Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Disusun untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan 3

Disusun Oleh:

NOVIRA PRATIWI
18613221

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Oleh : Novira Pratiwi


Judul : PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

Telah disetujui dalam rangka mengikuti Praktek Klinik Keperawatan III


Mahasiswa D III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo pada tanggal 26 April-2 Mei 2021 di Rumah Sakit
Umum Muhammadiyah Ponorogo.

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )
A. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
1. Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaaan arteri
koroner yang menyempit dan tersumbat, sehingga menyebabkan aliran
darah ke area jantung yang disuplai arteri tersebut berkurang (Black &
Hawks, 2014). Penyakit jantung koroner terjadi ketika arteri yang
mensuplai darah untuk dinding jantung mengalami pengerasan dan
penyempitan (Saputra, 2014). Lemone, Burke, & Bauldoff (2015)
menyatakan penyakit jantung koroner terjadi karena kerusakan aliran
darah menuju miokardium. National Heart, Lung, and Blood Institute
(NHLBI) (2015) menyatakan bahwa PJK adalah penyakit dengan
keadaan plak yang menumpuk di dalam arteri koroner yang
merupakan penyuplai darah yang kaya akan oksigen menuju ke otot
jantung.
2. Etiologi
Penyakit jantung koroner biasanya disebabkan oleh ateroklerosis,
sumbatan pada arteri koroner oleh plak lemak dan fibrosa. Penyakit
jantung koroner ditandai dengan angina pectoris, sindrom koroner
akut, dan atau infark miokardium (Lemone, Burke, Bauldoff, 2015).
Penyebab primer penyakit arteri koroner adalah inflamasi dan
pengendapan lemak di dinding arteri (Black & Hawks, 2014).
Sherwood (2014) menambahkan spasme vascular yang merupakan
suatu konstriksi spastik abnormal yang secara transie menyempitkan
pembuluh koronaria dan spasme vaskular berkaitan dengan tahap awal
penyakit arteri koronaria.
3. Faktor Risiko
Faktor risiko yang mencetuskan PJK dapat dikelompokkan dalam dua
kategori yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat
dimodifikasi:
a. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi
Hipertensi adalah hasil tekanan darah yang
konsisten sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg.
Hipertensi merusak sel endotel arteri, kemungkinan
disebabkan oleh kelebihan tekanan dan perubahan
karakteristik aliran darah. Kerusakan ini dapat merangsang
perkembangan plak ateroklerotik.
2) Diabetes
Diabetes mempengaruhi endotelium pembuluh
darah, berperan pada proses ateroklerosis. Hiperglikemia
dan hiperinsulinemia, perubahan fungsi trombosit,
kenaikan kadar fibrinogen, dan inflamasi juga berperan
pada perkembangan aterosklerosis pada orang diabetes.
3) Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah kadar lemak dan lipoprotein
tinggi yang abnormal. Lipoprotein densitas rendah (LDL)
adalah pembawa utama kolesterol, Kadar tinggi LDL
meningkatkan ateroklerosis karena LDL menyimpan
kolesterol pada dinding arteri, Kenaikan trigliserida juga
berperan pada risiko pada PJK.
4) Merokok
Pria perokok mempunyai dua hingga tiga kali risiko
mengalami penyakit jantung disbanding pria bukan
perokok; wanita yang perokok mempunyai risiko hingga
empat kalinya. Nikotin membuat kontriksi arteri,
membatasi perfusi jaringan (pengiriman aliran darah dan
oksigen). Lebih lanjut, nikotin mengurangi kadar HDL dan
meningkatkan agregasi trombosit, meningkatkan risiko
pembentukan thrombus.
5) Obesitas
Obesitas umumnya didefinisikan sebaga indeks massa
2
tubuh (IMT) 30 kg/m atau lebih dan distribusi lemak yang
mempengaruhi risiko PJK. Orang yang obes mempunyai
risiko hipertensi, diabetes, dan hyperlipidemia yang lebih
tinggi dibanding dengan yang nornal.
6) Kurang aktifitas fisik
Kurang aktifitas fisik dikaitkan dengan risiko PJK
yang lebih tinggi. Manfaat latihan pada kardiovaskular
mencakup peningkatan ketersediaan oksigen ke otot
jantung, penurunan kebutuhan oksigen dan beban kerja
jantung, serta peningkatan fungsi miokardium dan stabilitas
listrik. Efek positif lain dari aktifitas fisik teratur mencakup
oenurunan tekanan darah, lemak darah, kadar insulin,
agregasi trombosit, dan berat badan.
7) Diet
Diet adalah faktor risiko PJK terutama supan lemak
dan kolesterol secara bebas. Diet banyak buah, sayur,
gandum utuh, dan asam lemak tidak jenuh tampak
mempunyai efek perlindungan untuk mencegah penyakit
PJK.
b. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Black & Hawks,
2014).
1) Keturunan (termasuk ras)
Anak-anak dari orang tua yang memiliki penyakit
jantung memiliki risiko PJK yang lebih tinggi. Peningkatan
risiko ini terkait dengan predisposisi genetik pada
hipertensi, peningkatan lemak darah, diabetes dan
obesitas yang meningkatkan risiko PJK.
2) Pertambahan usia
Usia mempengaruhi risiko dan keparahan PJK.
PJK simtomatis tampaknya lebih banyak pada orang
berusia lebih dari 40 tahun, 4 dari 5 orang yang meninggal
karena PJK berusia 65 tahun atau lebih.
3) Jenis kelamin
Pria memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami serangan
jantung pada usia lebih muda, risiko pada wanita
meningkat signifikan pada masa menopause, sehingga
angka PJK pada wanita setelah menopause dua atau tiga
kali lipat pada usia yang sama sebelum menopause.
4. Patofisiologi
a. Aterosklerosis
Pada aterosklerosis, lemak menumpuk pada lapisan intima
arteri. Muttaqin (2009) menambahkan bahwa penyakit
arteriosklerosis disebabkan akibat kelainan metabolism lipid,
koagulasi darah, dan keadaan biofisika serta biokimia dinding
arteri. Fibroblast di area tesebut merespons dengan memproduksi
kolagen dan sel otot polos berproliferasi, bersama-sama
membentuk lesi kompleks yang disebut plak. Plak terdiri atas
sebagian besar kolesterol, trigliserida, fosfolipid, kolagen, dan sel
otot polos. Plak mengurangi ukuran lumen pada arteri yang
terserang, mengganggu aliran darah. Selain itu plak dapat
menyebabkan ulkus, menyebabkan pembentukan thrombus yang
dapat menyumbat pembuluh secara komplet.

