Anda di halaman 1dari 18

“PERNIKAHAN, TALAK DAN RUJUK DALAM ISLAM”

“Pernikahan Dalam Islam”


1. Definisi Pernikahan
          Pernikahan adalah terjemahan yang diambil dari bahasa Arab yaitu nakaha dan zawaja.
Kedua kata inilah yang menjadi istilah pokok yang digunakan al-Qur’an untuk menunjuk
perkawinan (pernikahan). Istilah atau kata zawaja berarti ‘pasangan’, dan istilah nakaha
berarti ‘berhimpun’. Dengan demikian, dari sisi bahasa perkawinan berarti berkumpulnya dua
insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri, menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermitra.
          Nikah menurut syara’ adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan
tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya serta membentuk sebuah rumah tangga
yang sakinah.

Adapun beberapa dasar hukum tentang pernikahan adalah sebagai berikut:

 Al-Qur’an
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Ruum (30):21).

 As-Sunnah
Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
” Tiga kelompok yang berhak mendapat pertolongan Allah. Mujahid di jalan Allah, budak
yang ingin merdeka, orang yang menikah yang ingin menjaga kesucian (dari zina)” (HR at-
Turmudzi)
2. Hukum Pernikahan
          Hukum menikah dalam pandangan syariah. Para ulama ketika membahas hukum
pernikahan, menemukan bahwa ternyata menikah itu terkadang bisa mejadi sunnah,
terkadang bisa menjadi wajib atau terkadang juga bisa menjadi sekedar mubah saja. Bahkan
dalam kondisi tertentu bisa menjadi makruh. Dan ada juga hukum pernikahan yang haram
untuk dilakukan.
          Semua akan sangat tergantung dari kondisi dan situasi seseorang dan permasalahannya.
Apa dan bagaimana hal itu bisa terjadi, mari kita bedah satu persatu.

Pernikahan Yang Wajib Hukumnya


          Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan
juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari
zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja
menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.
          Imam Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya
seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina
pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup
dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :

“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal
dan binatang ternak yang kamu tunggangi.” (QS.An-Nur : 33)

Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya


          Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah
mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang
usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.
          Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun
tidak sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke
dalam zina yang diharamkan Allah SWT.
          Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan
dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran
Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah
kalian menjadi seperti para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi 7/78)
          Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah
sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.

Pernikahan Yang Haram Hukumnya

          Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk
menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan
seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui
dan menerima keadaannya.
          Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan
diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah, haruslah
sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon
pasangannya.
          Seperti orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah dengan seseorang
akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram baginya
untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.

Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu


yang mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-
laki yang berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk
menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang
berada dalam masa iddah.
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak memenuhi
syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau menikah dengan niat
untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan
nikah kontrak.

Pernikahan Yang Makruh Hukumnya


          Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan
untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela
dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka
untuk menikah meski dengan karahiyah.
          Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan
menjadi tanggung jawab pihak suami.
          Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita.
Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada
suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.

Pernikahan Yang Mubah


Hukumnya
          Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong
keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi
hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah
namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.

3. Rukun Pernikahan
          Rukun dalam pernikahan yaitu:

 Ijab
          yaitu ucapan penyerahan calon mempelai wanita dari walinya atau wakilnya kepada
calon mempelai pria untuk dinikahi. Misalnya: “Saya nikahkan kamu dengan Fulanah”.

 Qabul
          yaitu ucapan penerimaan pernikahan dari calon mempelai pria / walinya.

 Calon mempelai pria dan wanita


          Calon pengantin harus terbebas dari penghalang-penghalang sahnya nikah, misalnya:
wanita tersebut bukan termasuk orang yang diharamkan untuk dinikahi (mahram) baik karena
senasab, sepersusuan atau karena sedang dalam masa ‘iddah, atau sebab lain. Juga tidak boleh
jika calon mempelai laki-lakinya kafir sedangkan mempelai wanita seorang  muslimah. Dan
sebab-sebab lain dari penghalang-penghalang syar’i.

 Wali dari calon mempelai wanita


          Wali bagi wanita adalah: bapaknya, kemudian yang diserahi tugas oleh bapaknya,
kemudian ayah dari bapak terus ke atas, kemudian anaknya yang laki-laki kemudian cucu
laki-laki dari anak laki-lakinya terus ke bawah, lalu saudara laki-laki sekandung, kemudian
saudara laki-laki sebapak, kemudian keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
kemudian sebapak, lalu pamannya yang sekandung dengan bapaknya, kemudian pamannya
yang sebapak dengan bapaknya, kemudian anaknya paman, lalu kerabat-kerabat yang dekat
keturunan nasabnya seperti ahli waris, kemudian orang yang memerdekakannya (jika dulu ia
seorang budak), kemudian baru hakim sebagai walinya
          Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam:
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR. Imam).
Apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Di
antara hikmahnya, karena hal itu merupakan penyebab terjadinya perzinahan dan wanita
biasanya dangkal dalam berfikir untuk memilih sesuatu yang paling maslahat bagi dirinya.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an tentang masalah pernikahan, ditujukan kepada
para wali:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu” (QS. An-Nuur: 32)
“Maka janganlah kamu(para wali) menghalangi mereka” (QS. Al-Baqoroh: 232)
Dua orang saksi (laki-laki)
Sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir:
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil (baik
agamanya).” (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah)

4. Sunnah Pernikahan

 Do’a dan ucapan selamat untuk pengantin


Disunnahkan bagi setiap muslim untuk memberikanucapan selamat dan do’a kepada
pengantin. Sebagaimana hadistRasulullah SAW. dari Abu Hurairah r.a. ia berkata “Jika
Nabi,SAW. memberikan ucapan selamat kepada mempelai, beliauSAW. mengucapkan:
“Barakallahu laka wabaaraka ‘alaika wajama’a baynakuma fii khair”.
“Semoga Allah mencurahkan kepadamu dan istrimu. Semoga Allah menyatukan kamu
berdua dalam segala kebaikan.” (HR. Bukhari, Muslim).

 Mengucapkan Salam ketika hendak masuk ke tempat isteri dengan


mendahulukan kaki kanan
Rasulullah SAW. bersabda kepada shahabat Anas binMalik r.a.
“Wahai anakku, jika engkau masuk ke tempat isterimu, hendaknya engkau mengucapkan
salam kepadanya,agar menjadikan keberkahan bagimu dan bagi penghunirumahmu.” (H.R.
At-Tirmidzi).

 Do’a ketika mengusap dan meletakkan tangan pada ubun-ubun isteri


Disunnahkan pula untuk mengusap dan meletakkan tanganpada ubun-ubun isteri seraya
membaca basmallah dankemudian berdo’a memohon keberkahan:
“Allahumma inni astaluka wakhairiha jabaltaha ‘alaihi wa a’udzubika min syarrihha wamin
syarrimma jabaltaha ‘alaihi”.
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikandan kebaikan yang telah
Engkau ciptakan padanya dan akuberlindung kepada-Mu dari kejahatan dan kejahatan
yang Engkau ciptakan padanya”.

 Shalat sunnah setelah akad nikah

 Tinggal seminggu di rumah mempelai wanita

5. Tujuan Pernikahan
Tujuan dari pernikahan:

 Ittiba’(mengikuti) Sunnah Rasul


 Melaksanakan ibadah
 Untuk preventif terhadap zina
 Melestarikan keturunan suci (kesinambungan eksistensi manusia)
 Membangun sifat kasih sayang sejati
 Mewujudkan sifat ta’awun (tanggung jawab/tolong-menolong)
 Memperkokoh silaturahmi baik internal keluarga maupun eksternal
masyarakat.
6. Hak & Kewajiban Suami kepada Istri

 Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan
agama. (At-aubah: 24)
 Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya.
(At-Taghabun: 14)
 Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-
Furqan: 74)
 Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika
beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
 Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang
tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada
suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
 Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
 Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
 Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
 Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi,
Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
 Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
 Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
 Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam
rumah sendiri. (Abu Dawud).
 Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-
Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
 Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-
hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
 Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
 Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
 Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
 Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu
kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)

       Istri kepada Suami

 Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah
pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
 Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi
daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
 Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
 Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya, b.
Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat
kediaman yang disediakan suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
 Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
 Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu
sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami
meridhainya. (Muslim)
 Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni
dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya.
(Tirmidzi)
 Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, Tirmidzi)
 Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. (Timidzi)
 Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
 Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan
suami(Thabrani)
 Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya
(saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
 Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta
(3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
 Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat
bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
 Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

7. Wanita Yang Haram Dinikahi


Larangan menikah untuk selamanya (muabbad)
         
Dibagi menjadi beberapa:
1. Larangan karena ada hubungan nasab ( qoroobah )
Yaitu:
  I b u
  Anak perempuan
  Saudara perempuan
  Bibi dari fihak ayah ( ‘Aammah )
  Bibi dari fihak ibu ( khoolah )
  Anak perempuan dari saudara laki-laki ( keponakan )
  Anak perempuan dari saudara perempuan ( keponakan )

2. Larangan karena ada hubungan perkawinan ( mushooharoh )


Yaitu:
  Ibu dari istri ( mertua )
  Anak perempuan dari istri yang sudah digauli atau anak tiri, termasuk anak-anak mereka
kebawah
  Istri anak ( menantu ) atau istri cucu dan seterusnya
  Istri ayah ( ibu tiri )
3. Larangan karena hubungan susuan
  Ibu dari wanita yang menyusui
  Wanita yang menyusui
  Ibu dari suami wanita yang menyusui
  Saudara wanita dari wanita yang menyusui
  Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui
  Anak dan cucu wanita dari wanita yang menyusui
  Saudara wanita, baik saudara kandung, seayah atau seibu

Larangan menikah untuk sementara (muaqqot)


1. Menggabungkan untuk menikahi dua wanita yang bersaudara
2. Menggabungkan untuk menikahi seorang wanita dan bibinya
3. Menikahi lebih dari empat wanita
4. Wanita musyrik
5. Wanita yang bersuami
6. Wanita yang masih dalam masa ‘iddah
7. Wanita yang ia thalak tiga

Pernikahan yang terlarang


1. Nikah dengan niat untuk men-thalaqnya.
2. Nikah Tahlil, yaitu nikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang telah
diceraikan suaminya tiga kali, dengan niat untuk menceraikannya kembali agar dapat dinikahi
oleh mantan suaminya.
3. Nikah dengan bekas istri yang telah dithalak tiga.
4. Nikahnya seorang yang sedang ber-Ihrom.
5. Nikahnya seorang yang dalam masa ‘iddah.
6. Nikahnya seorang muslim dengan orang kafir.

“Talak dan Gugat Cerai


dalam Islam”
1. DEFINISI CERAI TALAK
          Dalam syariah cerai atau talak adalah melepaskan ikatan perkawinan (Arab, ‫اسم لحل قيد‬
‫ )النكاح‬atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau
selamanya.

2. DALIL DASAR HUKUM PERCERAIAN TALAK


- QS Al-Baqarah 2:229
‫ان َوال َي ِح ُّل لَ ُك ْم أَنْ َتأْ ُخ ُذوا ِممَّا آ َت ْي ُت ُم وهُنَّ َش يْئا ً إِالّض أَنْ َي َخا َفا أَالَّ ُيقِي َما‬ ٍ ‫ف أَ ْو َت ْس ِري ٌح ِبإِحْ َس‬ ٍ ‫ك ِب َمعْ رُو‬ ٌ ‫ان َف إِ ْم َزا‬ ُ ‫الط‬
ِ ‫الق مَرَّ َت‬ َّ
‫ك‬ ُ
َ ‫ك ُح ُدو ُد هَّللا ِ َفال َتعْ َت ُدو َها َو َمنْ َي َت َع َّد ُح ُدودَ هَّللا ِ َفأولَ ِئ‬ َ
ْ ‫حُ ُدو َد هَّللا ِ َفإِنْ ِخ ْف ُت ْم أالَّ ُيقِي َما ُح ُدو َد هَّللا ِ َفال ُج َنا َح َعلَي ِْه َما فِي َما ا ْف َت َد‬
َ ‫ت ِب ِه ت ِْل‬
‫ُون‬ َّ
َ ‫ُه ُم الظالِم‬

Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.

- QS At-Talaq 65:1-7
‫ص وا ْال ِع َّد َة َوا َّتقُ وا هَّللا َ َر َّب ُك ْم الَ ُت ْخ ِر ُج وهُنَّ مِن ُب ُي وت ِِهنَّ َوال َي ْخ رُجْ َن إِالَّ أَن‬ ُ ْ‫أَ ُّي َها ال َّن ِبيُّ إِ َذا َطلَّ ْق ُت ُم ال ِّن َساء َف َطلِّقُوهُنَّ لِ ِع َّدت ِِهنَّ َوأَح‬
‫ِث َبعْ دَ َذل َِك أَمْ رً ا‬
ُ ‫ك ُح ُدو ُد هَّللا ِ َو َمن َي َت َع َّد ُح ُدو َد هَّللا ِ َف َق ْد َظلَ َم َن ْف َس ُه الَ َت ْد ِري لَ َع َّل هَّللا َ يُحْ د‬ َ ‫* َيأْت‬
َ ‫ِين ِب َفا ِح َش ٍة ُّم َب ِّي َن ٍة َوت ِْل‬

ُ ‫ف َوأَ ْش ِه ُدوا َذ َويْ َع ْد ٍل مِّن ُك ْم َوأَقِيمُوا ال َّش َها َد َة هَّلِل ِ َذلِ ُك ْم يُو َع‬
ٍ ‫ارقُوهُنَّ ِب َمعْ رُو‬ َ ٍ ‫َفإِ َذا َبلَ ْغ َن أَ َجلَهُنَّ َفأ َ ْمسِ ُكوهُنَّ ِب َمعْ رُو‬
‫ظ ِب ِه َمن‬ ِ ‫ف أ ْو َف‬
ْ َّ ‫هَّللا‬ ْ ‫هَّلل‬
‫ان ي ُْؤمِنُ ِبا ِ َوال َي ْو ِم اآلخ ِِر َو َمن َي َّت ِق َ َيجْ َعل ل ُه َمخ َرجً ا‬ َ ‫* َك‬

‫ْث الَ َيحْ َتسِ بُ َو َمن َي َت َو َّك ْل َعلَى هَّللا ِ َفه َُو َحسْ ُب ُه إِنَّ هَّللا َ َبالِ ُغ أَ ْم ِر ِه َق ْد َج َع َل هَّللا ُ لِ ُك ِّل َشيْ ٍء َق ْدرً ا‬
ُ ‫* َو َيرْ ُز ْق ُه مِنْ َحي‬

‫ض عْ َن‬ َ ‫ال أَ َجلُهُنَّ أَن َي‬ ِ ‫الت األَحْ َم‬ ُ ‫ِض َن َوأ ُ ْو‬ ْ ‫ِيض مِن ِّن َسا ِئ ُك ْم إِ ِن ارْ َت ْب ُت ْم َف ِع َّد ُتهُنَّ َثال َث ُة أَ ْشه ٍُر َوالالَّئِي لَ ْم َيح‬
ِ ‫َوالالَّئِي َيئِسْ َن م َِن ْال َمح‬
َ
‫* َح ْملَهُنَّ َو َمن َي َّت ِق هَّللا َ َيجْ َعل لَّ ُه مِنْ أمْ ِر ِه يُسْ رً ا‬

‫نزلَ ُه إِلَ ْي ُك ْم َو َمن َي َّت ِق هَّللا َ ُي َك ِّفرْ َع ْن ُه َس ِّي َئا ِت ِه َويُعْ ظِ ْم لَ ُه أَجْ رً ا‬
َ َ‫ك أَ ْم ُر هَّللا ِ أ‬
َ ِ‫* َذل‬

َّ‫ضعْ َن َحمْ لَهُن‬ ِ َ‫ض ِّيقُوا َعلَي ِْهنَّ َوإِن ُكنَّ أُوال‬
َ ‫ت َح ْم ٍل َفأَنفِ ُقوا َع َلي ِْهنَّ َح َّتى َي‬ َ ‫ضارُّ وهُنَّ لِ ُت‬ ُ ‫أَسْ ِك ُنوهُنَّ مِنْ َحي‬
َ ‫ْث َس َكن ُتم مِّن وُ جْ ِد ُك ْم َوالَ ُت‬
‫ُورهُنَّ َو ْأ َت ِمرُوا َب ْي َن ُكم ِب َمعْ رُوفٍ َوإِن َت َعا َسرْ ُت ْم َف َس ُترْ ضِ ُع لَ ُه أ ُ ْخ َرى‬
َ ‫ضعْ َن لَ ُك ْم َفآ ُتوهُنَّ أُج‬
َ ْ‫* َفإِنْ أَر‬

‫لِيُنف ِْق ُذو َس َع ٍة مِّن َس َع ِت ِه َو َمن قُد َِر َعلَ ْي ِه ِر ْزقُ ُه َف ْليُنف ِْق ِممَّا آ َتاهُ هَّللا ُ ال ُي َكلِّفُ هَّللا ُ َن ْف ًسا إِالَّ َما آ َتا َها َس َيجْ َع ُل هَّللا ُ َبعْ دَ عُسْ ٍر يُسْ رً ا‬

Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu
iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari
rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan
perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.
(ayat 1)
          Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik
atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di
antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.(ayat 2)
          Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa
yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah
telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(ayat 3)
          Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi
(monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-
perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu
ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (ayat 4)
          Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan
melipat gandakan pahala baginya. (ayat 5)
          Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-
anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di
antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.(ayat 6)
          Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang
yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang
Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
(ayat 7)

 3. SHIGHAT (UCAPAN) CERAI TALAK ADA DUA


          Ditinjau dari segi shighat, lafadz, ucapan cerai talak dari seorang suami pada istri, talak
ada dua macam yaitu talak sharih (langsung, jelas, eksplisit) dan talak kinayah (tidak
langsung, sindiran, implisit). Kedua shighat talak ini memiliki hukum tersendiri dalam soal
terjadinya talak atau tidak.

4. TALAK SHARIH (LANGSUNG)


          Talak sharih adalah ucapan talak secara jelas dan eksplist yang apabila diucapan pada
istri maka jatuhlah talak/perceraian walaupun suami tidak berniat untuk cerai. Lafadz talak
sharih ada 3 (tiga) yaitu:
(a) Talak atau cerai. Seperti kata suami pada istri: "Aku menceraikanmu." atau "Kamu
dicerai", dsb.
(b) Pisah (mufaraqah)
(c) Sarah (pisah)

5. TALAK KINAYAH(TIDAK LANGSUNG, IMPLISIT)


          Yaitu kata yang mengandung nuansa atau makna percraian tapi tidak secara langsung.
Seperti kata suami pada istri "Pulanglah pada orang tuamu!"
Termasuk talak kinayah adalah talak sharih tapi dibuat secara tertulis atau melalui SMS
(short text message).

6. HUKUM CERAI/TALAK
          Hukum talak/perceraian itu beragam: bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah.
Rinciannya sbb:

TALAK ITU WAJIB APABILA:


a) Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk
perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak pengadilan berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
          Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami.

PERCERAIAN ITU HARAM APABILA:


a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta
pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut berulang
kali sehingga cukup tiga kali atau lebih

PERCERAIAN ITU HUKUMNYA SUNNAH APABILA:


a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b) Isterinya tidak menjaga martabat dirinya

CERAI HUKUMNYA MAKRUH APABILA:


Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai
pengetahuan agama

CERAI HUKUMNYA MUBAH APABILA:


Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

7. RUKUN PERCERAIAN/ TALAK


Ada 2 faktor dalam perceraian yaitu suami dan istri. Masing-masing ada syarat sahnya
perceraian.
Rukun Talak bagi Suami :
- Berakal sehat
- Baligh
- Dengan kemauan sendiri

Rukun Talak bagi Isteri :


- Akad nikah sah
- Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

Lafadz/teks talak:
- Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
- Dengan sengaja dan bukan paksaaan
8. JENIS PERCERAIAN ADA 2 (DUA)
          Ditinjau dari pelaku perceraian, maka perceraian itu ada dua macam yaitu (a) cerai
talak oleh suami kepada istri dan (b) gugat cerai oleh istri kepada suami.

A. CERAI TALAK OLEH SUAMI


          Yaitu perceraian yang dilakukan oleh suami kepada istri. Ini adalah perceraian/talak
yang paling umum. Status perceraian tipe ini terjadi tanpa harus menunggu keputusan
pengadilan. Begitu suami mengatakan kata-kata talak pada istrinya, maka talak itu sudah
jatuh dan terjadi. Keputusan Pengadilan Agama hanyalah formalitas.
          Talak atau gugat cerai yang dilakukan oleh suami terdiri dari 4 (empat) macam sbb:
         Talak raj’i
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua kepada
isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam iddah. Jika waktu iddah
telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.

         Talak bain


Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga
kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah
isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan
suami barunya dan telah habis iddah dengan suami barunya.

         Talak sunni


Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih suci
dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci

         Talak bid’i


Suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketikasuci tapi
sudah disetubuhi (berhubungan intim).

         Talak taklik


Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab atau
syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau
talak.

TAKLIK TALAK ADA 2 MACAM:


         Taklik qasami
Taklik qasami adalah taklik yang dimaksudkan seperti janji karena mengandung pengertian
melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar.

         Taklik Syarthi


Taklik Syarthi yaitu taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak jika telah terpenuhi
syaratnya. Syarat sah taklik yang dimaksud tersebut ialah perkaranya belum ada, tetapi
mungkin terjadi di kemudian hari, hendaknya istri ketika lahirnya akad talak dapat dijatuhi
talak dan ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan istri berada dalam pemeliharaan suami.

ISI SIGHAT TAKLIK TALAK:


          Bunyi redaksi atau sighat taklik taklak yang diucapkan pengantin pria setelah ijab
kabul di KUA dan termuat dalam buku Akta Nikah adalah sbb:
SIGHAT TAKLIK TALAK:
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
          Sesudah akad nikah saya (nama_mempelai_pria) bin (nama_ayah_mempelai_pria)
berjanji dengan sepenuh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang
suami, dan akan saya pergauli istri saya bernama (nama_mempelai_wanita) binti
(nama_ayah_mempelai wanita) dengan baik (mu'asyarah bilma'ruf) manurut ajaran syari'at
islam.

Selanjutnya saya membaca sighat taklik atas istri saya sebagai berikut :
Sewaktu-waktu saya :
1. Meninggalkan istri saya dua tahun berturut-turut,
2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,
3. Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya,
4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya enam bulan lamanya,
          Kemudian istri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada pengadilan agama dan
pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan tersebut, sebagai iwadh (pengganti)
kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
          Kepada Pengadilan tersebut saya kuasakan untuk menerima uang iwadh itu dan
kemudian menyerahkan kepada Direktorat Jendral Bimas Islam dan Penyelengara Haji Cq.
Direktorat Urusan Agama Islam untuk keperluan ibadah sosial.

HUKUM UCAPAN TAKLIK TALAK


          Mengucapkan talklik talak oleh pengantin pria sesaat setelah ijab kabul hukumnya
tidak wajib. Boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. Berdasarkan pada
(a) Fatwa MUI pada 23 Rabi'ul Akhir 1417 H/ 7 September 1996 yang menyatakan bahwa:
Pengucapan sighat ta'liq talaq, yang menurut sejarahnya untuk melindungi hak-hak wanita
( isteri ) yang ketika itu belum ada peraturan perundang-undangan tentang hal tersebut,
sekarang ini pengucapan sighat ta'liq talaq tidak diperlukan lagi. Untuk pembinaan ke arah
pembentukan keluarga bahagia sudah di bentuk BP4 dari
tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan.
(b) KHI Kompilasi Hukum Islam pasal 46 ayat (3)
Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada
setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak
dapat dicabut kembali.

B. GUGAT CERAI OLEH ISTRI

          Yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan
dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian
tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.
          Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan
khulu’:

1. Fasakh
          Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri
kepada suami, dalam kondisi di mana:
- Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;
- Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita
(meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya);
- uami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik
sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri); atau
- adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-
tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.
          Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri,
maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.

2. Khulu’
          Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan
imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Khulu' disebut dalam QS Al-
Baqarah 2:229

“Rujuk Dalam Islam”


A. Pengertian Rujuk
          Rujuk menurut bahasa artinya kembali, sedangkan menurut istilah adalah kembalinya
seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak
raj’i. sebagaimana Firman allah dalam surat al-baqarah :228
 “Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka(para suami)
itu menghendaki islah”. (Q.S.Al-Baqarah:228)
Bila sesorang telah menceraikan istrinya, maka ia dibolehkan bahkan di anjurkan untuk rujuk
kembali dengan syarat keduanya betul-betul hendak berbaikan kembali (islah).

Dalam KHI pasal 63 bahwa Rujuk dapat dilakukan dalam hal:


a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak yang
di jatuhkan qabla al dukhul.
b. Putus perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan atau alasan-alasan selain
zina dan khuluk.
B. Pendapat Para Ulama tentang Rujuk
          Rujuk adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam masa idah. Oleh karena itu ia tidak
berhak membatalkannya, sekalipun suami missal berkata: “Tidak ada Rujuk bagiku” namun
sebenarnya ia tetap mempunyai rujuk. Sebab allah berfirman:
Artinya: Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa penantian itu”. (al-
Baqarah:228)
          Karena rujuk merupakan hak suami, maka untuk merujuknya suami tidak perlu adanya
saksi, dan kerelaan mantan istri dan wali. Namun menghadirkan saksi dalam rujuk hukumnya
sunnah, karena di khawatirkan apabila kelak istri akan menyangkal rujuknya suami.
          Rujuk boleh diucapkan, seperti: “saya rujuk kamu”, dan dengan perbuatan misalnya:
“menyetubuhinya, merangsangnya, seperti menciummnya dan sentuhan-sentuhan birahi.
          Imam Syafi;I berpendapat bahwa rujuk hanya diperbolehkan dengan ucapan terang dan
jelas dimengerti. Tidak boleh rujuk dengan persetubuhan, ciuman, dan rangsangan-
rangsangan nafsu birahi. Menurut Imam Syafi’I bahwa talak itu memutuskan hubungan
perkawinan.
          Ibn Hazm berkata: “Dengan menyetubuhinya bukan berarti merujuknya, sebelum kata
rujuk itu di ucapkandan menghadirkan saksi, serta mantan istri diberi tahu terlebih dahulu
sebelum masa iddahnya habis.” Menurut Ibn Hazm jika ia merujuk tampa saksi bukan disebut
rujuk sebab allah berfirman:
Artinya: “Apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujuklah mereka
dengan baik dan lepaskanlah meereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi yang adil di antara kamu.” (Q.S. At-Thalaq: 2)

C. Syarat dan Rukun Rujuk


          1. Syarat Rujuk

a. Saksi untuk rujuk


          Puqaha berbeda pendapat tentang adanya saksi dalam rujuk, apakah ia menjadi syarat
sahnya rujuk atau tidak. Imam malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah
disunnahkan, sedangkan Imam syafi’I mewajibkan. Perbedaan pendapat ini disebabkan
karena pertentangan antara qiyas dengan zahir nas Al-qur’an yaitu:
.....)2 : ‫(الطالق‬...............‫واشهدوا ذوى عدل منكم‬
“…….dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil…..”
Ayat tersebut menunjukan wajibnya mendatangkan saksi. Akan tetapi pengkiasan haq rujuk
dengan hak-hak lain yang diterima oleh seseorang, menghendaki tidak adanya saksi. Oleh
karena itu, penggabungan antara qiayas dengan ayat tersebut adalah dengan membawa
perintah pada ayat tersebut sebagai sunnah.
b. Belum habis masa idah
c. Istri tidak di ceraikan dengan talak tiga
d. Talak itu setelah persetubuhan
Jika istri yang telah di cerai belum perah di campuri, maka tidak sah untuk rujuk, tetapi harys
dengan perkawinan baru lagi. Firman Allah Swt:
 “Hai orang-oran yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman
kemudian kamu ceraikan sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas
mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya maka berikanlah mereka
mut’ah dan lepaskanah mereka dengan cara yang sebaik-baiknya.

        2. Rukun Rujuk :


1) Suami yang merujuk
Syarat-syarat suami sah merujuk:
a) Berakal
b) Baligh
c) Dengan kemauan sendiri
d) Tidak di paksa dan tidak murtad

2) Ada istri yang di rujuk


Syarat istri yang di rujuk:
a) Telah di campuri
b) Bercerai dengan talak bukan dengan fasakh
c) Tidak bercerai dengan khuluk
d) Belum jatuh talak tiga.
e) Ucapan yang menyatakan untuk rujuk.

3) Kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) sama-sama suka, dan yakin dapat
hidup bersama kembali dengan baik. berdasarkan firman Allah Swt:
 “Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu dan jika mereka (para
suami) itu menghendaki islah”.

4) Dengan pernyataan ijab dan qabul


Syarat lapadz (ucapan) rujuk:
a) Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku rujuk engkau” atau
“aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
b) Tidak bertaklik — tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik, misalnya kata suami “aku
rujuk engkau jika engkau mahu”. Rujuk itu tidak sah walaupun ister mengatakan mahu.
c) Tidak terbatas waktu — seperti kata suami “aku rujuk engkau selama sebulan

D. Hikmah Rujuk
1. Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah
tangga
2. Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
3. Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.

E. Hukum Rujuk
1. Wajib apabila Suami yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan dia belum
menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.
2. Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri tersebut.
3. Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
4. Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
5. Sunat Sekiranya mendatangkan kebaikan.

F. Prosedur rujuk
          Pasangan mantan suami-istri yang kan melakukan rujuk harus dapat menghadap PPN
(pegawai pencatat nikah) atau kepala kantor urusan agama (KUA) yang mewilayahi tempat
tinggal istri dengan membawa surat keterangan untuk rujuk dari kepala desa/lurah serta
kutipan dari buku pendaftaran talak/cerai atau akta talak/cerai.

Adapun prosedurnya adalah sebagaiu berikut:


a. Di hadapan PPN suami mengikrarkan rujuknya kepada istri disaksikan mimimal dua orang
saksi.
b. PPN mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya di hadapan
suami-istri tersebut serta saksi-saksi, dan selanjutnya masing-masing membubuhkan tanda
tangan.
c. PPN membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan kode
yang sama.
d. Kutipan ddiberikan kepada suami-istri yang rujuk.
e. PPN membuatkan surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan dan mengirimnya ke
pengadilan agama yang mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.
f. Suami-istri dengan membawa kutipan buku pendaftaran rujuk datang ke pengadilan agama
tempat terjadinya talak untuk mendapatkan kembali akta nikahnya masing-masing.
g. Pengadilan agama memberikan kutipan akta nikah yang bersangkutan dengan menahan
kutipan buku pendaftaran rujuk.

Anda mungkin juga menyukai