Bagaimana hal demikian dapat
terjadi? Pemerintah kota membantu warga dengan menyediakan
semen, sedangkan warga berkontribusi untuk pengadaan dan
pembelian batu, pasir, tenaga, upah atau biaya dan konsumsi
seadanya. Pembangunan dilaksanakan secara partisipatif dan
bergotong royong serta swadaya dan swakelola, sehingga hasil
yang selalu dicapai melebihi target. Hal ini dapat terlihat dengan
nyata bahwa hampir semua jalan di pemukiman dikeraskan atau
ada gerakan “betonisasi”, jadi jalan semakin lebar, mulus serta
memudahkan aktivitas warga. Harga jual sebelum dan sesudah
dicor atau dibeton juga jauh berbeda. Dengan pernyataan lain,
harga tanah dan rumah setelah jalannya dibeton sangat mahal
atau menjadi berlipat ganda. Bukan hanya itu, kepercayaan
warga terhadap pemerintah kota sangat tinggi, sehingga sewaktu
incumbent mencalonkan diri yang kedua kali untuk menjadi
walikota, dapat memenangkan suara dengan peroleh suara yang
sangat meyakinkan dan hanya berlangsung satu putaran. Realitas
ini sebagai wujud pengakuan warga kota terhadap keberhasilan
walikota Pontianak memimpin kota Pontianak.
BAB
7

Penutup

K
ita dapat mencatat bahwa administrasi pembangunan pada
umumnya memiliki pola dasar yang bersifat jiplakan atau
meniru dari sistem administrasi publik atau administrasi
negara Barat (Negara maju), sehingga teori dan prinsif-prinsif
umum yang berlaku memiliki kesamaan dengan administrasi
Negara (publik). Di sisi lain, administrasi Pembangunan harus
menjalankan fungsi-fungsi administrasi negara (publik) dan
sekaligus menjalankan fungsi pembangunan. Pelaksanaan kedua
fungsi mendasar tersebut menimbulkan dilema tersendiri bagi
administrasi pembangunan, sekaligus menimbulkan keunikan.
Mengapa pandangan demikian muncul?
Muncul dilema dan keunikan tersendiri dalam administrasi
pembangunan karena ia memiliki fungsi yang luas dan mencakup
berbagai aspek kehidupan, sehingga dalam implementasi fungsi
menimbulkan beban dan memunculkan masalah dalam administrasi
pembangunan. Kita menyadari bahwa walaupun dalam dirinya
banyak menghadapi masalah administratif dan non administrasif,
ia tetap harus melaksanakan fungsi pembangunan. Hal ini bisa
bermakna bahwa administrasi pembangunan tetap melaksanakan
fungsi-fungsi umum pemerintah dan fungsi pembangunan,
sekaligus secara terus-menerus melakukan perbaikan ke dalam
dirinya (pembangunan administrasi).

151
152 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Oleh karena beban fungsi administrasi pembangunan begitu


besar maka diperlukan pemikiran administrasi pembangunan
ke depan, dalam rangka menjawab beban yang berat dimaksud
dan bagaimana kedua fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara
optimal, sehingga kamajuan bangsa dan Negara dapat diwujudkan,
sekaligus kesejahteraan rakyat terus meningkat secara signifikan
dari waktu ke waktu. Beban berat dapat teratasi dan pelaksanaan
kedua fungsi administrasi pembangunan berhasil secara optimal,
dengan catatan sebagai berikut:
(1) SDM aparatur harus terus-menerus ditingkatkan kualitasnya
yang terkait dengan kualitas moral atau mental seperti
kejujuran, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, mematuhi
aturan main dan memegang kode etik, profesionalisme
dalam bekerja, siap menerima kritikan dan menindak-
lanjuti, memiliki komitmen, berintegritas dan siap kerja dan
kerja. Sebagai imbalan, mereka diberikan penghasilan yang
memadahi dan jika berbuat salah siap diberikan sanksi,
termasuk pemecatan;
(2) Membangun budaya organisasi yang mendukung terciptakan
tata pemerintahan yang baik dan bersih atau menciptakan SD
aparatur yang bersih dan berwibawa. Budaya yang dibangun
bukan hanya berhenti pada slogan, melainkan dipahami
dengan baik oleh mereka, dijadikan komitmen bersama dan
diimplementasikan dalam bekerja di manapun ia bertugas;
(3) Melakukan reformasi birokrasi terus-menerus sesuai
pemetaaan masalah yang ada dan memantapkan hasil-hasil
reformasi yang telah dicapai;
(4) Ada dukungan kebijakan supaya administrasi pembangunan
dapat melaksanakan fungsi umum dan pembangunan secara
optimal;
(5) Ada keteladanan unsur pimpinan dalam semua level di pusat
dan daerah;
BAB 7 – Penutup 153

