Anda di halaman 1dari 30

MATERI KULIAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

DISAMPAIKAN UNTUK CALON ADVOKAT DI QUEST HOTEL


JLN. PLAMPITAN NO. 37-39 BANGUNHARJO
SEMARANG
OLEH : DRS. H. ABDUL GHOFUR, MH. HAKIM PENGADILAN
AGAMA KELAS 1 A. KENDAL
Bismillahirrahmanirrahim
A. Kedudukan Peradilan Agama.
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana
Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
yang beragama Islam mengenai perkara perdata
Tertentu yang diatur dalam undang-undang ini. Pasal 2
UU Nomor 7 Tahun 1989 jo. UU Nomor 3 Tahun 2006 jo.
UU Nomor 50 Tahun 2009;
B. Dasar Hukum.
a. Pasal 24 ayat 2 dan 3 UUD. 1945 berserta
amandemennya.
b. Pasal 18 UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kukuasaan Kehakiman.
c. Pasal 2 dan 3 Nomor 7 Tahun 1989 jo. UU Nomor 3
Tahun 2006 jo. UU Nomor 50 Tahun 2009;

~1~
C. Kewenangan Pengadilan Agama /Mahkamah Syar’iyah.
Tugas dan wewenang PA/MSy. Pada pokoknya, memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang –orang yang beragama Islam di bidang
perkawian, Kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
shodaqoh dan ekonomi syariah. Pasal 49. Dan
Penjelasannya
- Bidang Hukum Pidana Islam atau Jinayah yang didasarkan
atas Syariat Islam. ( Mahkamah Syari’ ah Aceh);
D. Asas-Asas Umum Peradilan Agama :
1. Asas Personalitas Keislaman:
Dasar kewenangan PA mengadili ditentukan dengan
keislaman subyek hukum. PA hanya dapat mengadili
mereka yang beragama islam dan yang menundukkan diri
pada hukum islam.  Berdasarkan UUPA, asas personalitas
keislaman yang melekat pada PA dilandasi oleh tiga syarat
:
a. Agama yang dianut kedua belah pihak saat terjadinya
peristiwa hukum adalah agama Islam .
b. Perkara perdata yang dipersengketakan merupakan
kompetensi absolute PA.

~2~
c. Hubungan hukum yang mereka lakukan berdasarkan
hukum islam Pengertian “ Antara orang-orang yang
Beragama islam” disini termasuk orang atau badan hukum
yang menundukkan diri dengan sukarela pada hukum
islam tentang hal yang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama.
2. Asas Kebebasan :
a. Bebas dari campur tangan kekuasaan negara lainnya,
( Legislatif, exekutif dan lainnya).
b. Bebas dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang
datang dari pihak ektra judicial (Pihak lain diluar kekuasaan
kehakiman),
c. Kebebasan melaksanakan wewenang yudisial (menerapkan,
menafsirkan, menemukan hukum),
3. Asas Wajib Mendamaikan:
a. Hakim wajib mendamiakan para pihak yang bersengketa
Pasal 130 HIR/ Pasal 154 RBg, , Pasal 82 UU Nomor : 7/
1989/PA. jo. UU Nomor 3 Tahun 2006 jo. UU Nomor 50
Tahun 2009 dan PERMA Nomor 01 Tahun 2016( Tentang
Mediasi di Peradilan), Perdamaian lebih utama dari
putusan : islah, win-win solution. Sedangkan perkara
volenteur tidak perlu dimediasi;