Gambar
1. Ateroklersosis:
Gambar A menunjukkan lokasi jantung dalam tubuh.
Gambar B menunjukkan arteri coroner normal dengan aliran
darah yang normal.
Gambar C menunjukkan arteri koroner menyempit oleh plak.
Penumpukan plak membatasi aliran darah yang kaya oksigen
melalui arteri (NHLBI, 2015). Plak yang menebal akan
menghambat pertukaran nutrien bagi sel-sel yang terletak di
dalam dinding arteri yang terkena sehingga terjadi degenerasi
dinding di sekitar plak (Sherwood, 2014). Seiring waktu, plak
dapat mengeras atau pecah (membuka). Plak mengeras akan
mempersempit arteri koroner dan mengurangi aliran darah yang
kaya oksigen ke jantung. Jika ruptur plak, gumpalan darah
dapat terbentuk di permukaannya, sehingga bekuan darah besar
sebagian atau seluruhnya dapat memblokir aliran darah melalui
arteri koroner. Jika aliran darah yang kaya oksigen ke otot jantung
berkurang atau diblokir, angina atau serangan jantung bisa
terjadi (NHLBI, 2015).
b. Angina Pektoris
Angina Pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena
iskemia miokardium, ditandai dengan episode nyeri dada. Angina
pectoris stabil memiliki tampilan klinis yang khas yaitu rasa tidak
nyaman dan lokasi yang sulit ditunjuk didaerah dada atau lengan,
dipicu oleh aktifitas fisik atau stress emosional dan membaik 5-10
menit. Sedangkan angina pektoris tidak stabil yaitu rasa tidak
nyaman di dada terjadi saat istirahat atau aktivitas minimal, dan
biasanya berlangsung lebih 20 menit, terkadang berkembang
menjadi nyeri hebat dan terus menerus (Setiati, et. al, 2014).
Ketika kebutuhan oksigen miokardium lebih besar disbanding
yang dapat disuplai oleh pembuluh yang tersumbat sebagian, sel
miokardium menjadi iskemik dan berpindah ke metabolisme
anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan asam laktat yang
merangsang ujung saraf otot, menyebabkan nyeri. Nyeri
berkurang saat suplai oksigen kembali dapat memenuhi kebutuhan
miokardium (Lemone, Burke, Bauldoff, 2015). Tiga tipe angina
(Lemone, Burke, Bauldoff, 2015) adalah :
1) Angina stabil
Adalah bentuk angina yang paling umum dan dapat
diprediksi. Angina stabil terjadi pada jumlah
aktivitas atau stress yang dapat diprediksi dan
merupakan manifestasi umum PJK. Angina stabil
biasanya terjadi saat kerja jantung meningkat karena
latihan fisik, terpajan dingin, atau stress.
2) Angina Prinzmetal (varian)
Adalah angina atipikal yang mendadak (tidak terkait
dengan aktivitas) dan seringkali pada malam hari.
Angina ini disebabkan oleh spasme arteri koroner
dengan atau tanpa lesi aterosklerotik. Mekanisme pasti
spasme arteri koroner tidak diketahui. Dapat terjadi
akibat respons system simpatis hiperaktif, perubahan
aliran kalsium dalam otot polos, atau penurunan
prostaglandin yang meningkatkan vasodilitasi.
3) Angina tidak stabil
Terjadi pada peningkatan frekuensi, keparahan, dan
durasi. Nyeri tidak dapat diduga dan terjadi pada
penurunan tingkat aktivitas atau stres dan dapat
terjadi pada saat istirahat. Pasien angina tidak stabil
berisiko mengalami infark miokardium.
c. Infark miokardium
Infark miokardium terjadi saat obstruksi komplet arteri
koroner mengganggu suplai darah ke area miokardium. Jaringan
yang terkena menjadi iskemik dan akhirnya mati (infark) jika
suplai darah tidak diperbaiki (Setiati, et. al, 2014). Area nekrotik
dibatasi oleh area jaringan yang cedera atau rusak, yang pada
gilirannya dikelilingi oleh area jaringan iskemik. Ketika sel
miokardium mati, sel hancur dan melepaskan beberapa isoenzim
jantung ke dalam sirkulasi. Kenaikan kadar kreatinin kinase
(creatinin kinase, CK) serum serum dan troponin spesifik jantung
adalah indicator spesifik infark miokardium (Lemone, Burke,
Bauldoff, 2015).