(6) Setiap aparatur Negara harus membuat komitmen dan


menanda-tangani fakta integritas;
(7) Ada dukungan yang optimal dari kekuatan-kekuatan di
luar birokrasi seperti partai politik, wakil rakyat, elit politik,
tokoh-tokoh masyarakat, media massa, lembaga swadaya
masyarakat dan pengusaha dalam upaya peningkatan
kualitas sumber daya aparatur, reformsi birokrasi dan
pembangunan budaya organisasi.

Kunci keberhasilan pemikiran ke depan tentang administrasi


pembangunan yang bisa melaksanakan fungsi umum pemerintah
dan pembangunan secara optimal terletak pada sumber daya
manusia, khususnya sumber daya aparatur. Konkretnya
bagaimana mengatur sumber daya tersebut, untuk apa diatur, apa
tujuan, siapa yang mengatur dan bagaimana mengaturnya. Di sini
memerlukan komitmen, kolaborasi, bersinergis dan dukungan
kekuatan di luar birokrasi. Semoga.
154 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan
Daftar Pustaka

Abe, Alexander. 2001. Perencanaan Daerah Memperkuat Prakarsa


Rakyat Dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta, Lapera Pustaka
Utama.
Abe, Alexander. 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif. Solo, Penerbit
Pondok Edukasi.
Admosudirdjo, Prajudi S; 1980. Dasar-Dasar Ilmu Administrasi,
Jakarta, Seri Pustaka Ilmu Administrasi, Cetakan Ketujuh
Alfian. 1980. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta, PT.
Gramedia
Ali, Faried., 2011. Teori Dan Konsep Administrasi Dari Pemikiran
Paradigmatik Menuju Redefini, Jakarta, PT. RajaGrafindo
Persada
AR. Mustopadirdjaja dan Tjokroamidjojo, Bintoro., 1988.
Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan, Teori dan
Penerapannya, Jakarta: LP3ES.
Bintoro, Tjokroamidjojo. 1996., Pengantar Administrasi Pembangunan;
Jakarta. LP3ES
Bratakusumah, D.S, dan Riyadi., 2004. Perencanaan Pembangunan
Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

155
156 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Budiman, Arief., 1995. Teori Pembangunan Dunia Keiga., Jakarta, PT.


Gramedia Pustaka Utama
Caiden, Geral E. 1991. Administrative Reform: Berlin: Comes of Age.
Walter de Gruyter.
Caiden, Geral E. 1982. Public Administration. Second Edition.
California: Palisades Publisher.
Carl J. Belione, 1980. Organization Theory and the New Public
Administration, Boston, Allyn and Bacon, Inc.
Chalid, Pheni,. 2006. Teori dan Isu Pembangunan., Jakarta,
Universitas Terbuka
Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial Di Dunia Ke Tiga: Suatu
Pengantar (Susetiawan, Penerjemah). Yogyakarta: Gajah Mada
Univesity Press.
Dadang, Solihin, 2008. Perencanaan Pelaku Pembangunan, (http://
www.slideshare.net) diakses 18 Juni 2009.
Davis, Keith. 1962. Human Relation At Work. Tokyo: Kogakusha
Company LTD.
Effendi, S., 1990. Perspektif Administrasi Pembangunan Kualitas
Manusia dan Kualitas Masyarakat, Makalah, Yogyakarta,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah
Mada
Esman, J, Milton., 1995. Management of Development: Pespectives and
Strategies., Kumarian Press
Fayol, Henry. (1841-1925). 1949. General and Industrial management.
Controle Paris., Dunod
Frederickson, H. George, 1984, Administrasi Negara Baru, Jakarta:
LP3ES.
...................,................, 1997. The Spirit Of Public Administration. San
Francisco. Jossey The Spirit Of Public Administration-Bass
Publishers
Daftar Pustaka 157

