Anda di halaman 1dari 54

MODUL III

INFLAMASI PADA KULIT DAN KELAMIN


SKENARIO 3 Ruam apa ini?!
Riri, anak perempuan usia 9 tahun dibawa ibunya ke puskesmas dengan keluhan munculnya
gelembung-gelembung berisi cairan di sekitar punggung kanannya sejak 2 hari yang lalu dan terus
bertambah. Ibu Riri memberikan obat salap yang dibelinya di depot yang menurut penjual itu
adalah obat alergi, namun tidak kunjung pulih. Dari anamnesis diketahui bahwa 5 hari sebelum
keluhan kulit muncul, Riri mengalami demam, tidak enak badan, nyeri otot serta lemas. Pada
pemeriksaan status dermatologis didapatkan efloresensi berupa vesikel dan bula berkelompok
unilateral dengan dasar kulit yang eritematous serta mengikuti dermatom, didapatkan
pembesaran KGB leher. Dokter puskesmas menjelaskan bahwa Riri terkena infeksi virus Herpes,
kemudian memberikan salep topikal dan obat minum. Ibu Riri jadi cemas dan bertanya kepada
dokter , apakah infeksi yang dialami Riri sama dengan infeksi virus herpes kelamin yang pernah
ia baca di internet?

Terminologi
1. Efloresensi
kelainan kulit dan selaput lendir yang dapat dilihatdengan mata telanjang
dan bila perlu dapat diperiksadengan perabaan yang dapat berupa maku
la, papula,,nodul vesikel, bula, urtika, dll
2. Vesikel
Vesikel adalah sebuah ruang pada sel yang dikelilingioleh membran sel
. Ruang biasanya ditempatioleh sitoplasma yang terdiridari organel dan
sitosol sebagai lubang saluran atauwadah transportasi untuk menyimpa
n dan mengangkutzat disekitar sel dan ke membran sel.
Fungsi vesikel ditentukan oleh organel yang berada di dalamnya, seperti t
empat reaksi seluler, tempatpenyimpanan makanan, dll
3. Bula
Bula - gelembung berisi cairan serum beratap yang berukuran lebih dari 0
,5 cm garis tengah, danmempunyai dasargyg
4. Eritematous
rx hipersensitivitas kulit yang dapat berulang yg dipicuoleh infeksi atau ob
at2an
5. Dermatome
Dermatom adalah Daerah kulit yang terutama disediakan oleh serabut
saraf aferen dari akar dorsal dari setiap saraf tulang belakang
6. Salep topical
Obat topikal adalah obat yang hanya ditujukan untukpemakaian luar.
Cara pakainya diaplikasikan padapermukaan kulit atau selaput lendir.
Rumusan masalah dan Hipotesis
1. Apa pnybb munculnya gelembung-
gelembung berisicairan di sekitar punggung kanannya sejak 2 hari yang l
alu dan terus bertambah?
Pasien terinvasi oleh virus varicella yang menyerangganglion
ant pada susunan saraf-> gangguan motorik -
> masuk ke sirkulasi darah -
> menjalar melalui serabutsaraf sensorik ke ganglion saraf ->
Virus memasuki masalaten -> menetap di ganglion sensori -
> Reaktivasi virus dari ganglion ke kulit area dermatom -
> munvulnyagambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoosterberu
pa gelembung-gelembung berisi cairan /vesikel.

2. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengankeluhannya?


Virus varisella zoster merupakan satu virus
yang dapatmenyebabkan dua penyakit. Infeksi VZV
primer jugadikenal dengan cacar, biasanya terjadi pada masa kanak-
kanak, namun infeksi VZV berlanjut menginfeksiindividu seumur hidup,
virus kemudian berkembang di sepanjang sumsum tulang di ganglia
dorsalis. Biasanyavirus varisela zoster mengalami reaktivasi, menyebabk
aninfeksi rekuren yang dikenal dengan nama herpes
zoster atau shingles.
Jenis kelamin : PR >LK
Usia 55-65 thn

3. Apa interpretasi Pada pemeriksaan status dermatologisdidapatkan eflore


sensi berupa vesikel dan bulaberkelompok unilateral dengan dasar kulit y
ang eritematous serta mengikuti dermatom, didapatkanpembesaran KGB
leher?
Efloresensi berupa vesikel dan bula : adanya infeksi yang berkelompok s
esuai dermatom
Pembesaran KGB
: menandakan adanya penambahan selpertahanan tubuh (Imun seluler )

4. Apa pnybb Dari


anamnesis diketahui bahwa 5 harisebelum keluhan kulit muncul, Riri men
galami demam, tidak enak badan, nyeri otot serta lemas?
Herpes zoster adalah akibat dari infeksi VZV
yang mengalami reaktivasi setelah masa dorman di ganglion .Mula-
mula penderita mengalami demam atau panas, sakit kepala, lemas dan f
otofobia akut disertai nyeri yang terbatas pada satu sisi tubuh saja

5. Mengapa dokter menjelaskan bhwa Riri terkena herpes zoster?


Pada fase akut selanjutnya muncul makula kecileritematosa di bagia tub
uh yang nyeri, dalam 1-
2 hariakan berubah cepat menjadi papul dan kemudianberkembang menj
adi vesikel, semakin hari menyebar danmembesar, dapat disertai dengan
rasa gatal dan nyeriyang tak tertahankan. Kemunculan vesikel baru lebih
dari satu minggu hal tersebut berhubungan dengansindrom imunodefisie
nsi.
Cairan vesikel akan menjadi keruh disebabka masuknyasel radang sehi
ngga akan menjadi pustula. Lesi kemudianakan mengering yang diawali
pada bagian tengahsehingga terbentuk umbilikasi dan akhirnya akanmenj
adi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-
12 hari, krusta akan lepas dalam waktu 1-
3minggu, dansembuh dalam waktu 3-4 minggu

6. Mengapa dr memebrikan salep topikal dan obat minum?


Tujuan pemberian salep topikal dan obat minum yaituagar lesi kulit tetap
kering dan efektif mencegahpenyebaran virus.

7. Apakah infeksi yang dialami Riri sama dengan infeksivirus


herpes kelamin yang pernah ia baca di internet?
Tidak sama , karena herpes
zoster disebabkan olehvaricella dengan gejala seperti pada skenario, dan
herpes
genitalia disebabkan oleh herpes simpleks dengan gejalaluka lepuh, beris
i cairan pada kelamin dan dubur, ditularkan dengan kontak seksual

8. Apa dd dan diagnose bnding pada riri?


Dx : Herpes Zooster
DD : Dermatitis kontak, Varicella, Dermatitis Venenata

9. Apa kompikasi dan prognosis Riri ?


Prognosis herpes
zoster pada pasien dengan usia lebihmuda dan imunokompeten umumny
a baik. Komplikasiyang dapat terjadi adalah post herpetik neuralgia, nam
undapat juga terjadi komplikasi pada mata dan neurologi.
Post herpetik neuralgia atau neuralgia post herpetic
(NPH), merupakan komplikasi yang
paling sering terjadiyang mana pasien merasakan nyeri terus menerus di
tempat infeksi. Nyeri ini dapat menurunkan kualitashidup karena dapat m
enyebabkan gangguan terhadapaktivitas fisik sehari-
hari, berkurangnya mobilitas dangangguan tidur. Pada kondisi yang berat
, pasien dapatmengalami anoreksia, penurunan berat badan, dandepresi.

10. Apa tatalaksana prognosis dan komplikasi pada riri?


Pemeriksaan
Tzanck Smear
Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody
: untukmembedakan diagnosis herpes virus
Imunofluorescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
Pemeriksaan Histopatologik
Pemeriksaan mikroskop electron

Prognosis
: baik pada keadaan imunokompeten danburuk pada keadaan imunoko
mpromise
Komplikasi : kebutaan jika mengenai mata, ototmelemah karna adanya
peradangan saraf pada otot.

Tatalaksana
Contoh : Acyclovir topikal. TL lainnyaitu Kortikosteroiddan analgetic

Skema

LO
1.Inflamasi kulit dan kelamin oleh infeksi
a)Virus
b)Bakteri
c)Jamur
2.Inflamasi kulit dan kelamin oleh alergi
3.Inflamasi kulit dan kelamin oleh gigitan serangga
LO 1 INFLAMASI KULIT DAN KELAMIN OLEH INFEKSI

a)Virus

(Varisella)
2.1 Definisi
Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.2

2.2 Epidemiologi
• Usia
Pada orang yang belum mendapat vaksinasi, 90% kasus terjadi pada anak-anak dibawah
10 tahun, 5% terjadi pada orang yang berusia lebih dari 15 tahun. Sementara pada pasien yang
mendapat imunisasi, insiden terjadinya varicella secara nyata menurun.3
• Insiden
Sejak diperkenalkan adanya vaksin varicella pada tahun 1995, insiden terjadinya varicella
menurun. Dimana sebelum tahun 1995, terbukti di Amerika terdapat 3-4 juta kasus varicella setiap
tahunnya.3
• Transmisi
Transmisi penyakit ini secara aerogen maupun kontak langsung. Penderita yang dapat
menularkan varicella yaitu beberapa hari sebelum erupsi muncul dan sampai vesikula yang
terakhir. Tetapi bentuk erupsi kulit yang berupa krusta tidak menularkan virus. 3
• Musim
Di daerah metropolitan yang beriklim sedang, dimana epidemi varicella sering terjadi pada
musim musim dingin dan musim semi. 3