~3~
b. Peradilan Agama sebagai peradilan keluarga ( famly court
) tidak hanya melaksanakan kekuasaan kehakiman yang
menerapakan hukum keluarga secara kaku, tetapi lebih
diarahkan pada penyelesaian sengketa keluarga dengan
memperkecil kerusakan rohani dan keretakan social
dengan segala implikasi hukumnya;
4. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan.
a. Sederhana  prosedur penerimaan sampai dengan
penyelesaian suatu perkara, tidak bertele-tele.
b. Cepat  alokasi waktu yang tersedia dalam proses
peradilan, sesuai dengan tahapannya.
c. Biaya Ringan keterjangkauan biaya perkara oleh
pencari keadilan, bahkan bisa berperkara secara
prodeo bagi yang memenuhi syarat.
5. Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum.
- Bahwa prinsipnya setiap pemeriksaan yang berlangsung
dalam sidang pengadilan memperkenankan siapa saja yang
menghadiri, mendengarkan dan menyaksikan jalannya
persidangan - Ada transparansi, namun Tidak semua sidang
pemeriksaan perkara terbuka untuk umum atau
Pengecualian asas terbuka untuk umum : Lihat pasal 59
ayat (1) UU No.7 tahun 1989 Pemeriksaaan gugatan
perceraian ( Cerai Gugat ) dilakukan dalam sidang tertutup,
~4~
demikian juga pemeriksaan untuk sidang perkara cerai
talak, dengan tujuan untuk menjaga kerahasian hubungan
kerumahtanggaan yang meliputi pemeriksaan dan
pembuktian sedangkan Putusan tetap diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum.
6. Asas Legalitas dan Persamaan:
Asas legalitas:
 semua tindakan berdasarkan hukum (rule of law),
Asas Persamaan.
 setiap orang mempunyai hak dan kedudukan yang sama
dimuka hukum. Akibat pelanggaran asas terbuka untuk
umum : Seluruh pemeriksaan beserta penetapan atau
putusannya batal demi hukum (pasal 59 ayat (2) UU
No.7/1989 jo Pasal 19 ayat (2) UU No.4 tahun 2004).
7. Asas Aktif memberi bantuan. Pengadilan (hakim) yang
memimpin persidangan bersifat aktif dan bertindak sebagai
fasilitator Pasal 58 ayat (2) UU No.7/1989 : “pengadilan
membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-
kerasnya mengatasi hambatan dan rintangan untuk
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan.

~5~
8. Asas Hakim bersifat menunggu Inisiatif berperkara
datangnya dari pihak yang berkepentingan dan hakim
hanya bersifat menunggu datangnya atau masuknya
perkara.  tidak ada hakim jika tidak ada tuntutan hak
(proses berpekara baru akan ada jika yang berkepentingan
mengajukan kepada Pengadilan Agama dan oleh hakim
perkara yang masuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
9. Asas Ius Curia Novit Jika inisiatif telah datang dari pihak
yang berkepentingan serta tuntutan hak telah diajukan
kepada hakim atau pengadilan.  maka hakim tidak boleh
menolak suatu perkara dengan alasasn tidak ada
hukumnya atau hukumnya belum jelas.  dalam hal ini
hakim dianggap tahu hukumnya.
 Dalam memeriksa perkara, Hakim berusaha untuk
mendamaikan kedua belah pihak, menjaga agar
persidangan berjalan dengan aman dan lancar, menunda
persidangan, memerintahkan pembuktian, menjelaskan
mengenai upaya hukum dan sebagainya.
10.Asas Ferhendalung Maxime Bahwa proses pembuktian
dalam hukum acara perdata adalah merupakan kewajiban
Penggugat dalam membuktikan dalil-dalilnya dan Tergugat
untuk membuktikan dalil-dalil bantahannya.
11. Asas Audi et Alteram, bahwa para pihak harus
diperlakukan sama didepan hukum (hakim harus obyektif)
~6~
dan tidak boleh memihak atau bersikap subyektif (Para
pihak harus diberikan kesempatan yang sama baik pada
saat pemeriksaan persidangan maupun pada saat
pembuktian) .
12. Asas actor sequituur forum rei Bahwa gugatan diajukan
pada pengadilan diwilayah hukum dimana Tergugat
bertempat tinggal Asas ini mengenal pengecualian,
 Dan akan dibahas lebih lanjut dalam materi
kompetensi/kewenangan mengadili.
13. Asas putusan pengadilan disertai alasan Hakim
( Pertimbangan Hukum);
dalam menjatuhkan putusan harus disertai dengan alasan:
bertujuan agar hakim bersifat obyektif dengan
memberikan alasan dan pertimbangan yang cukup
terhadap putusan dengan alasan ( Pertimbangan Hukum)
 bertujuan agar hakim bersifat obyektif dengan
memberikan alasan dan pertimbangan yang cukup
terhadap putusan yang dijatuhkan. Dengan disertai
alasan yang kuat dalam suatu putusan.
 berarti putusan mempunyai wibawa dan tidak mudah
untuk dibatalkaan oleh pengadilan yang lebih tinggi.