Gambar 2. Infark miokardium:

Gambar A adalah gambaran dari jantung dan arteri menunjukkan


kerusakan koroner (otot jantung mati) yang disebabkan oleh
serangan jantung.

Gambar B adalah penampang arteri koroner dengan penumpukan


plak dan bekuan darah (NHLBI, 2015).

Jika terjadi infark pada pembuluh darah yang lebih kecil, pasien
berisiko lebih tinggi mengalami miokard infark yang dapat
berlanjut menjadi miokard infark gelombang Q. sebuah miokard
infark gelombang Q terjadi akibat berkurangnya aliran darah
melalui salah satu arteri koroner yang menyebabkan
miokardium mengalami iskemia, jejas, dan nekrosis (Saputra,
2014). Ketika suatu pembuluh koronaria tersumbat total, jaringan
jantung yang dilayani oleh pembuluh tersebut segera mati akibat
kekurangan O2 dan terjadi serangan jantung (Sherwood, 2014).

5. Respon Psikologis Dari Pasien PJK


a. Denial (Penyangkalan)
Penyangkalan akan terjadi pada pasien PJK, banyak orang
berpikir jantung sebagai lokus hidup, masalah seperti angina
mengingatkan orang akan kematian dan suatu kenyataan yang
menakutkan. Penyangkalan dapat menyebabkan ketidakinginan
minum obat yang diprogramkan atau melakukan aktivitas yang
akan memicu angina. Sebagian pasien dapat menjadi takut ikut
dalam aktivitas karena nyeri dada yang mungkin terjadi.
Ketidakefektifan tersebut akan mempercepat proses aterosklerosis
dan menghambat pembentukan sirkulasi kolateral dan
memperburuk angina (Lemone, Burke, Bauldoff, 2015).
b. Depresi