2.3 Patogenesis
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas dan orofaring. Multiplikasi virus di tempat
tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe ( viremia
primer ). VZV dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, yang merupakan tempat utama
replikasi virus selama masa inkubasi. Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh
mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang timbul.3,4
Pada sebagian besar individu replikasi virus dapat mengatasi pertahanan tubuh yang belum
berkembang sehingga dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang
lebih banyak. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki siklus
viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral
dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan
pada varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan adanya
subklinis infeksi pada banyak organ selain kulit.4
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada
kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap varicella. Pada
orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah terkena
paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama varicella, berlangsung
selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat.4

2.4 Gambaran Klinis


Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10 sampai 21 hari.
Masa inkubasi dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah
menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap
varicella.4
• Gejala prodromal
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang lebih besar
dan dewasa, ruam yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise,
anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk
kering.3,4

• Ruam pada varicella


Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp, dan
kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul berturut-
turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil di punggung
dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan lebih banyak terdapat pada medial
daripada tungkai sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan
vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah peradangan,
seperti daerah yang terkena sengatan matahari.4

Gambar 1. Infeksi VZV : Varicella dengan imunisasi 3

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang 12 jam, dimana
mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel, pustul, dan
krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan aksis panjangnya
sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi
daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “ embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel
cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi
kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga menyebabkan umbilikasi dan
kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung
kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat
terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi
yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.4
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna,
kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat sebagai
ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm. 4

Gambar 2. Lesi dengan spektrum luas 4

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan ( terus-
menerus ), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu prospective study
menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus
sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena
paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan lebih
lama sehingga inokulasi virus lebih banyak. 4
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam
sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan
jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh
kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang
paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler. 4

2.5 Diagnosis Varicella


Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis dan perubahan pada
karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu
sebelumnya. 4
2.6 Laboratorium
Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara histopatologi. Pada
pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung badan
inklusi intranuklear yang asidofilik. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pewarnaan Tzanck,
dimana bahan pemeriksaan dikerok dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian
diletakkan di atas object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan
pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon. 4
Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR) adalah
metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari kultur jaringan, meskipun
kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling
sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode pilihan untuk
diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan merupakan metode
yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam beberapa jam. Jika
real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon dapat digunakan, meskipun
kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen yang lebih teliti.1
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial termasuk
uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes (ELISA). Saat ini
tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk mampu mendeteksi serokonversi
terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap
VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak tersedia secara
komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan cepat untuk dilakukan.
LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial, meskipun dapat menghasilkan hasil yang
positif palsu, dan dapat menyebabkan kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak
terbukti memiliki imunitas terhadap varicella. Dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk
skrining kekebalan terhadap varicella.1

2.7 Komplikasi
Pada anak-anak, varicella jarang disertai komplikasi. Komplikasi tersering umumnya
disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh
stafilokokus atau streptokokus, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi
jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang
terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat menjadi bula
bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.4
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan responsif terhadap
antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum dijumpai dan berpotensi
mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia.4
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan berlangsung lebih
lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi. Pneumonia varicella primer
merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya asimpomatis,
tetapi yang lainnya dapat berkembang mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih
parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis, dan batuk
darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya ruam. 4
Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar luas dan
varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian maupun
keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan pada kehamilan. Janin
dapat meninggal karena kelahiran prematur atau kematian ibu karena varicella pneumonia berat,
tetapi varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara subtansial meningkatkan kematian janin.
Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai komplikasi, viremia pada ibu dapat
menyebabkan infeksi intrauterin ( kongenital ), dan dapat menyebabkan abnormalitas kongenital.
Varicella perinatal ( varicella yang terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran ) lebih serius
daripada varicella yang terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian. 4
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien dengan
defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas
mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang
semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran
visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan
kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan
komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan hingga
parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella malignansi. 4
Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1 diantara 1000 kasus.
Varicella berhungan dengan sindroma Reye ( ensepalopati akut disertai degenerasi lemak di liver
) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40% pada semua kasus
sindroma Reye berhubungan dengan varicella, khususnya pada penderita yang diterapi dengan
aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih umum terjadi
daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1
diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan
neurologi yang menetap. Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap jelas,
dimana pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA pada
cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara langsung pada sistem
saraf pusat. 4
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi
ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan
iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim secara
langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi kompleks,
tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.1,4

2.8 Terapi
• Antivirus
Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan
analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah
suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga
terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir
monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA
polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan
HSV. 4
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai
bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan
frekuensi pemberian obat berkurang. 4
• Topikal
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Untuk mengatasi
gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion
yang mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan.
Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian olongan salisilat sebaiknya dihindari karena
sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat
mencegah infeksi sekunder bakterial. 4
• Anti virus pada anak
Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir ( dalam 24 jam setelah timbul ruam
) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis 4x20 mg/kgBB/hari selama 5 hari
menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya
ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan
dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan
karena varicella merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari
terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun
pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada
waktu yang menguntungkan menguntungkan pasien ( dalam 24 jam setelah timbul ruam ), dan ada
kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat kembali bekerja,
maka obat antivirus dapat diberikan. 4
• Pada remaja dan dewasa
Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir dengan dosis 5x800 mg selama 5
hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya
ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. 4
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang dewasa
muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam
setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral ( 5x800 mg selama 7 hari ) secara signifikan
mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan
menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang
dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 500 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg per
oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja normal dan dewasa,
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama kehamilan karena risiko bagi
janin yang dalam pengobatan belum diketahui. Sementara dokter lain merekomendasikan
pemberian acyclovir secara oral untuk infeksi pada tri semester ketiga ketika organogenesis telah
sempurna, ketika mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan ketika
infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir intravena sering
dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai dengan penyakit sistemik. 4

• Komplikasi varicella pada orang normal


Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten dengan
pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah
sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi demam dan
takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius lainnya dari varicella di orang
dengant imunokompeten, seperti ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi
okular, sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena. 4
• Pasien dengan defisiensi imun
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela menunjukkan
bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden komplikasi yang mengancam
kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam.
Acyclovir intravena menjadi standar perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan
imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir
mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh, tetapi tidak ada uji
klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. 4

Inflamasi kulit dan kelamin oleh infeksi


b)Bakteri

Impetigo
Definisi

Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda,
56:2005). Impetigo bisa terjadi akibat trauma superficial yang membuat robekan kulit dan paling
sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi
jamur, dan pada Insect bites (Beheshti, 2:2007).

Etiologi

Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus Aureus atau Group A Beta Hemolitik


Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada
impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif yang memiliki bentuk bulat dan
berukuran 1 µm, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal,
berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan.
Cara kerja Staphylococcus dengan melakukan pembelahan diri dan menyebar luas masuk
ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Bahan-bahan tersebut
berupa enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim.
Staphylococcus dapat menghasilkan beberapa bahan seperti katalase, koagulase, hyaluronidase,
eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin.
Streptococcus mempunyai karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama
pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A,
(Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase,
eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin.

Klasifikasi

a. Impetigo contagiosa (tanpa gelembung cairan, dengan krusta / keropeng / koreng)


Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering muncul di muka,
yaitu di sekitar hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat
memecah sehingga penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna
kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya. Jenis ini biasanya berawal
dari luka warna merah pada wajah anak, dan paling sering di sekitar hidung dan mulut.
Luka ini cepat pecah, berair dan bernanah, yang akhirnya membentuk kulit kering
berwarna kecoklatan. Bekas impetigo ini bisa hilang dan tak menyebabkan kulit seperti
parut. Luka ini bisa saja terasa gatal tapi tak terasa sakit. Impetigo jenis ini juga jarang
menimbulkan demam pada anak, tapi ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan
kelenjar getah bening pada area yang terinfeksi. Dan karena impetigo sangat mudah
menular, makanya jangan menyentuh atau menggaruk luka karena dapat menyebarkan
infeksi ke bagian tubuh lainnya.

b. Bullous impetigo (dengan gelembung berisi cairan)

Impetigo jenis ini utamanya menyerang bayi dan anak di bawah usia 2 tahun.
Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Impetigo bulosa terdapat pada anak
dan juga pada orang dewasa, paling sering muncul di ketiak, dada, dan punggung.
Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula. Kadang-kadang waktu penderita datang
berobat, vesikel atau bula telah pecah. Impetigo ini meski tak terasa sakit, tapi
menyebabkan kulit melepuh berisi cairan. Bagian tubuh yang diserang seringkali badan,
lengan dan kaki. Kulit di sekitar luka biasanya berwarna merah dan gatal tapi tak terasa
sakit. Luka akibat infeksi ini dapat berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih lama
ketimbang serangan impetigo jenis lain.