~7~
14. Asas biaya perkara dan prodeo Biaya-biaya perkara
diperuntukkan untuk :
biaya kepaniteraan, biaya pemanggilan dan
pemberitahuan, biaya materai dll. Prodeo bagi mereka
yang tidak mampu.
 dapat berperkara cuma-cuma tanpa biaya (prodeo) Pasal
271-274 Rbg/235-238 HIR) Sudah tentu harus dilengkapi
dengan surat keterangan tidak mampu dari aparat yang
berwenang untuk itu.
15. Wakil atau kuasa Menurut sistem HIR/Rbg:
 setiap orang yang berperkara tidak ada kaharusan
menunjuk kuasa atau wakil dengan Surat Kuasa Khusus
dan atau dengan Surat Kuasa Khusus Istimewa yang maju
kedalam persidangan Namun jika memang
menginginkannya juga dapat menunjuk wakil atau kuasa
dalam persidangan pengadilan. Dan yang bertindak
sebagai kuasa adalah Advokat( sesuai dengan Pasal 32
UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat )., Jaksa
sebagai jaksa Negara, Biro Hukum
Pemerintah/TNI/Kejaksaan RI., Direksi/Pengurus atau
karyawan yang ditunjuk dari suatu Badan Hukum dan
mereka yang mendapat kuasa insidentil.

~8~
 jika menunjuk kuasa, maka kuasa mengajukan gugatan
secara tertulis berbeda dengan sistem BRV (sebagai
sumber hukum acara perdata).
 Seorang kuasa yang diberi kuasa yang mewakilkan
pemberi kuasa dengan persyaratan yang telah
ditentukan Undang-undang, jika tidak demikian dengan
akibat batalnya gugatan jika gugatan tidak diwakilkan
pada seorang kuasa dan ditentukan harus seorang
sarjana hukum kecuali kuasa yang ditentukan lain.
16. Surat Kuasa Khusus dan Surat Kuasa Khusus Istimewa.
Macam-macam Kuasa :
- Kuasa berdasarkan Hukum,
- Kuasa berdasarkan Surat Kuasa ; - Khusus ;
- Khusus Istimewa,-
- Kuasa berdsarkan Surat Kuasa Insidentil;
E. Hukum Acara Peradilan Agama:
Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam
lingkungan peradilan agama adalah Hukum Acara
Perdata yang berlaku dalam lingkungan peradilan umum,
kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-
Undang ini Pasal 54 UU Nomor 7 Tahun 1989. Menurut
ketentuan tersebut, Hukum acara peradilan agama
~9~
bersumber (garis besarnya) kepada dua aturan yaitu :
ketentuan dalam UU peradilan agama dan yang berlaku
di lingkungan peradilan umum dan secara khusus yang
berlaku di Pengadilan Agama yaitu;
1. HIR (Het Herziene Inlandsche Reglement) :
2. RBg. (Rechts Reglement Butengenwesten) atau disebut juga
reglemen untuk daerah seberang, maksudnya untuk luar
Jawa-Madura;
3. UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
4. PP Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU
tersebut;
5. UU No. 50 Tahun 2009 jo UU No.3 Tahun 2006 jo UU
No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama .
6. Kompilasi Hukum Islam, Inpres No. 01 Tahun 1991;
7. UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;
8. UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
9. Yurisprudensi,
10. PERMA dan SEMA;
11. Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan
PA.

~ 10 ~
F. Susunan Kekuasaan Kehakiman :
Pasal 18 UU No.48 Tahun 2009:
 penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan agama dan sebuah Mahkamah Konstitusi.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama
dilaksanakan oleh :
a. Pengadilan Agama  P. Tingkat Pertama

