Anda di halaman 1dari 34

DIKTAT

MATA KULIAH

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

Kode Mata Kuliah: PAI 7270

Oleh :

Nyoman Satyayudha dananjaya SH.,MKN

Kadek AGUS SUDIARAWAN sh.,mh

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
I. Identitas Mata Kuliah
Nama mata kuliah : Hukum Acara Peradilan Agama

Status mata kuliah : Pilihan

Satuan Kredit Semester (SKS) : 2 SKS

Kode mata kuliah : PAI 7270

Semester : V (lima)

II. Planing Group (Tim Pengajar) : Nyoman Satyayudha Dananjaya SH.,MKn

Kadek Agus Sudiarawan SH.,MH

III. Deskripsi Mata Kuliah


Mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama merupakan mata kuliah pilihan,
dengan bobot 2 SKS. Mata kuliah ini membahas arti hukum dari segi formil, yaitu
hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan agar hukum islam materiil
dapat berjalan dengan baik dalam arti hukum materiil tetap ditaati. Mata kuliah ini
mengandung pengetahuan praktis penyelesaian perkara islam yang sering dihadapi
dalam masyarakat melalui penyelesaian secara litigasi, yaitu melalui lembaga
peradilan. Perkuliahan akan diawali dengan kontrak perkuliahan, yang dilanjutkan
dengan lecture dan tutorial.
1. Pertemuan Pertama Lecture 1 : Pengertian, asas-asas, sumber hukum, susunan
badan kekuasaan pengadilan, tuntutan hak, gugatan lisan dan gugatan tertulis, isi
permohonan, isi gugatan, penggabungan , kompetensi peradilan dan upaya untuk
menjamin hak.
2. Pertemuan Keempat Lecture 2 : Penjelasan tentang acara istimewa : pemanggilan
secara patut, gugatan gugur, putusan verstek, media litigasi, proses jawab
menjawab : perubahan dan pencabutan gugatan, jawaban gugatan, replik, duplik
dan masuknya pihak ketiga.
3. Pertemuan Kedelapan Lecture 3: pengertian, asas-asas pembuktian,pembagian
beban pembuktian dan jenis alat-alat bukti
4. Pertemuan Kesebelas Lecture 4 : Putusan : pengertian, sistematika, jenis-jenis
putusan dan kekuatan putusan. Upaya hukum : upaya hukum biasa dan upaya
hukum luar biasa. Pelaksanaan putusan : Pengertian pelaksanaan putusan, jenis-
jenis pelaksanaan putusan, sita eksekusi, perlawanan terhadap sita eksekusi.

IV. Organisasi Perkuliahan (Materi Perkuliahan)

1. Pendahuluan
1.1 Pengertian
1.2 Asas-asas
1.3 Sumber Hukum
1.4 Susunan Badan Kekuasaan Peradilan

2. Tindakan persiapan sebelum sidang


2.1 Tuntutan Hak
2.2 Gugatan lisan dan tertulis
2.3 Isi permohonan dan isi gugatan
2.4 Komulasi/penggabungan
2.5 Kompetensi peradilan
2.6 Upaya untuk menjamin hak

3. Acara istimewa
3.1 Pemanggilan secara patut
3.2 Gugatan gugur
3.3 Putusan verstek

4. Proses jawab menjawab


4.1 Perubahan dan pencabutan gugatan
4.2 Jawaban gugatan
4.3 Replik duplik
4.4 Masuknya pihak ketiga

5. Pembuktian
5.1 Pengertian
5.2 Pembagian beban pembuktian
5.3 Asas-asas pembuktian
5.4 Alat-alat bukti

6. Putusan
6.1 Pengertian
6.2 Sistematika putusan
6.3 Jenis-jenis putusan
6.4 Kekuatan putusan

7. Upaya hukum
7.1 Upaya hukum biasa
7.2 Upaya hukum luar biasa
8. Pelaksanaan putusan
8.1 Pengertian
8.2 Jenis-jenis Pelaksanaan putusan

V. Tujuan Mata Kuliah


Dengan memahami proses beracara dalam Hukum Acara Peradilan Agama
mahasiswa dapat dengan mudah menentukan, menerapkan, menggali serta
memecahkan dan menyelesaikan perselisihan menurut Hukum Islam/Hukum Acara
Peradilan Agama.

VI. Metode dan Strategi Perkuliahan


 Metode Perkuliahan → Perkuliahan ini menggunakan metode Problem Based
Learning (PBL). Oleh karenanya mahasiswa dituntut untuk lebih banyak belajar
mandiri, strategi pembelajaran dengan tanya jawab, tugas-tugas terstruktur dan
mandiri, diskusi kelompok dan permainan peran.
Pada awal perkuliahan perlu digali kemampuan dasar mahasiswa atas mata
kuliah hukum acara yang mereka miliki dengan cara memberikan permasalahan-
permasalahan yang mungkin dihadapi di masyarakat. Tugas-tugas dan diskusi
berikutnya setelah perkuliahan berjalan dan menjelang berakhit bertujuan untuk
menggali kemampuan mahasiswa dalam hal menemukan materi perkuliahan
dengan belajar sendiri, diskusi kelompok serta diskusi paripurna dlam kelas. Pada
akhirnya perlu diadakan evaluasi dengan cara memberikan ujian tulis.
 Strategi Pembelajaran → kombinasi perkuliahan, 40 % untuk perkuliahan
(lecture) dan 60 % tutorial. 1 (satu) kali UTS dan 1 (satu) kali UAS jumlah
keseluruhan adalah 14 (empat belas) kali pertemuan.
 Pelaksanaan Perkuliahan dan Tutorial → perkuliahan dilaksanakan sebelum
UTS dan sesudah UTS. Sebelum UTS, perkuliahan (lecture) 2 (dua) kali
pertemuan dan untuk tutorial 4 (empat) kali tutorial, 1 (satu) kali untuk UTS.
Setelah UTS, 2 (dua) kali perkuliahan (lecture) dan 4 (empat) kali tutorial, 1 (satu)
kali untuk UAS.
 Strategi Perkuliahan → Perkuliahan berkaitan dengan pokok bahasan akan
dipaparkan dengan alat bantu media berupa white board, power point slide, serta
penyiapan bahan bacaan tertentu yang dapat diakses oleh mahasiswa. Sebelum
perkuliahan, mahasiswa sudah mempersiapkan diri (self study), mencari
bahan/materi, memahami dan membaca pokok bahasan yang akan dikuliahkan
dengan panduan (guidance) dalam block book. Pada akhir perkuliahan diberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas
terhadap materi tadi (ruang tanya jawab)
 Tutorial → Untuk kelas besar (diatas 20 orang) mahasiswa dibagi menjadi 3
kelompok. Kelompok 1 (satu) sebagai penyaji, Kelompok 2 (dua) sebagai
penyanggah dan kelompok 3 (tiga) tarung bebas. Penyaji harus menyampaikan
presentasi secara merata, penilaian individu ini diberikan secara adil oleh tutor.