Patofisiologi

Infeksi akibat Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus dimana
sebelumnya diketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat
kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui
produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang
lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat
menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik
sindrom syok toksik, dan enterotoksin. Toksin yang dihasilkan bakteri staph ini dapat
menyebabkan impetigo menyebar ke area lainnya. Toksin ini menyerang protein yang membantu
mengikat sel-sel kulit. Sehingga membuat protein ini rusak, dan semakin memudahkan bakteri
menyebar dengan cepat. Dan enzim yang dikeluarkan oleh Stap akan membuat struktur kulit
rusak dan akan timbul rasa gatal yang dapat menyebabkan terbentuknya lesi pada kulit.
Pada awalnya, rasa gatal dengan lesi berbentuk berupa makula eritematosa yang
berukuran 1-2 mm, kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa
Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan
diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula
yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan
keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan kemerahan
minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang
kemudian mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah
krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali menebal.
Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah. Kemudian pada Bullous
impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang sehat dari plak (penonjolan datar di
atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah
ekstensor), bervariasi dari miliar sampai lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan
selama 2 sampai 3 hari. Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan
tipis.

Pemeriksaan Penunjang

Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk
menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negatif. Bisa dilanjutkan dengan
tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara Staphylococcus dan Streptococcus
(Brooks, 332:2005).
Manifestasi Klinis

a. Impetigo Krustosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama
sekitar lubang hidung dan mulut, karena pada daerah tersebut dianggap sumber infeksi.
Tempat lainnya yang dapat terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki),
dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi
(Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).
Biasanya mengenai anak pra sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi,
tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering
disebabkan oleh Streptococcus.
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian
segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan
serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi
gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm,
disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah
krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja,
2005).
b. Impetigo Bulos
Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada,
punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa.
Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang
dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada
awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari
bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta
“varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar
yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan
Orang Tua Peduli, 1:2008).
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai
dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar,
seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau
lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi
yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan
radang paru, infeksi sendi atau tulang.

penatalaksanaan

Prinsip-prinsip penatalaksanaan antara lain :

1. Membersihkan luka yang lecet atau mengalami pengausan secara perlahan-lahan.


Tidak boleh melakukan gosokan-gosokan pada luka terlalau dalam.
2. Pemberian mupirocin secara topical merupakan perawatan yang cukup adekuat
untuk lesi yang tunggal atau daerah-daerah kecil.
3. Pemberian antibiotik sistemik diindikasikan untuk lesi yang luas atau untuk impetigo
bulosa.
4. Pencucian dengan air panas seperti pada Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
diindikasikan apabila lesi menunjukkan keterlibatan daerah yang luas.
5. Diagnosis dan penatalaksanaan yang dini dapat mencegah timbulnya sikatrik dan
mencegah penyebaran lesi.
6. Kebutuhan akan konsultasi ditentukan dari luasnya daerah yang terserang/terlibat
dan usia pasien. Neonatus dengan impetigo bulosa memerlukan konsultasi dengan
ahli neonatologi.
Medikamentosa:
Pemberian antibiotik merupakan terapi yang paling penting. Obat yang dipilih
harus bersifat melindungi dan melawan koagulasi-positif Streptococcus aureus dan
Streptococcus beta hemolyticus grup A

Selulitis
Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi menyebar ke
dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma
dengan penyebab tersering Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada
anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan
tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti
bakterimia dan septikemia. Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti
eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti
demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang mengalami supurasi disebut
flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe yang disebabkan
oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat
absolut antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus.

Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik. Infeksi dapat
menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat dalam memberikan
pengobatan.

Etiologi

Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan
Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah
Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan Staphylococcus
aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis.6
Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes
dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya
disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun
anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada
imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering
melalui aliran darah (buku kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia.

Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia dekade
keempat dan kelima (2). Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dalam beberapa
studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi
peningkatan resiko selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis
kelamin (C).

Gejala Klinis

Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk ditandai
dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran perluasan
kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu.
Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa
pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).

Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise.
Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor
(nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi
tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel,
bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan
limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis. (buku
kuning).

Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa:
malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan
gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan
patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri
tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering
residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis. (buku merah).

Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang dewasa
paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya trauma di
ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi jarang
ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik
streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat
menyebabkan selulitis rekurens. (buku kuning).

Diagnosis Banding

Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant urticaria, insect bite
(respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, eritema migran (Lyme borreliosis),
perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells syndrome (selulitis eosinofilik), Familial
Mediterranean fever-associated cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma
gangrenosum, sweet syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease,
carcinoma erysipeloides.

Diagnosis

Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada


pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas,
edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya
demam dan dapat menjadi septikemia.
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan sering disertai
gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan septikemia. Lesi kulit berwarna
merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga
ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan
darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri.

Komplikasi

Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis dapat berupa
gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah merupakan indikator dini
terjadinya bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal karena
mengakibatkan trombosis sinus cavernpsum yang septik. Selulitis pada wajah dapat
menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis.
Inflamasi kulit dan kelamin oleh infeksi

c)Jamur
• Tinea
Infeksi tinea (atau pipa hitam) adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur yang berbeda-beda.
Jamur-jamur tersebut mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang berbeda. Gejala-gejala infeksi
jamur ini diberi nama berdasarkan di mana jamur terjadi, seperti jamur pada seluruh kulit tubuh
(tinea Corporis), jamur kulit kepala (tinea capitis), tinea kaki (tinea pedis, kurap kaki), tinea cruris
(tinea cruris), dan jamur kuku (tinea unguium).
Klasifikasi

Tinea Korporis

Tinea korporis adalah dermatofitosis yang terjadi pada kulit wajah berminyak (kecuali
jenggot), tubuh dan tungkai (termasuk punggung tangan dan kaki). Tinea corporis disebut
juga tinea sirsinata, tinea globrosa, atau kurap.
Epidemiologi
Tinea korporis terdapat di seluruh dunia, terutama pada daerah tropis dan insiden meningkat
pada kelembaban udara yang tinggi. Penyakit ini masih banyak terdapat di Indonesia dan
masih merupakan salah satu penyakit rakyat.
Di Jakarta, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Di daerah lain,
seperti Padang, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Menado, keadaanya kurang lebih sama,
yakni menempati urutan kedua sapai keempat terbanyak dibandingkan golongan penyakit
lainnya.
Etiologi
Tinea korporis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang meneyrang jaringan
berkeratin. Jamur ini bersifat keratinofilik dan keartinolisis. Penyakit ini disebabkan oleh
Trichophyton, Microsporum, dan E. floccosum. Penyebab utamanya adalah : T.violaseum,
T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon gipseum, M.kanis, M.audolini.
Gejala Klinis
- Mula-mula timbul lesi kulit berupa bercak eritematosa yang gatal, terutama bila
berkeringat. Olah karena gatal dan digaruk, lesi akan makin meluas, terutama pada daerah
kulit yang lembab.
- Timbul lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang
terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya bercak-bercak terpisah
satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir
yang polisiklik karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.
- Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak menunjukkan
tanda-tanda radang yang akut.
- Pada kasus yang tidak mendapatkan pengobatan, dapat menyebar luas dan kadang
berbentuk lingkaran yang dapat diasumsikan sebagai penampakan granulomatosa.
Cara Penularan
Bersentuhan dengan kulit pasien yang terinfeksi kurap ataupun binatang peliharan,
menyentuh permukaan benda yang telah digunakan penderita kurap (pakaian, handuk,
tempat tidur, sprei, dan sisir).
Pencegahan
- Menjaga kebersihan
- Biasakan mencuci tangan
- Jangan menggunakan pakaian yang lembab atau basah dalam waktu yang lama
- Periksakan selalu hewan peliharaan yang Anda miliki agar terhindar dari penularan kurap
lewat binatang peliharaan
- Hindarilah kebiasaan meminjam atau meminjamkan barang pribadi
Diagnosis
- Diagnosis tinea korporis ditegakkan berdasarkan klinik dan lokalisasinya, serta
pemeriksaan kerokan kulit dari tepi lesi dengan mikroskop langsung dengan larutan
KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora jamur.
- Untuk melihat elemen jamur lebih nyata, dapat ditambahkan zat warna pada sediaan
KOH, misalnya tinta parker superchroom blue black.
- Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
sedian basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu
ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.
Penatalaksanaan
Bila kurap yang timbul tergolong ringan, ini dapat diatasi dengan menggunakan krim atau
lotion anti-jamur yang dijual bebas, contohnya; terbinafine (Lamisil AT) dan clotrimazole
(Lotrimin AF).
Bila kondisi pasien terlihat cukup parah, maka dapat diberikan obat oles dengan kandungan
yang lebih kuat dan obat yang diminum, seperti Griseofulvin.
Pemberian antibiotik hanya diberikan jika terjadi komplikasi berupa rusaknya kulit, atau
gejala bertambah parah karena infeksi bakteri sekunder. Pengobatan demikian hendaknya
ditangani sesuai dengan petunjuk dokter agar terhindar dari komplikasi atau efek samping
yang tidak diinginkan.