b. Pengadilan Tinggi Agama  P. Tingkat Banding


c. Berpuncak pada MA
Pengadilan Agama sebagai peradilan khusus karena PA
mengadili perkara-perkara tertentu.
PN, PA, Mahmil, dan PTUN  disebut pengadilan tingkat
pertama karena ia adalah pengadilan yang pertama kali
menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara
pada lingkungannya masing-masing.
PT, PTA, Mahmilti dan PTTUN  disebut pengadilan
tingkat banding, karena ia menerima perkara bandingan yang
berasal dari pengadilan tingkat pertama pada lingkungannya
~ 11 ~
masing-masing. Pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan
tingkat banding  disebut “Judex Facti”  artinya perkara di
tingkat banding (dalam hal banding) akan diperiksa secara
keseluruhan, baik tentang fakta-fakta maupun tentang bukti-
bukti dan lain sebagainya seperti pemeriksaan selengkapnya
di muka pengadilan tingkat pertama dulunya.
Mahkamah Agung (Kasasi)  Judex Jure  hanya memeriksa
mengenai kekeliruan penerapan hukumnya saja. Diadakannya
Mahkamah Agung yang tunggal dan bukan lagi bersifat judex
facti adalah untuk uniformitas hukum  karena menjunjung
prinsip negara kesatuan dalam satu wawasan nusantara dan
satu wawasan hukum serta demi keadilan hukum
(banyangkan bila terjadi pertentangan putusan pengadilan
tingkat pertama dan tingkat kedua, kalau tidak ada
Mahkamah agung tunggal untuk mengadilinya) Mahkamah
agung  memiliki organisasi, administrasi dan keuangan
(finansial) tersendiri, tetapi masingmasing lingkungan dari
empat lingkungan peradilan, maka organisatoris,
administrative dan finansioalnya berada di bawah kekuasaan
masing-masing departemen yang bersangkutan. Peradilan
Umum (PN dan PT)  Departemen Kehakiman, Peradilan
Agama (PA dan PTA)  Departemen Agama, Peradilan Militer
(Mahmil dan Mahmilti)  Departemen Pertahanan dan
Keamaanan dan Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab),
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN dan PTUN)  Departemen
~ 12 ~
Kehakiman ( dahulu sebelum reformasi), sekarang semuanya
berada di bawah MA.;
G. Tindakan Persiapan Mengajukan Perkara di Pengadilan :
• Persiapan tersebut meliputi proses pembuatan gugatan dan
permohonan sebagai bagian dari tuntutan hak.
• Dilanjutkan dengan mengajukan gugatan dan permohonan
sebagai bagian dari tuntutan hak .
• Isi gugatan yang mempersyaratkan minimal terdiri dari 3
hal, Yaitu : 1. identitas para pihak, 2, Posita dan 3. Petitum;
- Identitas ---- harus jelas
- Posita diuraian dengan jelas mengenai kejadian
atau peristiwa secara kronologis, tempat dan
waktu kejadian;
- Petitum-- - Primair , harus terperinci,
- Subsidair, bisa terperinci bisa tidak.
Konsep Gugatan dan Permohonan:
• Dalam mengajukan perkara kepada hakim (pengadilan)
memerlukan persiapan matang  hal utama yang harus
dilihat adalah orang yang akan mengajukan perkaranya
kepengadilan “mempunyai kepentingan yang cukup” .

~ 13 ~
• Maksudnya ialah orang yang kepentingannya dilanggar,
diganggu dan mengalami kerugian baik secara materiil
maupun imateriil
 dapat mengajukan tuntutan hak ke pengadilan.

 ada yang mengandung sengketa (constitiun jurisdictie), ada


pula yang tidak mengandung sengketa (peradilan tidak
sesungguhnya atau peradilan sukarela atau volunteer
jurisdictie).
• Perkara yang mengandung sengketa  diajukan ke
pengadilan dalam bentuk gugatan.
• Perkara yang tidak mengandung sengketa  diajukan dalam
bentuk permohonan (Baik perkara yang mengandung
sengketa maupun tidak kedua-duanya disebut “Tuntutan
Hak”.
H. Tuntutan Hak :
• Tuntutan Hak (Sudikno Mertokusumo)  tindakan yang
bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang
diberikan oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya
eigenrichting.
• Dalam gugatan minimal terdapat 2 pihak didalamnya yaitu :
pihak Penggugat dan pihak Tergugat  hasilnya akhir
berupa putusan pengadilan

~ 14 ~
• Dalam permohonan, hanya terdapat 1 pihak saja yaitu
pihak Pemohon dengan hasil akhir berupa penetapan
pengadilan.
I. Gugatan lisan dan tertulis:
Ketentuan Pasal 142 ayat (1) R.Bg / 118 ayat (1) HIR
menentukan gugatan harus diajukan dengan surat yang
ditanda tangani oleh Penggugat atau Wakilnya. Hal ini
mengandung arti bahwa gugatan harus diajukan secara
tertulis (dengan surat gugatan)
J. Isi permohonan dan isi gugatan:
• Tidak diatur dalam HIR maupun R.Bg
• Pasal 8 no 3 Rv menentukan sedikinya memuat 3 hal :
1. Identitas para pihak .
2. Dalil-dalil tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar serta alasan –alasan dari pada tuntutan
(fundamentum petendi/ posita /dasar tuntutan), secara
kronologis.
3. Tuntutan atau petitum.
k . Komulasi/penggabungan GUGATAN:

~ 15 ~
 Tidak diatur dalam HIR maupun R.Bg, namun dalam
praktek biasa dilakukan karena komulasi dapat
menghemat baik waktu maupun biaya.
Komulasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Komulasi subyektif:
Komulasi subyektif :
 Dalam suatu perkara yang mengadung sengketa tidak
jarang penggugatnya terdiri ( orang atau badan hukum)
dari sengketa tidak jarang penggugatnya terdiri dari
beberapa orang melawan satu orang tergugat, atau
beberapa orang penggugat atau beberapa badan hukum
melawan beberapa tergugat , biasa gugatan Waris, atau
kebendaan lainnya;
Pada prinsipnya antara para penggugat ataupun para
tergugat dapat saja digabungkan karena memang tidak
ada larangan atas hal itu (Pasal 284 KUH Perdata)
 ini disebut komulasi subyektif
2. Komulasi Obyektif:
 Merupakan penggabungan dari beberapa tuntutan
dalam satu surat gugatan. Missal Cerai Gugat atau
Cerai Talak digabung dengan tuntutan hak asuh anak ,
hak-hak istri, Harta Bersama, isbat Nikah untuk
perceraian dll. Dalam satu gugatan;

~ 16 ~
 Pada prinsipnya tidak dilarang dan dipersyaratkan
adanya koneksitas antara tuntutan yang satu dengan
tuntutan yang lainnya.
 Perkara Perceraian:
- Pasal 66 , UU No 7 Tahun 1989, Cerai Talak, yang
diajukan oleh Suami ( Pemohon sedangkan Istri
sebagai Termohon, diajukan di PA. daerah hukum
wilayah tempat tinggal istri, kecuali istri
meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa ijin suami
dan tanpa alasan yang syah, baca pasal ayat 1, 2 dan 3
- Pasal 73 UU No 7 Tahun 1989, ayat 1, Cerai Gugat,
yang diajukan Istri( Penggugat sedangkan suami
sebagai Tergugat) diajukan di PA. daerah hukum
wilayah tempat tinggal istri, kecuali istri tanpa alasan
yang syah meninggalkan suaminya tanpa ijin .
- Ayat 2, dalam hal Penggugat berkediaman di LN,
gugatan diajukan di wilayah hokum Tergugat;
Ayat 3, dalam hal Penggugat dan Tergugat
berkediaman di LN. diajukan didaerah hokum meliputi
tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau di PA.
Jakarta Pusat;
- Alasan Perceraian adalah Pasal 19 huruf a, b, c, d, e
dan f PP. Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf a, b,
c, d, e, f, g dan h, Kompilasi Hukum Islam, dengan
penambahan huruf g, pelanggaran taklik talak

~ 17 ~
sedangkan dan h. peralihan agama atau murtad yang
menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam
rumah tangga.
L. Kompetensi peradilan :
1. Kekuasaaan Relatif Berkaitan dengan daerah hukum
Kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu
tingkatan dalam perbedaannya dengan kekuasaaan
pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatannya :
missal pengadilan agama Kendal dengan pengadilan
agama Semarang.

Pasal 4 ayat (1) UU No.7/89 : pengadilan agama


berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota
kabupaten yang daerah hukum nya meliputi wilayah
kotamadya atau kabupaten. Penjelasan : pada
dasarnya tempat kedudukan pengadilan agama ada di
kotamadya tau ibukota kabupaten yang daerah
hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau
kabupaten, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya
pengecualian.
2. Kekuasaan Absolut Berkaitan dengan jenis perkara
dan jenjang pengadilan Kekuasaan pengadilan yang
berhubungan dengan jenis perkara atau jenis
pengadilan atau tingkatan pengadilan dalam

~ 18 ~
perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis
pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya, missal :
untuk perkara perkawinan islam (pengadilan agama)
sedangkan non islam menjadi kekuasaan peradilan
umum.
3. Pasal 49 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 1989, jo. UU 1
Nomor Tahun 1974, Jenis Perkara yang menjadi
Kekuasaan Absolut Peradilan Agama, Pengadilan
agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a.Perkawinan serta Penjelasannya: ada 22 jenis perkara,
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Shadaqah
i. Ekonomi Syariah (Ps. 49 UU No.3 Tahun 2006) serta
Penjelasannya .
K. Upaya untuk menjamin hak:
- tindakan yang menempatkan harta kekayaan Tergugat
secara paksa berada dalam penjagaan.