VII. Tugas-tugas
Mahasiswa diwajibkan untuk membuat tugas mandiri, terstruktur baik secara
berkelompok maupun perorangan sebagaimana ditentukan dalam block book. Tugas-
tugas perorangan harus dikumpulkan dan tugas kelompok harus dipresentasikan
dalam power point, terutama setelah memasuki materi gugatan, proses tanya jawab,
pembuktian, putusan, upaya hukum dan eksekusi.

VIII. Ujian-ujian
Ujian dilakukan 2 kali dalam satu semester yakni UTS dan UAS. Ujian
dilakukan dalam bentuk tertulis dalam bentuk ujian essay. Namun dimungkinkan
melakukan ujian lisan terhadap mahasiswa yang tidak ikut ujian tulis, dan harus
mendapat persetujuan Bapak Pembantu Dekan I.

IX. Penilaian
Penilian atas mata kuiah hukun acara peradilan agama ini meliputi kahadiran
75%, penilaian soft skills dan hard skills. Penilaian hard skills dilakukan atas nilai
tugas – tugas, UTS dan UAS dengan perhitungan sesuai Buku Pedoman Fakultas
Hukum sbb :

NA = TT + UTS + 2 (UAS)
2

Penilaian soft skills ( sikap dan prilaku ) dilakukan berdasarkan pengamatan


dalam perkuliahan tatap muka, diskusi baik kelompok maupun pleno, disiplin
mengumpul tugas – tugas serta pada saat ujian berlangsung. Penggabungan antara
NA sebagai hard skills dengan nilai soft skills menjadi nilai akhir study.

X. Bahan Bacaan
1. Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Rajawali Press, Jakarta
2. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Sinar
Grafika, Jakarta
3. ----------------------, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, 2008
4. R.M Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta
5. Mukti Artho, 1998, Praktek perkara perdata pada peradilan agama, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
6. Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama (Buku II)
7. Afandi Mansur, Peradilan Agama Setrategi dan Taktik Membela Perkara di
Pengadilan Agama, Setara Press, Malang
8. Gatot Supramono, Hukum Pembuktian di Peradilan Agama, Alumni Bandung,
1993.
9. I Ketut Tjukup SH MH. Dkk. Diktat Hukum Acara Perdata.
10. Prof. Soebekti, Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
11. Undang- Undang No. 7 Tahun l987, Undang-Undang tentang Peradilan Agama.
12. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, perubahan atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1987 tentang Peradilan Agama.

XI. Persiapan Proses Perkuliahan


a. Mahasiswa wajib memiliki block book Hukum Acara Peradilan Agama
b. Mahasiswa sudah mempersiapkan materi kuliah sehingga proses perkuliawhan
dan tutorial dapat terlaksana dengan baik dan lancer

XII. PERTEMUAN-PERTEMUAN
PERTEMUAN PERTAMA
Lecture 1

Kontrak Perkuliahan
I. Pendahuluan dan Tindakan Persiapan Sebelum Sidang
a. Pengertian
b. Asas-asas
c. Sumber Hukum
d. Susunan Badan Kekuasaan Peradilan
e. Tindakan persiapan sebelum sidang
f. Tuntutan Hak
g. Gugatan lisan dan tertulis
h. Isi permohonan dan isi gugatan
i. Komulasi/penggabungan
j. Kompetensi peradilan
k. Upaya untuk menjamin hak

II. Intisari Materi

A. Pengertian Peradilan Agama


Peradilan agama adalah sebutan (literatur) resmi bagi salah satu diantara empat lingkungan
peradilan negara atau kekuasaan kehakiman yg sah di Indonesia. Peradilan agama adalah salah
satu diantara peradilan khusus di indonesia, dua peradilan khsusus lainnya adalah peradilan
militer dan peradilan tata usaha negara. Dikatakan perdilan khusus karena peradilan agama
mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu.
Peradilan agama adalah peradilan islam di indonesia, sebab dari jenis perkara yg boleh di
adilinya, selusruhnya adalah jenis perkara menurut agama islam di rangkaikannya kata-kata
peradilan islam dengan di indonesia adalah karena jernis perkara yang boleh diadilinya,
tidaklah mencakup segala macam perkara menurut peradilan islam secafra universal.
Tegasnya peradilan agama adalah peradilan islam liminatif, yang telah disesuaikan dengan
keadaan di Indonesia.
Peradilan agama adalah saalah satu dari peradilan negara di indonesia yang sah, yang bersifat
peradilan khusus, yang berwenang dalam jenisd perakara perdata islam tertentu. Pada tahun
1982 menjadi wacana yg sangat berkembang ketika itu dimana ada yg berpendapat tentang
istilah peradilan agama itu sendiri sesbenarnya kurang tepat pemakaiannya. Maka oleh karena
itu, kata peradilan agama kiranya kurang tepat, sekalipun istilah tersebut sudah salah kaprah
undang-undang pun menyebutkan demikian. Ketika itu tidak terlihat rumus-rumus nama atau
istilah lain yang muncul sebagai pengganti istilah peradilan agama, hal ini di ungkap
setidaknya untuk penulisan sejarah peradilan agama di indonesia perlu kiranya di jelaskan.

B. Asas-Asas Umum Peradilan Agama

1. Asas Personalitas Keislaman


 Dasar kewenangan PA mengadili ditentukan dengan keislaman subyek hukum. PA hanya
dapat mengadili mereka yang beragam islam dan yang menundukkan diri pada hukum islam.
 Berdasarkan UUPA, asas personalitas keislaman yang melekat pada PA dilandasari oleh tiga
syarat :
a. Agama yang dianut kedua belah pihak saat terjadinya peristiwa hukum adalah agama
islam
b. Perkara perdata yang dipersengketakan merupakan kompetensi absolute PA
c. Hubungan hukum yang mereka lakukan berdasarkan hukum islam

Pengertian “ Antara orang-orang yang Beragama islam” disini termasuk orang atau
badan hukum yang menundukkan diri dengan sukarela pada hukum islam tentang hal
yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama.

2. Asas Kebebasan
a. Bebas dari campur tangan kekuasaan negara lainnya
b. Bebas dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ektra judicial
(Pihak lain diluar kekuasaan kehakiman)
c. Kebebasan melaksanakan wewenang yudisial (menerapkan, menafsirkan, menemukan
hukum)

3. Asas Wajib Mendamaikan


a. Perdamaian lebih utama dari putusan : islah, win-win solution
b. Peradilan agama sebagai peradilan keluarga  tidak hanya melaksanakan kekuasaan
kehakiman yang menerapakan hukum keluarga secara kaku, tetapi lebih diarahkan
pada penyelesaian sengketa keluarga dengan memperkecil kerusakan rohani dan
keretakan sosial.

4. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan.


a. Sederhana  prosedur penerimaan sampai dengan penyelesaian suatu perkara
b. Cepat  alokasi waktu yang tersedia dalam proses peradilan
c. Biaya Ringan  keterjangkauan biaya perkara oleh pencari keadilan

5. Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum.