Depresi merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas


pada pasien dengan penyakit jantung koroner, terutama setelah
sindrom koroner akut. Kebanyakan penelitian menunjukkan
depresi sebagai gangguan penting yang mengarah ke
peningkatan peristiwa penyakit kardiovaskular, rawat inap
ulang di rumah sakit dan kematian karena PJK. Depresi telah
ditemukan menjadi faktor risiko dalam etiologi PJK.
Aterosklerosis merupakan mekanisme patofisiologi yang
mendasari PJK, diketahui berkembang selama dekade sebelum
gejala klinis pertama. Oleh karena itu, aterosklerosis dapat
memfasilitasi gejala depresi bahkan sebelum gejala klinis PJK
(Nekouei, et. al, 2012).

c. Kecemasan
Kecemasan memiliki dampak negatif terhadap prognosis
pada pasien PJK. Roest et al. (2010) dalam Nekouei (2012)
mempelajari hubungan antara kecemasan dan faktor-faktor risiko
penyakit arteri koroner, dan menemukan bahwa kecemasan
merupakan faktor risiko independen untuk PJK dan kematian
jantung.

d. Stres
Respon seseorang terhadap stress dapat berkontribusi
terhadap perkembangan PJK dan dapat meningkatkan risiko PJK
melalui efek pada faktor risiko utama seperti beberapa orang
berespon stress dengan makan berlebihan atau dengan
meningkatkan merokok, dan stress juga berhubungan dengan
peningkatan tekanan darah (Black & Haws, 2014). Variabel-
variabel yang biasa dianggap sebagai komponen dari stres
meliputi: depresi dan kecemasan, isolasi sosial dan kurangnya
dukungan sosial, peristiwa kehidupan akut dan kronis, karakteristik
pekerjaan dan psikososial (Nekouei, et. al, 2012).
e. Isolasi social
Kurangnya dukungan sosial adalah diindikasikan sebagai
prediktor onset dan prognosis PJK. Seseorang yang menderita
penyakit ini untuk pertama kalinya akan mencari dukungan sosial
dan cara menghadapinya (Nekouei, et. al, 2012).
6. Komplikasi
Sherwood (2014) menyatakan hasil akhir dari Infark Miokard Akut
(serangan jantung) menunjukkan:
a. Kematian mendadak
1) Gagal jantung akut karena jantung terlalu lemah untuk
memompa darah secara efektif untuk menunjang jaringan
tubuh
2) Fibrilasi ventrikel fatal yang ditimbulkan oleh kerusakan
jaringan penghantar khusus atau dipicu oleh kekurangan O2.
b. Kematian tertunda akibat penyulit
1) Ruptur mematikan dinding jantung yang mati dan mengalami
degenerasi
2) Gagal jantung kongestif yang semakin parah karena
jantung yang melemah tidak mampu memompa keluar semua
darah yang kembali pada jantung.