~ 19 ~
- tindakan paksa penjagaan itu dilakukan secara resmi
berdasarkan perintah pengadilan atau hakim. - Barang
yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut berupa
barang yang disengketakan, tapi boleh juga berupa
barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran
sebagai pelunasan hutang debitur atau tergugat
dengan jalan menjual lelang barang yang disita
tersebut. - Penetapan dan penjagaan barang yang
disita berlangsung selama proses pemeriksaan sampai
ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap yang menyatakan sah atau tidak sahnya
tindakan penyitaan tersebut.
L. Acara dan Proses Jawab Menjawab.
a. Pemanggilan secara patut,
b. Gugatan gugur,
c. Putusan verstek,
d. Perubahan dan pencabutan gugatan,
e. Jawaban gugatan,
f. Replik dan duplik,
g. Masuknya pihak ketiga,
M. Pemanggilan secara patut;

~ 20 ~
- Gugatan (akan diajukan kemuka pengadilan)
 diajukan sesuai kompetensi peradilan baik absolute maupun
relative  gugatan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan,
 untuk mendapatkan nomor register perkara (dengan
terlebih dahulu membayar panjar biaya perkara (Pasal 145
ayat (4) R.Bg / 121 ayat (4) HIR) Bagi yang tidak mampu
dapat membayar secara prodeo
 terhadap perkara yang telah mendapat no register

 hakim wajib untuk memeriksa dan mengadili perkara


tersebut sesuai hukum yang berlaku. Perkara yang telah
masuk dengan memenuhi persyaratan hukum acara yang
berlaku
 oleh ketua pengadlan didistribusikan kepada hakim atau
majelis hakim (penetapan ketua pegadilan
 menetapkan hakim /majelis hakim dan panitera atau
panitera pengganti
 majelis hakim menentapkan hari dan tanggal persidangan
atas perkara tersebut. (Konsep Pemanggilan Secara Patut)
 Agar para pihak hadir kedalam persidangan yang telah
ditentukan, maka para pihak harus dipanggil untuk itu
dengan

~ 21 ~
- melakukan pemanggilan secara patut (Pasal 145 ayat (1)
R.Bg / Pasal 121 ayat (1) HIR).
 Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dengan menyerahkan
surat panggilan (exploit) beserta salinan surat gugatan
(khusus kepada tergugat) dimana tergugat bertempat
tinggal.
 Jika tidak diketahui tempat tinggalnya, pemanggilan dapat
diserahkan kepada kepala desa (Pasal 178 ayat (1) R.Bg /
121 ayat (1) HIR.
 Surat panggilan yang telah ditandatangani oleh pihak yang
dipanggil atau oleh kepada desa (risalah panggilan /relas
tersebut)
 oleh juru sita harus diserahkan kepada hakim pimpinan
sidang untuk membuktikan bahwa pemanggilan telah
dilakukan secara patut.
O. Gugatan gugur
 Penggugat yang mengajukan gugatan setelah dipanggil
secara patut justru tidak hadir atau tidak mengirim wakilnya
dalam persidangan yang telah ditentukan.
 Menurut Pasal 150 R.Bg / 126 HIR  jika yang bersangkutan
telah dipanggil satu kali secara patut, masih diberikan
toleransi panggilan sekali lagi