- Bahwa setiap pemeriksaan yang berlangsung dalam sidang pengadilan memperkenankan
siapa saja yang menhadiri, mendengarkan dan menyaksikan jalannya persidangan
- Ada transparansi
- Tidak semua sidang pemeriksaan perkara terbuka untuk umum

Pengecualian asas terbuka untuk umum :

Lihat pasal 59 ayat (1) UU No.7 tahun 1989


Pemeriksaaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup, demikian juga untuk cerai
talak
Perkara perceraian  menjaga kerahasian hubungan kerumahtanggaan lebih penting
Tertutup meliputi pemeriksaan dan pembuktian
Putusan tetap diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum

6. Asas Legalitas dan Persamaan


Asas legalitas  semua tindakan berdasarkan hukum (rule of law)
Asas Persamaan  setiap orang mempunyai hak dan kedudukan yang sama dimuka hukum.

Akibat pelanggaran asas terbuka untuk umum : Seluruh pemeriksaan beserta penetapan atau
putusannya batal demi hukum (pasal 59 ayat (2) UU No.7/1989 jo Pasal 19 ayat (2) UU No.4
tahun 2004)

7. Asas Aktif memberi bantuan.


Pengadilan (hakim) yang memimpin persidangan bersifat aktif dan bertindak sebagai fasilitator
Pasal 58 ayat (2) UU No.7/1989 : “pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha
sekeras-kerasnya mengatasi hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana,
cepat dan biaya ringan.

8. Asas Hakim bersifat menunggu


Inisiatif berperkara datangnya dari pihak yang berkepentingan dan hakim hanya bersifat
menunggu datangnya atau masuknya perkara  tidak ada hakim jika tidak ada tuntutan hak
(proses berpekara baru aka nada jika yang berkepentingan mengajukan kepada hakim dan oleh
hakim perkara yang masuk diproses sesuai hukum yang berlaku.

9. Asas Ius Curia Novit


Jika inisiatif telah datang dari pihak yang berkepentingan serta tuntutan hak telah diajukan kepada
hakim atau pengadilan  maka hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasasn tidak
ada hukumnya atau hukumnya belum jelas  dalam hal ini hakim dianggap tahu hukumnya.

10. Asas Hakim Aktif dan Pasif


Hakim dalam memeriksa suatu perkara adalah bersikap pasif  ruang lingkup atau luas perkara
yang diajukan ke pengadilan untuk diperiksa oleh hakim adalah ditentukan oleh para pihak yang
berperkara (bukan oleh hakim)

Dalam asas hakim pasif ini mengandung juga asas hakim aktif  misalahnya dalam hal hakim
berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak, menjaga agar persidangan berjalan dengan
aman dan lantjar, menunda persidangan, memerintahkan pembuktian, menjelaskan mengenai
upaya hukum dan sebagainya.
11. Asas Ferhendalung Maxime
Bahwa proses pembuktian dalam hukum acara perdata adalah merupakan kewajiban
penggugat dalam membuktikan dalil-dalilnya dan tergugat untuk membuktikan dalil-dalil
bantahannya

12. Asas Audi et Alteram


Bahwa para pihak harus diperlakukan sama didepan hukum (hakim harus obyektif) dan tidak
boleh memihak atau bersikap subyektif
(Para pihak harus diberikan kesempatan yang sama baik pada saat pemeriksaan persidangan
maupun pada saat pembuktian)

13. Asas actor sequituur forum rei


Bahwa gugatan diajukan pada pengadilan diwilayah hukum dimana tergugat bertempat
tinggal
Asas ini mengenal pengecualian  akan dibahas lebih lanjut dalam materi
kompetensi/kewenangan mengadili.

14. Asas putusan pengadilan disertai alasan


Hakim dalam menjatuhkan putusan harus disertai dengan alasan  bertujuan agar hakim
bersifat obyektif dengan memberikan alasan dan pertimbangan yang cukup terhadap putusan
yang dijatuhkan.
Dengan disertai alasan yang kuat dalams suatu putusan  berarti putusan mempunyai
wibawa dan tidak mudah untuk dibatalkaan oleh pengadilan yang lebih tinggi.

15. Asas biaya perkara dan prodeo


Biaya-biaya perkara diperuntukkan untuk : biaya kepaniteraan, biaya pemanggilan dan
pemberitahuan, biaya materai dll.
Bagi mereka yang tidak mampu  dapat berperkara cuma-cuma tanpa biaya (prodeo) Pasal
271-274 Rbg/235-238 HIR)
Sudah tentu harus dilengkapi dengan surat keterangan tidak mampu dari aparat yang
berwenang untuk itu.

16. Asas wakil dan kuasa


Menurut sistem HIR/Rbg  setiap orang yang berperkara tidak ada kaharusan menunjuk
kuasa atau wakil yang maju kedalam persidangan
Namun jika memang menginginkannya juga dapat menunjuk wakil atau kuasa dalam
persidangan pengadilan  jika menunjuk kuasa maka sikuasa tidak dapat mengajukan
gugatan tidak tertulis

Berbeda dengan sistem BRV (sebagai sumber hukum acara perdata)  mengharuskan para
pihak yang mempunyai perkara wajib mewakilkan pada kuasa dengan akibat batalnya
gugatan jika gugatan tidak diwakilkan pada seorang kuasa dan ditentukan harus seorang
sarjana hukum.
C. Sumber Hukum Acara Peradilan Agama
Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah Hukum Acara
Perdata yang berlaku dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam
Undang-Undang ini.

Menurut ketentuan tersebut, Hukum acara peradilan agama bersumber (garis besarnya) kepada dua aturan
yaitu : ketentuan dalam UU peradilan agama dan yang berlaku di lingkungan peradilan umum

Peraturan perundang-undangan yang menjadi inti hukum acara perdata peradilan umum, antara lain :

1. HIR (Het Herziene Inlandsche Reglement)


2. Rbg (Rechts Reglement Butengenwesten) atau disebut juga reglemen untuk daerah seberang,
maksudnya untuk luar Jawa-Madura
3. Rsv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) yang zaman jajahan Belanda dahulu berlaku
untuk Raad van justitie
4. BW (Burgerlijke Rechtsvordering) yang zaman jajahan Belanda dahulu berlaku untuk Raad van
Justitie
5. UU Nomor 2 Tahun 1968 tentang Peradilan Umum

Peraturan perundang-undangan tentang Acara Perdata yang sama-sama berlaku bagi lingkungan
Peradilan Umum dan Peradilan Agama, adalah sebagai berikut :

1. UUD 1945 Pasal 24


Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman
menurut undang-undang. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman diatur dengan
undang-undang.
2. UU No.48 Tahun 2009 jo UU No.40 Tahun 2004 jo. UU No.35 Tahun 1999 jo UU No. 14 Tahun
1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
3. UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
4. UU Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 9 tahun 1975 tentang Perkawinan dan Pelaksanaannya.
5. UU No. 50 Tahun 2009 jo UU No.3 Tahun 2006 jo UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama
6. Kompilasi Hukum Islam

D. Susunan Kekuasaan Kehakiman

Pasal 18 UU no.48 Tahun 2009  penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan agama
dan sebuah Mahkamah Konstitusi.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh :


a. Pengadilan Agama  P. Tingkat Pertama
b. Pengadilan Tinggi Agama  P. Tingkat Banding
c. Berpuncak pada MA

Pengadilan Agama sebagai peradilan khusus karena PA mengadili perkara-perkara tertentu atau
golongan rakyat tertentu.