c. Pemulihan fungsional penuh


Daerah yang rusak digantikan dengan jaringan parut yang kuat
disertai oleh pembesaran jaringan kontraktil yang tersisa
untuk mengompensasi hilangnya otot jantung.
d. Pemulihan dengan gangguan fungsi
Menetapnya defek fungsional permanen, misalnya bradikardi atau
blok hantaran, akibat kerusakan jaringan otoritmik atau penghantar
yang tidak dapat diperbarui.
7. Penatalaksanaan
Manajemen medis pada pasien PJK adalah mengurangi dan
mengendalikan factor risiko serta mengembalikan suplai darah ke
miokardium. Beragam teknik telah dikembangkan untuk membuka
pembuluh darah dan mengembalikan aliran darah melalui arteri
koroner seperti percutaneous coronary intervention (PCI),
percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA), dan
tindakan bedah seperti coronary artery bypass graft (CABG) (Black &
Hawks, 2014). Setelah terapi farmakologi dan tindakan bedah berhasil
memperbaiki kondisi pasien, selanjutnya sesuai indikasi pasien untuk
mengikuti program rehabilitasi jantung untuk pemulihan , dan
menyiapkan pasien secara bertahap kembali pada aktivitas sehari-
hari pasien sebelum terkena PJK (Mertha, 2010).
8. Pathway
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1. Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis. (Wantiyah,2010:
hal 17)
2. Keluhan utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan skala
nyeri 0-10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengakajian nyeri
secara mendalam menggunakan pendekatan PQRST, meliputi prepitasi
dan penyembuh, kualitas dan kuatitas, intensitas, durasi, lokasi,
radiasi/penyebaran,onset (Wantiyah,2010: hal 18)
3. Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain
apakah klien pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark
miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta
ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya. (Wantiyah,2010: hal 17)
4. Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk
membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya secara lengkap.
Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada. (Wantiyah,2010: hal 18)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita
penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga
faktor-faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan
peningkatan tekanan darah. (A.Fauzi Yahya 2010: hal 28) 8
6. Riwayat psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit jantung
koroner adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah, ketergantungan,
depresi dan penerimaan realistis. (Wantiyah,2010: hal 18)
7. Pola aktivitas dan latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung
koroner untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan
aktivitas. Pasien penyakit jantung koroner mengalami penurunan
kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.(Panthee & Kritpracha,
2011:hal 15)
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan
klien dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga
diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma
atau koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan
atau tampak tidak sakit.
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah
180/110 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20
kali/menit, suhu 36,2 C. (Gordon, 2015: hal 22)
c. Pemeriksaan fisik persistem
1. Sistem persyarafan, meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan
seluruh ekstermitas dan kemampuan menanggapi respon verbal
maupun non verbal. (Aziza, 2010: hal 13)
2. Sistem penglihatan, pada klien PJK mata mengalami pandangan
kabur.(Gordon, 2015: hal 22)
3. Sistem pendengaran, pada klien PJK pada sistem pendengaran
telinga , tidak mengalami gangguan. (Gordon, 2015:hal 22)
4. Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati.
(Gordon, 2015:hal 22).
5. Sistem respirasi, pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara
dinit tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi.
Pengkajian meliputi persentase fraksi oksigen, volume tidal,
frekuensi pernapasan dan modus yang digunakan untuk bernapas.
Pastikan posisi ETT tepat pada tempatnya, pemeriksaan analisa gas
darah dan elektrolit untuk mendeteksi hipoksemia. (Aziza, 2010:
hal 13)
6. Sistem kardiovaskuler, pengkajian dengan tekhnik inspeksi,
auskultrasi, palpasi, dan perkusi perawat melakukan pengukuran
tekanan darah; suhu; denyut jantung dan iramanya; pulsasi prifer;
dan tempratur kulit. Auskultrasi bunyi jantung dapat menghasilkan
bunyi gallop S3 sebagai indikasi gagal jantung atau adanya bunyi
gallop S4 tanda hipertensi sebagai komplikasi. Peningkatan irama
napas merupakan salah satu tanda cemas atau takut
(Wantiyah,2010: hal 18)
7. Sistem gastrointestinal, pengkajian pada gastrointestinal meliputi
auskultrasi bising usus, palpasi abdomen (nyeri, distensi).
(Aziza,2010: hal 13)
8. Sistem muskuluskeletal, pada klien PJK adanya kelemahan dan
kelelahan otot sehinggah timbul ketidak mampuan melakukan
aktifitas yang diharapkan atau aktifitas yang biasanya dilakukan.
(Aziza,2010: hal 13)
9. Sistem endokrin, biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah.
(Aziza,2010: hal 13)
10. Sistem Integumen, pada klien PJK akral terasa hangat, turgor baik.
(Gordon, 2015:hal 22)
11. Sistem perkemihan, kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri
pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen
bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang jenis
cairan yang keluar . (Aziza,2010: hal 13)

9. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan
penunjang diantaranya:
a. EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat.
b. Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya
kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau aneurisma
ventrikiler (Kulick, 2014: hal 42).
c. Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak
digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak
jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika
arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan
maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014:
hal 42).
d. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua
bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam aktivitas
memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama
serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin
menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012 hal 43).
e. Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif
minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui
pembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi
jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan
khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai angiogram,
tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan
sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan
(Mayo Clinik, 2012: hal 43).
f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)
Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi
Koroner adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
membantu memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna
kontras disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat
menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast
CT scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito
lemak yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium
ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012:
hal 43).
g. Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan
dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk
mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun
pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo
Clinik, 2012: hal 44).