~ 22 ~
 bahkan dalam praktek terkadang sampai tiga kali panggilan
 jika penggugat tidak hadir, sedangkan tergugat hadir
 maka hakim dapat menjatuhkan putusan “Gugatan Gugur”

 disertai dengan membebankan kepada penggugat untuk


membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini
 mereka dapat mengajukan gugatan lagi setelah membayar
biaya perkara tersebut (Pasal 148 R.bg / 124 HIR)
 Baca juga Pasal 161-a ayat (6) R.Bg / 135-a ayat (6) HIR).
P. Putusan verstek
 Jika yang tidak hadir atau tidak mengirim wakilnya kedalam
persidangan setelah dipanggil secara patut itu adalah pihak
tergugat maka
 hakim dapat menjatuhkan putusan verstek (Pasal 149
R.Bg/Pasal 126 HIR)
• Putusan verstek tidak selalu mengabulkan gugatan
penggugat
• Jika gugatan tidak berdasarkan hukum
 peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak
membenarkan tuntutan
 maka gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima (niet
onvenklijk verklaard)
~ 23 ~
• Sedangkan jika gugatan tidak berasalan  alasan-alasan
yang diajukan maka gugatan dinyatakan ditolak;
• Jika dalam sidang pertama tergugat hadir dan dalam sidang
berikutnya walaupun telah dipangguil secara patut tergugat
juga tidak hadir atau tidak mengirim wakilnya
 maka perkara diperiksa secara contradictoir.
Q. Perubahan dan pencabutan gugatan:
• Menurut ketentuan Pasal 271 Rv
 pencabutan gugatan dilakukan sebelum gugatan diperiksa
 yang berarti tergugat secara resmi belum merasa terserang
haknya
 maka tidak diperlukan persetujuan dari tergugat
• Sebaliknya, jika pencabutan gugatan dilakukan setelah
gugatan diperiksa, apalagi tergugat telah mengajukan
jawaban
 maka persetujuan pihak tergugat mutlak diperlukan jika
tidak
 pencabutan gugatan tidak dapat dilakukan sepihak oleh
penggugat
• Terhadap “Perubahan Gugatan”

~ 24 ~
 diperbolehkan sepanjang pemeriksaan perkara asalkan tidak
mengubah atau menambah onderwerp van den eis
(petitum, pokok tuntutan)
 pasal 127 Rv. Dalam praktek, onderwerp van den eis

 adalah juga meliputidasar tuntutan.


R. Jawaban gugatan:
• Dalam R.Bg/HIR  tidak diwajibkan untuk menjawab
gugatan penggugat.
• Namun tergugat dapat menjawab gugatan penggugat baik
secara lisan maupun secara tertulis (Pasal 145 ayat (2) R.Bg /
121 ayat (2) HIR • Jika tergugat menjawab gugatan
penggugat secara tertulis
 maka jawaban tergugat dapat berisikan :
a. Jawaban dapat berupa pengakuan murni atau pengakuan
seluruhnya, atau sebagian dan menolak sebagian, diuraikan;
b. Eksepsi atau tangkisan dibagi menjadi 2 yaitu :
1.Eksepsi Relatif, yang berkaitan dengan kewenangan
Yuridiksi Wilayah Hukum, harus diajukan bersamaan
dengan jawaban pertama.
2. Eksepsi Absolut, yang berkaitan dengan kewenangan jenis
perkara yang menjadi kewenangan PA.

~ 25 ~
3. Eksepsi di luar Eksepsi Relatif dan Absolut yang diperiksa
bersama-sama dengan pokok perkara.
c. Jawaban dalam pokok perkara yang disertai gugatan balik
atau gugatan Rekonpensi, sehingga semula sebagai
Penggugat dan Tergugat, kemudian berubah semula
Penggugat menjadi Tergugat Rekonpensi sedangkan
Tergugat menjadi Penggugat Rekonpensi;
T. Replik dan duplik:
Setelah jawaban gugatan, maka giliran pihak penggugat
untuk menjawab jawaban tergugat atas gugatan penggugat.
Jawaban penggugat untuk menjawab jawaban gugatan
tersebut disebut “Replik”. Replik dari penggugat dijawab
oleh Tergugat namanya “Duplik”. Jika penggugat
memandang perlu untuk menjawab Duplik Tergugat
 maka dijawab dengan “Rereplik”. Rereplik dijawab oleh
Tergugat  namanya Reduplik
 demikan seterusnya hingga sampai proses jawab –
menjawab dianggap cukup.
U. Masuknya pihak ketiga:
• Mengikut sertakan pihak ketiga dalam proses  tidak diatur
dalam R.Bg/HIR, namun diatur dalam Rv.
Ada 3 bentuk ikut sertanya pihak ketiga dalam proses yaitu :