PN, PA, Mahmil, dan PTUN  disebut pengadilan tingkat pertama karena ia adalah pengadilan sehari-
hari yang pertama kali menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara pada lingkungannya
masing-masing.

PT, PTA, Mahmili dan PTTUN  disebut pengadilan tingkat banding, karena ia menerima perkara
bandingan yang berasal dari pengadilan tingkat pertama pada lingkungannya masing-masing.

Pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan tingkat banding  disebut “Judex Facti”  artinya perkara
di tingkat banding (dalam hal banding) akan diperiksa secara keseluruhan, baik tentang fakta-fakta
maupun tentang bukti-bukti dan lain sebagainya seperti pemeriksaan selengkapnya di muka pengadilan
tingkat pertama dulunya.

Mahkamah Agung (Kasasi)  Judex Jure  hanya memeriksa mengenai kekeliruan penerapan
hukumnya saja.

Diadakannya Mahkamah Agung yang tunggal dan bukan lagi bersifat juderx facti adalah untuk
uniformitas hukum  karena menjunjung prinsip negara kesatuan dalam satu wawasan nusantara dan
satu wawasan hukum serta demi keadilan hukum (banyangkan bila terjadi pertentangan putusan
pengadilan tingkat pertama dan tingkat kedua, kalau tidak ada Mahkamah agung tunggal untuk
mengadilinya)

Mahkamah agung  memiliki organisasi, administrasi dan keuangan (finansial) tersendiri, tetapi masing-
masing lingkungan dari empat lingkungan peradilan, maka organisatoris, administrative dan finansioalnya
berada di bawah kekuasaan masing-masing departemen yang bersangkutan.

Peradilan Umum (PN dan PT)  Departemen Kehakiman, Peradilan Agama (PA dan PTA) 
Departemen Agama, Peradilan Militer (Mahmil dan Mahmilti)  Departemen Pertahanan dan
Keamaanan dan Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab), Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN dan
PTTUN)  Departemen Kehakiman

E. Tindakan Persiapan Sebelum Sidang

• Membahas mengenai persiapan-persiapan yang harus dilakukan terhadap suatu perkara


yang pemeriksaannya dilakukan melalui proses litigasi
• Persiapan tersebut meliputi proses pembuatan gugatan dan permohonan sebagai bagian dari
tuntutan hak
• Dilanjutkan dengan gugatan dan permohonan sebagai bagian dari tuntutan hak
• Isi gugatan yang mempersyaratkan minimal terdiri dari 3 hal
Konsep Gugatan dan Permohonan
• Dalam mengajukan perkara kepada hakim (pengadilan) memerlukan persiapan matang 
hal utama yang harus dilihat adalah orang yang akan mengajukan perkaranya kepengadilan
“mempunyai kepentingan yang cukup”
• Maksudnya ialah orang yang kepentingannya dilanggar, diganggu dan mengalami kerugian
baik secara materiil maupun imateriil  dapat mengajukan tuntutan hak ke pengadilan
Perkara  ada yang mengandung sengketa (constitiun jurisdictie), ada pula yang tidak
mengandung sengketa (peradilan tidak sesungguhnya atau peradilan sukarela atau volunteer
jurisdictie).
• Perkara yang mengandung sengketa  diajukan ke pengadilan dalam bentuk gugatan
• Perkara yang tidak mengandung sengketa  diajukan dalam bentuk permohonan
(Baik perkara yang mengandung sengketa maupun tidak kedua-duanya disebut “Tuntutan Hak”.

F. Tuntutan Hak
• Tuntutan Hak (Sudikno Mertokusumo)  tindakan yang bertujuan untuk memperoleh
perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya eigenrichting.
• Dalam gugatan minimal terdapat 2 pihak didalamnya yaitu : pihak penggugat dan pihak
tergugat  hasilnya akhir berupa putusan pengadilan
• Dalam permohonan hanya terdapat 1 pihak saja yaitu pihak pemohon dengan hasil akhir
berupa penetapan pengadilan.

G. Gugatan lisan dan tertulis


Ketentuan Pasal 142 ayat (1) R.Bg / 118 ayat (1) HIR menentukan gugatan harus diajukan
dengan surat yang ditanda tangani oleh penggugat atau wakilnya.
Hal ini mengandung arti bahwa gugatan harus diajukan secara tertulis (dengan surat gugatan)

H. Isi permohonan dan isi gugatan


• Tidak diatur dalam HIR maupun R.Bg
• Pasal 8 no 3 Rv menentukan sedikinya memuat 3 hal :
• Identitas para pihak
• Dalil-dalil tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan –alasan
dari pada tuntutan (fundamentum petendi/ posita /dasar tuntutan)
• Tuntutan atau petitum

I. Komulasi/penggabungan
 Tidak diatur dalam HIR maupun R.Bg, namun dalam praktek biasa dilakukan karena
komulasi dapat menghemat baik waktu maupun biaya.
Komulasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
- Komulasi subyektif
- Komulasi obyektif
Komulasi subyektif
 Dalam suatu perkara yang mengadung sengketa tidak jarang penggugatnya terdiri dari
beberapa orang melawan satu orang tergugat, atau beberapa orang penggugat melawan
beberapa tergugat
Pada prinsipnya antara para penggugat ataupun para tergugat dapat saja digabungkan
karena memang tidak ada larangan atas hal itu (Pasal 284 KUH Perdata)  ini disebut
komulasi subyektif

Komulasi Obyektif
 Merupakan penggabungan dari beberapa tuntutan dalam satu surat gugatan.
 Pada prinsipnya tidak dilarang dan tidak dipersyaratkan adanya koneksitas antara tuntutan
yang satu dengan tuntutan yang lainnya.

J. Kompetensi peradilan

1. Kekuasaaan Relatif
Berkaitan dengan daerah hukum
Kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan dalam perbedaannya dengan
kekuasaaan pengadilanyang sama jenis dan sama tingkatannya : missal pengadilan agama
muara enim dengan pengadilan agama baturaja.

Pasal 4 ayat (1) UU No.7/89 : pengadilan agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu
kota kabupaten yang daerah hukum nya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.
Penjelasan : pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan agama ada di kotamadya tau
ibukota kabupaten yang daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten, tetapi
tidak tertutup kemungkinan adanya pengecualian.

2. Kekuasaan Absolut
Berkaitan dengan jenis perkara dan jenjang pengadilan
Kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau
tingkatan pengadilan dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau
tingkatan pengadilan lainnya, missal : untuk perkawa perkawinan islam (pengadilan agama)
sedangkan non islam menjadi kuasa peradilan umum.

3. Jenis Perkara yang menjadi Kekuasaan Peradilan Agama


Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang :
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Shadaqah
i. Ekonomi Syariah (Ps. 49 UU No.3 Tahun 2006)

K. Upaya untuk menjamin hak


- tindakan yang menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada dalam penjagaan.
- tindakan paksa penjagaan itu dilakukan secara resmi berdasarkan perintah pengadilan atau
hakim.
- Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut berupa barang yang disengketakan, tapi
boleh juga berupa barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran sebagai pelunasan hutang
debitur atau tergugat dengan jalan menjual lelang barang yang disita tersebut.
- Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses pemeriksaan sampai
ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan sah atau tidak sahnya
tindakan penyitaan tersebut.