Ginanjar. Kartasasmita. 1997. Administrasi Pembangunan


Perkembangan Pemikiran Dan Praktiknya Di Indonesia. Jakarta:
LP3ES.
Handoko, Tani,. 2003. Manajemen, Edisi Ke enam, Yogyakarta,
Fakultas Ekonomi UGM
Heady, Ferrel. 1995., Public Administration: A Comparative
Perspective, New York: Marcel Dekker
Hettne, Bjorn., 2001. Teori Pembangunan Dan Tiga Dunia., Jakarta,
PT. Gramedia Pustaka Utama
Jones, Gareth R. 1995. Organizational Theory: Text and Cases,
Addison Wesley
Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi
Publik. Yogyakarta: Gaya Media.
Kunarjo, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan,
Jakarta: Universitas Indonesia, UI Press.
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan.,
Jakarta, PT. Gramedia
Kotter, John P. Dan James L., Heskett. 1998. Dampak Budaya
Perusahaan Terhadap Kinerja, Alih Bahasa Oleh Benyamin
Molan, dari Corporate Culture and Performances, Jakarta,
Pearson Education Asia Ptc. Ltd. Dan PT. Prenhallindo
Lepawsky, Albert; 1960. Administration; The Art and Science of
Organization and management, New York, alfred A. Knoff.
Ndraha, Taliziduhu. 1987. Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan
Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta: Bina Aksara
Ngusmanto. 2013. Perilaku Birokrasi Dalam Formulasi Kebijakan
Umum Anggaran. Jakarta. Dapur Buku.
--------------. 2012., Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Rencana
Pembangunan Desa Limbung Tahun 2012 Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat, Pontianak, Lembaga
Penelitian UNTAN.
158 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Osborne, David dan Gaebler, Ted., 1999. Mewirausahakan Birokrasi,


Reinventing Government, Terjemahan, Jakarta, PT. Pustaka
Binawan Pressindo.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja MPR. 2012., Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara., Jakarta, Sekretaris Jenderal MPR RI
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan,
Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010–2025
Riggs. W. Fred, 1985. Administrasi Negara-Negara Berkembang,
Teori Masyarakat Prismatis, Terjemahan Oleh Tim Penerjemah
Yasogama, Jakarta, CV. Rajawali dengan Yayasan Solidaritas
Gajah Mada, Yogyakarta
----------------------, 1994. Administrasi Pembangunan Sistem
Administrasi dan Birokrasi, Terjemahan oleh Luqman Hakim,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada
Robbins, Stepehen P. 2000., Managing Today, 2nd Ed, Prentice Hall
Robbin (1997) http://wawanharyawan. files.wordpress.
com/2008/07/budaya-organisasi-dan-implementasinya.pdf
Said, M. Mas’ud. Birokrasi Di Negara Birokratis, Makna, Masalah Dan
Dekonstuksi Birokrasi Indonesia. 2007. Yogyakarta: UMM Press.
Salim, Emil, 1990., Perspektif Pembangunan: Harapan dan
Kendala. Makalah pada Seminar Nasional Ilmu-Ilmu
Sosial, Yogyakarta, HIPIIS, 16 Juli 1990.
Sanof, Hendry. 2000. Community Participation Methods In Design
And Planning. Toronto: John Wiley & Sons Inc.
Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi
Birokrasi dan Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan
Pelayanan Prima dan Kepemerintahan Yang Baik), Bandung: PT.
Refika Aditama.
Daftar Pustaka 159

Siagian, Sondang P. 1994., Patologi Birokrasi, Analisis, Identifikasi


Dan Terapinya, Jakarta, Ghalia Indonesia
----------------------------. 2003. Administrasi Pembangunan. Jakarta:
Bumi Angkasa.
Sutrisno, Edy. 2010. Budaya Organisasi, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta
Soekanto, Soerjono. 1983. Kamus Sosiologi. Edisi Baru, Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Stoner, James A.F., et al., 1995., Management, 6th Ed., Prentice Hall
Inc, Englewood Cliffs
Terry, George R., Franklin, S.G. 1982, Principles of Management,
Eight Edition, Homewood: Richard Irwin, Inc.,
Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
-----------------. 2002. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Thomas, Kuhn, 1989. Peran Paradigma dalam Revolusi Sains,
Bandung: Remadja Karya,
Tjokrowinoto, Moelijarto. 1993. Pembangunan Dilema Dan
Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tjokroamidjoyo, Bintoro,1996., Perencanaan Pembangunan, Jakarta,
Gunung Agung
Todaro, Michael P. 2000., Pembangunan Ekonomi Di Dunia Keiga,
Alih Bahasa oleh Munandar, Haris., Jakarta, Erlangga, Edisi
Ketujuh
Turner, Mark M. And David Hulme. 1997. Governance,
Administration and Development: Making The State Work. USA,
Kumarian Press Inc
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN)
160 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009


Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Weber, Max., 1973., Bureaucracy, Dalam Hans H. Gerth, From Max
Weber: Essay In Sociology. London, Oxford University Press.
White, Leonard D. 1955. Introduction To The Studi Of Public
Administration, New York, 4th ed, Macmillan
Daftar Singkatan

A : Abiotik
ABG : ABRI, Birokrasi dan Golkar
ABS : Asal Bapak/Bos Suka/Senang
Admpem : Administrasi Pembangunan
Admneg : Administrasi Negara
AS : Amerika Serikat
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
B : Biotik
Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BKN : Badan Kepegawaian Negara
C : Cultural
CAG : Comparative Administratif Group
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
FGD : Focus Group Discustion
FISIP : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Golkar : Golongan Karya
HAM : Hak Asasi Manusia
HP : Handphone
ICOR : Incremental Output Ratio

161
162 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

IPM : Indek Pembangunan Manusia


ISO : International Standardization for Organization
IPTEK : ilmu pengetahuan dan teknologi
KALBAR : Kalimantan Barat
KKN : Korupsi, Kolosi dan Nepotisme
KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga
KUA : Kebijakan Umum Anggaran
K3N : Korupsi, Kolusi, Konspirasi dan Nepotisme
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MEA : Masyarakat Ekonomi Asean
Musrenbang : Musyawarah Rencana Pembangunan
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
NSB : Negara-negara sedang berkembang
NM : Negara Maju
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Raperda : Rencana Peraturan Daerah
RKP : Rencana Kerja Pemerintah
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RTRWD : Rencana Tata Ruang Wilayah dan Daerah
RPJM : Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJP : Rencana Pembangunan Jangka Panjang
RPJPD : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
SDA : Sumber Daya Alam
SDM : Sumber Daya Manusia
SPPN : Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
PAN-RB : Pemberdayaan Aparatur Negara – Reformasi
Birokrasi
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
POAC : Planning, Organizing, Actuating dan Controlling
PP : Peraturan Pemerintah
PPKD : Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
PNS : Pegawai Negeri Sipil
Daftar Singkatan 163

Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri


Pemkot : Pemerintah Kota
Polri : Polisi Republik Indonesia
RAPBD : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SPM : Standart Pelayanan Minimal
SES : Socio-Economic Status
TNI : Tentara Nasional Indonesia
Tupoksi : Tugas Pokok dan Fungsi
UNTAN : Universitas Tanjungpura
UNCHE : United Nation Conference On The Human
Environment
UUD : Undang-Undang Dasar
UU : Undang-Undang
WWC : Warld Water Council
WNI : Warga Negara Indonesia
WTO : World Trade Organization
164 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan
Indeks

A Bratakusumah, D.S 155


Administrasi ii, iii, vii, viii, 2, Budiman, Arief 156
3, 4, 5, 6, 7, 9, 13, 15, 16, C
17, 19, 22, 33, 34, 36, 37,
Chalid, Pheni 156
41, 42, 43, 45, 50, 51, 52,
Cinta iv, 7, 73, 82, 84, 85, 96, 99,
54, 57, 58, 101, 108, 134,
124, 125, 146
155, 156, 157, 158, 159,
Cita-cita 83, 84
161
Conyers, Diana 156
Administrasi Negara 9, 33, 34,
37, 156, 158, 161 D
Administrasi Pembangunan ii, Dadang, Solihin 156
iii, vii, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 33, Daerah 60, 66, 67, 68, 70, 155,
34, 36, 37, 41, 50, 51, 52, 158, 161, 162, 163
57, 58, 134, 155, 156, 157, Davis, Keith 156
158, 159, 161 Definisi 41, 60, 147
Admosudirdjo, Prajudi S 155 Demokrasi 83, 84, 85, 135, 142
Alfian 78, 155 Disiplin 2, 3, 5, 49, 51, 70, 95,
ASEAN 70, 95 109, 118, 121, 123, 152
B Dokumen 16, 18, 62, 64, 65, 66,
69, 75, 124, 125
Bantuan 35, 36, 37, 38, 39, 40,
41, 98 E
Bintoro, Tjokroamidjojo 155 Efisien 63, 64, 121
Birokrasi 22, 102, 110, 111, 112, Ekonomi iv, 7, 15, 21, 24, 25,
113, 117, 128, 157, 158, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,
159, 161, 162