Tinea Kruris

Tinea cruris atau yang biasa disebut dengan jock itch adalah dermatofitosis yang
mengenai paha atas bagian tengah, daerah inguinal (daerah lipat paha), pubis, perineum
(antara anus dan kemaluan) dan daerah perianal (dekat lubang anus). Disebabkan oleh jamur
dari spesies Trichophyton, Microsporum dan E. Floccosum.
Epidemiologi
Tinea kruris terdapat di seluruh dunia, terutama pada daerah tropis dan insiden meningkat
pada kelembaban udara yang tinggi. Penyakit ini masih banyak terdapat di Indonesia dan
masih merupakan salah satu penyakit rakyat.
Gejala Klinis
- Tinea cruris memiliki gejala yang diawali dengan kulit berwarna merah berbentuk
setengah lingkaran yang menyebar dari lipatan pangkal paha hingga paha bagian atas.
- Pangkal paha akan terasa sedikit gatal pada tahap awal infeksi, namun jika tidak segera
ditangani, kondisi akan memburuk dan menimbulkan rasa gatal yang tidak tertahankan.
- Lepuhan-lepuhan kecil dapat muncul di pinggiran lesi, yang seringkali menimbulkan rasa
gatal dan sensasi seperti terbakar.
- Kulit yang terinfeksi dapat menjadi bersisik atau terkelupas.
Cara Penularan
Tinea cruris biasa menjangkiti orang-orang yang banyak mengeluarkan keringat, seperti
atlet, namun banyak diderita juga oleh orang-orang yang menderita diabetes dan obesitas.
Penularan dapat juga diakibatkan oleh penggunaan handuk yang bersamaan atau bahkan
kontak langsung pada penderitanya.
Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan menjaga kelembaban tubuh tetap seimbang, ini dilakukan
dengan menjaga kebersihan pribadi, tidak menggunakan pakaian yang ketat atau berbahan
panas, gunakan pakaian yang menyerap keringat dan rajinlah berganti pakaian, biarkan
sirkulasi udara pada area selangkangan tetap baik dengan tidak memakai celana yang
berlapis-lapis. Angin dan cahaya matahari pagi dapat membantu mengeringkan luka dan
mengusir jamur, gumakan sabun antiseptik sebagai perlindungan tambahan.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas dan ditemukannya elemen
jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopik langsung memakai larutan KOH
10-20 %.
Penatalaksanaan
- Jika kurap selangkangan tidak begitu parah, penggunaan krim atau lotion yang dijual
bebas bisa saja digunakan dan pemulihannya bisa sangat cepat. Namun, tetap dianjurkan
untuk tetap menggunakannya selama 10 hari dengan dosis 2 kali sehari, guna mengurangi
kemungkinan munculnya jamur untuk kedua kalinya.
- Bila obat oles tidak berhasil mengatasi gangguan kulit, dokter dapat menyarankan
konsumsi pil anti-jamur, berikan informasi jika memiliki alergi.
- Obat anti-jamur dapat berupa obat oles allylamine atau jenis azole yang mampu
menghentikan pertumbuhan pada membran sel jamur.
- Krim Hidrokortison 1% juga digunakan untuk mengatasi rasa gatal yang tidak nyaman,
hanya saja pemberian krim steroid ini harus berdasarkan anjuran ahli medis, karena dapat
menghambat sistem kekebalan tubuh pasien dan efek samping lainnya.

a) Tinea Pedis

Tinea pedis disebut juga Athlete’s foot = “Ring worm of the foot”. Penyakit ini sering
menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti tukang cuci,
pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus memakai sepatu yang
tertutup seperti anggota tentara. Penyakit ini menyebabkan munculnya kerak, kulit yang
bersisik/berkerak atau melepuh, serta rasa gatal pada area kaki yang terinfeksi.
Etiologi
Tinea pedis biasanya disebabkan oleh jamur dari genus trichophyton, yaitu jamur
epidermophyton floccosum, T. mentagrophytes, T. rubrum, dan T. tonsurans. Jamur dapat
menginfeksi kaki melalui berbagai cara. Tempat-tempat atau fasilitas umum yang berada di
lokasi yang lembap merupakan tempat jamur-jamur ini berkembang biak, menjadikan orang-
orang yang tinggal di lokasi seperti ini memiliki risiko terinfeksi jamur.
Gejala Klinis
Untuk mengenali gejala tinea pedis, perlu diketahui juga beberapa klasifikasi yang dimiliki
oleh kondisi ini. Klasifikasi tinea pedis yang berbeda dapat memiliki gejala yang berbeda
juga, seperti:
• Interdigital tinea pedis, umumnya menginfeksi daerah lembut antara jari-jari kaki.
Infeksi ini dapat menimbulkan gejala berupa gatal, kemerahan, atau peradangan kulit di
antara jari-jari kaki yang terlihat selalu tampak basah.
• Chronic hyperkeratotic tinea pedis, merupakan kondisi telapak kaki kemerahan dengan
kerak yang kronis pada penderita tinea pedis. Penderita infeksi jamur ini dapat
merasakan gatal atau tidak merasakan gejala sama sekali. Kerak terdiri atas tumpukan-
tumpukan sel kulit, tampak berwarna putih.
• Acute ulcerative tinea pedis, adalah kondisi munculnya bintik-bintik berisi nanah dan
lepuhan-lepuhan berisi cairan yang berkembang cepat disertai dengan adanya luka dan
erosi pada kulit. Kondisi ini umumnya terjadi pada ruang antar jari. Selain itu, dapat
terjadi infeksi jaringan lunak dan pembuluh limfe di sekitar lesi.
• Vesiculobullous athlete’s foot. Gejala yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini adalah
kulit yang melepuh atau adanya kantung berongga (bula) pada lapisan kulit yang
memerah di area telapak kaki.
Cara Penularan
Kebiasaan bertelanjang kaki juga dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi tinea pedis.
Lokasi seperti kolam renang, area mandi yang terinfeksi, kebiasaan menggaruk kaki yang
terinfeksi jamur, atau menggunakan handuk sembarangan dapat meningkatkan risiko
terinfeksi tinea pedis. Kebiasaan seperti ini juga dapat membantu penyebaran jamur ke area
tubuh lain, terutama daerah tubuh yang selalu dalam kondisi hangat atau lembap, seperti jari
kaki yang selalu terbungkus kaos kaki dan sepatu.
Pencegahan
- Memastikan kaki dalam keadaan kering dengan membatasi penggunaan sepatu yang
terlalu ketat dan sempit.
- Anda bisa menggunakan bedak antijamur pada kaki yang terinfeksi untuk mencegah
infeksi tinea pedis kembali.
- Menjaga agar kuku kaki selalu pendek atau terpotong rapi. Gunakan gunting kuku yang
berbeda dengan gunting kuku yang Anda gunakan untuk area yang sedang terinfeksi.
- Gunakan kaos kaki yang terbuat dari bahan yang ringan dan dapat menyerap
kelembapan serta rutin mengganti kaos kaki jika kaki mulai terasa lembap.
- Kurangi berjalan tanpa alas kaki di fasilitas umum, seperti kolam renang dan kamar
mandi umum. Gunakan sandal agar kaki yang lembap tidak berada di dalam kondisi
tertutup.
- Gunakan pemutih klorin dalam larutan pembersih kaos kaki atau larutan pembersih
lantai, bak mandi, lantai kamar mandi, dan permukaan konter untuk mencegah
penyebaran infeksi jamur.
- Hindari menggunakan sepatu yang sama atau sepatu bekas secara bergantian untuk
mengurangi sekaligus menghindari risiko penularan infeksi jamur dari orang yang
terinfeksi tinea pedis.
- Jagalah selalu kebersihan kaos kaki dan sepatu Anda, serta hindari juga penggunaan
handuk secara bergantian.
Diagnosis
Beberapa tes yang dapat dilakukan pada sampel kulit adalah tes KOH atau tes mikroskopi
untuk yang menggunakan potasium hidroksi untuk mendeteksi penyebab infeksi. tes ini
membantu dokter untuk mencari penyebab lain yang mempunyai gejala serupa, seperti
psoriasis, eksim, eritrasma, kandidiasis, dermatitis kontak, dan pitted keratolysis. Selain itu,
dapat dilakukan biakan dengan menggunakan agar khusus.
Penatalaksanaan
Sekitar sepertiga kasus tinea pedis sembuh tanpa obat. Namun pemberian obat topikal
antijamur pada kulit dapat sangat membantu meredakan infeksi. Oleskan obat topikal sesuai
anjuran dokter untuk mencegah infeksi datang kembali atau menyebar ke bagian tubuh
lainnya. Beberapa infeksi jamur yang parah dapat memerlukan obat topikal tambahan atau
obat antijamur oral. Obat-obatan dapat terus digunakan selama 2-6 minggu atau lebih. Obat
antijamur oral dapat dikonsumsi selama dua minggu atau lebih tergantung seberapa parah
atau jenis infeksi yang menyerang.
Pasien juga dapat diberikan obat berupa potassium permanganate yang harus dilarutkan di
dalam air sebagai pengganti obat antijamur. Selain melawan infeksi jamur, obat-obatan ini
juga dapat membantu meredakan peradangan dan rasa gatal akibat infeksi tersebut. Pastikan
Anda mengikuti instruksi dokter saat menggunakan obat antijamur agar terhindar dari efek
samping maupun komplikasi yang mungkin terjadi.