L. Bacaan
a. Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Rajawali Press, Jakarta
b. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Sinar
Grafika, Jakarta
c. ----------------------, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, 2008
d. R.M Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta
e. Mukti Artho, 1998, Praktek perkara perdata pada peradilan agama, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
f. Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Peradilan Agama (Buku II)
g. Afandi Mansur, Peradilan Agama Setrategi dan Taktik Membela Perkara di
Pengadilan Agama, Setara Press, Malang
h. Gatot Supramono, Hukum Pembuktian di Peradilan Agama, Alumni Bandung,
1993.
i. I Ketut Tjukup SH MH. Dkk. Diktat Hukum Acara Perdata.
j. Prof. Soebekti, Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
k. Undang- Undang No. 7 Tahun l987, Undang-Undang tentang Peradilan
Agama.
l. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun
1987 tentang Peradilan Agama.
PERTEMUAN KEDUA
Tutorial 1
Mendiskusikan tugas pada Lecture 1

Petunjuk:
a. Mahasiswa memilih seorang Disccusion Leader yang akan memimpin jalannya diskusi,
dan seorang Note Keeper yang akan mencatat setiap pertanyaan, pernyataan yag
didiskusikan
b. Proses berdiskusi menggunakan 7 jump approaches
1. Membaca
2. Menentukan kata-kata susah
3. Brain storming
4. Menemukan/memformulasikan Learning Goal
5. Mencari Prior Knowledge
6. Menjawab Learning Goal
7. Reporting
c. Masing masing siswa harus aktif bertanya, menanggapi/berargumentasi atau member
masukan dengan aturan main secara tertib dan terarah.

Study Task-Problem task

A dan B sama-sama beragama islam dan melangsungkan perkawinan sesuai dengan Hukum
Islam. Dimana dalam perkawinan tersebut dilakukan dihadapan penghulu disaksikan oleh 2
orang saksi laki-laki dan dicatatkan di Kantor Catatan Nikah dan dikeluarkanlah akta
pernikahan. Secara yuridis material dan yuridis formal bahwa perkawinan tersebut adalah
sah. Berselang beberapa tahun setelah perkawinannya, mempunyai 2 orang anak laki dan
perempuan yang kini sudah berumur 3 tahun dan 4 tahun. Kini kehidupan rumah tangganya
mengalami gocangan dan perkawinan tersebut tidak mungkin untuk dipertahankan lagi. Hal
ini disebabkan karena si istri memiliki PIL. Akhirnya si suami menggugat cerai istrinya
dihadapan pengadilan yang berwenang.
PERTEMUAN KETIGA
Tutorial 2
Mendiskusikan tugas pada lecture 1

Petunjuk:
a. Mahasiswa memilih seorang Disccusion Leader yang akan memimpin jalannya diskusi,
dan seorang Note Keeper yang akan mencatat setiap pertanyaan, pernyataan yag
didiskusikan
b. Proses berdiskusi menggunakan 7 jump approaches
1. Membaca
2. Menentukan kata-kata susah
3. Brain storming
4. Menemukan/memformulasikan Learning Goal
5. Mencari Prior Knowledge
6. Menjawab Learning Goal
7. Reporting
c. Masing masing siswa harus aktif bertanya, menanggapi/berargumentasi atau member
masukan dengan aturan main secara tertib dan terarah.

Study Task-Problem Task

A dan B sama-sama beragama islam dan melangsungkan perkawinan sesuai dengan Hukum
Islam. Dimana dalam perkawinan tersebut dilakukan dihadapan penghulu disaksikan oleh 2
orang saksi laki-laki dan dicatatkan di Kantor Catatan Nikah dan dikeluarkanlah akta
pernikahan. Secara yuridis material dan yuridis formal bahwa perkawinan tersebut adalah sah.
Berselang beberapa tahun setelah perkawinannya, mempunyai 2 orang anak laki dan
perempuan yang kini sudah berumur 3 tahun dan 4 tahun. Kini kehidupan rumah tangganya
mengalami gocangan dan perkawinan tersebut tidak mungkin untuk dilanjutkan lagi.
Akhirnya si suami menggugat cerai istrinya dihadapan pengadilan yang berwenang. Bahwa
selama perkawinan mereka telah memiliki harta kekayaan berupa 2 buah rumah, 3 buah mobil
dan tabungan sebesar Rp. 1.000.000.000,-

diskusikan permasalahan antara perkara perceraian dengan perkara pembagian harta bersama.
Apakah dapat dibuat dalam satu surat gugatan atau secara terpisah
PERTEMUAN KEEMPAT
Lecture 2

I. Acara Istimewa dan Proses Jawab Menjawab


a. Pemanggilan secara patut
b. Gugatan gugur
c. Putusan verstek
d. Perubahan dan pencabutan gugatan
e. Jawaban gugatan
f. Replik duplik
g. Masuknya pihak ketiga

II. Intisari Materi


A. Pemanggilan secara patut
Gugatan (akan diajukan kemuka pengadilan)  diajukan sesuai kompetensi peradilan baik
absolute maupun relative  gugatan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan  untuk
mendapatkan nomor register perkara (dengan terlebih dahulu membayar panjar biaya perkara
(Pasal 145 ayat (4) R.Bg / 121 ayat (4) HUIR)
Bagi yang tidak mampu dapat membayar secara prodeo  terhadap perkara yang telah
mendapat no register  hakim wajib untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut sesuai
hukum yang berlaku.
Perkara yang telah masuk dengan memenuhi persyaratan hukum acara yang berlaku  oleh
ketua pengadlan didistribusikan kepada hakim atau majelis hakim (penetapan ketua pegadilan
 menetapkan hakim /majelis hakim dan panitera atau panitera pengganti  majelis hakim
menentapkan hari dan tanggal persidangan atas perkara tersebut.
(Konsep Pemanggilan Secara Patut)
 Agar para pihak hadir kedalam persidangan yang telah ditentukan, maka para pihak harus
dipanggil untuk itu dengan - melakukan pemanggilan secara patut (Pasal 145 ayat (1)
R.Bg / Pasal 121 ayat (1) HIR).
 Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dengan menyerahkan surat panggilan (exploit)
beserta salinan surat gugatan (khusus kepada tergugat) dimana tergugat bertempat tinggal.
 Jika tidak diketahui tempat tinggalnya, pemanggilan dapat diserahkan kepada kepala desa
(Pasal 178 ayat (1) R.Bg / 121 ayat (1) HIR.
 Surat panggilan yang telah ditandatangani oleh pihak yang dipanggil atau oleh kepada desa
(risalah panggilan /relas tersebut)  oleh juru sita harus diserahkan kepada hakim
pimpinan sidang untuk membuktikan bahwa pemanggilan telah dilakukan secara patut.

