Anda di halaman 1dari 9

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Ppok
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) adalah penyakit yang
dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih sepenuhnya.
Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan kaitkan dengan
respon inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya
yang menyebabkan penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, dan
perubahan pada sistem pembuluh darah paru ( Brunner & Suddarth, 2014 ).
PPOK adalah suatu kondisi yang ditandai dengan obstruksi jalan
napas yang membatasi aliran udara, menghambat ventilasi. Bronkitis terjadi
ketika bronkus mengalami inflamasi dan iritasi kronis. Emfisema
menyebabkan paru kehilangan elastisitasnya, menjadi kaku dan tidak lentur
dengan memerangkap udara dan menyebabkan distensi kronis pada alveoli
( Hurst, 2014 ).
PPOK merujuk pada beberapa hal yang menyebabkan terganggunya
pergerakan udara masuk dan keluar paru. Meskipun beberapa jenis yang
paling penting bronkitis obstruktif, emfisema, dan asma dapat muncul
sebagai penyakit tunggal, sebagaian besar terjadi bertumpangan dalam
manifestasi klinisnya ( Black & Hawks, 2014 ).
B. Etiologi
Etiologi PPOK menurut Black & Hawks (2014) :
1. Pneumonia
2. Merokok ( aktif atau pasif )
3. Polusi udara
4. Riwayat infeksi saluran nafas saat kanak – kanak
5. Keturunan
6. Polusi industri di tempat kerja
7. Riwayat alergi
C. Patofisiologi
Pada bronkitis asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan
hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar –
kelenjar yang mengsekresi lendir – lendir dan sel – sel goblet meningkat
jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan.
Akibatnya bronkiolus dapat menyempit dan tersumbat. Penyempitan lebih
lanjut terjadi sebagai perubahan fibrotik yang terjadi dalam nafas. Pada
waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang irreversibel kemungkinan
mengakibatkan emfisema dan bronkietaksis ( Padila, 2012 ).
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu :
inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan,
kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta
redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli
mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung
dengan kapiler paru serta kontinue berkurang, menyebabkan peningkatan
ruang rugi ( area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi )
dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen sehingga terjadi hipoksemia.
Pda tahap akhir, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan
mengakibatkan peningkatan karbondioksida dalam darah arteri
( hiperkapnia ) dan menyebabkan asidosis respiratorius, individu dengan
emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar
dari paru ( Padila, 2012 ).
Pada asma melibatkan proses peradangan kronik yang menyebabkan
edema mukosa, sekresi mukos, dan peradangan saluran nafas. Ketika orang
asma terpapar oleh alergen ekstrinsik dan iritan ( misalnya, debu, serbuk
sari, asap, tungau, obat – obatan, makanan, infeksi saluran nafas ) saluran
napasnya akan meradang yang menyebabkan kesulitan bernapas, dada
terasa sesak, dan mengi. Manifestasi klinis awal disebut reaksi fase cepat
(early-phase), berkembang dengan cepat dan bertahan sekitar 1 jam.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala PPOK menurut Padila (2012) meliputi :
a. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
b. Nafas pendek sedang menjadi akut.
c. Kehilangan berat badan.
d. Dyspnea.
e. Takipnea.
f. Barrel chest.
g. Peggunaan otot bantu pernapasan.
h. Hipersonor.
i. Penurunan premitus pada seluruh bidang paru.
j. Bunyi napas: krekles, ronchi, whizzing, perpanjangan ekspirasi.
k. Hipoksemia.
l. Hiperkapnia.
m. Anoreksia.
n. Kelemahan.
o. Hipoksia.
p. Takikardi.
q. Berkeringat.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada PPOK menurut Muttaqin (2008).
a. Pengukuran fungsi paru
1) Kapasitas inspirasi menurun
Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis, dan
asma.
2) FEV1 selalu menurun: derajat obstruksi progresif penyakit paru
obstruktif kronik.
3) FEVC awal normal: menurun pada bronkitis dan emfisema.
4) TLC normal samapai meningkat sedang (predominan pada emfisema)
b. Analisa gas darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai
pH normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder. Analisa
gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (normal: PO2 75-100
mmHg)
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hemoglabin ( HB) dan Hematokrit (Ht) mrningkat pada polistemia
sekunder.
2) Hitung darah lengkap dengan deferensial menunjukkan peningkatan
hitung eusinophil ( normal 1-3% atau 100-300 mL)
3) Total IgE serum meningkat karena reaksi alergi (normal: <40 U/mL).
4) Pulse oksimetri: SaO2 oksigen menurun.
5) Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik.
d. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kumar/kultur adanya infeksi campuran. Kuman
patogen yang biasa ditemukan adalah Steptococcus pneumoni,
Hemophylus influenza, dan Moraxela catarrhalis.
e. Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan Lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung dan
bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma
dengan letak yang rendah dan mendatar, ruang udara retrosternal>
(foto lateral), jantung tampak bergantung memanjang dan
menyempit.
f. Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukkan dilatasi bronkus, kolaps bronkhiale pada ekspirasi
kuat.
g. EKG
Kelaianan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise
jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis
kekanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase
QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6V1 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplit.
F. Tindakan Medis
1. Farmakologi
a. Andrographis paniculata
b. Piper betle
c. Zingiber officinale
d. Myristica fragrans
e. Brokodilator
Bronkodilator adalah obat untuk membuka saluran bronkus (saluran
yang menuju ke paru-paru dari jalan napas). Inhaler atau nebulizer
dapat digunakan dengan obat ini. Jika Anda tidak tahu cara untuk
menggunakan perangkat ini, berikut panduan cara penggunaan
inhaler dan cara penggunaan nebulizer. Perangkat ini akan
menghantarkan obat secara langsung ke paru-paru dan jalan napas.

f. Kortikosteroid
Kortikosteroid, seperti prednisone, adalah obat yang terkenal untuk
mengurangi peradangan di paru-paru yang disebabkan oleh infeksi
atau iritan seperti asap rokok, suhu udara yang ekstrem, atau asap
yang berbahaya. Kortikosteroid dapat digunakan dalam inhaler,
nebulizer, tablet, atau injeksi.
g. Antibiotik ( amoksisilin, makrolid, cefalosporin ) dan vaksin
Antibiotik digunakan untuk mencegah infeksi PPOK. Terkena
infeksi saat menderita PPOK bisa membuat bernapas, yang awalnya
sudah merupakan pekerjaan berat, menjadi lebih sulit. Antibiotik
hanya bekerja pada bakteri dan tidak pada virus. Untuk mencegah
infeksi virus, Anda harus menjalankan vaksinasi untuk penyakit
seperti flu atau pneumonia.
h. Mukolitik
Mukolitik  adalah golongan obat yang bekerja dengan cara
memecah ikatan kimia mukoprotein dan mukopolisakarida pada
dahak sehingga dahak menjadi lebih encer dan tidak lengket, hal ini
kemudian akan mempermudah pengeluaran dahak dari saluran
napas.
i. Terapi oksigen
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke
paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai
kebutuhan.
2. Bedah
a. Definisi Wsd
Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting
untuk memperbaiki pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca operatif
yang dilakukan pada daerah thorax khususnya pada masalah paru-paru.
WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan suatu
kateter/ selang kedalam rongga pleura ,rongga thorax,mediastinum dengan
maksud untuk mengeluarkan udara, cairan termasuk darah dan pus dari rongga
tersebut agar mampu mengembang atau ekspansi secara normal.

b. Indikasi Wsd
1. Pneumothoraks
a) Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
b)   Luka tusuk tembus
c) Klem dada yang terlalu lama
d) Kerusakan selang dada pada sistem drainase
2. Hemothoraks
a)        Robekan pleura
b)        Kelebihan antikoagulan
c)        Pasca bedah thoraks
d)       Hemopneumothorak
3. Thorakotomy :
a)        Lobektomy
b)        Pneumoktomy
4.    Efusi pleura : Post operasi jantung
5. Emfiema :
a)        Penyakit paru serius
b)        Kondisi indflamsi
6. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
7. Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

c. Persiapan WSD
1. PERSIAPAN ALAT :
a.       Kasa steril
b.      Sarung tangan steril dan masker
c.       Motor suction
d.      Duk steril
e.       Sumber cahaya
f.       Sedative ( jika siperlukan )
g.      Lidokain 1 % tanpa epinephrine ( 20 ml )
h.      Spuit ukuran 10 ml dengan needle no 18 dan 23
i.        Tube / selang WSD no 28 atau 36 french ( untuk dewasa ) steril
j.        Sistem drainage dan penyedot/suction ( pompa emerson )
k.      Botol penampung berisis cairan antiseptic ( jumlah botol tergantung
dengan sistem WSD yang akan dipakai )
l.        Tabung oksigen dan kanul oksigen
m.    mata pisau scalpel dan tangkainya no 10 dan no 11
n.      Naalpocdes,Klem,duk berlubang steril.
o.      Trocart
p.      Klem mosquito 6 buah
q.      Klem Kelly bengkok yang besar
r.        Gunting jaringan 2 buah
s.       Gunting jahitan 2 buah
t.        Gunting diseksi bengkok metsenbaum 2 buah
u.      Forsep jaringan dengan dan tanpa gigi 2 buah
v.      Plester / hipavik
w.    Benang jahitan
1)      no 2-0, 30 silk jarum kulit ( cutting needle )
2)      no 2-0, 30 silk dengan jarum jaringan ( taxen needle)
x.      bengkok / tempat sampah
y.      gunting plester dan betadine

2. PERSIAPAN LINGKUNGAN
a.   Selalu menjaga privacy klien
b.   Atur pencahayaan ruangan dan sirkulasi udara  tempat tindakan
c.   Ciptakan suasana lingkungan yang bersih,nyaman dan tenang

3. PERSIAPAN PASIEN
a. Beritahu klien tentang tujuan tindakan dan prosedur tindakan
pemasangan WSD
b. Posisikan pasien pada posisi supinasi / fowler tergantung pada tempat
yang akan  diinsisi
untuk pemasangan WSD

d. Manifestasi Klinis
1. Perdarahan intercosta
2. Empisema
3. Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri
4.   Pneumothoraks kambuhan.

G. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa PPOK
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual dan
potensial, atau proses kehidupan ( Potter & Perry, 2009 ).
Diagnosa keperawatan ( Doenges, Moorhouse and Geissler, 2014 ;
Carpenito, 2014 ) :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi/kelemahan ditandai dengan pernyataan kesulitan bernapas, perubahan
kedalaman/kecepatan pernapasan, penggunaan otot aksesori, bunyi napas tak
normal, misalnya mengi, ronki, krekels. Batuk ( menetap ), dengan/tanpa
produksi sputum.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen,
kerusakan alveoli, ditandai dengan dispnea, bingung, gelisah,
ketidakmampuan membuang sekret, nilai GDA tidak normal, perubahan tanda
vital, penurunan intoleransi terhadap aktivitas.
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan batuk tidak efektif, ditandai
dengan perubahan frekuensi atau pola pernapasan, perubahan frekuensi nadi,
pernapasan sukar atau berhati – hati.
d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transpor oksigen
sekunder akibat PPOK, peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat
infeksi virus atau penyakit kronis, ketidakadekuatan sumber energi sekunder
akibat malnutrisi ditandai dengan peningkatan frekuensi nadi secara
berlebihan, lemah, peningkatan frekuensi napas secara berlebihan, pucat,
sianosis, peningkatan tekanan diastolik >15 mmHg.
e. Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) mengenai kondisi berhubungan
dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti
tentang informasi, kurang mengingat//keterbatasan kognitif, ditandai dengan
pertanyaan tentang informasi, pernyataan masalah/kesalahan konsep, tidak
akurat mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
f. Ansietas berhubungan dengan ancaman aktual atau presepsi ancaman terhadap
biologis sekunder akibat menjelang ajal, serangan, penyakit, prosedur invasif
ditandai dengan peningkatan frekuensi nafas, peningkatan tekanan darah, mual
atau muntah, sering berkemih, diare, gelisah, kekhawatiran, ketidakberdayaan,
menangis, mudah lupa.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun, sekunder akibat
dispnea, ditandai dengan pernyataan kesulitan untuk tidur, keletihan saat
bangun atau letih sepanjang hari, perubahan mood, mengantuk sepanjang hari.

2. Diagnosa Post Wsd


1. Gangguan rasa nyaman/nyeri berhubungan dengan pemasangan selang dada
ditandai dengan:
a. Pasien mengatakan tidak nyaman
b. Postur tubuh kaku
c. Mengerang kesakitan
d. Menangis
e. Raut muka tegang
2. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kemungkinan
terjadi tension pneumotoraks sekunder terhadap sumbatan pada selang dada.
Ditandai dengan:
a. Pendarahan yang banyak dari selang dada
b. Terlihat banyaknya bekuan darah pada drainase selang dada
c. Pernafasan dangkal dan cepat
d. Perubahan tanda-tanda vital
e. Arna kulit dan membrane mukosa
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan selang
dada
4. Injuiry, potensial terjadi trauma atau hipoksia berhubungan dengan
pemasangan alat Wsd dan kurangnya pengetahuan tentang WSD

Anda mungkin juga menyukai