b) Tinea Unguium

Tinea unguium adalah infeksi jamur kuku atau dalam bahasa medis tinea unguium
adalah kondisi umum yang dimulai dengan bintik putih atau kuning di bawah ujung kuku
tangan atau kuku jari kaki. Infeksi jamur yang parah dapat menyebabkan kuku menghitam,
menebal, dan hancur di tepi. Infeksi ini dapat mempengaruhi beberapa kuku tetapi biasanya
tidak semua kuku terinfeksi.
Etiologi
Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, diikuti oleh Trichophyton mentagrophytes
varian interdigitale, dan Epidermophyton floccosum. T. rubrum tersering ditemukan pada
kuku tangan, sedangkan T. mentagrophytes terutama pada kuku kaki.
Penyebab
✓ Infeksi jamur pada kuku tangan memiliki kemungkinan lebih tinggi jika terlalu sering
mencuci tangan atau kontak langsung dengan air terlalu sering. Seorang yang bekerja
sebagai juru masak atau pembersih akan sering mencuci tangan sehingga dapat merusak
kulit yang melindungi kuku. Hal tersebut memungkinkan jamur untuk masuk.
✓ Kuku yang mengalami luka atau rusak juga dapat menjadi sarana untuk jamur masuk
dan menginfeksi. Kondisi kesehatan seperti memiliki riwayat penyakit diabetes,
memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
✓ Lingkungan hidup yang tidak sehat.
✓ Infeksi jamur pada kaki lebih sering terjadi daripada pada tangan, hal ini disebabkan
karena kaki lebih sering tertutup oleh sepatu. Kaki yang tertutup sepatu berada pada
kondisi tidak mendapatkan paparan sinar matahari, bersuhu hangat dan lembab.
Gejala Klinis
- Kuku mengalami penebalan
- Kuku menjadi rapuh, mudah hancur atau tidak berbentuk
- Bentuk kuku menjadi tidak jelas
- Kuku menjadi kusam
- Kuku berubah warna menjadi gelap.
- Kulit disekitar kuku akan mengalami radang atau bersisik.
- Jika infeksi jamur tidak diobati maka dapat menghancurkan kuku dan mungkin dapat
menyebabkan nyeri.

Pengobatan
- Mengkonsumsi obat golongan antijamur yang diresepkan oleh Dokter. Proses
penyembuhan untuk infeksi jamur pada kuku diperlukan sekitar empat bulan atau lebih
untuk benar-benar menghilangkan infeksi.
- Menggunakan obat antijamur yang berbentuk seperti cat kuku atau kutek pada kuku
yang terinfeksi. Berkonsultasilah dengan Dokter untuk mendapatkan resep obat ini.
- Menggunakan krim yang mengandung obat golongan antijamur. Krim ini bekerja lebih
baik jika kuku ditipiskan agar obat pada krim lebih mudah masuk.
- Berkonsultasi dengan dokter jika diperlukan beberapa tindakan untuk menyembuhkan
infeksi jamur pada kuku, seperti pencabutan kuku. Jika infeksi kuku termasuk pada
kondisi yang berat atau sangat menyakitkan maka Dokter akan menyarankan
pencabutan kuku. Kuku akan dapat tumbuh kembali setelah dicabut, namun
memerlukan waktu yang lama.
Pencegahan
- Menjaga kuku agar tetap pendek dan menipiskan bagian kuku yang menebal. Hal ini
dapat membantu mengurangi rasa sakit dan mempermudah obat masuk kedalam kuku.
Sebelum melakukan penipisan kuku dapat mengoleskan krim yang mengandung urea
setiap malam pada kuku yang akan ditipiskan dan menutupi mereka dengan perban.
- Cuci bagian kuku yang diberi krim urea pada pagi hari. Ulangi sampai kuku melunak.
Jika Anda memiliki kondisi yang menyebabkan buruknya aliran darah pada kaki
sehingga tidak dapat memotong kaki, maka Anda dapat melakukannya di penyedia
layanan kesehatan seperti puskesmas atau klinik secara rutin untuk memotong kuku.
- Menggunakan gunting kuku yang berbeda untuk memotong kuku yang terinfeksi. Hal
ini dibutuhkan agar tidak terjadi kontaminasi infeksi jamur pada kuku yang lain.
- Menjaga kuku agar tidak terluka atau cedera dengan menggunakan sarung tangan vinil
ketika melakukan pekerjaan basah dan menggunakan sarung tangan katun untuk
melakukan pekerjaan kering.
- Jika infeksi jamur terjadi pada kuku kaki, maka perlu menggunakan sepatu yang pas
pada kaki dan menjaga kaki agar tetap kering dan bersih.

Kandidiasis
Definisi

Kandidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang disebabakan oleh
jamur kandida. Kandida adalah suatu spesies yang paling umum ditemukan di rongga mulut dan
merupakan flora normal. Telah dilaporkan spesies kandida mencapai 40 – 60 % dari seluruh
populasi mikroorganisme rongga mulut. Terdapat lima spesies kandida yaitu k.albikans, k.
tropikalis, k. glabrata, k. krusei dan k. parapsilosis. Dari kelima spesies kandida tersebut k. albikans
merupakan spesies yang paling umum menyebabakan infefksi di rongga mulut. Struktur k.
albikans terdiri dari dinding sel, sitoplasma nukleus, membrane golgi dan endoplasmic retikuler.
Dinding sel terdiri dari beberapa lapis dan dibentuk oleh mannoprotein, gulkan, glukan chitin. K.
albikans dapat tumbuh pada media yang mengandung sumber karbon misalnya glukosa dan
nitrogen biasanya digunakan ammonium atau nitrat, kadang – kadang memerlukan biotin.
Pertumbuhan jamur ditandai dengan pertumbuhan ragi yang berbentuk oval atau sebagai elemen
filamen hyfa/pseudohyfa (sel ragi yang memanjang) dan suatu masa filamen hyfa disebut
mycelium. Spesies ini tumbuh pada temperatur 20 – 40 derajat Celsius.
Kandidiasis adalah infeksi atau penyakit akibat jamur Candida, khususnya C. albicans.
Penyakit ini biasanya akibat debilitasi (seperti pada penekan imun dan khususnya AIDS),
perubahan fisiologis, pemberian antibiotika berkepanjangan, dan hilangnya penghalang (Stedman,
2005). Walaupun demikian jamur tersebut dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu atau pada
orang-orang yang mempunyai penyakit-penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh sehingga
menimbulkan suatu penyakit misalnya, sering ditemukan pada penderita AIDS (Farlane .M, 2002).
Klasifikasi

1. Kandidosis Selaput Lendir


a. Candidiasis Vaginalis
Candidiasis Vaginalis adalah infeksi jamur candida albcans pada alat genetalia wanita
(vagina). Candidiasis Vaginalis merupakan penyakit yang bersifat kompleks, artinya penyebab dan
yang mendorong terjadinya penyakit ini tidak satu faktor tetapi lebih dari satu factor. Kandidiasis
vagina merupakan infeksi pada vagina yang melibatkan pertumbuhan berlebih dari ragi, atau
jamur, yang dikenal sebagai Candida. Ragi ini biasanya hadir dalam usus, mulut dan vagina,
sebagai sejumlah organisme lain . Jika keseimbangan mikroorganisme terganggu, seperti yang
dapat terjadi dengan mengambil spektrum luas antibiotik , fluktuasi hormon, dan kondisi lainnya,
pertumbuhan berlebih dari ragi dapat terjadi. Vaginal candidiasis. Kandidiasis vagina, sering
disebut sebagai "infeksi jamur," adalah masalah yang umum, mempengaruhi hampir 75% dari
wanita dewasa dalam hidup mereka. Gatal dan keluarnya, tebal putih adalah gejala yang paling
umum dari kandidiasis vagina. Hal ini juga dapat membuat hubungan seksual dan nyeri buang air
kecil. Jaringan eksternal sekitar vagina, vulva, bisa menjadi merah dan bengkak. Kandidiasis
vagina dapat diobati dengan berbagai agen antijamur, beberapa di antaranya tersedia over-the-
counter. Meskipun satunya cara untuk tegas mendiagnosis kandidiasis vagina adalah untuk
melihat ragi di bawah mikroskop, banyak wanita memperlakukan diri mereka sendiri berdasarkan
gejala mereka. Studi menunjukkan bahwa, dari semua pembelian over-the-counter perawatan ragi,
sebanyak dua pertiga digunakan oleh wanita yang tidak memiliki kandidiasis vagina . Perawatan
yang tepat biasanya menghasilkan resolusi gejala. Jika gejala tetap atau berulang, mungkin
menandakan bahwa kondisi lain hadir atau bahwa ragi telah menjadi resisten terhadap pengobatan
yang digunakan.
b. Candidiasis oral/mulut
Candidiasis Oral adalah infeksi jamur ragi dari genus Candida pada membran berlendir
mulut. Hal ini sering disebabkan oleh Candida albicans, atau kadang oleh Candida glabrata dan
Candida tropicalis. sariwan pada mulut bayi disebut candidiasis, sementara jika terjadi di mulut
atau tenggorokan orang dewasa diistilahkan candidosis atau moniliasis. Gejalan infeksi mulut ini
spesies Candida biasanya memunculkan kumpulan lapisan kental berwarna putih atau krem pada
membran mucosal (dinding mulut dalam). Pada mucosa mulut yang terinfeksi mungkin muncul
radang (berwarna merah). Orang dewasa mungkin mengalami rasa tidak nyaman atau rasa
terbakar. Kelompok yang beresiko terkena penyakit ini, yaitu :
1) Bayi yang baru lahir.
2) Penderita Diabet, khususnya bagi yang tidak mengontrol diabetnya.
3) Sebagai efek samping dari obat-obatan, yang paling sering obat antibiotik. Corticosteroids
(sejenis hormon steroid) hisap/hirup untuk perawatan kondisi paru-paru (misalnya Asma)
bisa juga berdampak pada candidiasis mulut.
4) Orang-orang dengan immunodefisiensi (misalnya penderita HIV/AIDS atau pengobatan
kemoterapi).
5) Perempuan yang sedang mengalami perubahan hormonal, seperti kehamilan atau mereka
yang menggunakan pil pengontrol kelahiran.
6) Orang sehat yang dengan sadar/tidak sadar telah mendatangkan kontak secara rutin dengan
ragi, misal pengguna gigi palsu dan perokok.
c. Perleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah, dan
dasarnya eritematosa. Faktor predisposisinya ialah defisiensiriboflavin.
d. Vulvovaginitis
Biasanya sering trdapat pada px DM karena kadar gula darah danurin yang tinggi dan
pada wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam epitelvagina. Keluhan utama ialah gatal
di daerah vulva. Pada yang berat terdapat pularasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispareunia.
Pada pemeriksaan yang ringantampak hiperemia di labia minora, introitus vagina, dan vagina
terutama 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat kelainan yang khas ialah bercak-bercak
putihkekuningan. Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia minora danulkus-
ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar introitus vaginal. Fluor albus berwarna
kekuningan . Tanda yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalansebagai kepala susu berwarna
putih kekuningan. Gumpalan tersebut berasal darimassa yang terkelupas dari dinding vulva
atau vagina terdiri atas bahan nekrotik,sel-sel epitel dan jamur.