10. Penatalaksaan
Penatalaksanaan Menurut, Hermawatirisa,2014: hal 12
a. Hindari makanan kandungan kolesterol yang tinggi
Kolesterol jahat LDL di kenal sebgai penyebab utana terjadinya proses
aterosklerosis, yaitu proses pengerasan dinding pembuluh darah,
terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata.
b. Konsumsi makanan yang berserat tinggi
c. Hindari mengonsumsi alcohol.
d. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok
e. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki
kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi, olahraga bermanfaat
karena
f. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
g. Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih
berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol
h. Menurunkan tekanan darah
i. Meningkatkan kesegaran jasmani
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut
Definisi: Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan
dengan istilah seperti (internasional asosiation for the study of pain) ; awitan
yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan
akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang
dari 6 bulan.
2. Intoleransi aktivitas
Definisi: Ketidak cukupan energi fisiologis atau psikologisuntuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
3. Gangguan pertukaran gas
Definisi: Kelebihan atau kekuarangan oksigenasi dan atau eleminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
4. Perfusi jaringan perifer tidak efektif
Definisi: Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
5. Anxiety
Definisi: Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
INTERVENSI KEPERAWATAN

N Standar Diagnoga Standar Luaran Standar Intervensi


O Keperawatan Keperawatan Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen neyri
Definisi : pengalaman asuhan keperawatan
Tindakan
sensorik atau emosional selama 3x24 jam
Observasi
yang berkaitan dengan diharapkan :
1. Identifikasi lokasi,
kerusakan jaringan aktual 1. Keluhan nyeri
karakteristik, frekuensi
atau fungsional, dengan menurun
dan intensitas nyeri
onset mendadak atau 2. Meringis
2. Identifikasi skala nyeri
lambat dan berintensitas kesakitan
3. Identifikasi respon nyeri
ringan hingga berat yang menurun
4. Identifikasi faktor yang
berlangsung kurang dari 3 3. Sikap protektif
memperberat dan
bulan. menurun
meringankan nyeri
Gejala dan tanda mayor : 4. Gelisah
5. Monitor keberhasilan
Subjektif: menurun
terapi komplementer yang
1. Mengeluh nyeri 5. Frekuensi nadi
sudah diberikan
Objektif : membaik
6. Monitor efek samping
1. Tampak meringis 6. Kesulitan tidur
penggunaan analgetik
2. Bersikap protektif menurun
Terapeutik
3. Gelisah 7. Tekanan darah
7. Berikan teknik
4. Frekuensi nadi membaik
nonfarmakologi untuk
meningkat 8. Pola nafas
mengurangi rasa nyeri
5. Sulit tidur membaik
8. Control lingkungan yang
Gejala dan tanda minor 9. Nafsu makan
memperberat rasa nyeri
Objektif : membaik
9. Fasilitasi istirahat dan
1. Tekanan darah 10. Proses berfikir
tidur
meningkat membaik
10. Pertimbangkan jenis dan
2. Pola napas tidak 11. Menarik diri
sumber nyeri dalam
berubah menurun
pemilihan strategi
3. Nafsu makan 12. Berfokus pada
meredakan nyeri
berubah diri sendiri Edukasi
4. Proses berpikir menurun 11. Jelaskan penyebab, dan
terganggu 13. Diaphoresis pemicu nyeri
5. Menarik diri menurun 12. Jelaskan strategi
6. Berfokus pada diri meredakan nyeri
sendiri 13. Anjurkan memonitor nyeri
7. Diaphoresis secara mandiri
14. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian
analgetik