B. Gugatan gugur
 Penggugat yang mengajukan gugatan setelah dipanggil secara patut justru tidak hadir atau
tidak mengirim wakilnya dalam persidangan yang telah ditentukan.
 Menurut Pasal 150 R.Bg / 126 HIR  jika yang bersangkutan telah dipanggil satu kali
secara patut, masih diberikan toleransi panggilan sekali lagi  bahkan dalam praktek
terkadang sampai tiga kali panggilan
 jika penggugat tidak hadir, sedangkan tergugat hadir  maka hakim dapat menjatuhkan
putusan “Gugatan Gugur”  disertai dengan membebankan kepada penggugat untuk
membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini  mereka dapat mengajukan gugatn
lagi setelah membayar buata perkara tersebut (Pasal 148 R.bg / 124 HIR)  Baca juga
Pasal 161-a ayat (6) R.Bg / 135-a ayat (6) HIR).

C. Putusan verstek
 Jika yang tidak hadir atau tidak mengirim wakilnya kedalam persidangan setelah dipanggil
secara patut itu adalah pihak tergugat maka  hakim dapat menjatuhkan putusan verstek
(Pasal 149 R.Bg/Pasal 126 HIR)
• Putusan verstek tidak selalu mengabulkan gugatan penggugat
• Jika gugatan tidak berdasarkan hukum  peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak
membenarkan tuntutan  maka gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima (niet
onvenklijk verklaard)
• Sedangkan jika gugatan tidak berasalan  tidak diajukan alasan-alasan yang
membenarkan tuntutan  maka gugtan dinyatakan ditolak
• Jika dalam sidang pertama tergugat hadir dan dalam sidang berikutnya walaupun telah
dipangguil secara patut tergugat juga tidak hadir atau tidak mengirim wakilnya  maka
perkara diperiksa secara contradictoir.

D. Perubahan dan pencabutan gugatan


• Menurut ketentuan Pasal 271 Rv  pencabutan gugatan dilakukan sebelum gugatan
diperiksa  yang berarti tergugat secara resmi belum merasa terserang haknya maka
tidak diperlukan persetujuan dari tergugat
• Sebaliknya, jika pencabutan gugatan dilakukan setelah gugatan diperiksa, apalagi
tergugat telah mengajukan jawaban  maka persetujuan pihak tergugat mutlak
diperlukan jika tidak  pencabutan gugatan tidak dapat dilakukan sepihak oleh penggugat

• Terhadap “Perubahan Gugatan”  diperbolehkan sepanjang pemeriksaan perkara


asalkan tidak mengubah atau menambah onderwerp van den eis (petitum, pokok tuntutan)
 pasal 127 Rv. Dalam praktek, onderwerp van den eis  adalah juga meliputi dasar
tuntutan.

E. Jawaban gugatan
• Dalam R.Bg/HIR  tidak diwajibkan untuk menjawab gugatan penggugat.
• Namun tergugat dapat menjawab gugatan penggugat baik secara lisan maupun secara
tertulis (Pasal 145 ayat (2) R.Bg /121 ayat (2) HIR
• Jika tergugat menjawab gugatan penggugat secara tertulis  maka jawaban tergugat dapat
berisikan : a. pengakuan, b. bantahan diluar pokok perkara yang disebut dengan tengkisan
atau eksepsi dan c. Bantahan dalam yang langsung mengenai pokok perkara (verweer
ten pricipale)  disebut dengan sangkalan  dimungkinkan pula bahwa tergugat
menggugat penggugat yang disebut dengan gugatan balik atau gugatan rekovensi.

F. Replik duplik
Setelah jawaban gugatan, maka giliran pihak penggugat untuk menjawab jawaban tergugat
atas gugatan penggugat.
Jawaban penggugat untuk menjawab jawaban gugatan tersebut disebut “replik”.
Replik dari penggugat dijawab oleh terguga namanya “duplik”.
Jika penggugat memandang perlu untuk menjawab duplik tergugat  maka dijawab dengan
“rereplik”.
Rereplik dijawab oleh tergugat  namanya reduplik  demikan seterusnya hingga sampai
proses jawab – menjawab dianggap cukup.

G. Masuknya pihak ketiga


• Mengikut sertakan pihak ketiga dalam proses  tidak diatur dalam R.Bg/HIR, namun
diatur dalam Rv.
Ada 3 bentuk ikut sertanya pihak ketiga dalam proses yaitu :
• Vriwaring  masuknya pihak ketiga atas dasar  permohonan tergugat untuk melindungi
kepentingan tergugat (diatur dalam Pasal 70-76 Rv).
• Voeginmg  masuknya pihak ketiga atas permohonan sendiri untuk masuk dalam perkara
yang sedang diproses untuk membela kepentingan salah satu pihak baik penggugat maupun
tergugat.
• Tusenkoms  masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang berja;an atas
keinginan sendiri dan untuk kepentingan sendiri (hal inilah yang disebut dengan
interventei).

III. Bacaan
a. M. Yahya Harahap, Hukum Acara Peradilan Agama
b. ----------------------, Kedudukan , Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Sinar
Grafika, Cetakan Pertama, Jakarta, 2005
c. I Ketut Tjukup SH, MH, dkk Diktat Hukum Acara Perdata, hal 37.
d. -------------------, Bahan Ajar Hukum Acara Perdata.
e. Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, hal 79
PERTEMUAN KELIMA
Tutorial 3
Mendiskusikan tugas pada lecture 2

Petunjuk:
a. Mahasiswa memilih seorang Disccusion Leader yang akan memimpin jalannya diskusi,
dan seorang Note Keeper yang akan mencatat setiap pertanyaan, pernyataan yag
didiskusikan

b. Proses berdiskusi menggunakan 7 jump approaches


1. Membaca
2. Menentukan kata-kata susah
3. Brain storming
4. Menemukan/memformulasikan Learning Goal
5. Mencari Prior Knowledge
6. Menjawab Learning Goal
7. Reporting
c. Masing masing siswa harus aktif bertanya, menanggapi/berargumentasi atau member
masukan dengan aturan main secara tertib dan terarah.
PERTEMUAN KEENAM
Tutorial 4
Mendiskusikan tugas pada Lecture 2

Petunjuk:
a. Mahasiswa memilih seorang Disccusion Leader yang akan memimpin jalannya diskusi,
dan seorang Note Keeper yang akan mencatat setiap pertanyaan, pernyataan yag
didiskusikan

b. Proses berdiskusi menggunakan 7 jump approaches


1. Membaca
2. Menentukan kata-kata susah
3. Brain storming
4. Menemukan/memformulasikan Learning Goal
5. Mencari Prior Knowledge
6. Menjawab Learning Goal
7. Reporting
c. Masing masing siswa harus aktif bertanya, menanggapi/berargumentasi atau member
masukan dengan aturan main secara tertib dan terarah.
PERTEMUAN KETUJUH

MASA UTS
PERTEMUAN KEDELAPAN
Lecture 3

I. Pembuktian
a. Pengertian
b. Pembagian beban pembuktian
c. Asas-asas pembuktian
d. Alat-alat bukti

II. Intisari Materi

a. Pengertian
Setiap tuntutan hak atau menolak tuntutan hak harus dibuktikan di maka sedang pengadilan.
Dalam pembuktian ini diperlukan alat-alat bukti. Alat bukti adalah alat-alat atau upaya yang
bisa dipergunakan oleh pihak-pihak yang berperkara di muka sidang pengadilan untuk
meyakinkan hakim akan kebenaran tuntutan atau bantahannya. Alat bukti ini sangat penting
artinya bagi para pihak yang berperkara merupakan alat atau sarana untuk
meyakinkan kebenaran tuntutan hak penggugat atau menolak tuntutan hak bagi hakim. Dan
bagi hakim, alat bukti tersebut dipergunakan sebagai dasar memutus perkara.