165
166 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

34, 35, 37, 38, 39, 41, 46, 84, 86


53, 54, 57, 58, 61, 69, 70, Indonesia 20, 27, 34, 46, 66, 67,
77, 79, 80, 83, 84, 85, 86, 70, 74, 75, 78, 79, 80, 81,
87, 88, 91, 92, 93, 94, 100, 82, 83, 84, 85, 88, 89, 90,
103, 105, 122, 123, 131, 92, 95, 98, 99, 100, 103,
140, 144, 146, 147, 149 111, 113, 117, 120, 121,
Esman, J, Milton 156 122, 134, 142, 147, 149,
Etika 42, 49, 82, 91, 97, 118 155, 157, 158, 159, 160,
Evaluasi 4, 52, 59, 60, 61, 63, 162, 163
65, 143 Informasi 15, 17, 48, 63, 77, 96,
103, 117, 122, 135
F
Infrastruktur 92
Fayol, Henry 156 Inspirasi 72, 82
Fisik 27, 29, 39, 47, 62, 72, 97,
98, 109, 133, 134, 148 J
Frederickson, H. George 156 Jabatan 44, 106, 112, 113, 114,
Fungsi 4, 5, 6, 12, 19, 21, 31, 43, 116, 118, 127
44, 48, 49, 50, 54, 57, 58, Jawaban 12, 30, 34, 36, 45, 74,
59, 60, 61, 67, 71, 72, 73, 75, 79, 127, 132, 138
78, 80, 81, 89, 103, 107, Jiwa 80, 92
109, 110, 111, 112, 114,
K
120, 121, 126, 127, 132,
134, 151, 152, 153 Kebijakan 5, 14, 15, 42, 49, 50,
51, 55, 63, 67, 71, 86, 90,
G 91, 93, 94, 106, 113, 129,
Gagasan 22, 47, 84, 105, 136 152
Generasi 27, 38, 85 Keputusan 5, 14, 15, 17, 27, 50,
Gerakan 49, 84, 85, 87, 123, 125, 62, 68, 83, 94, 103, 104,
126, 146, 150 106, 112, 113, 116, 117,
135, 137, 148
H
Kerja sama 10, 11, 16, 17, 18,
HAM 86, 87, 161 19, 24, 73, 104, 106
Handoko, Tani 157 Koentjaraningrat 97, 157
Heady, Ferrel 157 Komitment 3
Hettne, Bjorn 157 Korupsi 120, 162
I Kotter, John P 157
Kunarjo 157
Ide 47, 86, 136
Ideologi 36, 37, 57, 77, 78, 79,
Indeks 167

L 43, 44, 47, 48, 49, 50, 51,


Lembaga 67, 157, 162 58, 59, 63, 66, 71, 72, 73,
Lepawsky, Albert 157 79, 95, 104, 105, 106, 107,
108, 110, 118, 119, 120,
M 121, 122, 123, 124, 125,
Manajemen 138, 157 128, 152, 153, 158
Manusia 11, 16, 17, 22, 23, 69, Osborne, David 158
70, 75, 76, 77, 156, 161,
P
162
Material 17, 25, 26, 28, 48, 62, Pancasila 79, 80, 81, 82, 83, 84,
76, 77, 79 85, 120
MEA 69, 70, 90, 95, 162 Partisipasi iii, iv, 4, 6, 7, 8, 47,
Mental 29, 62, 95, 96, 98, 99, 51, 52, 53, 62, 65, 71, 72,
106, 132, 133, 136, 139, 89, 90, 94, 103, 105, 108,
148, 152 125, 126, 127, 131, 132,
133, 134, 135, 136, 138,
N 139, 140, 141, 142, 143,
Negara iii, iv, 3, 4, 6, 9, 14, 29, 144, 145, 146, 147
33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, Partisipasi masyarakat 4, 6, 8,
40, 41, 46, 49, 50, 52, 53, 47, 51, 52, 62, 71, 72, 105,
54, 56, 62, 75, 79, 80, 82, 126, 127, 131, 132, 133,
83, 84, 85, 86, 88, 89, 90, 134, 135, 136, 138, 139,
91, 95, 96, 99, 100, 101, 140, 141, 142, 143
102, 111, 113, 115, 117, Pegawai Negeri Sipil 88
118, 120, 121, 122, 123, Pembangunan i, ii, iii, iv, 2, 4,
125, 126, 133, 151, 152, 5, 6, 7, 8, 9, 17, 18, 24, 25,
153, 156, 158, 161, 162, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,
163 33, 34, 36, 37, 41, 42, 43,
Negara Maju 102, 162 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51,
Negara sedang berkembang 3, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58,
4, 29, 35, 37, 86, 88 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65,
Ngusmanto ii, v, 14, 136, 157 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72,
NKRI 80, 88, 91, 100, 121, 162 73, 74, 75, 76, 77, 78, 84,
85, 86, 88, 89, 90, 91, 92,
O 93, 94, 95, 98, 99, 100, 101,
Objek 4, 24, 75, 76, 95 102, 103, 105, 107, 108,
Organisasi iii, 2, 5, 7, 15, 16, 17, 109, 110, 111, 112, 114,
18, 19, 20, 21, 22, 23, 42, 115, 117, 118, 121, 123,
168 Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan

125, 126, 127, 131, 132, S


133, 134, 135, 136, 137, Sanof, Hendry 158
138, 139, 142, 143, 147, Sistem 65, 66, 87, 88, 91, 103,
148, 149, 150, 151, 152, 117, 158, 159, 162
153 Soekanto, Soerjono 159
Pembangunan Administrasi Stakeholders iv, 7, 62, 64, 65,
viii, 101, 108 67, 136, 147
Pendekatan iii, iv, 1, 2, 4, 5, 6, Subjek 76
7, 8, 37, 43, 44, 50, 55, 58, Sumbangan iv, 4, 7, 15, 57, 58,
66, 67, 68, 69, 70, 72, 86, 132, 133, 136, 139, 142
97, 105, 106, 107, 108, 137, Sumber daya iv, 4, 5, 17, 29, 41,
139, 147, 149 48, 49, 59, 60, 61, 62, 64,
Pengawasan iv, 4, 7, 8, 16, 43, 70, 71, 75, 76, 98, 106, 107,
48, 52, 63, 73, 74, 75, 76, 108, 112, 113, 114, 115,
77, 102, 103, 114, 133, 142, 116, 117, 118, 122, 153
143, 147 Sumber daya manusia 17, 48,
Penyempurnaan 2, 4, 5, 45, 50, 60, 71, 75, 76, 98, 115, 153
51, 52, 53, 74, 108, 109, Sutrisno 118, 159
127
Peraturan 64, 67, 80, 120, 121 T
Perencanaan iv, 4, 7, 8, 16, 17, Tanggung jawab iv, 5, 7, 21,
43, 52, 59, 60, 61, 62, 63, 53, 56, 65, 71, 73, 109, 127,
64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 134, 135, 137, 141, 143,
71, 72, 73, 74, 75, 127, 133, 145, 146, 148, 152
135, 137, 142, 143, 147 Teori 21, 22, 23, 155, 156, 157,
Publik iii, iv, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 158
14, 30, 33, 34, 42, 43, 44, Terry, George R 159
48, 49, 50, 51, 54, 58, 65, Tjokrowinoto, Moelijarto 159
67, 70, 72, 82, 102, 103, Todaro, Michael P 159
107, 111, 114, 118, 123, Tugas Pokok dan Fungsi 163
127, 128, 141, 145, 149,
151 U
Undang-undang 66, 159
R Utang 37, 39, 41
Reformasi 4, 43, 47, 51, 85, 101,
103, 108, 110, 111, 112, W
114, 115, 152 White, Leonard D 160
Robbin 119, 158

Anda mungkin juga menyukai