Kriteria Hasil :
1. Kemudahan
2. Intoleransi Aktivitas melakukan Manajemen energi
Definisi: ketidak cukupan aktivitas sehari-
Tindakan
energi untuk melakukan hari meningkat
Observasi
aktivitas sehari-hari. 2. Jarak berjalan
 Identifkasi
Penyebab: meningkat
gangguan fungsi
a. Ketidakseimbangan 3. Kekuatan tubuh
tubuh yang
antara suplai darah bagian atas
mengakibatkan
dan oksigen menigkat
kelelahan
b. Tirah baring 4. Kekuatan tubuh
 Monitor kelelahan
c. Kelemahan bagian bawah
fisik dan
d. Imobilitas meningkat
emosional
e. Gaya hidup 5. Keluhan lelah
 Monitor pola dan
monoton menurun jam tidur
Gejala tanda mayor: 6. Dispnea setelah  Monitor lokasi dan
Subjektif beraktivitas ketidaknyamanan
a. Mengeluh lelah menurun selama melakukan
7. Dispnea saat aktivitas
Objektif beraktivitas Terapeutik
1. Frekuensi jantung menurun  Sediakan
meningkat >20% 8. Sianosi menurun lingkungan
dari kondisi 9. Perasaan lemah nyaman dan
istirahat menurun rendah stimulus
10. Frekuensi nadi (mis. cahaya,
Gejala tanda minor : membaik suara, kunjungan)
Subjektif 11. Frekuensi nafas  Lakukan rentang
a. Dispnea membaik gerak pasif
saat/setelah 12. Saturasi oksigen dan/atau aktif
aktivitas membaik  Berikan aktivitas
Objektif 13. EKG iskemia distraksi yang
a. Tekanan darah menurun menyenangkan
berubah >20% dari  Fasilitas duduk di
kondisi istirahat sisi tempat tidur,
b. Gambaran EKG jika tidak dapat
menunjukan berpindah atau
aritmia saat/setelah berjalan
aktivitas Edukasi
c. Gambaran EKG  Anjurkan tirah
menunjukan baring
iskemia sianosis  Anjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
 Anjurkan
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi
koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

Kriteria Hasil:
1. Dispnea
3. Gangguan pertukaran menurun
gas 2. Bunyi nafas PEMANTAUAN RESPIRASI
Definisi: tambahan (I.01014)
Kelebihan atau kekuarangan tidak ada 1. Observasi
oksigenasi dan atau 3. Pusing  Monitor frekuensi,
eleminasi karbondioksida menurun irama, kedalaman, dan
pada membran alveolus- 4. Penglihatan upaya napas
kapiler. kabur  Monitor pola
Penyebab: menurun napas (seperti
1. Ketidakseimbangan 5. Diaforesis bradipnea, takipnea,
ventilasi-perfusi. hiperventilasi,
menurun
2. Perubahan membran
6. Gelisah Kussmaul, Cheyne-
alveolus-kapiler.
menurun Stokes, Biot, ataksik0
Gejala tanda mayor:
7. PCO2  Monitor
Subjektif
membaik kemampuan batuk
1. Dispnea
8. PO2 membaik efektif
Objektif
9. Takikardi  Monitor adanya
1. CO2 meningkat /
membaik produksi sputum
menurun.
2. PO2 menurun 10. Sianosi  Monitor adanya
3. Takikardia. membaik sumbatan jalan napas
4. pH arteri 11. Pola nafas  Palpasi
meningkat/menuru membaik kesimetrisan ekspansi
5. Bunyi napas paru
tambahan.  Auskultasi bunyi
Gejala tanda minor : napas
Subjektif  Monitor saturasi
1. Pusing. oksigen
2. Penglihatan  Monitor nilai AGD
kaburObjektif  Monitor hasil x-
Objektif ray toraks
1. Sianosis. 2. Terapeutik
2. Diaforesis  Atur interval
3. Gelisah waktu pemantauan
4. Napas cuping respirasi sesuai kondisi
hidung. pasien
5. Pola napas  Dokumentasikan
abnormal (cepat / hasil pemantauan
lambat, 3. Edukasi
regular/iregular,
 Jelaskan tujuan
dalam/dangkal).
dan prosedur
6. Warna kulit
pemantauan
abnormal (mis.
 Informasikan hasil
pucat, kebiruan).
pemantauan, jika perlu
7. Kesadaran menurun.