Suatu perkara di pengadilan tidak dapat diputus oleh hakim tanpa didahului dengan
pembuktian. Dengan kata lain, kalau gugatan penggugat tidak berdasarkan bukti maka
perkara tersebut akan diputus juga oleh hakim tetapi dengan menolaknya gugatan karena
tidak ada bukti.

Di dalam kitab-kitab fiqih kebanyakan fuqaha menyebut dengan alat bukti dengan Al
Bayyinah, Al Hujjah , Ad Dalil, Al Burhan, tetapi yang tiga terakhir ini tidak lazim diperkara.
Sebagaimana disebutkan di atas pengertian bayyinah merupakan suatu bukti-bukti yang
menjelaskan dalam keperluan pembuktian agar menyakinkan hakim. Yang dimaksudkan
dengan yakin adalah sesuatu yang ada berdasarkan kepada penyelidikan yang mendalam dan
sesuatu yang telah diyakini tidak akan lenyap kecuali datangnya keyakinan yang lain lebih
kuat dari pada keyakinan yang ada sebelumnya.

Kalau seorang ahli waris ingin menuntut pembagian harta pusaka (warisan) seseorang yang
belum pernah diadakan pembagian warisan, maka ia terlebih dahulu harus membuktikan
dirinya bahwa ia betul-betul ahli waris dari si mayit (al mahrum) dan bahwa barang-barang
sengketa termasuk harta peninggalan dari si mati yang belum terbagi, kesemuanya ini harus
dibuktikan akan kebenaran yang diajukan ke pengadilan, walau demikian hakim juga tidak
langsung menerima keinginan si pemohon tersebut, akan tetapi ia harus meneliti dan
memeriksa bukti-bukti yang diajukan itu.
Dari uraian singkat di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan utama dari alat bukti ialah
untuk lebih memperjelas dan meyakinkan hukum sehingga ia tidak keliru dalam menetapkan
putusannya dan pihak yang benar tidak dirugikan sehingga dengan demikian keadilan di
muka bumi ini dapat ditegakkan.

b. Pembagian beban pembuktian


• Pasal 163 HIR/283 Rbg : setiap orang yang mendalilkan bawa ia mempunyai suatu hak
atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain  bahwa
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
• Pernyataan diatas  beban pembuktian harus dilakukan dengan adil dan tidak berat
sebelah  karena suatu pembagian beban pembuktian yang berat sebelah  berarti
secara mutlak menjerumuskan pihak penerima beban terlampau berat kedalam jurang
kekalahan.
• Dengan demikian baik pihak penjual maupun pembeli  sama-sama diberikan
kesempatan untuk mengajukan pembuktian (tidak bisa hanya penjual saja yang dibebani
pembuktian).

c. Asas-asas pembuktian
• Bahwa hakim tidak bersikap berat sebelah, hakim harus bersikap adil dan tidak berat
sebelah (tidak bersikap parsial) dalam memikulkan beban pembuktian kepada para pihak.

• Bahwa hakim tidak boleh merugikan kepentingan salah satu pihak  tetapi secara
bijaksana membaginya sesuai dengan sistem pembuktian dengan cara memberi perhitungan
yang sama kepada pihak yang berperkara  oleh karena itu pembagian pembuktian harus
dialokasikan sesuai dengan mekanisme yang digariskan dalam peraturan perundang-
undangan.

d. Alat-alat bukti

Alat bukti terdiri dari beberapa macam di antaranya ada yang disepakati oleh Mazhab-
mazhab dan sebagainya lagi masih diperselisihkan. Diantara alat bukti yang kebanyakan
digunakan oleh para fuqaha seperti diungkapkan oleh Abu Yusuf :

،‫ ي مـ يـه‬، ‫ اق ـر ار‬، ‫ و كو ل‬، ‫ ق سامة‬،‫ ب ـ ي ىـة‬، ‫و ق ر ان غ لم ب ه‬

Artinya :

(Sumpah, Pengakuan, penolakan sumpah, qasamah, bayyinah, ilmu qadhi dan petunjuk-
petunjuk).

Menurut sistem HIR dan RBg hakim terikat dengan alat-alat bukti sah yang diatur
dengan undang-undang. Ini berarti hakim hanya boleh menjatuhkan putusan berdasarkan alat-
alat bukti yang telah diatur undang-undang. Menurut ketentuan Pasal 164 HIR, 284 RBg, dan
1866 BW ada lima jenis alat bukti dalam perdata yaitu: surat, saksi, persangkaan, pengakuan
dan sumpah. Sedangkan menurut Hukum Acara Perdata yang biasa dipergunakan pada
pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, ada 7 (tujuh) macam alat-alat bukti yang dapat
dijadikan bukti kebenaran dan ketidakbenaran suatu di pengadilan, yaitu:
1. Alat bukti surat-surat (tertulis)
2. Alat bukti saksi
3. Alat bukti persangkaan
4. Alat bukti pengakuan
5. Alat bukti sumpah
6. Alat bukti pemeriksaan setempat
7. Alat bukti keterangan ahli

III. Bacaan
a. Gatot Supramono, 1993, Hukum Pembuktian dalam Peradilan Agama, Alumni
Bandung, hal 14.
b. M Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara PA.
c. --------------------, Hukum Acara Perdata.
d. Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, hal 137
e. I Ketut Tjukup dkk. ,Diktat Hukum Acara Perdata, hal 45

l.
PERTEMUAN KESEMBILAN
Tutorial 5
Mendiskusikan tugas pada Lecture 3

Petunjuk:
a. Mahasiswa memilih seorang Disccusion Leader yang akan memimpin jalannya diskusi,
dan seorang Note Keeper yang akan mencatat setiap pertanyaan, pernyataan yag
didiskusikan
b. Proses berdiskusi menggunakan 7 jump approaches
1. Membaca
2. Menentukan kata-kata susah
3. Brain storming
4. Menemukan/memformulasikan Learning Goal
5. Mencari Prior Knowledge
6. Menjawab Learning Goal
7. Reporting
8. Masing masing siswa harus aktif bertanya, menanggapi/berargumentasi atau
member masukan dengan aturan main secara tertib dan terarah.

Disccusion Task-StudyTtask

Seorang laki-laki bernama Lukman Hakim, umur 18 tahun dan beragama Islam,
kawin dengan seorang wanita bernama Siti Aminah, umur 17 tahun juga beragama Islam.
Pada saat melakukan perkawinan dihadapan penghulu dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang
saksi dan selanjutnya dicatatkan di Kantor Pencatatan Nikah. Dalam menjalani bahtera
rumah tangga sering terjadi perselisihan pendapat sehingga sering terjadi percekcokan.
Akibatnya perkawinan tersebut tidak langgeng sehingga si suami (Lukman Hakim)
menjatuhkan talak 1 (satu) kepada si istri (Siti Aminah) hingga akhirnya jatuh sampai pada
talak 3 (tiga). Si suami menggugat cerai istrinya di depan Pengadilan Agama setempat.
Selama perkawinan, mereka mempunyai harta kekayaan berupa harta bersama yaitu sebuah
rumah mewah yang dibangun diatas sebidang tanah dengan luas 4 (empat) are, sebuah mobil
dan sebuah sepeda motor. Gugatan suami dikuatkan dengan alat-alat bukti untuk
menguatkan dalilnya. Berdasarkan gugatan dan alat-alat bukti tersebut Pengadilan Agama
berpendapat dan berkeyakinan bahwa gugatan Penggugat dikabulkan, juga termasuk
pembagian harta bersama.

Daftar Bacaan :
 Gatot Supramono, 1993, Hukum Pembuktian dalam Peradilan Agama, Alumni
Bandung, hal 14.
 M Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara PA.
 --------------------, Hukum Acara Perdata.
 Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, hal 137.
 I Ketut Tjukup dkk. ,Diktat Hukum Acara Perdata, hal 45
PERTEMUAN KESEPULUH
Tutorial 6
Mendiskusikan tugas pada Lecture 3

Petunjuk:
a. Mahasiswa memilih seorang Disccusion Leader yang akan memimpin jalannya diskusi,
dan seorang Note Keeper yang akan mencatat setiap pertanyaan, pernyataan yag
didiskusikan
b. Proses berdiskusi menggunakan 7 jump approaches
1. Membaca
2. Menentukan kata-kata susah
3. Brain storming
4. Menemukan/memformulasikan Learning Goal
5. Mencari Prior Knowledge
6. Menjawab Learning Goal
7. Reporting
c. Masing masing siswa harus aktif bertanya, menanggapi/berargumentasi atau member
masukan dengan aturan main secara tertib dan terarah.
PERTEMUAN KESEBELAS
Lecture 4

I. Putusan, Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan


a. Pengertian
b. Sistematika putusan
c. Jenis-jenis putusan
d. Kekuatan putusan
e. Upaya hukum biasa
f. Upaya hukum luar biasa
g. Pengertian
h. Jenis-jenis Pelaksanaan putusan

II. Intisari Materi


a. Pengertian Putusan
Pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat Negara yang memberi wewenang untuk itu,
diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara
atas sengketa antara para pihak.

b. Sistematika putusan
Kepala Putusan (demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa)= sebagai kekuatan
eksekusi, Nomor register perkara dan nama pengadilan yang memutus
Identitas Para Pihak
Tentang Duduk perkara
Konsidrans = pertimbangan hukum gugatan dikabulkan, ditolak, atau tidak dapat diterima
Amar / dictum= jawaban petitum gugatan
Penandatanganan.

c. Jenis-jenis putusan
Putusan ditinjau dari kehadiran para pihak
 Putusan gugatan gugur = menerangkan penggugat atau wakilnya tidak hadir
setelah dipanggil secara patut
 Putusan verstek = menerangkan tergugat atau wakilnya tidak hadir setelah di
panggil secara patut
 Putusan contradictoir = menerangkan salah satu pihak atau wakilnya tidak
hadir pada putusan diucapkan
Putusan ditinjau dari sifatnya
 Putusan deklanatoir = bersifat menerangkan apa yang sah
 Putusan Constitutief = bersifat memastikan suatu keadaan hukum
 Putusan Condemnatoir = bersifat memuat amar menghukum salah satu pihak
yang berperkara
Putusan ditinjau pada saat penjatuhannya
 Putusan sela = dijatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung
 Putusan akhir = dijatuhkan pada saat akhir pemeriksaan pokok perkara

d. Kekuatan putusan
Kekuatan mengikat = putusan pengadilan hanya mengikat kedua belah pihak yang berperkara
(pasal 1917 KUHper)
Kekuatan Pembuktian = dibuatnya putusan secara tertulis (vonees) adalah merupakan bukti
autentik dan suatu bukti untuk melakukan upaya hukum atau mohon pelaksanaan putusan.
Kekuatan eksekutorial = kekuatan melaksanakan secara paksa oleh alat negara.

e. Upaya hukum biasa


Upaya hukum biasa terdiri dari : Perlawanan (verset), Banding dan Kasasi.

f. Upaya hukum luar biasa


Upaya hukum luar biasa terdiri dari : peninjauan kembali dan perlawanan pihak ketiga.

g. Pengertian Pelaksanaan Putusan


 Tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu
perkara, pada dasarnya memuat aturan dan tata cara dari proses dalam pemeriksaan perkara
dipengadilan.
 Tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara, atas suatu
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
Dasar Hukum
Pasal 195-pasal 208 dan pasal 224 HIR atau Pasal 106 -258 Rbg

h. Jenis-jenis Pelaksanaan putusan


Eksekusi putusan yang menghukum pihak kalah untuk membayar uang  Pasal 196 HIR/208
Rbg.
Eksekusi menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan  Pasal 225 HIR/259 Rbg.
Eksekusi riil  Pasal 1033 HIR Rv  memerintahkan pengosongan benda tetap.
Parate eksekusi Eksekusi langsung  Pasal 1155 KUH Perdata  seorang kreditur menjual
barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai title eksekutorial.

III. Bacaan
a. M Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara PA.
b. --------------------, Hukum Acara Perdata.
c. Roihan A Rasyid, HUKUM Acara Peradilan Agama, hal 218, 223.
d. I Ketut Tjukup dkk. ,Diktat Hukum Acara Perdata, hal 56.
PERTEMUAN KEDUA BELAS
Tutorial 7
Mendiskusikan tugas pada Lecture 4

Petunjuk:
a. Mahasiswa memilih seorang Disccusion Leader yang akan memimpin jalannya diskusi,
dan seorang Note Keeper yang akan mencatat setiap pertanyaan, pernyataan yag
didiskusikan
b. Proses berdiskusi menggunakan 7 jump approaches
a. Membaca
b. Menentukan kata-kata susah
c. Brain storming
d. Menemukan/memformulasikan Learning Goal
e. Mencari Prior Knowledge
f. Menjawab Learning Goal
g. Reporting
c. Masing masing siswa harus aktif bertanya, menanggapi/berargumentasi atau member
masukan dengan aturan main secara tertib dan terarah.
PERTEMUAN KETIGA BELAS
Tutorial 8
Mendiskusikan tugas pada Lecture 4

Petunjuk:
a. Mahasiswa memilih seorang Disccusion Leader yang akan memimpin jalannya diskusi,
dan seorang Note Keeper yang akan mencatat setiap pertanyaan, pernyataan yag
didiskusikan
b. Proses berdiskusi menggunakan 7 jump approaches
1. Membaca
2. Menentukan kata-kata susah
3. Brain storming
4. Menemukan/memformulasikan Learning Goal
5. Mencari Prior Knowledge
6. Menjawab Learning Goal
7. Reporting
c. Masing masing siswa harus aktif bertanya, menanggapi/berargumentasi atau member
masukan dengan aturan main secara tertib dan terarah.
PERTEMUAN KEEMPAT BELAS
MASA UAS

Anda mungkin juga menyukai