2. Kandidosis Kutisa
a. Kandidiasis intertriginosa : Cutaneus kandidiasis adalah suatu penyakit kulit yang
disebabkan oleh infeksi jamur dari genus Candida. Kandidiasis terbagi menjadi 2 macam
yakni kandidiasis profunda dan kandidiasis superfisial. Nama lain dari kutaneus
kandidiasis adalah superficial kandidiasis atau infeksi kulit-jamur; infeksi kulit-ragi;
intertriginous candidiasis. Berdasarkan letak gambaran klinisnya terbagi menjadi
kandidiasis terlokalisasi dan generalisata. Gejalanya yaitu adanya lesi di daerah lipatan
kulit ketiak, lipat paha,intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis,
danumbilikus, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa.Lesi
tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel dan pustul kecil atau bula yang bila pecah
meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi
primer.
b. Kandidiasis perianal : Yaitu lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe
basah.Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.
c. Kandidiasis kutis generalisata : Lesi terdapat pada glabrous skin (kulit tidak berambut),
biasanya juga di lipat payudara, intergluteal dan umbilikus. Seringdisertai glositis,
stomatitis dan paronikia.
d. Balanitis adalah radang pada kepala penis (bentuk kerucut pada ujung penis). Posthitis
adalah radang pada kulup. Secara umum, jamur atau infeksi bakteri di bawah kulup
menyebabkan posthitis. Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga
terjadi. Peradangan tersebut menyebabkan nyeri, rasa gatal, kemerahan, bengkak dan bisa
akhirnya menyebabkan penyempitan (stricture) pada urethra. Pria yang mengalami
balanoposthitis mengalami peningkatan resiko berkembangnya balanitis xerotica
obliterans, phimosis, paraphimosis, dan kanker di kemudian hari. Gejalanya yaitu penderita
merasa nyeri dan gatal, warna kepala penis kemerahan dan bengkak.
e. Balanopostitis adalah peradangan menyeluruh pada kepala penis (glans penis) dan
kulitnya. Penis menjadi nyeri, gatal-gatal, kemerahan dan membengkak, serta bisa
menyebabkan terjadinya penyempitan uretra. Penderita balanopostitis di kemudian hari
bisa menderita balanitis xerotika oblitterans, fimosis, parafimosis dan kanker. Lelaki yang
berhubungan intim dengan perempuan yang mengidap jamur berpotensi terkena penyakit
ini. Peradangan biasanya terjadi akibat infeksi jamur atau bakteri di bawah kulit pada penis
yang tidak disunat.
f. Kandidiasis Mukokutan Kronik : Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi
leukosit atau sistem hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan bermacam-macam
defisiensi yang bersifat genetik, umumnya terlihat pada anak-anak. Gambaran klinisnya mirip
penderita dengan defek poliendokrin
g. Paronikia dan Onikomikosis : Diderita oleh orang-orang yang pekerjaanya berhubungan dengan air,
bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah,
kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk lekuk,kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh
tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringandi bawah kuku seperti pada tinea unguium.
h. Diaper rash : Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang digantiyang
dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejalasisa
dermatitis oral dan perianal.
i. Kandidiasis granulomatosa : Sering menyerang anak-anak, lesi berupa papulkemerahan
tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat padadasarnya. Krusta
dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya seringterdapat di muka,
kepala, badan, tungkai, dan farings.

3. Kandidosis Sistemik
a. Endokarditis : Sering pada px morfinis sebagai akibat komplikasi penyuntikanyang
dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh px sesudah operasi jantung.

b. Meningitis : Karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama denganmeningitis TB,


atau karena bakteri lain.

c. Pielonefritisd : pielonefritis adalah sangat umum, dengan kasus 12-13 per tahun per 10.000
penduduk pada wanita dan kasus 3-4 per 10.000 pada pria. Wanita muda yang paling
mungkin akan terpengaruh, secara tradisional mencerminkan aktivitas seksual dalam
kelompok umur. Bayi dan orang tua juga pada peningkatan risiko, yang mencerminkan
kelainan anatomi dan status hormonal.
d. Septikemi : adalah suatu keadaan dimana terdapatnya multiplikasi bakteri dalam darah
(bakteremia). Istilah lain untuk septikemia adalah Blood poisoning atau Bakteremia
dengan sepsis. Sepsis adalah istilah klinis yang dipakai untuk suatu bakterimia yang
bergejala. Septikemia merupakan suatu kondisi infeksi serius yang mengancam jiwa, dan
cepat memburuk. Sumber infeksinya berasal dari paru-paru, saluran kencing, tulang radang
otak dll. Gejalanya dimulai dengan demam tinggi, menggigil, nafas cepat dan denyut
jantung cepat. Penderita kelihatan sangat sakit. Gejala berkembang menjadi syok, dengan
penurunan suhu (hypothermia), penurunan tekanan darah, perubahan mental (bengong),
dan gangguan bekuan darah sehingga timbul bercak perdarahan di kulit (petechiae dan
ecchymosis). Bisa ditemukan penurunan jumlah urin. Kematian biasanya disebabkan
septik syok atau ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
4. Reaksi id (kandidid)
Karena adanya metabolit kandida, klinisnya berupavesikel-vesikel yang bergerombol,
terdapat pada sela jari tangan atau bagian badan yang lain mirip dermatofitid. Di tempat tersebut
tidak ada elemen jamur.Bila lesi kandidiasis diobati, kandidid akan menyembuh. Jika dilakukan
uji kulitdengan kandidin (Ag kandida) memberi hasil positif.

Penyebab

Penyebab tersering Candidiasis adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang lainnya
adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C. pseudotropicalis, C.
lusitaneae. Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian
besar dari spesies candida tersebut patogen oportunistik pada manusia, walaupun mayoritas dari
spesies tersebut tidak menginfeksi manusia. C. albicans adalah jamur dimorfik yang
memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida, sehingga merupakan
penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.
Jamur jenis ini adalah jamur yang sangat umum terdapat di sekitar kita dan tidak berbahaya
pada orang yang mempunyai imun tubuh yang kuat. Candida ini baru akan menimbulkan masalah
pada orang-orang yang mempunyai daya tahan tubuh rendah, misalnya penderita AIDS, pasien
yang dalam pengobatan kortikosteroid, dan tentu saja bayi yang sistem imunnya belum sempurna.
Jamur Candida ini adalah jamur yang banyak terdapat di sekitar kita, bahkan di dalam vagina
ibu pun terdapat jamur Candida. Bayi bisa saja mendapatkan jamur ini dari alat-alat seperti dot
dan kampong, atau bisa juga mendapatkan Candida dari vagina ibu ketika persalinan. Selain itu,
kandidiasis oral ini juga dapat terjadi akibat keadaan mulut bayi yang tidak bersih karena sisa susu
yang diminum tidak dibersihkan sehingga akan menyebabkan jamur tumbuh semakin cepat.
Mekanisme Terjadinya Kandidiasis
Fase Patogenesis. Pada fase patogenesis, terjadi perjalanan penyakit dalam tubuh manusia
sehingga muncul berbagai gejala klinis antara lain sebagai berikut:
• Sebagian penderita asimtomatis atau mempunyai keluhan yang sangat ringan disertai perasaan
gatal
• Bila hebat seringkali akan mengeluh perasaan panas dan nyeri sewaktu koitus
• Fluor albus berwarna keputih-putihan seperti susu pecah
• Pada pemeriksaan didapatkan vulva edema, hiperemia, dan erosi
• Vagina hiperemia disertai discharge keputihan tebal yang bila diangkat mukosa di bawahnya
mengalami erosi, kadang-kadang discharge sedikit, encer, atau seperti normal.
Rasa terbakar pada vagina atau vulva tidak selalu merupakan faktor pembeda untuk vaginitis
akibat jamur dan vaginosis akibat bakteri. Suatu studi menemukan bahwa faktor-faktor pembeda
terbaik antara lain penggunaan kondom, penggunaan antibiotik dalam waktu dekat, usia muda, dan
tidak adanya gonorrhea atau vaginosis akibat bakteri. PH vagina pada infeksi jamur lebih rendah
daripada vaginitis tipe lain dan biasanya sekitar 3.8-4.2, tetapi yang paling sering di bawah 4.5.
Pengecatan gram untuk menunjukkan jamur adalah metode diagnosis yang tepat seperti kulturnya
tetapi ini hanya terjadi pada pasien simtomatik karena adanya latar belakang positif pada wanita
tanpa problem jamur. Pemeriksaan apusan dapat akurat apabila baik hifa dan spora terlihat tetapi
degnan hasil negatif. Seorang wanita dapat menunjukkan ekskret keputihan atau kekuningan yang
tidak encer atau seperti keju. Gatal-gatal dan rasa panas (terbakar) pada vulva tidak selalu terjadi
atau bahkan kemerahan dan membengkak.
Fase Convalescense. Fase convalescense merupakan proses penyembuhan yang
mempengaruhi kemungkinan keluaran hasil akhir dari perjalanan sakit. Kemungkinan hasil akhir
perjalanan penyakit ini adalah sembuh total atau sembuh dengan gejala sisa.

Diagnosis
Cara mengidentifikasi jamur Candida albicans dari lesi kelainan lidah adalah bahan
pemeriksaan diambil dari lesi kelainan lidah dengan cara dikerok dengan cotton bud steril,
dimasukkan ke dalam medium transport glukosa bulyon, simpan dalam termos pendingin untuk
dibawa ke laboratorium mikrobiologi.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan pengecatan Gram pada bahan pemeriksaan, lalu dilihat di
bawah mikroskop, jamur ini memberikan warna ungu karena bersifat Gram positif, bentuk oval
dan pada beberapa sel jamur terlihat adanya tunas.
Pemeriksaan isolasi dan identifikasi jamur dilakukan melalui perbenihan jamur pada SDA
yang dieramkan pada suhu kamar selama 24 jam, dari hasil perbenihan ini didapat koloni berwarna
putih, bulat agak cembung dengan bau khas ragi. Dilakukan pemeriksaan Gram dan uji fermentasi
terhadap bahan pemeriksaan pada perbenihan karbohidrat (glukosa, maltosa, sakarosa, laktosa)
yang telah ditambahkan fenol red sebagai indikator. Perubahan warna merah dari indikator fenol
red menjadi kuning menunjukkan terbentuknya asam pada reaksi fermentasi tersebut. Untuk
mengetahui pembentukan gas digunakan tabung Durham yang diletakkan secara terbalik dalam
tabung reaksi. Gas yang terbentuk akan tampak sebagai ruang kosong pada tabung Durham.
Identifikasi Candida albicans diambil berdasarkan reaksi fermentasi karbohidrat dan
terbentuknya gas dalam tabung Durham . Untuk spesies Candida albicans memperlihatkan hasil
reaksi fermentasi dan gas pada glukosa dan maltosa, dan terjadi proses fermentasi tanpa
menghasilkan gas pada sukrosa dan tidak terjadi proses fermentasi pada medium laktosa
Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat pula dibantu dengan adanya
pemeriksaan penunjang, antara lain :
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10 % atau dengan
pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat pula agar
ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol ) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan
disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 370C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa
yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan
tersebut pada corn meal agar.
Beberapa penunjang lain :
1. Laboratorium : ditemukan adanya jamur candida albicans pada swab mukosa
2. Pemeriksaan endoskopi : hanya diindikasikan jika tidak terdapat perbaikan dengan pemberian
flukonazol.
3. Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur.
4. Diagnosa pasti dengan biopsi

Pengobatan
.

Pencegahan

A. Cara Pencegahan
Lakukan deteksi dini dan pengobatan dini terhadap infeksi lokal pada mulut, esofagus atau
kandung kencing bagi mereka yang memiliki faktor predisposisi sistemik untuk mencegah
terjadinya penyebaran sistemik. Kemoprofilaksis dengan fluconazole mengurangi kejadian
candidiasis pada bagian dalam tubuh, 2 bulan pertama setelah transplantasi alogenik sum-sum
tulang.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar.
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat.
2. Isolasi tidak diperlukan
3. Disinfeksi serentak : lakukan disinfeksi terhadap sekret dan benda-benda yang terkontaminasi.
4. Karantina:Tidak diperlukan.
5. Imunisasi kontak :Tidak diperlukan.
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi : Tidak bermanfaat pada kejadian kasus yang sporadis.
7. Pengobatan spesifik : Memperbaiki faktor-faktor yang mendasari munculnya candidiasis
sangat membantu pengobatan. Misalnya melepas kateter intravena. Pemberian nistatin topikal
atau derivat azole (Miconazole, Clotrimazole, Ketoconazole, Fluconazole) sangat bermanfaat
untuk berbagai bentuk candidiasis superfisialis. Clotimazole oral (Mycerex®) berupa tablet
isap atau larutan Nystatin efektif untuk pengobatan lesi mulut. Suspensi Itraconazole
(Sporanox®) atau Fluconazole (Diflucan®) – efektif untuk candidiasis oral dan esefagus.
Infeksi vagina bisa diobati dengan Fluconazole oral atau Clotimazole topikal, Miconazole,
Butoconazole, terconazole, tioconazole atau nystatin. Amphotericine B (Fungizone) IV,
dengan atau tanpa 5-fluorocytosine, adalah obat pilihan untuk visceral candidiasis atau
candidiasis invasive. Preparat lipid Amphotericin B mungkin juga efektif.

C. Tindakan penanggulangan wabah


KLB sering terjadi karena cairan infus yang terkontaminasi dan adanya bayi yang menderita
lesi mulut di ruang perawatan bayi baru lahir. Disinfeksi serentak dan pembersihan secara
menyeluruh seharusnya diterapkan sama seperti yang dilakukan pada disinfeksi KLB diare di
rumah sakit. (lihat diare, bagian IV, 9A).
D. Implikasi bencana : Tidak ada
E. Tindakan internasional : Tidak ada.

LO 2 Inflamasi kulit dan kelamin oleh alergi

DERMATITIS KONTAK ALERGI

DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan yang menempel pada kulit.
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.1 Dermatitis kontak alergik terjadi
pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu allergen. Ini merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe IV atau tipe lambat.2

EPIDEMIOLOGI
Bila dibandingan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya
mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka. Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI
akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat
menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu
berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA
akibat kerja tiga kali lebih sering daripada DKA akibat kerja.1
Perbedaan jenis kelamin dalam perkembangan terjadinya dermatitis kontak alergi
tidak sepeuhnya diketahui karena hanya sedikit penelitian yang mempelajari induksi
sensitasi bahan alergen pada laki-laki dan wanita.3
Angka kematian dermatitis kontak akibat kerja menurut laporan dari beberapa
negara berkisar 20-90 dari penyakit kulit akibat kerja. Ada variasi yang besar oleh karena
tergantung pada derajat dan bentuk industrialisasi suatu negara dan minat dokter kulit
setempat terhadap dermatitis kontak akibat kerja. Di Amerika Serikat penyakit kulit akibat
kerja perseribu pekerja paling banyak dijumpai berturut-turut pada pekerja pertanian 2,8%,
pekerja pabrik 1,2%, tenaga kesehatan 0,8% dan pekerja bangunan 0,7%. Menurut laporan
Internasional Labour Organization terbanyak dijumpai pada tukang batu & semen 33%,
pekerja rumah tangga 17% dan pekerja industri logam dan mesin 11% sedangkan tenaga
kesehatan 1%.4

ETIOLOGI
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya
rendah (< 1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses disebut hapten, bersifat
lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel
epidermis dibawahnya (sel hidup). Faktor penunjang yang mempermudah timbulnya
dermatitis kontak tersebut yaitu potensi sensitisasi allergen, dosis per unit area, luas daerah
yang terkena, lama pajanan, status imunologik, suhu udara, kelembaban lingkungan.1
Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan fungsinya yaitu:
1. Asam, misalnya asam maleat.
2. Aldehida, misalnya formaldehida.
3. Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.
4. Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.
5. Ester, misalnya Benzokain
6. Eter, misalnya benzil eter
7. Epoksida, misalnya epoksi resin
8. Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.
9. Quinon, misalnya primin, hidroquinon.
10. Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.
11. Komponen tak-larut, misalnya terpentin 4

PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun
yang diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV suatu hipersensitivitas tipe
lambat. 1,6 Reaksi ini melalu dua fase yaitu fase sensitisasi dan fase eksitasi. Hanya individu
yang telah mengalami sensitasi dapat menderita DKA.1
Terdapat dua tahap dalam terjadinya dermatitis kontak alergik, yaitu tahap induksi
(sensitivitasi) dan tahap elisitasi.1,2
Fase Sensitisasi
Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap
oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh enzim
lisosom serta dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lenkap. Setelah
keratinosit terpajan oleh hapten, akan melepaskan IL-1 yang akan mengaktifkan sel
Langerhans sehingga mampu menstimulasi sel-T.1 Di kelenjar limfe, kompleks yang
terbentuk akan merangsang sel limfosit T di daerah parakorteks untuk memperbanyak diri
dan berdiferensiasi menjadi sel T efektor dan memori.7 Interleukin 2 yang dihasilkan oleh
sel T akibat pelepasan IL-1 oleh sel Langerhans akan mengakibatkan proliferasi sel T
memori yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh dan akan memasuki fase eksitasi bila
kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-
21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit.1

Fase elisitasi
Fase kedua hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen
(hapten). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans dan
diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di
permukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR antigen akan dipresntasikan kepada sel T
yang terlah tersensitisasi (sel T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga
terjadi proses aktifasi.1
Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk
mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF
gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid.
Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga
terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam
kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.4

TANDA DAN GEJALA


Keluhan yang umum dirasakan penderita adalah gatal. Kelainan kulit bergantung
pada keparahan dermatitis dan lokasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesike, vesikel atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di
tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum eritema dan edema lebih dominan
daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering berskuama, papul, likenifikasi, dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.1
1.Fase akut.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan
bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula
yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang
berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila
pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas.
Keluhan subyektif berupa gatal.
2.Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka
proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema
ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.
3.Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang
hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur,
kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi
atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat
dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak
dengan bahan lain yang tidak dikenal.

Berbagai lokasi terjadinya DKA


1. Tangan:
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
misalnya pada ibu rumah tangga. Sebagian besar dermatitis pada tangan disebabkan
oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah
sayuran/tanaman, semen dan pestisida.
2. Lengan:
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung
tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh deodorant,
antiperspirant.
3. Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen
yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Pada bibir dan disekitar bibir
dapatdisebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak
mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.
4. Telinga
Sering kali disebabkan oleh anting atau jepit telinga terbuat dari nikel. Penyebab
lainnya meliputi obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu
pendengaran.
5. Leher dan Kepala
Pada leher penyebabnya antara lain kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung
jari), parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relatif tahan
terhadap alergen kontak, namun pada keadaan tetentu dapat terjadi dermatitis akibat
cat rambut, hair spray, shampo atau larutan pengeriting rambut.
6. Badan
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik
dan deterjen.
7. Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan
alergen yang berada di tangan.
8. Paha dan tungkai bawah
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal
(anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.4

DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat
topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi.1
1. Anamnesis
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari
kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu
mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang
baik dengan pasien.4
2. Pemeriksan Fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi
pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah
sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian
tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu
penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan Penunjang
Kelainan kulit pada DKA seringkali tidak menunjukkan gambaran morfologi yang
khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau
psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah DKI. Sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk dapat memastikan apakah dermatitis tersebut karena kontak
alergi. Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah pemeriksaan patch test (uji
tempel).1 Uji tempel digunakan untuk alergen dengan BM rendah yang dapat menembus
stratum korneum yang utuh (membran barier kulit yang intak).4
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau
satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3. Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa
dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang
tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4. Rasa gatal
5. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

DIAGNOSIS BANDING
A. Dermatitis atopik
Erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat -tempat tertentu seperti lipat siku,
lipat lutut dise rtai riwayat atopi padapenderita atau keluarganya. Penderita dermatitis
atopik mengalami efek padasisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi
IL-4 yang akanmerangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang
merangsangpembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun
dankepekaan terhadap alergen kontak menurun.
B. Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang
logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
C. Dermatitis dishidrotik
Erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan telapak kaki,
dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
D. Dermatomikosis
Infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur denganefloresensi kulit bersifat polimorf,
berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
E. Dermatitis seboroik
Bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar
alae nasi, alis mata dan di belakang telinga.
F. Liken simplek kronikus
Bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau sensitisasi. Harus dibedakan
dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.
G. Dermatitis Kontak Iritan
Perbedaan DKA dan DKI
Perbedaan DKI DKA

Keluhan Itching, smarting, Nyeri, itching


stinging,nyeri
Batas tegas, terbatas pada Lesi dapat melebihi
Lesi daerah yang terpapar bahan daerah yang terpapar
iritan nahan alergen, biasanya
berupa vesikel yang
kecil
Bahan Bahan iritan, tergantung Bahan alergen, tidak
pada konsentrasi dan letak tergantung konsentrasi
kulit yang terpapar, semua bahan, hanya pada orang
orang bisa kena yang mengalami
hipersensitifitas
Reaksi yang Akibat kerusakan jaringan Proses reaksi
muncul hipersensitivitas tipe 4

PENATALAKSANAAN
A. Non medikamentosa
1. Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak alergik adalah dengan
mengidentifikasikan penyebab dan menghindari penyebab tersebut, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya, dan perlindungan terhadap kulit.
2. Pasien disarankan untuk melakukan pencegahan, antara lain dengan cara penggantian
asesoris yang berbahan nikel dengan bahan lainyang tidak menyebabkan alergi,
penggunaan detergen sesuai petunjuk, dan mengganti sarung tangan karet dengan
sarung tangan plastic.
3. Tidak menggaruk atau menambah luka pada daerah lesi.1,2,4
B. Medikamentosa
1. Topikal
Medikamentosa topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberikan terapi basah (kompres terbuka), bila
kering diberikan terapi kering. Medikamentosa saja dapat diberikan pada kasus-kasus
ringan.2,4
a. Kortikosteroid
Mempunyai peran penting dalam sistem imun. Pemberian secara topikal
akan menghambat fase sensitisasi dan elitisasi. Steroid menghambat ektivasi dan
proliverasi spesifik antigen.2
Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut pada daerah lesi.
Untuk meningkatkan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat
dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu
diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi
akneiformis.2,4
b. Radiasi ultraviolet
Paparan ultraviolet mneyebabkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan
menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang
dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan
hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga
menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan
UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis
dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah
sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear.2,4
Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang
diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat
berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga
merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.2,4
c. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek
minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di
epidermis atau dermis.2
d. Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus)
dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T
melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan
tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik.2
SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti
inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan
kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding
dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit.
Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan obat tersebut tidak
mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya
dengan pemakaian secara oral.2
2. Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema,
juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik.
a. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya.
Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin.
Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat
pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.2,4,5
b. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular
atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Bila diberikan
dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Efek sampingnya
terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari
insomnia hingga depresi.2,4,5
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat
pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.1,2,4
c. Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan
menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi
aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi
ICAM-1.2
d. Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi
ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang
memiliki efek menghambat peradangan.2
e. FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular.
Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis
leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga
diberikan secara topikal.2

Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya
dapat disingkirkan.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab
dermatitis kontak, kapan terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor
pencetusnya, terjadinya kontak ulang dan adanya faktor individual seperti atopi.
Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis kontak alergik lebih baik daripada
dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik daripada DKI kronis yang bersifat
kumulatif dan susah disembuhkan.
LO 3 Inflamasi kulit dan kelamin oleh gigitan serangga

Insect Bites (gigitan serangga)


Insect Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali
menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal. Reaksi tersebut boleh
dibilang biasa, bahkan gigitan serangga ada yang berakhir dalam beberapa jam sampai berhari-
hari. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa.

Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan serangga di
antaranya adalah:

1. Reaksi alergi berat (anaphylaxis).

Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam kehidupan dan membutuhkan
pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:

· Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak mendapatkan
masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital)

· Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau kerongkongan/tenggorokan

· Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan selaput lendir
(angioedema)

· Pusing dan kacau

· Mual, diare, dan nyeri pada perut

· Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak

Gejala tersebut dapat diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi.

2. Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.

Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:

· Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam

· Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat

· Laba-laba gembel (hobo)

· Kalajengking

3. Reaksi racun dari serangan labah, tawon, atau semut api.


Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah menyengat. Lebah madu
afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu
kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak.

Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat berkali-kali. Si jaket
kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi.

Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya, kemudian memutar
kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur memutar dan berkali-kali.

4. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.

5. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.

6. Penyakit serum (darah)

Sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan
serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah penggunaan anti serum.

7. Infeksi virus.

Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang, menyebabkan inflamasi
pada otak (encephalitis).

8. Infeksi parasit.

Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.

Gejala

Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari berbagai macam faktor
yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri,
dan gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut. Kulit yang
terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka
tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut.

Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas, pingsan dan
hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis. Ini juga
diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga.

Penatalaksanaan Gigitan Serangga

Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak adalah gejala yang paling sering
ditemui. Hal ini dapat diobati di rumah dengan antihistamin. Jika terjadi infeksi, sangat penting
menjaga area gigitan supaya tidak meluas.
Orang yang tidak mempunyai riwayat tergigit serangga juga harus ke Unit Gawat Darurat
jika: mendesah, sesak nafas, dada sesak atau sakit, tenggorokan sakit atau susah berbicara, pingsan
atau lemah, infeksi.

Manajemen di Rumah Sakit : perawatan definitif meliputi pengecekan kembali ABC dan
mengevaluasi pasien atas tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering danpucat,
perubahan status mental, hipotensi).

Anda mungkin juga menyukai