~ 26 ~
• Vrijwaring  masuknya pihak ketiga atas dasar 
permohonan tergugat untuk melindungi kepentingan
tergugat (diatur dalam Pasal 70-76 Rv).
• Voeging  masuknya pihak ketiga atas permohonan sendiri
untuk masuk dalam perkara yang sedang diproses untuk
membela kepentingan salah satu pihak baik penggugat
maupun tergugat.
• Tussenkomst  masuknya pihak ketiga dalam proses perkara
yang sedang berja;an atas keinginan sendiri dan untuk
kepentingan sendiri (hal inilah yang disebut dengan
interventei).
V. Pembagian beban pembuktian:
• Pasal 163 HIR/283 Rbg : setiap orang yang mendalilkan bawa
ia mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya
sendiri maupun membantah hak orang lain  bahwa
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa
tersebut.
• Pernyataan diatas  beban pembuktian harus dilakukan
dengan adil dan tidak berat sebelah  karena suatu
pembagian beban pembuktian yang berat sebelah  berarti
secara mutlak menjerumuskan pihak penerima beban
terlampau berat kedalam jurang kekalahan.
W. Asas-asas pembuktian :
~ 27 ~
• Bahwa hakim tidak bersikap berat sebelah, hakim harus
bersikap adil dan tidak berat sebelah (tidak bersikap parsial)
dalam memikulkan beban pembuktian kepada para pihak.
• Bahwa hakim tidak boleh merugikan kepentingan salah satu
pihak  tetapi secara bijaksana membaginya sesuai dengan
sistem pembuktian dengan cara memberi perhitungan yang
sama kepada pihak yang berperkara, oleh karena itu
pembagian pembuktian harus dialokasikan sesuai dengan
mekanisme yang digariskan dalam peraturan perundang-
undangan. Dan Alat-alat bukti Alat bukti terdiri dari
beberapa macam di antaranya ada yang disepakati oleh
Mazhab- mazhab dan sebagainya lagi masih diperselisihkan.
Diantara alat bukti yang kebanyakan digunakan oleh para
fuqaha seperti diungkapkan oleh Abu Yusuf ‫ه‬، Artinya :
(Sumpah, Pengakuan, penolakan sumpah, qasamah,
bayyinah, ilmu qadhi dan petunjukpetunjuk). Menurut
sistem HIR dan RBg hakim terikat dengan alat-alat bukti sah
yang diatur dengan undang-undang. Ini berarti hakim hanya
boleh menjatuhkan putusan berdasarkan alatalat bukti yang
telah diatur undang-undang. Menurut ketentuan Pasal 164
HIR, 284 RBg, dan 1866 BW ada lima jenis alat bukti dalam
perdata yaitu: surat, saksi, persangkaan, pengakuan dan
sumpah. Sedangkan menurut Hukum Acara Perdata yang
biasa dipergunakan pada pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama;
~ 28 ~
Ada 5 ( lima ) macam alat-alat bukti yang dapat dijadikan
bukti di pengadilan, yaitu:
1. Alat bukti surat-surat (tertulis)
2. Alat bukti saksi
3. Alat bukti persangkaan
4. Alat bukti pengakuan
5. Alat bukti sumpah .
Alat bukti pendukung lain yaitu:
1. Alat bukti pemeriksaan setempat
2. Alat bukti keterangan ahli ;
3. Alat bukti elektronik;
X. PUTUSAN:
Bentuk Putusan Pengadilan Agama ada 3 jenis:
A. Deklaratoir, yang berupa pernyataan.
B. Konstitutif yang berupa perubahan dari status hukum
lama menjadi status hukum baru.
C. Kondemnatoir, yaitu berupa perintah dan atau
menghukum;
Y. Upaya Hukum:
1. Upaya Hukum Biasa;
~ 29 ~
- Verzet terhadap Putusan Verstek, kemudian Putusan
Verzet upaya hukumnya adalah Banding;
- Banding terhadap Putusan kontradiktoir ---
- KASASI di MA.
2. Upaya Hukum Perkara Permohonan ( volenteir ) adalah
Kasasi --- MA.
3. Upaya Hukum Luar Biasa;
- Peninjauan Kembali ( PK), dengan persyaratan tertentu;

SEKIAN TERIMAKASIH
Wassalam……

~ 30 ~

Anda mungkin juga menyukai