Kriteria Hasil:
1. Denyut nadi
3. perifer
Perfusi perifer tidak
meningkat
efektif
2. Warna kulit
Penurunan sirkulasi darah
pada level kapiler yang tidak pucat
dapat mengganggu 3. Edema perifer
metabolisme tubuh. tidak ada
Penyebab: 4. Nyeri
1. Hiperglikemia ekstermitas PERAWATAN SIRKULASI
2. Penurunan tidak ada (I.02079)
konsentrasi 5. Parastesia 1. Observasi
hemoglobin tidak ada  Periksa sirkulasi
3. Penurunan tekanan 6. Kelemahan perifer(mis. Nadi
darah otot tidak ada perifer, edema,
4. Kekurangan 7. Akral pengisian kalpiler,
volume cairan membaik warna, suhu, angkle
5. Penurunan aliran 8. Turgor kulit brachial index)
arteri dan/atau vena membaik  Identifikasi faktor
6. Kurang terpapar 9. Tekanan darah resiko gangguan
informasi tentang sistolik sirkulasi (mis. Diabetes,
factor pemberat (mis. membaik perokok, orang tua,
Merokok, gaya hidup 10. Tekanan darah hipertensi dan kadar
monoton, trauma, diastolik kolesterol tinggi)
obesitas, asupan membaik  Monitor panas,
garam, imobilitas) 11. Tekanan arteri kemerahan, nyeri, atau
7. Kurang terpapar rata-rata bengkak pada
informasi tentang ekstremitas
proses penyakit (mis. 2. Terapeutik
Diabetes mellitus,  Hindari
hyperlipidemia) pemasangan infus atau
8. Kurang aktivitas pengambilan darah di
fisik area keterbatasan
perfusi
 Hindari
pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas
pada keterbatasan
perfusi
 Hindari penekanan
dan pemasangan
torniquet pada area yang
cidera
 Lakukan
pencegahan infeksi
 Lakukan
perawatan kaki dan
kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
 Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan
darah secara teratur
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
 Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis.
Melembabkan kulit
kering pada kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
Kriteria Hasil:  Anjurkan program diet
1. Pasien tidak untuk memperbaiki
kebingungan sirkulasi( mis. Rendah
2. Kekhawatiran lemak jenuh, minyak
Anxietas menurun ikan, omega3)
4. Definisi: 3. Perilaku  Informasikan tanda dan
Kondisi emosi dan gelisah gejala darurat yang
pengalaman subyektif menurun harus dilaporkan( mis.
individu terhadap objek 4. Perilaku Rasa sakit yang tidak
yang tidak jelas dan tegang hilang saat istirahat,
spesifik akibat antisipasi menurun luka tidak sembuh,
bahaya yang 5. Keluhan hilangnya rasa)
memungkinkan individu pusing
melakukan tindakan untuk menurun
menghadapi ancaman. 6. Konsentrasi
Faktor penyebab: membaik
 Krisis situasional 7. Pola tidur REDUKSI ANXIETAS (I.09314)
 Kebutuhan tidak membaik 1.  Observasi
terpenuhi 8. Perasaan  Identifikasi saat
 Krisis maturasional keberdayaan tingkat anxietas berubah
 Ancaman terhadap membaik (mis. Kondisi, waktu,
konsep diri stressor)
 Ancaman terhadap  Identifikasi
kematian kemampuan mengambil
 Kekhawatiran keputusan
mengalami kegagalan  Monitor tanda
 Disfungsi sistem anxietas (verbal dan non
keluarga verbal)
 Hubungan orang 2. Terapeutik
tua-anak tidak  Ciptakan suasana 
memuaskan terapeutik untuk
 Faktor keturunan menumbuhkan
(temperamen mudah kepercayaan
teragitasi sejak lahir)  Temani pasien
 Penyalahgunaan untuk mengurangi
zat kecemasan , jika
 Terpapar bahaya memungkinkan
lingkungan (mis.  Pahami situasi
toksin, polutan, dan yang membuat anxietas
lain-lain)  Dengarkan dengan
 Kurang terpapar penuh perhatian
informasi  Gunakan
pedekatan yang tenang
dan meyakinkan
 Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
 Diskusikan
perencanaan  realistis
tentang peristiwa yang
akan datang
3. Edukasi
 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
 Informasikan
secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
 Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
 Anjurkan
melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
 Latih teknik
relaksasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian obat anti
anxietas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.
LeMone, P., Burke, K.M., & Bauldoff, G. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah (ed 5). Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai